Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Definisi Kasus
Menurut Depkes, hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar
dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat. Sedangkan definisi WHO
mengenai hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang bersifat konstan pada saat
istirahat. Darah sistolik antara 140-160 mmHg disebut hipertensi perbatasan.
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak ), penyakit jantung koroner
(untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan / left ventricle hypertrophy
(untuk otot jantung). Banyaknya penderita hipertensi diperkirakan sebesar 15 juta bangsa
Indonesia tetapi hanya 4% yang controlled hypertension. Yang dimaksud dengan hipertensi
terkendali adalah mereka yang menderita hipertensi dan tahu bahwa mereka menderita
hipertensi dan sedang berobat untuk itu.
GAMBARAN UMUM MASALAH HIPERTENSI
- PEMERIKSAAN BERKALA
1. Pengukuran Tekanan Darah
2. Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil
- PENGOBATAN/PERAWATAN
1. Pengobatan segera
2. Menghindari komplikasi
3. Menstabilkan tekanan darah
4. Memperkecil efek samping pengobatan
5. Mengobati penyakit penyerta seperti; DM, PJK, dll
6. Menghindari faktor risiko hipertensi media pencegahan hipertensi
PENCEGAHAN TERSIER
Pengertian
Menurut Palmer, masalah makan adalah ketidak mampuan untuk
makan atau penolakan terhadap makanan tertentu sebagai akibat
disfungsi neoromotorik, lesi obstruktif, atau faktor psikososial yang
mempengaruhi makan, atau kombinasi dua atau lebih penyebab tersebut.
Menurut Samsudin, masalah makan adalah bila anak hanya mampu
menghabiskan kurang dari 2/3 dari jumlah makanannya sehingga
kebutuhan nutrien tidak terpenuhi.
Distribusi Anoreksia
Pada bayi umumnya kesulitan makan karena faktor mekanis berkaitan dengan
keterampilan makan biasanya disebabkan oleh cacat atau kelainan bawaan pada
mulut dan kelainan neuro motorik. Selain itu dapat juga oleh kekurangan
pembinaan/pendidikan makan antara lain :
- Manajemen pemberian ASI yang kurang benar.
- Usia saat pemberian makanan tambahan yang kurang tepat, terlalu dini atau
terlambat.
- Jadwal pemberian makan yang terlalu ketat.
- Cara pemberian makan yang kurang tepat.
Pada anak balita usia 1 – 5 tahun
Kesulitan makan pada anak balita berupa berkurangnya nafsu makan makin
meningkat berkaitan dengan makin meningkatnya interaksi dengan
lingkungan, mereka lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit
infeksi baik yang akut maupun yang menahun, infestasi cacing dan
sebagainya.
Pada usia 6 – 12 tahun
Pada usia ini berkurangnya nafsu makan di samping karena sakit juga oleh karena faktor
lain misalnya waktu/kesempatan untuk makan karena kesibukan belajar atau bermain dan faktor
kejiwaan. Kesulitan makan karena faktor kejiwaan biasanya pada anak gadis usia sekitar 10 – 12
tahun sesuai dengan awal masa remaja. Kesulitan makan mungkin mereka lakukan dengan
sengaja untuk mengurangi berat badan untuk mencapai penampilan tertentu yang didambakan.
Sebaliknya mungkin terjadi nafsu makan yang berlebihan yang mengakibatkan kelebihan berat
yang berlanjut menjadi obesitas.
Pada anak remaja usia 12 – 18 tahun Kesulitan makan pada usia ini biasanya karena faktor
kejiwaan (anoreksia nervosa).
b. Faktor Penyakit / Kelainan Organik
Berbagai unsur yang terlibat dalam makan yaitu alat pencernaan
makanan dari rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah,
tenggorokan, sistem syaraf, sistem hormonal, dan enzim-enzim. Maka dari
itu bila terdapat kelainan atau penyakit pada unsur organik tersebut pada
umumnya akan disertai dengan gangguan atau kesulitan makan, untuk
praktisnya dikelompokkan menjadi :
1) Kelainan/penyakit gigi geligi dan unsur lain dalam rongga mulut
2) Kelainan/penyakit pada bagian lain saluran cerna.
3) Penyakit infeksi pada umumnya
4) Penyakit/kelainan non infeksi
1) Kelainan/penyakit gigi geligi dan unsur lain dalam rongga mulut
Pemaksaan untuk memakan atau menelan jenis makanan tertentu yang kebetulan tidak
disukai. Hal ini perlu pendekatan yang tepat dalam melatih anak mau memakan makanan yang
mungkin tidak disukai. Anak dalam kondisi tertentu, misalnya anak daam keadaan demam, mual
atau muntah dan dalam keadan ini anak dipaksa untuk makan.
Suasana keluarga, khususnya sikap dan cara mendidik serta pola interaksi antara orang tua
dan anak yang menciptakan suasana emosi yang tidak baik. Tidak tertutup kemungkinan sikap
menolak makan sebagai sikap protes terhadap perlakuan orang tua, misalnya cara menyuapi yang
terlalu keras, pemaksaan untuk belajar dan sebagainya.
Dampak Kesulitan Makan
Pada kesulitan makan yang sederhana misalnya karena sakit yang akut
biasanya tidak menunjukkan dampak yang berarti pada kesehatan dan tumbuh
kembang anak. Pada kesulitan makan yang berat dan berlangsung lama akan
berdampak pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Gejala yang timbul
tergantung dari jenis dan jumlah zat gizi yang kurang. Bila anak hanya tidak
menyukai makanan tertentu misalnya buah atau sayur akan terjadi defisiensi
vitamin A. Bila hanya mau minum susu saja akan terjadi anemi defisiensi besi. Bila
kekurangan kalori dan protein akan terjadi kekurangan energi protein (KEP).
TATA LAKSANA MENGATASI KESULITAN MAKAN
Kesulitan makan merupakan masalah individu anak sehingga upaya mengatasinya juga bersifat
individual tergantung dari beratnya dan faktor-faktor yang menjadi penyebab. Penatalaksanaan kesulitan
makan yang berat mencakup 3 aspek yaitu :
1. Identifikasi faktor penyebab
Dapat dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik, bahkan mungkin diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pada keadaan yang berat mungkin penyebabnya tidak hanya satu faktor (multi faktorial).
2. Evaluasi tentang faktor dan dampak nutrisi
Wawancara yang cermat, khususnya riwayat pengelolaan makan, jenis makanan, jumlah makanan yang
dikonsumsi, makanan yang disukai dan yang tidak, cara dan waktu pemberian makan, suasana makan
dan perilaku makan.
Pemeriksaan fisik khusus untuk menilai status gizi.
Pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
Pemeriksaan kejiwaan bila diperlukan
3. Melakukan upaya perbaikan
a. Nutrisi
Memperbaiki gangguan gizi yang telah terjadi.
Memperbaiki kekurangan makanan yang diperlukan misalnya jenis makanan, jumah makanan,
jadwal pemberian makan, perilaku dan suasana makan.
Mengoreksi keadaan defisiensi gizi yang ditemukan. Sedapat mungkin diberikan dalam
bentuk makanan, bila tidak mungkin baru diberikan dalam bentuk obat-obatan.
b. Upaya mengobati faktor-faktor penyebab
Keberhasilan mengatasi masalah kesulitan makan juga tergantung kepada keberhasilan
upaya mengobati atau melenyapkan faktor penyebab baik faktor organik maupun faktor
psikologis/gangguan kejiwaan.
A. Penyebab Kesulitan Makan Karena Faktor Internal
1. Gangguaan Pencernaan berupa gangguan gigi dan rongga mulut (seperti sariawan, gigi berlubang, karies,tonsilitis)
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti didapatkan 21 responden (87,5%) kesulitan makan
tidak disebabkan oleh gangguan gigi dan rongga mulut dan 3 responden (12,5%) kesulitan makan disebabkan oleh
gangguan gigi dan rongga mulut.
2. Gangguan Psikologis
a. Aturan makan yang ketat atau berlebihan terhadap anak Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang
di teliti di dapat 15 responden (62,5%) kesulitan makan tidak disebabkan aturan makan yang ketat atau berlebihan
sedangkan 9 responden (37,5 %) kesulitan makan disebabkan oleh aturan makan yang ketat atau berlebihan.
b. Ibu suka memaksa kehendak terhadap anak Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti di
dapat 19 responden ( 79,17%) kesulitan makan tidak disebabkan oleh ibu suka memaksa kehendak terhadap anak
sedangkan 5 responden ( 20,83% ) disebabkan oleh ibu suka memaksa kehendak terhadap anak.
c. Hubungan anggota keluarga tidak harmonis Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti di
dapat 20 responden (83,33%) kesulitan makan tidak disebabkan oleh hubungan anggota keluarga tidak harmonis
sedangkan 4 responden (16,67%) disebabkan oleh hubungan anggota keluarga tidak harmonis.
d. Anak mengalami alergi pada makanan Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti di dapatkan
semua anak tidak ada yang mengalami alergi makanan.
B. Penyebab Kesulitan Makan Karena Faktor Eksternal
a. Anak bosan dengan menu masakan yang disajikan Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti di
dapatkan 18 responden (75 %) kesulitan makan tidak disebabkan anak bosan dengan menu masakan yang disajikan sedangkan
6 responden (25%) disebabkan oleh anak bosan dengan menu masakan yang disajikan.
b. Anak Suka Menu Masakan yang Berubah–ubah Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti di
dapatkan 15 responden (62,5%) kesulitan makan disebabkan anak suka menu masakan yang berubah-ubah sedangkan 9
responden (37,5%) tidak disebabkan oleh anak suka menu masakan yang berubah-ubah.
3. Faktor Lingkungan
a. Ibu malas makan maka anak juga ikut -ikutan malas makan Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di
teliti di dapatkan 20 responden (83,33%) penyebab kesulitan makan tidak disebabkan ibu malas makan maka anak juga ikut -
ikutan malas makan, sedangkan 4 responden (16,67%) disebabkan oleh ibu malas makan maka anak juga ikut -ikutan malas
makan.
b. Anak jika asyik bermain lupa makan Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti di dapatkan 15
responden ( 62,5% ) kesulitan makan disebabkan anak jika asyik bermain lupa makan sedangkan 9 responden (37,5%) tidak
disebabkan oleh anak jika asyik bermain lupa makan.
Upaya yang dilakukan adalah: