Vous êtes sur la page 1sur 33

Analisis Distribusi, Determinan

serta Tindakan Pencegahan


Suatu Kasus
DASAR EPIDEMIOLOGI
KELOMPOK 1

1. DEWI RAHMA PUTRI (6411416020)


2. AMBAR ATIKAH ZAIN M (6411416063)
3. FIRDA HABIBATUN N (6411416092)
4. AYU TRI ISMIATI (6411416114)
5. ANISA FITRI (6411416125)
PENYAKIT MENULAR
PENYAKIT TIDAK MENULAR ( HIPERTENSI )

 Definisi Kasus
Menurut Depkes, hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar
dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat. Sedangkan definisi WHO
mengenai hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang bersifat konstan pada saat
istirahat. Darah sistolik antara 140-160 mmHg disebut hipertensi perbatasan.
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak ), penyakit jantung koroner
(untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan / left ventricle hypertrophy
(untuk otot jantung). Banyaknya penderita hipertensi diperkirakan sebesar 15 juta bangsa
Indonesia tetapi hanya 4% yang controlled hypertension. Yang dimaksud dengan hipertensi
terkendali adalah mereka yang menderita hipertensi dan tahu bahwa mereka menderita
hipertensi dan sedang berobat untuk itu.
GAMBARAN UMUM MASALAH HIPERTENSI

Sejumlah 90% HT esensil,


Tingkat prevalensi sebesar Sebesar 50% penderita mereka dengan HT yang
6-15% pada orang dewasa. tidak menyadari diri sebagai tidak diketahui seluk-beluk
Sebanyak 70% adalah HT penyebabnya. artinya,
Sebagai suatu proses penderita HT. karena itu
ringan,karena itu hipertensi karena penyebabnya tidak
degeneratif, hipertensi mereka cenderung untuk
banyak diacuhkan atau jelas maka sulit untuk
tentu hanya ditemukan menderita hipertensi yang
terabaikan sampai saat mencari bentuk intervensi
pada golongan dewasa. lebih berat karena
menjadi ganas (hipertensi dan pengobatan yang
Ditemukan kecenderungan penderita tidak berupaya
maligna) sesuai.
peningkatan prevalensi mengubah dan menghindari
menurut peningkatan usia. factor risiko.
KLASIFIKASI
Berdasarkan tabel diatas, Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori,
dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan tekanan darah
diastolik (TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit
tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke
klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan
semua pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat. Contohnya, tekanan darah
seseorang tiga bulan terakhir adalah 120/90 mmHg. Dengan demikian orang tersebut
sudah termasuk dalam kategori hipertensi stadium 1. Dalam keadaan ini
perubahan/modifikasi pola hidup (termasuk di dalamnya adalah pola makan dan
aktivitas fisik) memegang peranan penting dalam penatalaksanaannya.
FAKTOR RISIKO

1. FAKTOR GENETIK 2. FAKTOR LINGKUNGAN


 Usia, dimana usia diatas 45 tahun akan lebih  Pola makan, diet, makan makanan
banyak mengalami hipertensi.
kadar garam tinggi, makan kudapan
 Jenis Kelamin, pria maupun wanita memiliki dalam jumlah banyak.
resiko untuk menderita hipertensi, pada
umur < 45 tahun proporsi laki-laki lebih  Merokok, sering minum-minuman yang
banyak untuk hipertensi sedangkan diatas 55
tahun resiko pria dan wanita terhadap beralkohol.
hipertensi relatif sama.
 Inaktivitas fisik, olahraga tidak teratur,
 Ras (Suku), berdasarkan riwayat awal orang
yang banyak mengalami hipertensi adalah istirahat kurang, pekerja berat.
orang-orang Amerika.
 Obesitas.
 Keturunan, adanya riwayat penyakit
hipertensi pada garis keluarga (30-60%
diturunkan secara genetis).
3. FAKTOR PSIKOLOGIS

o Beban ekonomi, dimana yang telah


mengalami hipertensi harus memikirkan biaya
pengobatan, biaya hidup.
o Stress, adanya beban psikologis dalam diri,
pekerjaan yang berat.
LEVEL PENCEGAHAN HIPERTENSI
FASE PRE-PATOGENESIS (PENCEGAHAN PRIMER)

1. Meningkatkan pengetahuan dan pendidikan tentang bahaya penyakit


hipertensi
2. Menerapkan dan meningkatkan perilaku hidup sehat
3. Makan cukup sayur dan buah
4. Rendah garam dan lemak
5. Tidak merokok dan tidak konsumsi alkohol
6. Istirahat yang cukup dan olahraga
7. Hindari kegiatan yang menimbulkan stress
8. Mengenali penyakit lain pemicu hipertensi
FASE PATOGENESIS (PENCEGAHAN SEKUNDER)

- PEMERIKSAAN BERKALA
1. Pengukuran Tekanan Darah
2. Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil
- PENGOBATAN/PERAWATAN
1. Pengobatan segera
2. Menghindari komplikasi
3. Menstabilkan tekanan darah
4. Memperkecil efek samping pengobatan
5. Mengobati penyakit penyerta seperti; DM, PJK, dll
6. Menghindari faktor risiko hipertensi media pencegahan hipertensi
PENCEGAHAN TERSIER

1. Menurunkan tekanan darah ketingkat normal


2. Mencegah memberatnya tekanan darah tinggi sehingga tidak menimbulkan
kerusakan pada jaringan tubuh
3. Memulihkan kerusakan organ dengan obat anthipertensi
4. Mengontrol tekanan darah sehingga tidak menimbulkan komplikasi penyakit
seperti stroke, PJK dll
ANOREKSIA (GANGGUAN MAKAN)

Pengertian
Menurut Palmer, masalah makan adalah ketidak mampuan untuk
makan atau penolakan terhadap makanan tertentu sebagai akibat
disfungsi neoromotorik, lesi obstruktif, atau faktor psikososial yang
mempengaruhi makan, atau kombinasi dua atau lebih penyebab tersebut.
Menurut Samsudin, masalah makan adalah bila anak hanya mampu
menghabiskan kurang dari 2/3 dari jumlah makanannya sehingga
kebutuhan nutrien tidak terpenuhi.
Distribusi Anoreksia

1. Time (waktu): anak usia 0 sampai 18 tahun


2. Place (tempat): dimana saja
3. Person (Orang): anak anak usia 0 sampai 18 tahun
Faktor Risiko/Determinan
Kesulitan makan dapat terjadi pada semua kelompok usia anak, tetapi
jenis kesulitan makan dan penyebabnya berlainan, juga mengenai derajat
dan lamanya. Penyebab kesulitan makan mungkin karena disebabkan oleh
satu penyakit atau kelainan tertentu, tetapi bisa juga beberapa macam
penyakit atau faktor bersama-sama.
Faktor yang merupakan penyebab kesulitan makan dapat dibedakan
menjadi 3 kelompok yaitu :
a. Faktor nutrisi
b. Faktor penyakit/kelainan organik
c. Faktor penyakit/kelainan kejiwaan
a. Faktor Nutrisi

Berdasarkan kemampuan untuk mengkonsumsi makanan,


memilih jenis makanan dan menentukan jumlah makanan, anak-
anak dapat dikelompokkan :
- Konsumer pasif : bayi
- Konsumer semi pasif/semi aktif : anak balita
- Konsumer aktif : anak sekolah dan remaja
Pada bayi berusia 0 – 1 tahun

Pada bayi umumnya kesulitan makan karena faktor mekanis berkaitan dengan
keterampilan makan biasanya disebabkan oleh cacat atau kelainan bawaan pada
mulut dan kelainan neuro motorik. Selain itu dapat juga oleh kekurangan
pembinaan/pendidikan makan antara lain :
- Manajemen pemberian ASI yang kurang benar.
- Usia saat pemberian makanan tambahan yang kurang tepat, terlalu dini atau
terlambat.
- Jadwal pemberian makan yang terlalu ketat.
- Cara pemberian makan yang kurang tepat.
Pada anak balita usia 1 – 5 tahun

Kesulitan makan pada anak balita berupa berkurangnya nafsu makan makin
meningkat berkaitan dengan makin meningkatnya interaksi dengan
lingkungan, mereka lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit
infeksi baik yang akut maupun yang menahun, infestasi cacing dan
sebagainya.
Pada usia 6 – 12 tahun

Pada usia ini berkurangnya nafsu makan di samping karena sakit juga oleh karena faktor
lain misalnya waktu/kesempatan untuk makan karena kesibukan belajar atau bermain dan faktor
kejiwaan. Kesulitan makan karena faktor kejiwaan biasanya pada anak gadis usia sekitar 10 – 12
tahun sesuai dengan awal masa remaja. Kesulitan makan mungkin mereka lakukan dengan
sengaja untuk mengurangi berat badan untuk mencapai penampilan tertentu yang didambakan.
Sebaliknya mungkin terjadi nafsu makan yang berlebihan yang mengakibatkan kelebihan berat
yang berlanjut menjadi obesitas.
Pada anak remaja usia 12 – 18 tahun Kesulitan makan pada usia ini biasanya karena faktor
kejiwaan (anoreksia nervosa).
b. Faktor Penyakit / Kelainan Organik
Berbagai unsur yang terlibat dalam makan yaitu alat pencernaan
makanan dari rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah,
tenggorokan, sistem syaraf, sistem hormonal, dan enzim-enzim. Maka dari
itu bila terdapat kelainan atau penyakit pada unsur organik tersebut pada
umumnya akan disertai dengan gangguan atau kesulitan makan, untuk
praktisnya dikelompokkan menjadi :
1) Kelainan/penyakit gigi geligi dan unsur lain dalam rongga mulut
2) Kelainan/penyakit pada bagian lain saluran cerna.
3) Penyakit infeksi pada umumnya
4) Penyakit/kelainan non infeksi
1) Kelainan/penyakit gigi geligi dan unsur lain dalam rongga mulut

 Kelainan bawaan : Labioschisis, labiognatoschizis, labiognatopaltoschizis,


frenulum lidah yang pendek, makroglossi.
 Penyakit infeksi : stomatitis, ginggivitis, tonsilitis.
 Penyakit neuromuskuler : paresis/paralisis
2) Kelainan/penyakit pada bagian lain saluran cerna.

 Kelainan bawaan :atresiaoesophagus, achalasia, spasme duodenum,


penyakit Hirschsprung
 - Penyakit infeksi : akut/kronis
 - Diare akut, diare kronis, cacingan
3) Penyakit infeksi pada umumnya

 Akut : infeksi saluran pernafasan.


 Kronis : tuberkolosis paru, malaria.
Penyakit/kelainan non infeksi

 Penyakit bawaan di luar rongga mulut dan saluran cerna :


 Penyakit jantung bawaan, Sindroma Down.
 Penyakit neuromuskuler : cerebral palsy.
 Penyakit keganasan : tumor Willems.
 Penyakit hematologi : anemia, leukemia.
 Penyakit metabolik/endokrin : diabetes mellitus.
 Penyakit kardiovaskuler.
C. Faktor Gangguan / Kelainan Psikologis

Pemaksaan untuk memakan atau menelan jenis makanan tertentu yang kebetulan tidak
disukai. Hal ini perlu pendekatan yang tepat dalam melatih anak mau memakan makanan yang
mungkin tidak disukai. Anak dalam kondisi tertentu, misalnya anak daam keadaan demam, mual
atau muntah dan dalam keadan ini anak dipaksa untuk makan.
Suasana keluarga, khususnya sikap dan cara mendidik serta pola interaksi antara orang tua
dan anak yang menciptakan suasana emosi yang tidak baik. Tidak tertutup kemungkinan sikap
menolak makan sebagai sikap protes terhadap perlakuan orang tua, misalnya cara menyuapi yang
terlalu keras, pemaksaan untuk belajar dan sebagainya.
Dampak Kesulitan Makan

Pada kesulitan makan yang sederhana misalnya karena sakit yang akut
biasanya tidak menunjukkan dampak yang berarti pada kesehatan dan tumbuh
kembang anak. Pada kesulitan makan yang berat dan berlangsung lama akan
berdampak pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Gejala yang timbul
tergantung dari jenis dan jumlah zat gizi yang kurang. Bila anak hanya tidak
menyukai makanan tertentu misalnya buah atau sayur akan terjadi defisiensi
vitamin A. Bila hanya mau minum susu saja akan terjadi anemi defisiensi besi. Bila
kekurangan kalori dan protein akan terjadi kekurangan energi protein (KEP).
TATA LAKSANA MENGATASI KESULITAN MAKAN

Kesulitan makan merupakan masalah individu anak sehingga upaya mengatasinya juga bersifat
individual tergantung dari beratnya dan faktor-faktor yang menjadi penyebab. Penatalaksanaan kesulitan
makan yang berat mencakup 3 aspek yaitu :
1. Identifikasi faktor penyebab
Dapat dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik, bahkan mungkin diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pada keadaan yang berat mungkin penyebabnya tidak hanya satu faktor (multi faktorial).
2. Evaluasi tentang faktor dan dampak nutrisi
 Wawancara yang cermat, khususnya riwayat pengelolaan makan, jenis makanan, jumlah makanan yang
dikonsumsi, makanan yang disukai dan yang tidak, cara dan waktu pemberian makan, suasana makan
dan perilaku makan.
 Pemeriksaan fisik khusus untuk menilai status gizi.
 Pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
Pemeriksaan kejiwaan bila diperlukan
3. Melakukan upaya perbaikan
a. Nutrisi
 Memperbaiki gangguan gizi yang telah terjadi.
 Memperbaiki kekurangan makanan yang diperlukan misalnya jenis makanan, jumah makanan,
jadwal pemberian makan, perilaku dan suasana makan.
 Mengoreksi keadaan defisiensi gizi yang ditemukan. Sedapat mungkin diberikan dalam
bentuk makanan, bila tidak mungkin baru diberikan dalam bentuk obat-obatan.
b. Upaya mengobati faktor-faktor penyebab
Keberhasilan mengatasi masalah kesulitan makan juga tergantung kepada keberhasilan
upaya mengobati atau melenyapkan faktor penyebab baik faktor organik maupun faktor
psikologis/gangguan kejiwaan.
A. Penyebab Kesulitan Makan Karena Faktor Internal

1. Gangguaan Pencernaan berupa gangguan gigi dan rongga mulut (seperti sariawan, gigi berlubang, karies,tonsilitis)
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti didapatkan 21 responden (87,5%) kesulitan makan
tidak disebabkan oleh gangguan gigi dan rongga mulut dan 3 responden (12,5%) kesulitan makan disebabkan oleh
gangguan gigi dan rongga mulut.
2. Gangguan Psikologis
a. Aturan makan yang ketat atau berlebihan terhadap anak Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang
di teliti di dapat 15 responden (62,5%) kesulitan makan tidak disebabkan aturan makan yang ketat atau berlebihan
sedangkan 9 responden (37,5 %) kesulitan makan disebabkan oleh aturan makan yang ketat atau berlebihan.
b. Ibu suka memaksa kehendak terhadap anak Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti di
dapat 19 responden ( 79,17%) kesulitan makan tidak disebabkan oleh ibu suka memaksa kehendak terhadap anak
sedangkan 5 responden ( 20,83% ) disebabkan oleh ibu suka memaksa kehendak terhadap anak.
c. Hubungan anggota keluarga tidak harmonis Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti di
dapat 20 responden (83,33%) kesulitan makan tidak disebabkan oleh hubungan anggota keluarga tidak harmonis
sedangkan 4 responden (16,67%) disebabkan oleh hubungan anggota keluarga tidak harmonis.
d. Anak mengalami alergi pada makanan Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti di dapatkan
semua anak tidak ada yang mengalami alergi makanan.
B. Penyebab Kesulitan Makan Karena Faktor Eksternal

1. Faktor Kesukaan Makan


a. Anak beralasan tidak mau makan karena masih kenyang Hasil penelitian menunjukan
bahwa dari 24 responden yang di teliti di dapatkan 15 responden (62,5 %) kesulitan
makan tidak disebabkan anak beralasan tidak mau makan karena masih kenyang
sedangkan 9 responden ( 37,5% ) kesulitan makan disebabkan oleh anak beralasan
tidak mau makan karena masih kenyang.
b. Anak senang mengkonsumsi makanan ringan ( chiki, cokelat, potato chip, keripik,
permen dan lain-lain ) Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di
teliti di dapatkan 18 responden (75%) kesulitan makan disebabkan anak senang
mengkonsumsi makanan ringan sedangkan 6 responden (25%) kesulitan makan tidak
disebabkan oleh anak senang mengkonsumsi makanan ringan
2. Faktor Kebiasaan Makan

a. Anak bosan dengan menu masakan yang disajikan Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti di
dapatkan 18 responden (75 %) kesulitan makan tidak disebabkan anak bosan dengan menu masakan yang disajikan sedangkan
6 responden (25%) disebabkan oleh anak bosan dengan menu masakan yang disajikan.

b. Anak Suka Menu Masakan yang Berubah–ubah Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti di
dapatkan 15 responden (62,5%) kesulitan makan disebabkan anak suka menu masakan yang berubah-ubah sedangkan 9
responden (37,5%) tidak disebabkan oleh anak suka menu masakan yang berubah-ubah.

3. Faktor Lingkungan

a. Ibu malas makan maka anak juga ikut -ikutan malas makan Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di
teliti di dapatkan 20 responden (83,33%) penyebab kesulitan makan tidak disebabkan ibu malas makan maka anak juga ikut -
ikutan malas makan, sedangkan 4 responden (16,67%) disebabkan oleh ibu malas makan maka anak juga ikut -ikutan malas
makan.

b. Anak jika asyik bermain lupa makan Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 24 responden yang di teliti di dapatkan 15
responden ( 62,5% ) kesulitan makan disebabkan anak jika asyik bermain lupa makan sedangkan 9 responden (37,5%) tidak
disebabkan oleh anak jika asyik bermain lupa makan.
Upaya yang dilakukan adalah:

Upaya yang dilakukan adalah:


1) Atasi faktorpenyebab (organic,infeksi,psikologik,dll)
2) Atasi dampak yang telah terjadi (malnutrisi, defisiensi nutrient tertentu,dll)
3) Upaya nutrisi : perbaiki/tingkatkan asupan makanan
“re-edukasi” tentang perilaku makan
4) Fisioterapi bagi anak yang mengalami kesulitan mengunyah/menelan

Vous aimerez peut-être aussi