Vous êtes sur la page 1sur 55

Asuhan keperawatan

klien cerebral vascular accident


(CVA)
- CVA juga disebut Stroke  defisit neurologis yang
terjadi akibat penurunan aliran darah pada area
tertentu pada jar. otak.
- Defisit neurologis disebabkan adanya iskemia/
nekrotis sel pada jar. otak pada berbagai area otak.

INSIDEN
- Di AS, stroke penyebab kematian ketiga setelah
penyakit jantung dan kanker.
- Dapat dicegah/diminimalkan dg upaya : BP tetap
terkonrol, tingkatkan kesadaran akan diet yang
diperlukan dan hindari merokok.
- AS kebanyakan yg menderita peny. Ad/ kulit hitam,
sering pada pria dp wanita dan umumnya
meningkat setelah usia 75 tahun.
ETIOLOGI
• trombus dan emboli  terjadi
penyempitan/oklusi sempurna salah satu
pembuluh darah yang mensuplai darah
keotak,
• perdarahan(hemorrhagic).
• Tekanan pada dinding pembuluh darah
dan spasme arteri, jarang dijumpai.
Trombosis :
• Trombisis adalah penyebab utama
terjadinya infark serebral.
• 2/3 dari stroke disebabkan oleh trombosis
akibat hipertensi dan diabetes mellitus
yang keduanya mengakibatkan terjadinya
atherosclerosis.
• Faktor lain yang dapat berisiko terjadinya
trombosis adalah kontrasepsi oral,
gangguan koagulasi, polycithemia,
arteritis, hipoksia kronik, dan dehidrasi.
• Thrombosis terjadi sebagai akibat
pembentukan atheroma sehingga lumen
pembuluh darah menyempit.
Trombus menyebabkan terjadinya hipoperfusi,
infark dan iskemia.
• Pada awalnya terjadi paresis
(menurunnya/berkurangnya kekuatan dan
gerakan ekstremitas),, aphasia (gangguan fungsi
berbahasa), paralisis, gangguan kesadaran,
gangguan penglihatan.

Embolisme :
• Terjadinya sumbatan/oklusi arteri serebral oleh
embolus, yang mengakibatkan terjadinya
nekrosis dan edema pada area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang mengalami
sumbatan.
• Emboli yang berhubungan dengan
penyakit/gangguan jantung, yaitu atrial
fibrilasi, infark jantung,, infeksi
endokarditis, penyakit jantung reumatik,
dan atrial septal defect. Penyebab lain
yang tidak sering yaitu emboli udara,
emboli lemak akibat fraktur femor, cairan
amnion setelah ibu melahirkan, dan
adanya tumor.
• Serangan bersifat tiba-tiba.
• Pasien dalam keadaan sadar penuh, walaupun
pasien juga merasakan nyeri kepala.
• Prognosis bergantung lokasi pembuluh darah
yang mengalami sumbatan.

Perdarahan intraserebral :
• Perdarahan dalam otak disebabkan oleh
rupturnya pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral biasanya disebabkan oleh adanya
hipertensi. Penyebab lain adalah tumor otak,
trauma, pengobatan thrombolitik, dan ruptur
aneurisma.
• Hipertensi dan atherosclerosis menyebabkan
terjadinya perobahan degeneratif pada dinding
arteri.
• Massa darah akan menekan jaringan otak.
Tekjaringan otak terdesak  aliran darah ke otak
menurun akibat adanya iskemia dan infark.
• Daerah yang sering mengalami perdarahan
intraserebral yaitu putamen dan kapsula internal
(50%),thalamus, hemisper otak, dan pons.
• Klien nyeri kepala hebat, nausea dan muntah,
kehilangan kemampuan untuk berjalan, dysphagia,
gangguan gerakan bola mata.
• Perdarahan pada pons sangat berbahaya sebab
bagian ini adalah fungsi kehidupan dasar.
• Perdarahan pada pons dapat mengakibatkan
hemiplegia, coma, hipertermia, dan selanjutnya
meninggal.
• Prognosis perdarahan intraserebral sangat jelek : 70
% pasien meninggal akibat adanya perdarahan
intraserebral.

Perdarahan subarachnoid :
• Disebabkan oleh adanya aneurisma, kelainan
pembuluh darah, trauma, dan hipertensi.
• Aneurisma sering terjadi pada pasien
atherosclerosis, trauma, hipertensi, atau kelainan
pembuluh darah yang bersifat kongenital Biasanya
juga perdarahan dapat disebabkan oleh pengobatan
antikoagulan, pengobatan trhrombolitik, dan
symphatomimetic
• Perdarahan yang terjadi menekan ruang arachnoid
dan menyebabkan nyeri kepala, pusing, penurunan
kesadaran, nausea, muntah, demam, nyeri pada
bagian leher dan punggung, paralisis, coma, dan
kemudian meninggal.
4. FAKTOR RESIKO
• Faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat
dimodifikasi. Faktor risiko ini akan meningkat/lebih
berisiko pada seseorang yang mempunyai lebih dari
satu faktor risiko.

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi termasuk :


a. Gender : Insiden stroke lebih besar pada pria daripada
wanita
b.Usia : Insiden stroke meningkat hingga usia 75
tahun. Kejadian rata-rata pada usia 55 – 75 tahun.
c. Ras : Suku bangsa Afrika-Amerika berisiko lebih tinggi
mengalami stroke akibat hipertensi
d. Herediter: Seseorang dengan riwayat keluarga stroke
akan berisiko mengalami stroke.
Faktor yang dapat dimodifikasi, termasuk :
• Kebiasaan hidup mengkonsumsi alkohol yang
berlebihan, perokok, kegemukan, makanan dengan
tinggi lemak, penggunaan obat-obatan tertentu.

Kondisi patologis yang dapat mengkonstribusi stroke :


penyakit jantung, diabetes mellitus, hipertensi,
Rata-rata 9 % dari pria dan 18 % wanita yang
menderita penyakit jantung infark akan menderita stroke
dalam 6 th

Hipertensi yang terkontrol dengan pengobatan yang


teratur dapat mencegah terjadinya stroke.
Wanita yang perokok lima kali lebih berisiko menderita
stroke dibanding yang tidak perokok.
5. PENCEGAHAN
• Pencegahan utama untuk menghindari risiko
adalah pendidikan kesehatan masyarakat.
• Mempertahankan BB dan kolesterol dalam batas
normal, dan menghindari merokok
• Pengobatan/mengontrol diabetes, hipertensi dan
penyakit jantung.
• Memberikan informasi kepada klien sehubungan
dengan penyakit yang diderita dengan stroke.
• Apabila sudah terserang stroke, dalam situasi ini
tujuan adalah mencegah terjadinya komplikasi
sehubungan dengan
6. PATOFISIOLOGI
• Pemahaman akan kondisi pathophysiology
pada penyakit stroke penting :
- Bagian otak yang menerima suplai darah.
- Area mana saja dari otak yang suplai oleh
pembuluh darah utama.
- Fisologi sirkulasi serebral.

Infark serebral adalah kehilangan suplai


darah pada bagian tertentu pada jaringan otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor :
Lokasi, dan ukuran pembuluh darah yang
mengalami sumbatan serta adekuatnya
sirkulasi kolateral pada area yang disuplai oleh
pembuluh darah yang tersumbat.
• Gangguan suplai darah ke otak dapat perlahan-
lahan atau cepat (Trombus, emboli,
hemorrhagik, spasme pembuluh darah)

Trombus terjadi sebagai akibat terbentuknya


plaque atherosclerosis atau bekuan darah pada
area stenosis dimana aliran darah akan menjadi
lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat
pecah atau terlepas dari dinding pembuluh
darah dan dibawah oleh aliran darah (emboli).

Trombosis menyebabkan :
• Iskemia jaringan otak (yang berhubungan
dengan pembuluh darah yang mengalami
gangguan).
• Edema dapat terjadi setelah beberapa
jam atau setelah beberapa hari.
• Edema dapat menyebabkan disfungsi
serebral, dan setelah edema hilang maka
secara perlahan-lahan akan berfungsi
kembali.

Oklusi pembuluh darah serebral oleh


embolus menyebabkan nekrotis dan
edema yang akibatnya sama dengan
trombus.
• Perdarahan dalam otak disebabkan oleh
ruptur dari arteriosclerosis dan hipertensi
pembuluh darah. Sering terjadi setelah usia 50
tahun. Perdarahan inraserebral dapat menjadi
fatal, misalnya terjadi herniasi otak
menyebabkan kematian 50 % klien dalam 3 hari
pertama setelah perdarahan intraserebral Jika
sirkulasi serebral terputus,
• Anoksia serebral akan terjadi dimana terdapat
kekurangan oksigen pada otak. Anoksia serebral
dapat reversible bila kekurangan oksigen hanya
terjadi dalam 4 – 6 menit. Lebih dari itu akan
terjadi irreversible.
Transient Ischemic Attacks
• Disfungsi neurologis yang terjadi secara
singkat/sementara dan akan mengalami
episode reversibel. TIA dapat dianologkan
dengan angina pektoris pada penyakit
jantung koroner.
• TIA juga disebut Intermittent
Cerebrovascular Insufficiency atau Mini
Stroke.
7. MANIFESTASI KLINIK
• Manifestasi klinik yang terjadi secara gradual
disebut Stroke in Evolution.
• Faktor-faktor yang dapat diidentifikasi yang
merupakan petunjuk terjadinya perdarahan
serebral :
• Nyeri kepala bagian osipital (bagian belakang
kepala).
• Vertigo (pusing) atau sinkop.
• Gangguan motorik dan sensorik (kesemutan,
paresthesia, paralisis).
• Epistaxis.
• Perdarahan retina.
• Hal yang lain yang dapat diidentifikasi yang
terkait dengan stroke yaitu : Nyeri kepala,
muntah, kejang, coma, kaku leher, demam,
hipertensi, konfusio, disorientasi, hambatan
memori, dan perubahan status mental lainnya.
• Manifestasi klinik bergtg pada lokasi terjadinya
perdarahan, gg persarafan, kelemahan atau
paralisis, kehilangan refleks sensorik, gg bicara,
dan perobahan refleks.

Hemiplegia : akibat kerusakan pada area motorik


pada bagian konteks atau pada traktus
piramidal.
Perdarahan atau bekuan darah pada otak kanan
akan meyebabkan tubuh pada sisi kiri akan
mengalami hemiplegia.
Hal ini disebabkan oleh karena serabut saraf
bersilang pada traktus piramidal dari otak
menuju ke sumsum tulang belakang,
• Otot-otot thoraks dan abdomen biasanya tidak
mengalami paralisis sebab dihubungkan kedua
hemisper otak. Apabila otot voluntary
mengalami gangguan maka tidak terjadi
keseimbangan antara otot rangka fleksi dan
ekstensi sehingga menyebabkan terjadinya
deformitas yang serius.

Aphasia ; kerusakan dalam mempergunakan atau


menginterpretasikan simbol-simbol dan bahasa.
Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada
korteks serebral.
• Gangguan pada semua aspek berbahasa seperti
bercakap, membaca, menulis dan memahami
bahasa yangdiucapkan.
• Dikenal dua macam aphasia , yaitu aphasia
sensorik yang berhubungan dengan pemahaman
bahasa, dan aphasia motorik yang berhubungan
dengan produk bercakap-cakap.
• Aphasia sensorik termasuk kehilangan
kemampuan pemahaman menulis, menciptakan
atau mengucapkan kata-kata, misalnya klien
tidak dapat memahami apa yang dibicarakan.
Mendengar bunyi, tetapi
tidak mengetahui komunikasi simbolik
yang berhubungan dengan suara.
• Aphasia motorik, dimana klien dapat
memahami kata-kata, tetapi tidak dapat
menguraikan dengan kata-kata.
• Aphasia  Penyebab utamanya adalah
gangguan suplai darah ke otak terutama
yang berhubungan dengan pembuluh
darah Middle cerebral artery.
• Visual Change : Adanya lesi pada lobus
parietal dan temporal sebagai akibat
perdarahan intraserebral karena terjadinya
ruptur dari arterisclerosis atau hipertensi
pembuluh darah. Lesi pada bagian otak akan
meyebabkan kerusakan bagian yang berlawanan
pada penglihatan.
• Agnosia : Gangguan menginterpretasikan
objek, misalnya penglihatan, taktil, atau
informasi sensorik lainnya. Klien tidak dapat
mengenal objek. Agnosia bisa visual,
pendengaran, atau taktil tetapi tidak sama
dengan kebutaan, tuli atau kehilangan rasa.
• Kehilangan sensasi mis. tidak sadar pada posisi
lengan, tidak merasakan adanya bagian tubuh
tertentu.
• Klien dengan agnosia penglihatan, dia melihat
objek tetapi tidak mengenal atau atau tidak
dapat memberi arti pada objek.
• Dysarthria : Artikulasi yang tidak sempurna
yang menyebabkan kesulitan berbicara. Klien
mengenal bahasa tetapi kesulitan mengucapkan
kata-kata. Tidak ada gangguan dalam tata
bahasa atau ungkapan atau konstruksi kata.
Klien dapat berkomunikasi secara verbal
walaupun mengalami angguan, membaca atau
menulis. disfungsi saraf kranial
menyebabkan kelemahan atau paralisis otot
sekitar bibir, lidah dan larynx.
• Inkontinen : Inkontinen urin dan
defekasi dapat terjadi, sebagai akibat :
- kurangnya perhatian.
- kehilangan memori
- faktor emosi.
- tidak mampu berkomunikasi.
• Nyeri pada bahu : Terjadi sebagai akibat
hambatan mobilitas serta overstreching
otot bahu, serta gerakan yang tidak tepat
serta kehilangan ROM
• Horner’s Syndrome : paralisis saraf simpatis
pada bagian mata menyebabkan tenggelamnya
bola mata sebagai akibat ptosis kelopak mata atas
• Gangguan emosional ; setelah menderita stroke
mengakibatkan emosi klien labil, kebingungan,
gangguan memori dan frustrasi : social withdrawal
terutama aphasia, gangguan perilaku seksual,
regresi, dan marah.
• Secara umum manifestasi klinik dapat dijelaskan
sebagai berikut :

Gangguan fungsi neuromotorik :


• Penurunan fungsi motorik sangat sering dijumpai
pada pasien stroke. Masalah yang berhubungan
dengan fungsi neruromotorik yaitu mobilitas, fungsi
pernafasan, fungsi menelan dan bicara, refleks
muntah dan kemampuan rawat diri.
• Terjadinya hal tersebut sebagai akibat adanya
kerusakan saraf motorik pada jalur pramidal
( serabut saraf dari otak dan melalui sumsum
tulang belakang menuju ke sel motorik).
Karakteristik penurunan motorik termasuk
kehilangan kemampuan gerakan voluntary
(akinesia), hambatan integrasi gerakan,
gangguan tonus otot, dan gangguan refleks.
• Oleh karena jalur piramidal bersilang pada
tingkat medulla, sehingga biasa lesi terjadi
pada salah satu sisi pada otak akan
mempengaruhi fungsi motorik pada sisi
berlawanan (contralateral).
Gangguan komunikasi :
• Hemisfer kiri lebih dominan untuk keterampilan
berbahasa. Gangguan berbahasa termasuk
kemampuan mengekspresikan dan
pemahaman tulisan dan mengucapkan kata-
kata.
• Pasien dapat mengalami aphasia (kehilangan
secara total kemampuan pemahaman dan
penggunaan berbahasa).
• Pada stroke yang hebat akan menyebabkan
terjadinya global aphasia, dimana semua
fungsi komunikasi dan penerimaan menjadi
hilang.
• Stroke pada area Wernicke pada otak akan
menunjukkan gejala aphasia receptive dimana
tidak terdengar suara atau sukar dimengerti.
Kerusakan area wernicke akan menyebabkan
hambatan pemahaman baik dalam berbicara
maupun bahasa tulisan.

• Stroke yang berhubungan dengan area Broca


pada otak akan menyebabkan expressive phasia
(kesulitan dalam berbicara dan menulis). Banyak
juga stroke menyebabkan dyssarthria yaitu
gangguan/hambatan pada otot bicara. Pasien
mengalami hambatan dalam mengucapan,
artikulasi, dan bunyi suara.
Emosi/perasaan :
• Pasien yang mengalami stroke mungkin tidak
dapat mengontrol perasaannya Hal ini
mungkin terjadi sebagai akibat adanya
perubahan dalam citra tubuh dan kehilangan
fungsi motorik.
• Pasien akan mengalami depresi dan frustrasi
sehubungan dengan masalah mobilitas dan dan
komunikasi, Mis. pada saat makan pasien
menangis karena mengalami kesulitan
memasukkan makanan kedalam mulutnya,
kehilangan kemampuan mengunyah dan
menelan.
Gangguan fungsi intelektual :
• Gangguan ingatan sehubungan dengan
berbahasa. Pasien dengan stroke pada otak
kanan sangat sulit dalam daya ingat dan
kemampuan pengambilan keputusan, mis.
pada saat pasien berdiri dari kursi roda tanpa
mengunci kursi rodanya sehingga dapat
berbahaya bagi dirinya.

Komplikasi :
• Komplikasi bergantung pada lokasi dimana lesi
atau jaringan infark. Jika dibatang otak maka
akan mengalami fluktuasi tekanan darah,
gangguan pola nafas dan disritmia jantung.
• Dapat pula terjadi aspirasi pernafasan, immobilitas
dan injury, hal ini sebagai akibat hambatan fisik.
• Coma : Suplai darah pada batang otak atau
retikular mengalami oklusi. Oklusi vaskular pada
arteri karotis interna atau salah satu cabang utama
akan menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.
Dapat juga disebabkan karena edema serebral.
• Stroke akibat trobus dan emboli jarang
menyebabkan kematian. Bila terjadi sudden death
biasanya berhub.dg gagal jantung. Bila terjadi
perdarahan intraserebral dan masuk kedalam
ventrikel akan memberikan gejala peningkatan
tekanan intrakranial (ICP),  fatal dan akan
terjadi kematian dalam 3 – 12 jam tetapi lebih
sering diantara 1 – 14 hari setelah original episode.
• Stroke fatal bila ditemukan : peningkatan suhu
tubuh, peningkatan HR, peningkatan RR yang
terjadi selama coma beberapa  Hal ini
disebabkan oleh karena kerusakan pada vaso
motor dan pusat pengatur suhu tubuh.

Ada dua penyebab utama kematian pada


stroke :
• Infeksi pernafasan sebagai akibat gangguan
kesadaran dan gangguan makan /menelan.
• kegagalan batang otak : herniasi, perdarahan
batang otak. Keduanya dapat menimbulkan
kematian akibat depressi pusat vital pada
medulla oblongata.
Pengkajian Diagnostik :
• Pemeriksaan cairan otak : warna, tekanan,
adanya darah, pomponen cairan otak.
• Foto tengkorak.
• Cerebral angography : Area perdarahan.
• Brain Scan : Mendeteksi area otak yang
mengalmi gangguan.
• Echoencephalography : Mengidentifikasi lesi
serebral.
• CT Scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
; mengidentifikasi area hematoma dan infark.
Pengobatan :
Tujuan :
• Mempertahankan hidup.
• Meminimalisasi akibat deformitas.
• Menurunkan tekanan intra kranial.
• Mencegah berulangnya penyakit.
• Klien tirah baring dengan kepala ditinggikan
30 derajat untuk menurunkan tekanan
intrakranialmemfasilitasi aliran darah
balik(vena).
• Lakukan pemeriksaan intensif tekanan darah dan
tingkat kesadaran (Glasgow Coma Scale).
• Bila pasien coma mungkin dipertimbangkan
pemasangan mechanical ventilation.
• Steroid dan osmotik diuresis, digunakan
untuk menurunkan tekanan intrakranial.
• Pengobatan anti hipertensi dan diuresis
untuk klien yang mengalami hipertensi.
• Pengobatan antikoagulan untuk mencegah
terjadinya pembentukan trombus (kontrol
clotting time guna mencegah perdarahan).
• Pengobatan analgetik ringan pada klien nyeri
kepala dan kaku leher. Hindari penggunaan obat
narkotik yang keras.
• Jika kejang, diberikan obat anti kejang
misalnya dilantin atau phenobarbital.
• Bila suhu badan meningkat, berikan obat
antipyretic.
• Diet : Bila klien tidak dapat makan dan
minum sendiri, pertimbangkan pasang
NGT.
• Pembedahan : Mengevakuasi atau
mengeluarkan hematoma pada klien
hemorragic stroke/perdarahan.

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE


Pengkajian
• Pengkajian klien stroke sangat diperlukan
untuk menentukan NDx.
• Klien yang sadar dapat dilakukan anamnesa
yang terkait dengan perobahan sensasi, gerakan
tubuh, dan defisit neuorlogis lainnya sebagai
indikasi perkembangan infark atai iskemia
serebral, edema atau perdarahan.
• Riwayat yang lengkap tentang masalah yang
terjadi saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan
riwayat sosial akan memberikan informasi
tentang sebab-sebab stroke. Selanjutnya kaji
status neurologis dan vital sign.
• Pengkajian sehubungan dengan hemiplegia :
Pengkajian fungsi motorik (gerakan spontan),
sensasi, dan aktifitas refleks.
NDx.:Gangguan perfusi jaringan serebral r/t peningkatan
tekanan intrakranial.

Tujuan :
Klien akan mempertahankan perfusi jaringan serebral ditandai
dengan :
• Klien tidak melaporkan adanya nyeri kepala.
• Tidak ada penurunan tingkat kesadaran.
• GCS baik.
Implementasi :
• Klien dengan peningkatan tekanan intrakranial harus
dimonitor setiap saat.
• Posisi baring klien dalam posisi bagian kepala ditinggikan.
• Pengkajian neurologis dilakukan secara terus menerus
untuk dibandingkan dengan data sebelumnya guna
mengetahui perkembangan klien.
• Delirium dan gelisah, dapat terjadi akibat penuhnya
kandung kemih, feces tertahan, nyeri. Pasang rail tempat
tidur, karena klien mengalami agitasi.
• Pertimbangkan obat laxative dan pelunak feces untuk
menghindari konstipasi dan mengedan.
• Lakukan suction bila ada ronchi.
• Ciptakan lingkungan yang tenang agar klien relaksasi dan
tidak gelisah.

NDx :Hambatan mobilitas fisik r/t Paralysis.


Tujuan :
Klien akan melakukan mobilitas fisi secara maksimal, ditandai
• tidak nampak kontraktur tendon, ankylosis sendi,
pemendekan otot.
• menggunakan alab bantu mobilitas dengan baik.
Implementasi :
• Perobahan posisi baring klien hemiplegia dilakukan
setiap 2 jam guna mencegah terjadi
dekubitus/penekanan.
• Jangan memasang bantal dibawah tungkai bila klien
baring terlentang karena akan mengkonstribusi terjadi
deformitas pada fleksi panggul dan menghambat
sirkulasi. Pasang tumpuan kaki untuk mencegah foot
drop.
• Lakukan range of motion (ROM)exercise, sambil klien
latihan duduk dikursi.
• Pasang hand roll bila klien ingin mobilisasi/bangun.
• Untuk mencegah nyeri bahu, pasang bantal diantara
ketiak untuk mempertahankan relaksasi.
• Gunakan splint guna mencegah fleksi jari-jari dan adduksi
ibu jari.
• Latihan di tempat tidur : Dorong klien untuk melakukan
latihan di atas tempat tidur guna memberikan
semangat/optimisme menghadapi keterbatasannya. Klien
dapat diajarkan melakukan gerakan bila turun dari tempat
tidur dan berpindah kekursi.
• Range of motion exercise : Perawat melakukan passive
ROM Exercise 4 kali sehari setelah 24 jam pertama stroke
(kecuali ada kontraindikasi). Impuls motorik biasanya
mulai kembali antara 2 dan 14 dari setelahnya.
• Kesukaran untuk menggerakkan lengan dapat disebabkan
karena :
- Nyeri dan adanya keterbatasan gerak (Kekakuan sendi
bahu) sehubungan fibrosis sendi bahu.
- Subluksasi (disklokasi yang inkomplit pada sendi bahu).
- Jari-jari digerakkan secara teratur, dan latihan
menggengam bola.
• Bangun tidur : perawat membantu klien turun
dari tempat tidur. Klien bangun secara perlahan-
lahan untuk menghindari orthostatic
hypotension.
• Saat klien pertama kali bangun, perawat berada
pada sisi yang paralisis, terutama pada bagian
belakang dan kepala. Secara bertahap klien akan
belajar duduk sendiri dg bagian kepala
ditinggikan di bagian tempat tidur, lalu duduk
disisi tempat tidur, dengan kaki bergantung.
Perawat akan membantu klien mempertahankan
keseimbangan dengan lengan klien lurus dan
kedua telapak tangan menekan di tempat tidur.
• Penggunaan Kursi Roda : Klien hemiplegia
membutuhkan untuk belajar bergerak dari tempat tidur
ke kursi roda. Kursi roda diletakkan pada bagian yang
tidak mengalami paralisis.

NDx : Self care deficit r/t paralysis.


Tujuan ;
• Klien akan melakukan berbagai aktifitas ADL, ditandai :
- mengunakan alat bantu mobilitas dengan baik.
- Menggunakan tehnik gerakan/mobilitas dengan tepat.
- Tidak ditemukan adanya kontraktur dan kekakuan
sendi.
Implementasi :
• Klien awalnya memerlukan bantuan untuk aktifitas
rawat diri mis. mandi, makan, dan berpakaian, dan
eliminasi.
• Diharapkan sebanyak mungkin klien dapat menolong
dirinya sendiri.
• Apabila klien sudah dapat duduk di atas tempat tidur,
perawt harus mensupport klien untuk melakukan
aktifitas rawat diri dengan menggunakan bagian tubuh
yang tidak mengalami paralisis, mis. menyikat gigi,
makan, menyisir rambut, dan mandi. Aktifitas ini akan
membantu menghindari komplikasi akibat
keterbatasannya.
• Untuk mencegah bagian mata yang mengalami paralisis
kelopak mata, perawat melakukan irigasi dengan
menggunakan artificial tears dan bila perlu mata
ditutup agar tidak mengalami kekeringan kornea.
• Perawat melakukan perawatan mulut (oral
care) sebanyak 3 sampai 4 kali sehari.
Berikan perhatian pada lidah dan mulut
bila mengalami paralisis.
• Rencana rehabilitasi klien terutama
diarahkan pada pemenuhan kebutuhan
self care.

NDx: Gangguan nutrisi kurang dari


kebutuhan r/t ketidakmampuan menelan
akibat paralisis.
Tujuan :
• Klien akan mendemontrasikan tanda-tanda
nutrisi yang adekuat, ditandai ;
- Berat badan stabil/seimbang.
- Asupan makanan adekuat.
- Bila ada luka insisi akan mengalami
penyembuhan 12 – 14 hari
- Hb dalam batas normal.
- limposit dalam batas normal.

Implementasi :
• Perawat harus menkaji secara hati-hati keadaan
diet klien guna menjamin nurtisi yang cukup.
• Hati hati memberikan makanan pada klien
dengan paralisis lidah dan mulut.
• Pemberian dilakukan secara hati-hati guna
mencegah terjadinya arpirasi jalan nafas dan
kesedakan.
• Akibat keterbatasan klien , maka ia akan
mengalami ketakutan dan frustrasi untuk
mengkonsumsi makanan sehingga klien menolak
makan.
• Perawat harus mempertimbangkan makanan
suplemen lain.
• jika klien tidak dapat menelan, perlu
dipertimbangkan pemasangan NGT.
NDx.: Gangguan komunikasi verbal r/t aphasia akibat
paralisis

Tujuan :
Klien akan dapat berkomunikasi secara efektif, ditandai :
- klien dapat memahami pembicaraan.
- Klien mengucapkan kata-kata secara jelas.
- Klien menunjukkan objek dengan tepat sesuai
perintah.

Implementasi :
• Komunikasi melibatkan dua proses yaitu menerima dan
mengirim pesan. Walaupun tidak secara tepat, setelah
proses penyembuhan klien secara bertahapkan berespon
terhadap stimulus dengan tepat.
• Pada klien aphasia biasanya dilakukan rujukan
untuk speech therapy dan harus segera diberikan.
• Biasanya klien dibantu dalam hal speech therapy
selama 2 tahun atau lebih. Perawat akan
melanjutkan latihan speech therapy.
• Perawat dalam melatih pasien hendaknya tidak
memperlihatkan kekecewaan bila klien tidak
mampu melakukan latihan dengan baik karena
akan mengurangi motivasi klien untuk berlatih.

NDx.: Gg proses berfikir r/t hambatan aliran darah


serebral, gangguan sensasi, dan kesalahan dalam
mengintrepretasikan stimulus lingkungan.
Tujuan :
Klien akan mengalami peningkatan kesadaran dalam
berfikir, ditandai dengan :
• klien mampu mengingat kembali informasi yang
diterima.
• GCS baik.
• menurunnya/berkurangnya agitasi.
• Klien kooperatif dalam semua tindakan.
Implementasi :
• Reorientasikan klien terhadap kesadaran
lingkungannya.
• Reorientasi secara kontinu dilakukan dengan
memfasilitasi pemasangan kalender dan jam dinding
yang dapat dilihat dengan mudah oleh klien.

NDx. :Gangguan persepsi sensorik : Penglihatan r/t


perobahan fisiologik akibat stroke
Tujuan :
Klien akan berhasil mengkompensasi gangguan sensorik
persepsi, ditandai dengan :
- melakukan ADL dengan aman.
- Melakukan pergerakan dilingkungannya dengan baik
dan aman.

Implementasi :
• Perawat akan berada pada sisi pasien pada mata yang
tidak mengalami gangguan penglihatan. Demikian pula
dengan meletakkan call light dan telephone pada sisi
mata yang tidak terganggu.
• Jika mungkin tempat tempat tidur klien pada arah mata
yang tidak mengalami gangguan mengarah pada ruang
utama (central room).
• Perawat akan menghindari untuk mengambil keputusan
secara kompleks, misalnya :
• Menggunakan pakaian dengan desain yang sederhana
sehingga mudah digunakan oleh klien.
• Berikan perintah sederhana.
• Siapkan makanan tanpa banyak variasinya.
NDx.:Koping individu tidak efektif r/t perobahan fisiologi dan
frustrasi akibat Stroke.

Tujuan :
Klien akan menggunakan strategi koping yang efektif, ditandai
dengan
• Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah yang efektif.
• Klien kooperatif dengan orang lain/perawat/tenaga kesehatan.
• Klien mengungkapkan perasaan senang.
• Kebutuhan tidur cukup.
• tenang.
• Ekspresi wajah ceriah.
Implementasi :
• Pengaruh perobahan fisologis/organik antara lain
hambatan aktifitas/gerak, hambatan berbicara,
gangguan sensasi/penglihatan dan kehilangan peran
sosialnya menyebabkan klien dengan mudah
mengalami frustrasi dengan menunjukan perilaku ;
kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam pemecahan
masalah, kesulitan dalam menangani berbagai
peristiwa dan tanggung jawab terhadap perawatan
dirinya.
• Sebagai perawat, reaksi ini dapat dipahami terhadap
reaksi klien akan perobahan yang terjadi pada dirinya.
• Perawat harus memberikan dukungan emosional dan
siap untuk membantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya.
• Tujuan utama perawatan klien adalah bagaimana
meminimalkan tingkat ketergantungannya.
• Apabila klien memperlihatkan perilaku koping
yang tidak adekuat, terima itu sebagai suatu
kenyataan sebagai respon terhadap
keterbatasannya tetapi perawat tidak boleh
mendukungkarena hanya berakibat klien akan
menjadi penuh ketergantungan pada perawat
dan klien tidak berusaha untuk mandiri.
• Perawat harus mengatur lingkungan dan
mengantisipasi kebutuhan guna
menurunkan/mengurangi frustrasi.
• SO diperlukan membantu memahami perilaku
klien dan membantu menciptakan
kemandiriannya.

Vous aimerez peut-être aussi