Vous êtes sur la page 1sur 58

A S M A

A S M A
Asma adalah penyakit
inflamasi kronis yang DEFENISI
disebabkan oleh
hiperresponsifnya saluran Berasal dari bahasa
napas terhadap rangsangan Yunani “asthma” yang
tertentu.
mempunyai arti
Keadaan ini menimbulkan “terengah–engah”
episode berulang dari asma
yang ditandai: mengi, sulit
bernapas, rasa sesak di
dada, dan batuk, terutama
pada malam atau dini hari.

Episode ini biasanya timbul


karena meluasnya obstruksi
saluran napas dan bersifat
reversibel, baik secara
spontan maupun dengan
pengobatan.
EPIDEMIOLOGI
Asma merupakan masalah
kesehatan dunia, di mana
diperkirakan 300 juta orang
diduga mengidap asma.
Di Indonesia, prevalensi asma
diperkirakan 5-7 % penduduk
Indonesia menderita asma.
Prevalensi ini dipengaruhi oleh
banyak faktor, antara lain: jenis
kelamin, umur pasien, faktor
keturunan, & faktor
lingkungan.
Separuh dari semua kasus
asma berkembang sejak masa
kanak-kanak, sedangkan
sepertiganya pada masa
dewasa sebelum umur 40
tahun.
ETIOLOGI
Faktor Ektrinsik

Disebabkan oleh rangsangan


alergen eksternal spesifik,
mekanisme serangannya melalui
rekasi hipersensitif tipe 1. Gejala
klinik muncul sejak awal
kehidupan. Ada riwayat
alergi/asma dalam keluarga

Faktor Intrinsik

Disebabkan bukan karena alergi,


tapi oleh faktor pencetus lain,
seperti: infeksi saluran napas,
kegiatan jasmani, udara dingin,
obat, zat kimia, polusi udara,
asap rokok, perubahan emosi,
refluks gastroesofagal.
PATOGENESIS
Faktor pencetus:
(alergi, infeksi, lingkungan,
aktivitas fisik, emosi, dll)

sensitisasi

Inflamasi (pelepasan mediator) Hiperresponsivitas jalan napas

Bronkospasme
Udem mukosa
Peningkatan sekresi mukus

Obstruksi saluran napas

Gejala asma
(mengi, sesak napas, rasa tertekan di dada, batuk)
PATOFISIOLOGI
Obstruksi saluran napas

Ekspirasi menjadi berat


(udara terjebak, tidak dapat dikeluarkan)

HIPERINFLASI / HIPERVENTILASI
Penderita bernapas dengan volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total

Pengeluaran CO2 meningkat


Gangguan ventilasi (pertukaran udara)
Gangguan difusi udara

Alkalosis respiratif
Hipoksemia (kekurangan O2)
Hiperkapnia (retensi CO2)
Asidosis respiratif
Asidosis metabolik (akibat tahap lanjut pada asma yang berat)
GAMBARAN KLINIS

Gejala umum: mengi (wheezing)


sulit bernapas,
rasa sesak didada,
batuk (terutama pada malam hari atau dini hari).

Gambaran khusus:
 Saluran napas
Frekuensi napas meningkat, inspirasi memendek, ekspirasi
memanjang
 Sistem kardiovaskular
Takikardia, tensi meningkat
 Psikologis
Gelisah, kecemasan meningkat
 Hematologi
Eosinofil meningkat
DIAGNOSA

 ANAMNESA
Keluhan pasien, riwayat keluarga, faktor pencetus

 PEMERIKSAAN FISIK
Melihat keadaan umum penderita
Jantung: tensi, denyut nadi
Paru: inspeksi dinding torak, wheezing, saturasi oksigen,
RR

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Spirometri
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan gas darah (untuk asma berat)
TATA LAKSANA ASMA
Tujuan jangka pendek: Tujuan jangka panjang:
• Mencegah timbulnya gejala • Mencapai dan mempertahankan
dan serangan asma dengan kontrol asma yang baik.
menghindari faktor pencetus. • Mampu menjalani aktivitas harian
dengan normal, termasuk olahraga
• Mengatasi dan ataupun kegiatan fisik lainnya.
menghilangkan obstruksi
• Menjaga fungsi paru senormal
saluran napas. mungkin.
• Mencegah terjadinya • Mencegah eksaserbasi asma.
hipoksemia. • Mampu mencapai kebutuhan obat
• Mengembalikan fungsi paru yang minimal.
ke arah normal secepat • Mengurangi angka kesakitan (absensi
mungkin. di sekolah maupun di tempat kerja).
• Mencegah terjadinya • Mencegah kematian karena asma.
serangan berikutnya.

4 KOMPONEN UNTUK TATA LAKSANA ASMA:


1. Bina hubungan yang baik antara pasien dengan dokter.
2. Identifikasi dan kurangi pemaparan faktor resiko.
3. Penilaian derajat asma, pengobatan dan pemantauan.
4. Penanganan eksaserbasi asma
TATA LAKSANA ASMA
1. BINA HUBUNGAN BAIK 2. IDENTIFIKASI
FAKTOR RESIKO

Edukasi pasien & keluarga

• Menghindari faktor resiko. • Mengenal faktor


pencetus
• Menggunakan obat-obatan dengan benar.
• Mengerti perbedaan antara obat controller dan • Menghindari faktor
reliever. pencetus
• Memonitor status penyakitnya dengan • Melakukan tindakan
mengenali gejala. terhadap faktor
pencetus
• Mengenal tanda-tanda kapan asmanya
memburuk dan mampu mengambil tindakan • Jika tidak mungkin
sementara sebelum menghubungi dokter. dihindari  obat
• Mengetahui kapan harus segera mengunjungi
IGD.
• Meningkatkan kepercayaan diri dan ketaatan
berobat.
TATA LAKSANA ASMA
3. PENILAIAN DERAJAT ASMA, PENGOBATAN, PEMANTAUAN
Kelompok penderita: anak ≤ 5 tahun
Penilaian derajat asma
Karakteristik Terkontrol Terkontrol Tidak terkontrol
(memiliki 3/lbh karakter
sebagian kel.terkontrol sebagian)
GINA (2011), membagi
Gejala harian Tidak ada > 2x /minggu > 2x /minggu
derajat asma menjadi 3 (<2x/mggu) (periode pdk/mnt) (periode pjg/jam)
tingkatan:
Keterbatasan aktivitas Tidak ada Ada Ada
1. Terkontrol
2. Terkontrol sebagian Gejala nokturnal Tidak ada Ada Ada
3. Tidak terkontrol Kebutuhan obat reliever ≤ 2x > 2x /minggu > 2x /minggu
Parameter /minggu
Kelompok penderita: dewasa dan anak > 5 tahun
terkontrol/tidak dilihat
dari: Karakteristik Terkontrol Terkontrol sebagian Tidak
1. Gejala harian terkontrol
2. Keterbatasan Gejala harian Tidak ada > 2x /minggu memiliki 3/lbh
terhadap aktivitas (≤2x/mggu) (periode pendek/mnt) karakter
Keterbatasan aktivitas Tidak ada Ada kel.terkontrol
3. Ada/tidak gejala sebagian
nokturnal Gejala nokturnal Tidak ada Ada
4. Kebutuhan akan
Kebutuhan obat reliever Tidak ada > 2x /minggu
obat reliever
(≤ 2xmggu)
5. Hasil tes fungsi
Tes fungsi paru normal < 80% nilai prediksi/nilai
paru terbaik individu
TATA LAKSANA ASMA
3. PENILAIAN DERAJAT ASMA, PENGOBATAN, PEMANTAUAN Pengobatan

Pengobatan dilakukan secara bertahap sesuai dengan derajat kontrol asmanya

Kelompok penderita: anak ≤ 5 tahun


Edukasi
Kontrol lingkungan
Short-acting β2-agonists (SABA), jika perlu
Terkontrol Terkontrol sebagian Tidak Terkontrol atau hanya sebagian
menggunakan SABA , menggunakan SABA, terkontrol
jika diperlukan jika diperlukan menggunakan ICS dosis rendah

Pilihan controller
Lanjutkan dengan ICS dosis rendah Double ICS dosis rendah
SABA
Leucotrien modifier ICD dosis rendah + Leucotrien modifier

Ket: ICS = Inhaled Cortico Setroid


Sumber: GINA. 2011
TATA LAKSANA ASMA
3. PENILAIAN DERAJAT ASMA, PENGOBATAN, PEMANTAUAN Pengobatan
Pengobatan dilakukan secara bertahap, nilai dahulu derajat kontrol kemudian tentukan tahapnya

Kelompok penderita: dewasa dan anak > 5 tahun


turun naik

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5


Edukasi -Kontrol lingkungan
(Jika pengobatan hendak dinaikkan ke tahap berikutnya karena kontrol asma yang buruk, pertama-tama cek dulu teknik pasien
dalam menggunakan inhaler, cek kepatuhannya, dan konfirmasi kembali apakah gejala yang ada disebabkan karena asma)
SABA, jika perlu SABA, jika perlu

Pilih salah satu Pilih salah satu Obat Tahap 3 + Obat tahap 4 +
satu/lebih obat ini satu/kedua obat ini
ICS dosis rendah ICS dosis rendah + ICS dosis Glukokortikosteroid
LABA menengah/tinggi + oral (dosis terendah)
LABA
Controller
Leucotrien modifier ICS dosis Leucotrien modifier Anti-IgE
menengah/tinggi, atau atau
ICS dosis rendah + Teofilin lepas lambat
Leucotrien modifier
ICS dosis rendah +
teofilin lepas lambat
Ket: ICS = Inhaled Cortico Setroid ; LABA = Long-acting β2-agonists (Sumber: GINA, 2011
TATA LAKSANA ASMA
3. PENILAIAN DERAJAT ASMA, PENGOBATAN, PEMANTAUAN

Pemantauan

Pemantauan dilakukan secara berkelanjutan, untuk:


- mempertahankan kontrol,
- menetapkan tahap dan dosis terendah dari pengobatan,
- meminimalkan biaya dan memaksimalkan keamanan terapi.

Secara khusus, pasien diminta datang setiap 1-3 bulan setelah kunjungan
pertama, dan kemudian setiap 3 bulan setelahnya. Bila ada kekambuhan
yang parah, kunjungan dilakukan setiap 2 minggu hingga satu bulan.

Lakukan penyesuaian tahap dan dosis jika perlu (sesuai respon)

Monitoring terus secara periodik untuk mencegah timbulnya gejala yang


memburuk atau timbulnya serangan (eksaserbasi)
TATA LAKSANA ASMA
4. PENANGANAN EKSASERBASI ASMA

DI RUMAH
TATA LAKSANA ASMA
4. PENANGANAN EKSASERBASI ASMA

DI RUMAH SAKIT
TATA LAKSANA ASMA
4. PENANGANAN EKSASERBASI ASMA

DI RUMAH SAKIT (sambungan…)


OBAT-OBAT ASMA
Secara umum, obat asma dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu:
RELIEVER CONTROLLER
(PEREDA) (PENGENDALI)
- Digunakan untuk mengatasi masalah
- Untuk meredakan serangan dasar asma, yaitu inflamasi.
asma yang akut. - Digunakan secara terus menerus
- Kerjanya cepat dalam jangka waktu yang relatif
- Contoh: lama, tegantung dari derajat asma
dan responnya terhadap
SABA (short-acting β2-agonists) pengobatan.
Antikolinergik - Contoh:
Kortikosteroid sistemik Inhaled-corticosteroid (ICS)
Epinefrin Long-acring β2-agonists (LABA)
Kromolin
Metilxantin
Antagonis leukotrien
Kombinasi ICS dan LABA
OBAT-OBAT ASMA
Berdasarkan mekanisme kerjanya, ada 7 golongan obat asma , yaitu:

GOLONGAN EFEK KERJA CONTOH OBAT


Agonis β2- Bronkodilatasi Fenoterol, formoterol, salbutamol, salmeterol,
adrenergik terbutalin
Kortikosteroid Antiinflamasi Beklometason dipropionat, budesonid, flutikason.
Antikolinergik Bronkodilatasi Ipratropium bromida
Cell mast stabilizer Antiinflamasi Na-kromoglikat, nedokromil
Modifier leucotrien Antiinflamasi Montelukast, zafirlukast, zileuton
Metilxantin Bronkodilatasi Aminofilin, teofilin
Antibodi Antiinflamasi, Omalizumab
monoklonal Anti-IgE
OBAT-OBAT ASMA : Agonis β2 adrenergik

Mekanisme kerja:
Stimulasi reseptor β2 pada otot polos bronkhus dengan cara mengaktivasi
adenilat siklase sehingga kadar c-AMP intrasel meningkat dan menimbulkan
efek bronkodilatasi.

Berdasarkan durasi kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:


1. Kerja pendek (short-acting)
Onsetnya cepat namun aksinya tidak bertahan lama, digunakan untuk
pengobatan segera.
2. Kerja panjang (long acting)
Onsetnya lama, tapi aksinya dapat bertahan lama (hingga 12 jam)

Efek sampingnya: takikardia, tremor otot rangka, hipokalemia, hiperglikemia,


peningkatan kadar asam laktat, dan sakit kepala.

Interaksi obat: dengan golongan antidepresan trisiklik, inhibitor MAO, dan


aksinya di antagonis oleh golongan beta bloker.
Obat ini tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, yaitu oral, intravena,
inhalasi (MDI, nebulizer).
OBAT-OBAT ASMA : Agonis β2 adrenergik
Selektivitas relatif, potensi, durasi, dan aktivitas
obat-obat golongan agonis β2 adrenergik

Nama Selektivitas Potensi Durasi kerja (jam) Aktivitas


Obat oral
β1 Β2 bronkodilatasi proteksi

Fenoterol + ++++ 3-4 6-8 Tidak


Isoproterenol ++++ ++++ 1 0,5 – 2 0,5 – 1 Tidak
Metaproterenol +++ +++ 15 3–4 1–2 Ya
Albuterol + ++++ 2 4–8 2–4 Ya
Pirbuterol + ++++ 5 4–8 2–4 Ya
Terbutalin + ++++ 4 4–8 6 – 12 Ya
Formoterol + ++++ 0,24 > 12 6 - >12 Ya
Salmeterol + ++++ 0,5 > 12 6 - >12 Ya
Dosis obat-obat golongan agonis β2 adrenergik
Obat Dosis dan Interval

Dewasa Anak-anak

Inhalasi
Albuterol MDI: Quick relief: 200 μg setiap 4-6 jam MDI: 100 μg (1 hirupan)
(salbutamol) Serangan akut, berat: 400-800 μg setiap 20 menit Neb: 2,5- 5 mg 3-4x sehari
hingga 4 jam, kmdn setiap1-4 jam
Exercise-induce asthma: 200 μg, 5-30 mnt sblm
kegiatan.
Neb: 2,5 mg, 3-4 x sehari
Fenoterol MDI: 100 μg, max.800 μg/hari. MDI: > 6 th: 100-200 μg 3x sehari
Neb: 10 tts, pada kasus yang lebih berat dapat diberikan Neb: 6-14 th: 10 tts 3x sehari
20-25 tetes. 1 - 6 th: 5-10 tts 3x sehari
< 1 th: 3-7 tts 3x sehari
Metaproterenol MDI: 1-2 dosis tunggal, diulang 30 mnt stlh dosis tunggal dosis MDI: 0,7-1,5 mg 3x sehari, max.9 mg/hari
pertama, max.12 dosis dalam 24 jam.
Procaterol 20 μg, s.d. 4 x sehari 10 μg , 2-4 x sehari

Terbutalin DPI turbuhaler: 1 dosis hirupan, 4x /hari MDI: 250-500 μg, 3-4 x sehari, max.2000 μg/hari
utk serangan berat: 3 dosis DPI turbuhaler: 3-12 th: 1 dosis hirupan, 4x /hari
max: 4 dosis/hari utk serangan berat: 2 dosis
max: 4 dosis/hari
Neb: < 12 th: 0,2 mg/kg/dosis, 2-4 x sehari
Formoterol DPI turbuhaler 4,5 μg/dosis: 2 dosis, 1-2 x sehari DPI turbuhaler 4,5 μg/dosis: ≥ 6 th:
1-2 dosis hirupa, 1-2 x sehari, max.4 dosis/hari
Salmeterol DPI accuhaler, diskhaler: 2 dosis MDI: ≥ 4 th: 50 μg setiap 12 jam
DPI accuhaler, diskhaler: ≥ 4 th: 1 dosis /12 jam
OBAT-OBAT ASMA : Agonis β2 adrenergik
Dosis obat-obat golongan agonis β2 adrenergik
Obat Dosis dan Interval
Dewasa Anak-anak
Oral
Albuterol 4 mg, 3-4x sehari, maks.8 mg < 2 th: 0,2 mg/kgBB, 4x sehari
(Salbutamol) 2-6 th: 1-2 mg, 3-4 x sehari
6-12 th: 2 mg, 3-4 x sehari
Metaproterenol 10-20 mg, 4x sehari < 1 th: 5 mg, 3-4 x sehari
1-3 th: 5-10 mg, 4x sehari,
3-10 th: 10 mg, 4x sehari
Procaterol 25 – 50 mcg, 2x sehari ≥ 6 th: 25 mcg, 2x sehari
< 6 th:1-1,25 mcg/kgBB, 2x sehari
Terbutalin 2,5 mg 3x sehari, bisa dinaikkan sampai 5 < 12 th: 0,05 mg/kg/dosis, 3 x sehari, max. 5
mg 3x sehari mg
≥ 12 th: 2,5 – 5 mg, 3 x sehari, max.15 mg
Injeksi
Terbutalin IV: 0,25 - 0,5 mg, dapat diulang dlm bbrp > 2 th: 5-7,5μg/kg/dosis SC hingga 4xsehari,
jam, maks.2 mg/hari. max.300 μg/dosis.
SK: 1-2 mg/hari, dalam 4 dosis terbagi. IV Infus: 25 μg/kg/hari IV sebagai infus
Infus: 1-2 mg/hari sebagai infus kontinu. kontinu.
OBAT-OBAT ASMA : Kortikosteroid
Mekanisme kerja:
- Berikatan dengan reseptor glukokortikoid di sitosol, terjadi aktivasi reseptor
yang mengaktifkan faktor transkripsi dan memicu berbagai respon biologis,
antara lain mengurangi jumlah eosinofil yang berada dalam sirkulasi dan jumlah
sel mast yang ada dalam sal.napas.
- Memblokade enzim fosfolipase–A2 sehingga pembentukan mediator
peradangan (seperti prostaglandin, leukotrien) dari asam arakidonat tidak
terjadi.
- Meningkatkan kepekaan reseptor β2 hingga efeknya diperkuat.
- Menghambat respon alergi yang dimediasi oleh IgE.

Obat ini dapat menekan, mengontrol, dan menyembuhkan inflamasi jika


digunakan secara teratur sehingga cocok untuk pengobatan jangka panjang.

Obat ini tersedia dalam bentuk inhalasi, oral, dan injeksi. Bentuk inhalasi berguna
agar obat dapat mencapai paru dengan lebih baik dengan efek samping yang
minimal. Bentuk oral & injeksi memberi efek samping sistemik yang lebih besar.
Untuk keamanan, penggunaan obat kortikosteroid sebaiknya dimulai dari dosis
yang paling rendah dan sebaiknya mulai digunakan jika obat-obat lain sudah tidak
memberikan perbaikan.
OBAT-OBAT ASMA : Kortikosteroid
Estimasi kesetaraan dosis harian obat-obat kortikosteroid inhalasi

OBAT DOSIS RENDAH (mcg) DOSIS MEDIUM (mcg) DOSIS TINGGI (mcg)
Inhalasi:
Beklometason 100 – 200 > 200 - 400 > 400
dipropionat
Budesonid 100 – 200 > 200 - 400 > 400
Budesonid nebule 250 – 500 > 500 – 1000 > 1000
Ciclesonid 80 – 160 > 160 – 320 > 320
Flunisolid 500 – 750 > 750 – 1250 > 1250
Flutikason 100 – 200 > 200 – 500 > 500
Mometason furoat 100 – 200 > 200 – 400 > 400
Triamsinolon asetonid 400 – 800 > 800 – 1200 > 1200
OBAT-OBAT ASMA : Kortikosteroid
Daftar obat dan dosis kortikosteroid sistemik
NAMA OBAT DOSIS ANAK DOSIS DEWASA

1. Deksametason IV/IM: 0,08 – 0,3 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3-4x Oral/IM/IV:


sehari. 0,75-9 mg/hari dlm
2. Hidrokortison Utk serangan asma di IGD: Status asmaticus:
IV/IM IV 1-2 mg/kg/dosis setiap 6 jam selama 24 jam, kmdn
2-4 mg/kgBB/dosis dilanjutkan dgn dosis pemeliharaan: 0,5-1,0 mg/kg
Setiap 6 jam x 24 jam setiap 6 jam
Turunkan dosis selama 24 jam kmdn, dpt diganti
dengan prednisolon oral bila telah ditoleransi
3. Metil prednisolon Periode pendek-utk mencapai kontrol: Serangan asma: oral,IV: 40-80 mg/hari dalam 1-2 dosis
Oral: 1-2 mg/kgBB selama 5-10 hari. terbagi sampai nilai PEF 70% dari nilai prediksi atau
Dosis max.60 mg/hari nilai terbaik individu.
Jangka panjang: Asma persisten berat, long-term terapi: oral: 7,5-60
0,25-2 mg/kgBB 1x/hari (setiap pagi) atau selang seling mg/hari (atau selang-seling).
sehari
4. Prednison Periode pendek-utk mencapai kontrol: Oral: 5-60 mg/hari.
Oral: 1-2 mg/kgBB selama 3-5 hari.
Dosis max.60 mg/hari
Jangka panjang:
0,25-2 mg/kgBB 1x/hari (setiap pagi) atau selang seling
sehari.
5. Prednisolon Periode pendek-utk mencapai kontrol: Asma akut: oral: 40-60 mg/hari selama 3-10 hari,
Oral: 1-2 mg/kgBB selama 3-10 hari. berikan sebagi dosis tunggal atau dalam 2 dosis
Dosis max.60 mg/hari terbagi.
Jangka panjang:
0,25-2 mg/kgBB 1x/hari (setiap pagi) atau selang seling
sehari.
OBAT-OBAT ASMA : Antikolinergik
Mekanisme kerja:

Memblok kerja asetil kolin pada reseptor saraf


parasimpatis otot polos bronkus sehingga menghambat
efek bronkokontriksi hasil aktivitas saraf vagus,
menghasilkan efek bronkodilatasi.

Antikolinergik dapat digunakan pada pasien asma yang


tidak dapat mentoleransi efek samping SABA, sebagai
contoh: pasien yang mengalami gugup atau tremor
dengan SABA dapat menggunakan antikolinergik
sebagai alternatif.
Obat antikolinergik tersedia dalam bentuk inhalasi.
OBAT-OBAT ASMA : Antikolinergik
Daftar obat dan dosis obat antikolinergik

NAMA OBAT DOSIS ANAK DOSIS DEWASA


1. Ipratropium bromida Nebulisasi: serangan asma akut: Nebulisasi: serangan asma akut:
500 mcg setiap 20 menit, sebanyak 3 Anak ≤ 12 th: 250-500 mcg setiap 20
dosis, kemudian sesuai kebutuhan. menit, sebanyak 3 dosis, kemudian sesuai
(Ctt: sebaiknya diberikan dalam bentuk
kebutuhan (Ctt: sebaiknya diberikan
kombinasi bersama SABA).
dalam bentuk kombinasi bersama SABA).
Anak > 12 th: dosis sama dengan dewasa.

MDI: serangan asma akut: MDI: serangan asma akut:


8 inhalasi setiap 20 menit sesuai Anak ≤ 12 th: 4-8 inhalasi setiap 20 menit
kebutuhan selama hingga 3 jam. sesuai kebutuhan sampai hingga 3 jam.
(Ctt: sebaiknya diberikan dalam bentuk
Anak > 12 th: sama dengan dosis dewasa.
kombinasi bersama SABA).
(Ctt: sebaiknya diberikan dalam bentuk
kombinasi bersama SABA).
2. Tiotropium bromida Inhalasi oral:
Handihaler: 1 x inhalasi sehari.
Ctt: untuk menjamin bahwa seluruh isi -
kapsul telah terhirup, lakukan inhalasi
sebanyak 2 kali.
OBAT-OBAT ASMA : Cell Mast Stabilizer
Mekanisme kerja:
• Mencegah masuknya kalsium ke dalam sel mast. Bila influx
kalsium ke dalam sel mast meningkat, sel mast akan mudah
mengalami degranulasi dan melepaskan histamin serta
mediator inflamasi lainnya.
• Menghambat refleks neuron yang berlebihan karena stimulasi
iritan pada reseptor ujung saraf sensori (misal: pada exercise-
induced asthma).
• Menghambat pelepasan sitokin dari berbagai macam sel
inflamasi (eosinofil, T-sel) pada allergen-induced asthma.

Obat-obat ini berguna untuk pencegahan dan pengobatan


bronkospasme yang dipicu oleh musim, udara dingin, dan
olahraga.
Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah: kromoglikat dan
nedokromil.
OBAT-OBAT ASMA : Cell Mast Stabilizer
Daftar obat dan dosis obat cell mast stabilizer

NAMA OBAT DOSIS ANAK DOSIS DEWASA


1. Na-kromoglikat Dosis awal: 4 x 2 inhalasi sehari. Dosis awal: 4 x 2 inhalasi sehari.
Untuk pemeliharaan: 4 x 1 inhalasi Untuk pemeliharaan: 4 x 1 inhalasi
sehari. sehari.
Bronchospasm-induced exercise: Bronchospasm-induced exercise:
dosis tunggal, 2 inhalasi, 10 menit dosis tunggal, 2 inhalasi, 10 menit
sebelum latihan. sebelum latihan.
Terapi kombinasi dengan
Terapi kombinasi dengan
bronkodilator:
bronkodilator:
Berikan bronkodilator terlebih dahulu.
Berikan bronkodilator terlebih dahulu.
2. Na-nedokromil Dosis awal: 4 x 2 inhalasi sehari. Anak > 12 th: Dosis awal: 4 x 2
Untuk pemeliharaan: 2 x 2 inhalasi inhalasi sehari.
sehari. Untuk pemeliharaan: 2 x 2 inhalasi
Bronchospasm-induced exercise: sehari.
dosis tunggal, 2 inhalasi, 10 menit Bronchospasm-induced exercise:
sebelum latihan. dosis tunggal, 2 inhalasi, 10 menit
sebelum latihan.
OBAT-OBAT ASMA : Derivat Xantin
Mekanisme kerja:

• Menurunkan pemecahan cAMP dengan cara menghambat


phosphodiesterase secara kompetitif nonselektif sehingga
meningkatkan konsentrasi cAMP intraselular, menghasilkan
efek relaksasi otot polos bronkus, diuresis, stimulasi CNS dan
jantung, dan seksresi asam lambung, yang kemudian juga
menstimulasi kerja katekolamin terhadap proses lipolisis,
glikogenolisis, glukoneogenesis dan menginduksi pelepasan
epinefrin dari sel medulla adrenal.
• Memblok reseptor adenosine (antagonis nonselektif reseptor
adenosine) sehingga meningkatkan denyut jantung dan
kontraktilitas jantung.

Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah aminofilin dan


teofilin.
OBAT-OBAT ASMA : Derivat Xantin
Efek samping
Kardiovaskular: berdebar-debar, takikardia.
SSP: sakit kepala, hiperakivitas (pada anak-anak), insomnia, lemah, kejang.
Endokrin & Metabolisme: hiperkalsemia (bila pada saat bersamaan ada penyakit
hipertiroid).
Gastrointestinal (GI): mual, refluks, ulser, muntah.
Genitourinaria: sulit buang air kecil pada pasien lansia dengan prostatism).
Neuromuskular & Skeletal: tremor.
Ginjal: diuresis (sementara).

Beberapa kondisi penyakit yang harus mendapat perhatian saat akan menggunakan
obat ini, yaitu: ulser peptikum, hipertiroidisme, serangan kejang, dan takiaritmia
(takikardia, atrial fibrilasi), penggunaan teofilin akan memperparah kondisi penyakit
tersebut.

Klirens teofilin akan menurun pada pasien dengan acute pulmonary edema, gagal
jantung kongestif, cor pulmonale, demam, penyakit hati, hepatitis akut, sirosis,
hipotiroid, sepsis dengan kegagalan multiorgan, dan syok. Klirens juga dapat menurun
pada pasien nonatus, bayi berumur < 3 bulan dengan penurunan fungsi renal, anak < 1
tahun, lansia > 6o tahun, dan pasien yang sedang berhenti merokok.
OBAT-OBAT ASMA : Derivat Xantin
DOSIS dan PEMBERIAN

SERANGAN AKUT:
Loading dose:
• Untuk pasien yang belum menerima teofilin dalam kurun waktu 24 jam sebelumnya:
Berikan loading dose 4-6 mg/kgBB secara IV selama ± 30 menit dengan kecepatan tidak
melebihi 25 mg/menit atau dapat juga diberikan melalui infus dalam cairan dekstrosa
5% atau NaCl 0,9%. Pemberian loading dose ditujukan untuk mencapai serum level ± 10
mcg/mL.
• Untuk pasien yang sudah pernah mendapat teofilin dalam kurun waktu 24 jam
sebelumnya
Idealnya, pemberian loading dose tidak direkomendasikan tanpa diketahui terlebih
dahulu konsentrasi teofilin dalam serum. Loading dose dapat dihitung dengan cara
berikut:
Dosis = (konsentrasi serum teofilin yang diinginkan-konsentrasi serum teofilin yang
terukur) x Vd.
Namun, jika hal tersebut tidak memungkinkan dan jika keadaan klinis menuntut obat
untuk segera diberikan, dosis aminofilin sebesar 3,1 mg/kg (ekuivalen dengan 2,5 mg/kg
teofilin anhidrat) dapat dipertimbangkan sebagai dasar pemberian dosis yang mungkin
dapat meningkatkan kadar teofilin dalam serum menjadi ± 5 mcg/mL bila diberikan
sebagai loading dose.
OBAT-OBAT ASMA : Derivat Xantin
Dosis dan Pemberian

SERANGAN AKUT:
Maintenance dose:
Bayi 6 – 52 minggu: Dosis (mg/kg/jam) = 0,008 x umur (dalam minggu) + 0,21
Anak 1-9 tahun = 0,8 mg/kg/jam
Anak 9-12 tahun = 0,7 mg/kg/jam
Remaja 12-16 tahun dan dewasa muda perokok = 0,7 mg/kg/jam
Remaja 12-16 tahun dan tidak merokok = 0,5 mg/kg/jam, maks.900 mg/hari*
Dewasa 16-60 tahun (sehat dan tidak merokok) = 0,4 mg/kg/jam, maks.900 mg/hari*
Dewasa > 60 tahun = 0,3 mg/kg/jam, maks.400 mg/hari*
* bila serum level menunjukkan kebutuhan akan dosis yang lebih besar.
OBAT-OBAT ASMA : Derivat Xantin
DOSIS dan PEMBERIAN

Penyesuaian dosis setelah pengukuran serum teofilin

• Jika kadar serum dalam batas normal (anak: 5-10 mcg/mL, dewasa: 5-15
mcg/mL) :
Pertahankan dosisnya jika dapat ditoleransi dengan baik. Cek kembali
konsentrasi serum teofilin pada interval 24 jam (untuk dosis IV akut) atau
pada interval 6-12 bulan (untuk dosis oral). Penyesuaian dosis yang lebih kecil
mungkin diperlukan pada beberapa pasien.
• Jika kadar serum ≥ 15 mcg/mL
Lakukan penurunan dosis sebesar 10% untuk memperbaiki margin keamanan
obat. Cek kembali konsentrasi serum teofilin setelah 3 hari bila menggunakan
dosis oral, atau setelah 12 jam (pada pasien anak) atau setelah 24 jam (pada
pasien dewasa) jika menggunakan dosis IV. Pasien yang menjalani terapi
pemeliharaan dengan obat oral dapat dievaluasi kembali pada interval 6-12
bulan.
OBAT-OBAT ASMA : Derivat Xantin
DOSIS dan PEMBERIAN

Tabel Penyesuaian dosis teofilin berdasarkan konsentrasi serum


Konsentrasi Puncak
Perkiraan Penyesuaian untuk Dosis Harian Uraian
Teofilin (mcg/mL)*
< 5,0 ↑ 25% Re-cek konsentrasi serum teofilin
5-10 ↑ 25% jika secara klinis ada indikasikan Re-cek konsentrasi serum teofilin, ↑ dosis jika respon terapi
masih buruk
10-12 Hati-Hati, 10% ↑ jika secara klinis ada indikasi Jika asimtomatik, tidak perlu ada kenaikan dosis. Re-cek
konsentrasi serum teofilin sebelum merubah dosis
berikutnya.
12-15 Kadang-kadang intoleransi, perlu ↓ 10% Jika asimtomatik, tidak perlu ada perubahan dosis, kecuali
bila timbul efek samping.
16-20 ↓ 10-25% Walaupun asimtomatik dan belum terlihat ada efek
samping, lebih bijaksana jika dosis diturunkan saja.
20-24,9 ↓ 50% Hentikan dosis meskipun asimtomatik dan belum terlihat
ada efek samping, penurunan dosis diindikasikan.
25-29,9 ↓ > 50% Hentikan dosis berikutnya meskipun asimtomatik dan belum
terlihat ada efek samping, penurunan dosis diindikasikan,
ulangi kembali pemeriksaan konsentrasi serum teofilin.
> 30 Hentikan dosis berikutnya, ↓60-75% Butuh perhatian medis dan konsultasi dengan pusat
penanganan keracunan regional bahkan bila tidak ada
gejala; jika pasien berumur > 65 tahun, perlu ada tindakan
antisipasi pengobatan untuk menghadapi kemungkinan
adanya serangan kejang.
OBAT-OBAT ASMA : Modifikator Leukotrien
Mekanisme kerja:
• Sebagai antagonis reseptor leukotrien (Leucotriene-reseptor
antagonist = LTRA) yang selektif dan kompetitif.
• Inhibitor 5-lipoksigenase, yaitu enzim yang terlibat dalam proses
konversi asam arakidonat menjadi berbagai leukotrien.

Obat modifier leucotriene dibagi menjadi dua golongan, yaitu:


1. antagonis reseptor leukotrien (contoh obat: montelukast, zafirlukast)
2. inhibitor lipoksigenase (contoh obat: zileuton).

Secara klinis, obat ini terbukti dapat mengurangi gejala asma,


meningkatkan fungsi paru, dan mencegah serangan akut asma. Obat ini
juga dapat dikatakan bekerja sebagai antiinflamasi karena efeknya
terhadap mediator-mediator inflamasi (seperti: rekruitmen eosinofil).
Obat ini kurang efektif dibandingkan kortikosteroid inhalasi dosis
rendah, tidak digunakan untuk kondisi akut yang parah, dan harus
diminum secara teratur meskipun sudah bebas gejala.
OBAT-OBAT ASMA : Modifikator Leukotrien
Tabel Daftar obat dan dosis golongan modifier leucotriene
NAMA OBAT DOSIS DEWASA DOSIS ANAK
Antagonis Reseptor Leukotrien
Montelukast Oral: Oral:
asthma, seasonal or perennial allergic rhinitis: 6-23 bln: perennial allergic rhinitis:
10 mg 1x/hari. 4 mg 1x/hari (oral granule).
Exercise-induced bronchocontriction 12-23 bln: asthma:
(pencegahan): 4 mg 1x/hari, diminum pada malam hari (oral granule).
10 mg, sekurang-kurangnya 2 jam sebelum 2-5 th: asthma, seasonal or perennial allergic rhinitis:
latihan; 4 mg 1x/hari (tablet kunyah atau oral granule).
Dosis tambahan (berikutnya) tidak boleh 6-14 th: asthma, seasonal or perennial allergic rhinitis:
diberikan dalam waktu 24 jam. 5 mg 1x/hari (tablet kunyah).
Penggunaannya sebagai pencegahan harian ≥ 15 th: asthma, seasonal or perennial allergic rhinitis:
belum pernah dievaluasi. 10 mg 1x/hari.
Zafirlukast Oral: Oral:
Dewasa: 20 mg, 2 x sehari. < 5 th: keamanan & efektivitasnya belum pernah
ditegakkan.
5-11 th: 10 mg, 2 x sehari.
≥12 th: 20 mg, 2 x sehari.
Inhibitor Lipoksigenase
Zileuton Oral: Oral:
Immediate release: 600 mg, 4 x sehari. ≥12 th: Immediate release: 600 mg, 4 x sehari.
Extended-release: 1200 mg, 2 x sehari. Extended-release: 1200 mg, 2 x sehari.
OBAT-OBAT ASMA : Omalizumab
Omalizumab adalah sejenis chimeric monoclonal antibody yang diturunkan dari
recombinant DNA manusia. Omalizumab berikatan secara spesifik ke daerah Cepsilon
3 di IgE. Cepsilon 3 adalah tempat dimana reseptor IgE dengan afinitas yang sangat
tinggi berada. Omalizumab berikatan dengan reseptor ini dan menetralisir aktivitas
IgE dalam sirkulasi dengan cara mencegah perlekatan IgE dengan reseptor IgE
berafinitas sangat tinggi yang ada di permukaan sel mast, basofil, dan sel-sel
inflamasi lainnya. Dengan demikian, omalizumab mencegah pelepasan histamin dan
mediator lainnya dan mencegah terjadinya proses inflamasi yang dimediasi oleh IgE,
juga tidak berikatan dengan IgG atau dikenali oleh IgG. Kompleks omalizumab-IgE ini
secara in vivo relatif kecil (berat molekul < 1 juta) sehingga tidak akan menyebabkan
kerusakan organ.

Omalizumab digunakan untuk mengobati pasien asma persisten sedang-berat yang


masih menunjukkan gejala asma meskipun telah diberi terapi yang optimal dengan
kortikosteroid inhalasi dosis tinggi atau kortikosteroid sistemik. Pasien yang diobati
dengan omalizumab adalah pasien atopi, berusia > 12 tahun, memberikan hasil
positif pada tes kulit terhadap aeroallergen (seperti: debu rumah, tungau, bulu
binatang, jamur) selama bertahun-tahun, dan mempunyai kadar IgE yang tinggi.

Omalizumab tersedia dalam bentiuk sediaan serbuk injeksi 150 mg/vial.


OBAT-OBAT ASMA : Omalizumab
Tabel Dosis Obat Omalizumab

KADAR IgE (IU/mL) DOSIS


≥ 30 – 100 30 – 90 kg : 150 mg setiap 4 minggu
> 90 – 150 kg : 300 mg setiap 4 minggu
> 100 – 200 30 – 90 kg : 300 mg setiap 4 minggu
> 90 – 150 kg : 225 mg setiap 2 minggu
> 200 – 300 30 – 60 kg : 300 mg setiap 4 minggu
> 60 – 90 kg : 225 mg setiap 2 minggu
> 90 – 150 kg : 300 mg setiap 2 minggu
> 300 – 400 30 – 70 kg : 225 mg setiap 2 minggu
> 70 – 90 kg : 300 mg setiap 2 minggu
> 90 kg : dosis tidak diberikan
> 400 – 500 30 – 70 kg : 300 mg setiap 2 minggu
> 70 – 90 kg : 375 mg setiap 2 minggu
> 90 kg : dosis tidak diberikan
> 500 – 600 30 – 60 kg : 300 mg setiap 2 minggu
> 60 – 70 kg : 375 mg setiap 2 minggu
> 70 kg : dosis tidak diberikan
> 600 – 700 30 – 60 kg : 375 mg setiap 2 minggu
> 60 kg : dosis tidak diberikan
OBAT-OBAT ASMA : Kombinasi

Kombinasi Contoh Obat


LABA - Kortikosteroid Salmeterol – Flutikason Propionat (Seretide®)
Formoterol – Budesonid (Symbicort®)
SABA - Antikolinergik Fenoterol – Ipratropium Br (Berodual®)
Salbutamol – Ipratropium Br (Combivent®)
SABA – Derivat Xantin Salbutamol – Teofilin (Teosal®)
Teofilin – Obat Lain Teofilin – Efedrin (Asmadex®)
Teofilin – Efedrin – CTM (Asmavar®)
Teofilin – GG – Difenhidramin (Tusapres®)
Salbutamol – Obat Lain Salbutamol – GG
(Salbuvent®, Fartolin®, Lasal®, Salbron®)
Aminofilin – Obat Lain Aminofilin – Benzocain
(Amicain® supp)
Terbutaliin – Obat Lain Terbutalin – GG
(Bricasma®)
OBAT-OBAT INHALASI PADA ASMA

pMDI DPI
(pressurized Metered- (Dry Powder Inhaler) Nebulizer
Dose Inhaler)

1. Konvensional 1. Single-dose 1. Jet Nebulizer


(inhaler biasa) (Aerolizer®, 2. Ultrasonic Nebulizer
2. Breath-actuated Handihaler®, dll)
inhaler (Autohaler®) 2. Multiple-dose
(Diskhaler®,
Diskus®,
Turbuhaler®, dll)
CONTOH KASUS

• Pasien X, laki laki, 44 th, masuk via IGD, datang sendiri


• Keluhan: sesak (+), batuk berdahak (+), riwayat asma
(+)
• Suhu 36,2°C, TD 140/100 mmHg, HR 80x/mnt, RR
27x/mnt
• Diagnosa IGD: asma bronkial
• Terapi : Nebule Combivent + Pulmicort + Bisolvon
Aminofilin drip dlm infus D5% 18 tts/mnt
OBH sirup 3 x C1
Pasien kemudian di rawat inap, dilakukan anamnesa &
pemeriksaan fisik ulang
CONTOH KASUS
• Hasil anamnesa:
SMRS, pasien mengalami sesak napas, bunyi napas ngik-
ngik, batuk (+), dahak berwarna putih, batuk darah (-), nyeri
dada (-), keringat malam (-), demam (-), mual (-), muntah (-),
BAB & BAK normal.
Riwayat obat: OAT (+) th.2010 tp Cuma 10 hr karena disuruh
berhenti oleh Dr.SpP sebab bukan TB.
Riwayat asma (+) 16 th, berobat teratur, R/: Berotec® dan
Seretide®
3 hr SMRS dapat R/ : ciprofloxacin, teosal, ambroxol
Riwayat penyakit: HT (-), DM (-), Jantung (-)
Pekerjaan: buruh pelabuhan
Riwayat merokok (+) ± 30 th, 8 batang/hari
• Hasil pemeriksaan fisik:
KU: sedang, CM, TD 140/100 mmHg, HR 80x/mnt, RR
27x/mnt,suhu afebris. Pemeriksaan paru: wheezing +/+
• Diagnosa: asma akut ringan pada asma intermittent
DATA LABORATORIUM
Parameter Satuan Nilai Normal 19-09-2012 20-09-2012 21-09-2012
HGB g/L 14 - 18 12,9 - -
HCT % 42 – 52 38,5 - -
RBC X 106/μL 4,7 – 6,1 4,49 - -
WBC /μL 4.800– 10.800 9.400 - -
PLT /μL 130.000 - 400.000 272.000 - -
NE% % 43 – 65 % 56,3 - -
LY% % 20,5 – 45,5 % 17,3 - -
MO% % 5,5 – 11,7 % 9,3 - -
EO% % 0,9 – 2,9 % 16,5 - -
BA% % 0,2 – 1,0 % 0,6 - -
NE# x 10³/µL 2,2 – 4,8 5,2 - -
LY# x 10³/µL 1,3 – 2,9 1,6 - -
MO# x 10³/µL 0,3 – 0,8 0,9 - -
EO# x 10³/µL 0,0 – 0,2 1,6 - -
BA# x 10³/µL 0,0 – 0,1 0,1 - -
DATA LABORATORIUM
Parameter Satuan Nilai Normal 19-09-2012 20-09-2012 21-09--2012
MCV LfL 80 – 94 85,7 - -
MCH Lpg 27 – 31 28,8 - -
MCHC g/dL 32 – 36 33,6 - -
RDW H% 11,5 – 15,5 12,7 - -
MPV LfL 7,4 – 10,4 7,4 - -
PCT % 0,000 – 0,990 0,205 - -
PDW - 0,0 - 99,9 16,2 - -
GDS mg/dL 94 - -
GLU mg/dL 70 – 125 - 217 -
CHOL mg/dL 2 – 200 - 234 -
HDLD mg/dL 35 – 55 - 40,7 -
TG mg/dL 100 – 150 - 66 -
DBIL mg/dL 0,0 – 0,2 - 0,1 -
TBIL mg/dL 0,2 – 1,0 - 0,6 -
BUN mg/dL 7 – 18 - 8 -
DATA LABORATORIUM
Parameter Satuan Nilai Normal 19-09-2012 20-09-2012 21-09--2012
Cr S mg/dL 0,6 – 1,3 - 0,97 -
URIC mg/dL 2,3 – 7,5 - 6,9 -
AST IU/L 14 – 50 - 35 -
ALT IU/L 11 – 60 - 49 -
ALB g/dL 3,5 – 5,0 - 3,4 -
TP g/dL 6,7 – 8,7 - 6,9 -
UREUM mg/dL 10 – 50 - 17,1 -
LDL-CHOL mg/dL < 150 - 180,1 -
GLOBULIN g/dL 1,5 – 3,0 - 3,5 -
INDIRECT BILI mg/dL 0,1 – 1,0 - 0,5 -
DATA TERAPI RAWAT INAP
NAMA OBAT DOSIS 19-09-2012 20-09-2012 21-09-2012

Oksigen 2-3 L v kp -
Combivent nebule 3x1 v 2x 1x
Aminofilin drip dlm D5% inf 1 amp/1 fles v v -
Deksametason inj 3 x 1 amp 2x1 1x 1x
Salbutamol 3 x 2 mg v v v
OBH sirup 3xC1 v v v

Obat pulang : Vitamin B1 No.XV signa 3 x 1 tab


Salbutamol 2 mg No.XV signa 3 x 1 tab
Amoxicillin 500 mg No.XV signa 3 x 1 tab
OBH sirup No.I signa 3 x C1
DATA KLINIS RAWAT INAP
PARAMETER NILAI NORMAL 19-09-2012 20-09-2012 21-09-2012

TD 110 /80 mmHg 140/80


SUHU 36 – 37 °C 36,7
NADI 70 – 80 x/mnt 92
RR 18 – 22 x/mnt 28 22
SESAK - ++ + -
WHEEZING - ++ + -
BATUK - ++ - -
KU lemah sedang sedang sedang
BERDEBAR-DEBAR - - +
PEMBAHASAN
FINDING  KEYWORDs:
• Laki-laki, 44 tahun, datang sendiri
• Riwayat Penyakit Asma: (+) 16 th
• Riwayat Pengobatan : Berotec® dan Seretide®
• Gejala asma yang timbul: sesak nafas, wheezing, batuk
• Merokok: 8 batang/hari
• RR 27 x/mnt, TD 140/80 mmHg, HR 80x/mnt
• Eo ↑, Hb,RBC+Hct ↓WBC normal, Glu & Chol ↑
• Diagnosa: asma akut ringan intermitten
• Terapi IGD: Combivent + pulmicort + bisolvon
Aminofilin drip dlm infus D5%
• Terapi rawat inap: Combivent nebula
Aminofilin 1 amp dalam infus D5%
Dexa inj 1 x 1 ampul
Salbutamol tab 3 x 2 mg
OBH 3 x C1
• Obat pulang: Vitamin B1 No.XV ∫ 3 x 1 tab
Salbutamol 2 mg No.XV ∫ 3 x 1 tab
OBH sirup No.I ∫ 3 x C1
Amoxicillin 500 mg No.XV ∫3 x 1 tab
PEMBAHASAN
Assesment:
Pasien ini adalah pasien asma yang sudah rutin menggunakan obat Berotec® dan
Seretide® dalam bentuk inhaler. Berotec® mengandung Fenoterol HBr 100
mcg/semprot, sedangkan Seretide® inhaler mengandung salmeterol dan
flutikason propionat. Seretide® inhaler di pasaran ada 2 macam, yaitu Seretide®-
50 dan Seretide®-125 , perbedaannya terletak pada kadar flutikason. Seretide®-
50 mengandung flutikason 50 mcg, sedangkan Seretide®-125 mengandung
flutikason 125 mcg. Tidak ada informasi, pasien menggunakan jenis yang mana.
Namun, dilihat dari obat yang sudah digunakan, pasien ini bisa dikatakan sedang
menjalani pengobatan asma Tahap 3 karena sedang menggunakan kombinasi
pengobatan SABA + ICS + LABA. SABA nya adalah Fenoterol (Berotec®),
sedangkan ICS + LABA nya adalah Seretide®.
Pasien mengaku rutin berobat dan juga masih merokok. Tidak ada informasi
tentang seberapa sering pasien mengalami gejala dan mengggunakan obat-
obatnya. Namun, bisa dikatakan, tingkat kontrol asmanya tidak baik dan
sekarang pasien mendapat serangan asma yang tidak mampu diatasinya dengan
persediaan obat yang ada sehingga memutuskan untuk ke IGD.
Bisa disimpulkan: pasien mengalami progresivitas obstruksi jalan napas karena
obat rutin yang sedang digunakan tidak mampu mengatasi serangan asmanya
dan obstruksi ini diperburuk dengan kebiasaannya yang masih merokok.
PEMBAHASAN : Kesesuaian dengan algoritma tata laksana di RS
DRPs pada kasus ini adalah:
1. Penatalaksanaan terapi di IGD
Algoritma penatalaksanaan asma di RS (Depkes RI 2008 dan GINA 2011), untuk
seranga asma akut, yang pertama diberikan adalah inhalasi berulang dari SABA,
jika kemudian belum ada perbaikan, dapat ditambahkan antikolinergik, karena
antikolinergik dapat memberikan manfaat tambahan (efek aditif/sinegis)
terhadap agonis β2 .

Pada kasus ini, pasien diberi Combivent® nebule di IGD. Pemberian ini sudah
bisa dikatakan betul karena Combivent mengandung agonis β2 kerja singkat
(salbutamol) + antikolinergik (ipatropium bromida).
Pemberian obat di IGD yang kurang tepat adalah penambahan kortikosteroid
inhalasi (pulmicort®) dan bromheksin (bisolvon®) ke dalam larutan inhalasi
nebulizer.

Berdasarkan algoritma, pemberian kortikosteroid yang dianjurkan untuk


emergency adalah kortikosteroid sistemik, bukan inhalasi, karena kortikosteroid
sistemik mempunyai onset yang lebih cepat memperbaiki inflamasi dan
memberikan efek pulih dengan segera. Sedangkan bromheksin tidak
direkomendasikan dalam tata laksana serangan akut karena dapat
memperburuk batuk yang sudah ada.
PEMBAHASAN
Penanganan lebih lanjut dengan aminofilin inj juga sesuai dengan
algoritma karena sepertinya pasien juga tidak menunjukkan perbaikan
walaupun telah dilakukan nebulisasi (di rawat inapkan).

2. Penatalaksanaan di rawat inap.


Secara umum, penatalaksanaan terapi asma pada pasien ini sudah
sesuai dengan algoritma penatalaksanaan asma di RS untuk pasien
rawat inap, yaitu: melanjutkan inhalasi agonis β2 + antikolinergik
(Combivent® nebule), kortikosteroid sistemik (dexa inj), aminofilin drip,
dan oksigen.

Yang harus mendapat perhatian adalah monitoring pemberian


aminofilin. Sebelum ke RS, pasien sebelumnya pernah mendapatkan
teosal (berisi teofilin dan salbutamol). Walaupun tidak ada informasi
kapan terakhir pasien meminum teosal tapi tetap harus dilakukan
pemantauan yang ketat selama memberikan aminofilin, sebab
aminofilin mempunyai indeks terapi yang sempit sehingga harus
dilakukan penyesuaian dosis yang tepat, jika tidak dapat meningkatkan
resiko efek samping.
PEMBAHASAN
Yang kurang tepat pada rawat inap ini adalah penambahan salbutamol
oral dan OBH sirup dalam terapi. Kedua obat ini tidak ada dicantumkan
pemberiannya dalam algoritma penatalaksanaan serangan akut.

Salbutamol oral, sebagai SABA sudah terkandung di dalam Combivent®.


Di sini terjadi duplikasi terapi. Saat itu, pemberian Combivent® masih
dilanjutkan. Pemberian oral ini dapat meningkatkan resiko efek samping
sistemik agonis β2 selama pasien dirawat sehingga tidak perlu diberikan
lagi. Kecuali, bila pemberian Combivent® nebula dihentikan, maka
salbutamol oral dapat diberikan sebagai terpai pemeliharaan.

Sedangkan OBH, sebagai mukolitik, penggunaannya tidak


direkomendasikan untuk mengatasi serangan asma karena
dikhawatirkan dapat memperburuk batuk yang sudah ada (GINA, 2011).
Batuk pada pasien ini adalah karena asmanya yang dapat disebabkan
karena inflamasi saluran napasnya belum teratasi. Penggunaan obat
antiinflamasi (kortikosteroid) dapat membantu mengatasi inflamasi ini
dan dengan sendirinya juga akan mengatasi masalah batuknya.
PEMBAHASAN
3. Efek samping
Pada hari kedua perawatan, pasien mengeluh berdebar-debar
(palpitasi). Tidak ada informasi berapa denyut nadi dan tensi pasien
pada saat itu. Kemungkinan ada 2 obat pada pasien yang memberi
efek ini, yaitu: agonis β2 (salbutamol) dan aminofilin. Pada hari itu,
pasien masih mendapatkan obat-obat ini. Telah diketahui bahwa,
golongan agonis β2 dapat memberikan efek samping pada jantung
bila diberikan sistemik atau pada dosis yang lebih tinggi. Demikian
juga aminofilin, dapat memberikan efek ke jantung melalui
mekanisme kerjanya yang menstimulasi sistem jantung dan juga
indeks terapinya yang sempit.

Hasil pemeriksaan lab darah pada tgl.19-09-2012 menunjukkan GDS:


94 mg/dL, tgl.20-09-2012 menunjukkan 217 mg/dL (hiperglikemia,
normal 75-110 mg/dL). Hasil ini membingungkan, karena terdapat
perbedaan nilai yang sangat jauh. Walaupun telah diketahui bahwa
obat agonis β2 dan kortikosteroid dapat menyebabkan hiperglikemia,
namun hal ini mesti perlu dikaji lebih lanjut.
PEMBAHASAN
4. Obat pulang
Obat pulang yang diberikan adalah: salbutamol oral (3 x 2 mg), OBH
sirup (3xC1), vitamin B1 (3x1 tab), dan amoksisilin oral (3x500 mg).
Salbutamol oral sebagai obat untuk terapi pemeliharaan sudah tepat
(sesuai guideline), namun obat yang lainnya kurang tepat. Pasien
tidak lagi mengalami batuk pada hari terakhir, juga tidak ada tanda-
tanda infeksi (WBC normal, demam tidak ada), juga tidak ada indikasi
untuk pemberian vitamin B1. Keadaan pasien sudah membaik
(walaupun KU masih sedang) karena sesak, wheezing, dan batuknya
sudah teratasi.
Sesuai guideline, obat yang tepat untuk bekal ke rumah adalah
1) agonis β2 untuk menurunkan frekuensi kekambuhan asma
2) kortikosteroid oral, untuk memperbaiki inflamasi sal.napas
sehingga dapat mengurangi gejala-gejala asma yang timbul.
Obat ini diberikan selama periode yang pendek (3-10 hari).
SARAN
- Untuk tata laksana serangan asma akut sebaiknya mengikuti
guideline yang ada supaya diperoleh outcome klinis yang lebih
cepat dan baik, yaitu dengan pemilihan obat dan rute pemberian
yang tepat (O2, SABA, antikolinergik, kortikosteroid sistemik,
aminofilin inj). Bila telah ada perbaikan, dapat diganti ke oral.
- Jika menggunakan aminofilin, lakukan pemantauan yang ketat
terhadap dosis selama pemberian untuk menghindari timbulnya efek
yang tidak diinginkan.
- Monitoring terhadap pasien dengan penjadwalan kunjungan
berikutnya untuk dapat menilai kembali kontrol asma pasien.
- Edukasi untuk pasien, berupa cara menggunakan obat yang benar.
Jika menggunakan inhaler, pasien harus mengerti teknik
penggunaanya dengan baik agar tidak terjadi efek samping. Misal:
mencuci mulut (berkumur-kumur) setelah penggunaan inhaler agar
obat tidak tertelan (mencegah efek sistemik), penggunaan obat
inhaler dalam interval yang terlalu singkat dapat memperpendek
durasi kerja obat, mencegah faktor resiko (jangan merokok!).

Vous aimerez peut-être aussi