Vous êtes sur la page 1sur 31

METODE PENELITIAN HEWAN UJI

DAN IN VITRO
Semester Ganjil
Tahun Akademik 2018/2019

Program Studi FARMASI


FMIPA UNISBA
TAHAP UJI PENGEMBANGAN
OBAT BARU
Riset Pengembangan obat baru
 Mulai dari obat diimpikan oleh sang ahli s/d
dipakai oleh pasien
 Memerlukan keterlibatan antar disiplin ilmu
 Ahli kimia (bahan baku → sintesis)
 Ahli farmasi : Peran sentral
 Kedokteran : dalam uji klinis
 Tambahan : ahli pemasaran, ahli hukum
perundang-undangan di bidang kesehatan
Ahli kimia
 Ahli kimia (bahan baku →
sintesis)
 Sering jadi masalah ketiadaan
bahan baku dianggap
kesalahan orang farmasi
padahal industri kimia dasar
yang tidak /belum berjalan
sebagaimana mestinya
 Orang farmasi tidak
membuat bahan baku tapi
menentukan bahan yang
dapat dipakai untuk obat
 Dalam pembuatan bahan baku
diperlukan peranan seorang
ahli kimia
Ahli farmasi

Ahli farmasi :
 Farmasi bahan alam → sumber
bahan obat
 Farmakologi → khasiat dan
keamanan (uji pra klinis)
 Kimia farmasi → karakteristik

 Farmaseutika → optimasi bentuk


sediaan
Ahli FARMASI

MEMAHAMI BETUL SELUK BELUK


OBAT DARI HULU S/D HILIR
PEMBUATAN  PENGGUNAAN

BAHAN: PENYIAPAN PENYERAHAN ASUHAN


Uji Khasiat Formulasi:
KEFARMASIAN
Uji Keamanan -Obat
Uji Karakteristik -Obat Tradisional
-Penentuan dosis Informasi Obat MESO, DLL
-Interaksi Obat
Pelaksana riset

 Lembaga riset milik pemerintah


(LIPI, BPPT)
 Perusahaan farmasi (R & D)
 Perguruan tinggi
 Sentra-sentra yang merupakan
gabungan lembaga-lembaga (PT,
RS, instansi pemerintah)
Faktor-faktor pendorong riset
 Penyakit-penyakit yang telah lama
ada tetapi belum ada obatnya
 Penyakit baru
 Meningkatnya kebutuhan untuk
menyelamatkan hidup manusia
 Kesulitan-kesulitan pasokan obat
 Obat yang ada masih dirasakan
belum efektif atau tingkat
keamanan rendah
 Mencegah penyakit
Tahap uji pada
pengembangan obat baru
Senyawa uji

Penapisan efek Farmakologi Uji toksisitas akut


(pra klinik)

Uji stabilitas Uji toksisitas subkronis


Uji farmakologi lanjutan
Farmakokinetik (pra klinik) Uji teratogenitas
Pd hewan
Uji mutagenitas
Pengembangan &
stabilitas Uji toksisitas kronis
bentuk sediaan obat
Uji klinik
Farmakokinetik •Tahap I
Pd manusia •Tahap II
Izin •Tahap III

•Tahap IV
Peredaran Obat
Uji in vitro
 Uji dengan tidak menggunakan hewan atau
tidak menggunakan hewan secara utuh
 wajib dilakukan sebelum uji pra klinik
 Uji pra klinik baru dapat dilakukan jika hasil uji
in vitro menunjukkan adanya prospek
mengenai efek farmakologi yang diinginkan
 Saat ini bahkan sebelum uji in vitro sudah
mulai dilakukan pula uji in silico (pengamatan
kemungkinan adanya aktivitas bahan uji dg
menggunakan program komputer)
 Uji in silico juga dilakukan untuk melengkapi
data hasil uji aktivitas
Uji pra klinis
 Uji khasiat pada
hewan percobaan
Uji keamanan

 Uji toksisitas akut


 Uji toksisitas sub kronis
 Uji toksisitas kronis
 Uji toksisitas khusus : mutagenik,
karsinogenik, teratogenik
Menilai Indeks
keamanan terapi

bagaimana

Melakukan uji Uji


keamanan toksisitas
Indeks terapi

 Indeks terapi : DL50/DE50


 Indeks terapi makin tinggi : makin
aman
 DL50 : dosis yang menyebabkan
kematian pada 50% hewan
percobaan
 DE50 : dosis yang menyebabkan
efek pada 50% hewan percobaan
Uji keamanan

 Uji toksisitas akut


 Uji toksisitas subkronis
 Uji toksisitas kronis
 Uji toksisitas khusus (uji mutagenik,
uji teratogenik)
Uji toksisitas akut
 Menilai keamanan suatu bahan pada 1 x
pemberian

Pengamatan :
 profil farmakologi
 kematian
 Data yang diperoleh : DL50
 dosis uji dari 0 sd batas dosis uji tertinggi
berdasarkan prosedur operasional baku uji
toksisitas (PPOM dan WHO) dengan interval
dosis berdasarkan faktor pengali tetap
Uji toksisitas subkronis
 Menilai keamanan suatu bahan pada pemberian
berulang

Pengamatan :
 Profil farmakologi
 Organ (bobot absolut dan relatif, makropatologi dan
histopatologi)
 hematologi (blood count, hematokrit, hemoglobin)
 Urin (bj, volume, mikroskopik urin)
 Biokimia klinis (SGOT, SGPT, bilirubin, kolesterol,
kreatinin)
 Kematian
 DL50 menjadi dasar penentuan dosis uji
Uji toksisitas kronis
 Menilai keamanan suatu bahan pada pemberian dalam
jangka waktu lama atau seumur hidup

Pengamatan :
 Profil farmakologi
 Organ (bobot absolut dan relatif, makropatologi dan
histopatologi)
 hematologi (blood count, hematokrit, hemoglobin)
 Urin (bj, volume, mikroskopik urin)
 Biokimia klinis (SGOT, SGPT, bilirubin, kolesterol,
kreatinin)
 Kematian
Uji toksisitas khusus
uji mutagenik/karsinogenik :
 pengamatan terhadap kemungkinan
terjadinya kanker pada penggunaan
suatu bahan

uji teratogenik :
 pengamatan terhadap kemungkinan
terjadinya gangguan pada janin pada
penggunaan suatu bahan
(penggunaan suatu bahan oleh ibu
hamil)
Kewajiban uji teratogenik
Contoh
 Talidomid
 Pada ♀ hamil menyebabkan
terhentinya perkembangan
anggota badan janin
Misal:
 Lahir tanpa tangan dan kaki
 Anggota badan terbentuk
sebagian
 Bentuk-bentuk tidak
sempurna dari hidung,
mata, telinga
 Jantung dan saluran
pencernaan tidak berfungsi
dengan baik
Uji klinis
 Acuan dosis :
berdasarkan uji pra
klinis
 Menggunakan
manusia
(sukarelawan)
 Diamati oleh para ahli
klinis
Uji klinis
Tahap I :
 Pada sukarelawan sehat

Data yang diperoleh :


 Kecepatan obat yang diabsorpsi
 Kecepatan dan tingkat kadar obat dalam
darah
 Cara dan kecepatan eliminasi dari tubuh
 Efek toksik (jika ada) dalam jaringan tubuh
dan organ utama
 Perubahan dalam darah
 Perubahan dalam proses-proses fisiologi
normal
Uji klinis
Tahap II
 Pada sukarelawan sakit (di rumah sakit)

Tujuan utama :
 Menentukan efektivitas obat dalam
mengurangi dan menghilangkan penyakit
 Mencari efek samping dan gejala toksik
yang tidak muncul pada uji dengan
hewan atau pada sukarelawan sehat
Uji klinis
Tahap II (lanjutan)
Tambahan data :
 Pola absorpsi obat

 Eksresi obat

 Metabolit obat yang kemungkinan terjadi

 Efek samping yang timbul

 Tingkat dosis (pasien tidak tahan efek


toksik / pengaruh bahaya obat) → untuk
batas keamanan
Uji klinis

Tahap III
 Dokter-dokter praktek swasta
diikutsertakan bersama-sama
dengan ahli klinis berpengalaman
→ untuk menentukan manfaat obat
baru di kalangan dokter swasta
 Dapat melibatkan ribuan pasien
Uji klinis
Tahap III (lanjutan) :
 Dokter-dokter praktek swasta yang ikut serta
melaporkan penemuan kepada badan penyelidik
 Melaporkan informasi dan evaluasi kepada instansi
pemerintah yang berwenang (Badan POM)
 Instansi pemerintah yang berwenang mengevaluasi
dan hasilnya disebarkan kepada dokter-dokter
swasta yang ikut dalam penelitian
 Jika data tidak menjamin, uji klinis dapat dihentikan
 Jika selama 3 tahap uji, obat cukup aman dan terapi
baik
→ dapat dituliskan surat permohonan registrasi obat
kepada Instansi pemerintah yang berwenang
Uji klinis
Tahap III (lanjutan) :

Badan POM berwenang


 memberi keputusan
apakah
 Obat tersebut diijinkan
dipasarkan atau tidak
 Masih dimintai data
tambahan sebelum diberi
keputusan

Badan POM berwenang


menarik obat dari pasaran
: sementara atau tetap
Kegagalan obat memasuki
pasaran
 Toksisitas tidak dapat diterima
 Gagal menghasilkan efek terapi
yang diharapkan
 Potensi pasar untuk penjualan tidak
menutupi biaya pengembangan
Uji klinis

 Tingkat pemasaran suatu obat baru


tidak menghentikan upaya
penelitian yang dilakukan, misalnya
oleh suatu perusahaan farmasi
tertentu
 Uji berlanjut ke tahap IV
Uji klinis
Tahap IV :
 Menambah pengertian mekanisme kerja obat
 Menunjukkan penyembuhan atau indikasi
baru
 Jika obat tsb menunjukkan kemanfaatan
dalam mengobati para penderita dari
penyakit-penyakit lain yang tidak
direncanakan : → dapat diajukan ke
instansi yang berwenang untuk
memperoleh izin mempromosikan dan
memasarkan obat karena ada indikasi baru
 WASSALAM

Vous aimerez peut-être aussi