Vous êtes sur la page 1sur 34

Assalamu’alaikum Wr Wb

Oleh
Dr. Indra Buana, Sp. P, FISR
ABSES PARU
PENDAHULUAN
Abses paru adalah suatu proses
pengumpulan dan penumpukan nanah
disertai nekrosis jaringan dan
pembentukan kaviti dalam jaringan
paru yang disebabkan oleh
peradangan kuman piogen.
Waterman menemukan
penurunan angka kematian dari
23,3% sebelum era antibiotik
menjadi 4% setelah ditemukan
antibiotik.
Definisi

Abses paru adalah proses infeksi paru


supuratif yang menimbulkan destruksi
parenkim dan pembentukan satu atau lebih
kaviti yang mengandung pus sehingga
membentuk gambaran radiologis air fluid
level.
Abses paru primer adalah akibat
pneumonia aspirasi atau penyebaran
infeksi secara bronkogenik.

abses paru sekunder adalah akibat


penyebaran infeksi dari tempat lain,
baik secara hematogen (bakteremia,
endokarditis bakterialis, tromboflebitis
bakterialis), limfogen ataupun
perkontinuitatum (abses amuba).
Faktor risiko terjadi abses paru
Aspirasi
Penyakit gigi dan gusi, piorhea
Obstruksi jalan napas
Bronkiektasis
Infark paru
Fibrosis kistik
Sindrom disfungsi silia
Sekuester paru
Gangguan imuniti / sindroma defisiensi
imuniti
Pneumonia emboli
Etiologi
Organisme penyebab abses paru
Aspirasi kuman / pneumonia karena
Kuman anaerob:
Prevotella, Fusobacterium, Peptostreptokokus,
Bacteriodes fragilis dan Clostridium
perfringens
Kuman aerob:
Streptokokkus, Staphylococcus aureus,
Enterobacteriaceae, Pseudomonas aeroginosa,
Kleibsiela Pneumonia,Legionella spp Nocardia
asteroides, Haemophilus influenzae, Salmonella
Patogenesis

Abses paru terjadi akibat pengumpulan


kuman piogen pada jaringan paru melalui
beberapa macam cara yaitu infeksi
karena aspirasi, piemia dan infark paru
yang terinfeksi, komplikasi pneumonia
dan perluasan infeksi dari subdiafragma
seperti abses hepar.
Abses paru yang paling sering
terjadi adalah akibat aspirasi kuman
yang berasal dari saluran napas
bagian atas yang teraspirasi ke dalam
paru terutama paru kanan.

Abses karena aspirasi dimulai dari


suatu infeksi lokal pada bronkus atau
bronkiolus.
Pembuluh darah lokal mengalami
trombosis sehingga terjadi proses
nekrosis dan likuefaksi.

Jaringan granulasi terbentuk di sekitar


abses membentuk dinding yang tebal.

Proses supurasi berlanjut akhirnya


terbentuk jaringan nekrosis dan
membentuk suatu kaviti (air fluid level).
Diagnosis

Diagnosis abses paru ditegakkan atas


dasar gejala klinis, pemeriksaan fisis,
penampakan radiologis, laboratorium dan
mikrobiologis.
Gejala klinis
Abses paru dapat bersifat akut maupun
kronik.

Gejala pada minggu pertama berupa


gejala prodromal ditandai dengan demam,
sesak napas, malaise, anoreksia, dan
penurunan berat badan, kemudian diikuti
batuk produktif.
Batuk disertai produksi sputum kental
yang berbau busuk (terutama apabila
disertai infeksi kuman anaerob).

Kira kira 50-60% penderita


menunjukkan gejala batuk produktif
yang disertai bau busuk.

Gejala lain adalah batuk darah, nyeri


dada dan sianosis.
Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan fisis dapat normal, atau


dapat dijumpai kelainan apabila terdapat
pneumonia, atelektasis ataupun efusi
pleura.

Bunyi napas tambahan amforik dapat


dijumpai apabila terdapat kaviti yang
besar, tetapi hal ini jarang ditemui.
Gambaran radiologis
Gambaran foto toraks abses paru pada
stadium awal menunjukkan gambaran
khas.

Gambaran radiologis pada anak dan


dewasa sama yaitu terdapat kaviti
berbentuk bulat atau oval dengan
dinding tebal dan gambaran air-fluid
level di dalam kaviti tersebut.
Pada bagian luar dinding abses
terdapat gambaran pneumonia.
Dinding bagian dalam abses tampak
rata.

Gambaran air-fluid level dapat tidak


jelas terlihat pada foto toraks yang
diambil dengan posisi berbaring.
Abses paru pada lobus atas paru kiri
Pemeriksaan CT sken toraks
Pemeriksaan CT sken toraks dapat
membantu menegakkan diagnosis.

Pada gambar 3 diperlihatkan diagram


CT sken yang membedakan antara
empiema dengan abses paru.
CT sken toraks
Pada CT sken toraks didapatkan lesi
relatif bundar dengan kaviti
berdinding tebal, tidak teratur dan
terletak di dalam jaringan paru.

Tampak bronkus dan pembuluh darah


paru berakhir atau terputus pada
dinding abses, tidak tertekan atau
berpindah letak.
Sedangkan pada empiema didapatkan
dinding yang khas, pemisahan pleura
dan kompresi paru atau organ
sekitarnya.

 Pemisahan pleura dan kompresi paru


merupakan bagian yang terpenting dari
empiema, sebab kedua keadaan ini
tidak dijumpai pada abses paru.
Diagnosis mikrobiologis

Pewarnaan Gram sputum dapat


digunakan untuk memperoleh
informasi sementara mengenai jenis
kuman abses paru.

Biakan kuman dari sputum dapat pula


dilakukan dan dilihat jumlah kuman
yang tumbuh untuk membedakannya
dengan flora komensal.
Biakan kuman anaerob perlu dilakukan
dengan media khusus, tetapi hal ini
tidak dapat dilakukan pada sputum
karena flora anaerob pada sputum tidak
selalu bersifat patogen.

Sumber biakan lebih baik bila


didapatkan langsung dari aspirat
transtrakeal atau cairan pleura bila
terdapat komplikasi empiema.
Bahan pemeriksaan dapat juga
diperoleh dengan cara aspirasi paru
perkutaneus dari abses paru yang
dilakukan dengan panduan CT sken,
USG atau fluoroskopi.

Abses paru yang disebabkan oleh


amuba juga perlu diingat apabila
terdapat gejala yang mendukung seperti
sputum yang berwarna tengguli dan
terdapat kelainan hepar.
Diagnosis banding
Diagnosis banding abses paru meliputi
berbagai kelainan lesi paru berkaviti. Hal
tersebut dapat meliputi berbagai penyakit
infeksi, keganasan, sarkoidosis, infark
paru.

Bila suatu abses paru berlangsung kronik


atau indolent, dapat terjadi salah
diagnosis dengan keganasan, tuberkulosis,
histoplasmosis atau infeksi jamur.
Terapi
Pemberian antibiotik dan drainase
merupakan kunci terapi abses paru.
Selain itu perlu diingat faktor risiko
terjadi aspirasi dan faktor predisposisi
abses paru.

Terapi antibiotik umumnya memerlukan


waktu cukup lama untuk mencegah
relaps, biasanya memerlukan waktu
antara 1 sampai 3 bulan.
Panduan Antibiotik Untuk Kuman Penyebab Abses Paru

Prevotella : metronidazole, klindamisin, kombinasi inhibitor beta


laktamase, karbapenem

Fusobakterium : metronidazole, klindamisin, kombinasi inhibitor beta


laktamase, karbapenem

Peptostreptokokkus : kombinasi inhibitor beta laktamase, karbapenem,


penisilin dosis tinggi

Streptokokkus : penisillin dosis tinggi, kombinasi inhibitor beta laktamase,


karbapenem

Bakteriodes : metronidazole, kombinasi inhibitor beta laktamase,


karbepenem

Klostridium : metronidazole, kombinasi inhibitor beta laktamase,


karbapenem, penisilin

Aktinomises : penisillin dosis tinggi, klindamisin


Drainase
Drainase postural perlu dilakukan
pada penderita abses paru dan harus
dilakukan dengan hati-hati.

Tindakan drainase ini sangat penting


dalam penyembuhan abses. Drainase
dapat dilakukan 3 kali sehari dan
sebaiknya di bawah pengawasan
seorang fisioterapis.
Tindakan drainase abses dapat juga
dilakukan dengan tindakan aspirasi
perkutaneus terutama pada penderita
dengan risiko operasi besar, bila lokasi
abses tersebut letaknya menempel pada
dinding dada, akan tetapi tindakan ini
mempunyai risiko untuk terjadinya
empiema.
 
Bronkoskopi
Bronkoskopi dapat membantu
drainase dan pengambilan benda asing
serta diagnosis tumor.

Perlu diingat bahwa bronkoskopi


mengandung risiko pecahnya abses
paru sehingga dapat tumpah ke
bronkus sehingga dapat menyebabkan
asfiksia.
Pembedahan
Tindakan bedah dapat dilakukan bila
usaha terhadap pemberian antibiotika
yang adekuat dan drainase yang
efektif telah dilakukan tidak ada
perbaikan atau masih ada kaviti.

Tindakan pembedahan dapat


dilakukan berupa kavernektomi atau
lobektomi tergantung penyakitnya.
Prognosis
Sampai saat ini, rasio mortaliti
mencapai 5 –10 %. Prognosis lebih
buruk pasien dengan abses paru yang
besar (berukuran lebih dari 6 cm),
nekrosis paru, lesi obstruktif, infeksi
anaerob, penderita dengan gangguan
imuniti, penderita dengan keadaan
umum buruk.
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah
empiema dengan atau tanpa fistel
bronkopleura.
Pecahnya abses mengakibatkan
tumpahnya pus ke dalam saluran napas
mengakibatkan penyebaran infeksi lebih
luas dan bahkan dapat berakibat asfiksia.
Komplikasi lain yaitu abses otak, sepsis,
perdarahan masif dan gangren paru.
TERIMAKASIH

Vous aimerez peut-être aussi