Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
3
4
Atresia ani terjadi karena
gangguan pertumbuhan
dimana pembentukan anus
dari tonjolan embrionik tidak
sampai ke dasar panggul dan
tdk membentuk lubang
pembukaan / anus.
5
ATRESIA ANI
PENAMPANG SAMPING
6
Hal ini terjadi ketika janin
masih dalam kandungan
dimana pertumbuhan serta
perkembangan organ dalam
tidak sempurna.
7
Biasanya
atresia ani (AA) akan
disertai dengan fistel, atau
saluran yang berhubungan ke
saluran kencing, vagina, atau
perineum, dimana tinja dapat
melawati fistel ini dan
mengakibatkan infeksi.
8
9
Tergantung letak rektum terhadap kulit.
Letak tinggi, dimana jarak antara ujung
buntu rektum dengan kulit perineum
>1cm.
Intermediate, jika rektum terletak pada
otot levator ani, otot dasar panggul
bawah, tetapi tidak menembusanya.
Letak rendah, jika jarak ujung rektum
dengan kulit perineum < 1 cm.
10
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut
menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
– Anomali rendah / infralevator
• Rektum mempunyai jalur desenden
normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter
internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi
normal dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran
genitourinarius.
11
– Anomali intermediet
• Rektum berada pada atau di
bawah tingkat otot
puborectalis, lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada
posisi yang normal.
– Anomali tinggi / supralevator
12
Ladd dan Gross (1996), membagi menjadi
3 golongan yaitu:
• Anal stenosis adalah terjadinya
penyempitan daerah anus sehingga
feses tidak dapat keluar.
• Membranosus atresia adalah
terdapat membran pada anus.
• Anal agenesis adalah memiliki anus
tetapi ada daging diantaranya.
13
14
Belum diketahui secara pasti
Kemungkinan oleh faktor genetik dan
lingkungan (obat-obatan, alkohol)
Kelainan bawaan (autosomal) anus
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi dan pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik
Gangguan pemisahan kloaka menjadi
rektum dan sinus urogenital, biasanya
karena gangguan perkembangan septum
urogenital
15
• Penyebab atresia ani belum diketahui
secara pasti tetapi ini merupakan
penyakit anomaly kongenital (Bets. Ed
tahun 2002)
• Akan tetapi atresia juga dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:
– Putusnya saluran pencernaan dari
atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
16
LLLLLLL LANJUTAN
17
1. Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan
Translevator)
Letak rendah, jika jarak ujung rektum
dengan kulit perineum < 1cm
Tipe :
- Anal stenosis
- Imperforata membran anal
- Fistula (Rectoperineal fistula,
rectovaginal fistula, rectovesibular
fistula)
18
19
20
2. Kelainan Intermediet / Menengah
(Intermediate Anomaly)
Intermediate, jika rektum terletak pada
otot levator ani, otot dasar panggul
bawah, tetapi tidak menembus.
Tipe :
♂ : - Rektobulbar/Rektouretral fistula
- Anal agenesis tanpa fistula
♀ : - Rektovaginal fistula
- Anal agenesis tanpa fistula
- Rektovestibular fistula
21
22
3. Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan
Supralevator)
Letak tinggi, dimana jarak antara ujung
buntu rektum dengan kulit perineum
>1cm.
Tipe :
♂ : Anorektal agenesis (Rektouretral
fistula)
♀ : Anorektal agenesis dengan
fistula vaginal tinggi
♂ & ♀ : Rektal atresia
23
24
25
26
27
Usia gestasi mgg ke 5 kloaka berkembang
menjadi saluran urinari, genital dan rektum
Usia gestasi mgg ke 6 septum urorektal
membagi kloaka menjadi sinus urogenital anterior
dan intestinal posterior
Usia gestasi mgg ke 7 pemisahan segmen
rektal dan urinari secara sempurna
Usia gestasi mgg ke 9 bagian urogenital sudah
mempunyai lubang eksterna dan bagian anus
tertutup oleh membran
Atresia ani muncul ketika terdapat gangguan
pada proses tersebut di atas
28
Mekonium tidak keluar dalam 24 jam
pertama
Mekonium keluar melalui saluran
urin, vagina atau fistula
Tidak dapat dilakukan pengukuran
suhu secara fekal
Distensi abdomen
Ada tanda-tanda obstruksi usus
29
Ada tanda-tanda obstruksi usus
Konstipasi
Muntah pada umur 24-48 jam atau
bila diberi makan
Tidak ada atau terbatasnya
pembukaan anal
Ada membran anal
> 50% pasien mempunyai kelainan
kogenital lain
30
• Bayi muntah-muntah pada umur
24-48 jam dan sejak lahir tidak
ada defekasi mekonium.
• Pemeriksaan fisik menunjukkan
tidak adanya lubang anus
eksternal.
• Mekonium tidak keluar dalam 24
jam pertama setelah kelahiran.
31
• Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu
rektal pada bayi.
• Mekonium keluar melalui fistula atau
anus yang salah letaknya.
• Distensi bertahap dan adanya tanda-
tanda obstruksi usus bila tidak ada
fistula.
• Perut kembung.
32
33
Pemeriksaan Penunjang:
1. Pemeriksaan Radiologis
2. USG (Ultrasonografi)
3. Pemeriksaan Sinar-X Lateral
Inversi
34
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi penampilan fisik anus, pembukaan anus, lesung
anus, dll.
Pemeriksaan Diagnostik
◦ Urinalisis
◦ Abdominal X-Ray
◦ Pyelogram Intravena (IVP)/Rectograde uretrocystogram
◦ Abdominal Ultrasonography
◦ CT-Scan
◦ MRI
◦ Kolonogram distal
◦ Aspirasi Jarum
◦ Radigrafi Invertogram
35
Pemeriksaan Fisis Anus tampak merah,
usus melebar, kadang-kadang tampak
ileus obstruksi.
Termometer yang dimasukkan melalui
anus tertahan oleh jaringan.
Pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik.
Pemeriksaan Colok Dubur
36
PENATALAKSANAAN MEDIS
◦ Kolostomi
◦ Eksisi membran anal
◦ Dilatasi Anal
◦ Anoplasty
Anorectoplasty posterior sagital/PSARP
Anoplastyperineum
◦ Bedah Laparoskopik/Bedah Terbuka
Tradisional
37
Pra-Pembedahan:
• Memantau status hidrasi (tanda-tanda
dehidrasi dan keseimbangan cairan).
• Mempertahankan kebutuhan sesuai dengan
kebutuhan.
• Memantau berat badan.
• Penatalaksanaan medis dalam rencana
pembedahan dengan persiapan sebagai
berikut:
kaji adanya distensi abdomen dengan
mengukur lingkar perut; observasi
tanda vital setiap 4 jam;
38
pantau adanya komplikasi usus,
seperti adanya perforasi;
pantau respons bayi terhadap evakuasi anus,
gunakan nasogastrik tube untuk dekompresi
lambung;
gunakan kateter untuk dekompresi kandung
kemih;
pertahankan cairan (parenteral);
dan pantau respons terhadap pemberian
antibiotik.
39
Pembedahan:
•Terapi pembedahan pada bayi baru
lahir bervar iasi sesuai keparahan
defek. Semakin tinggi lesi, semakin
rumit prosedur pengobat
annya.
Untuk kelainan tinggi dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah
lahir
40
Pasca-Pembedahan:
• Penatalaksanaan pasca-pembedahan
untuk klien ini adalah sebagai
berikut:
• Melakukan pemantauan bising usus,
apabila sudah mulai terdengar
suaranya, berikan cairan.
• Memberikan diet lanjutan lengkap
sesuai dengan toleransi.
41
Pasca-Pembedahan:
• Memantau asupan parenteral, enteral,
atau oral.
• Melakukan pemantauan berat badan.
• Melakukan penggantian pada balutan
dan perhatikan adanya drainase,
kemerahan, serta inflamasi.
• Membersihkan daerah anus untuk
mencegah kontaminasi fekal.
42
Pasca-Pembedahan:
• Mengganti posisi bayi tiap 2 jam.
• Memantau tanda-tanda infeksi sistemik dan
lokal.
• Melakukan pemberian antibiotik.
• Memberikan rendam duduk pasca-
pembedahan 1 minggu lebih.
• Memberikan posisi yang nyaman sesuai
dengan kebutuhan pasien.
• Memberikan zinkum oksida pada daerah kulit
yang mengalami iritasi.
• Pemberian analgetik.
43
Keperawatan:
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai
kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut
dapat diperbaiki dengan jalan operasi.
Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap
pertama hanya dibuatkan anus buatan dan
setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan
ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan
anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk
mencegah infeksi serta memperhatikan kesehatan
bayi.
44
Asidosis hiperkloremik
Infeksi saluran kemih yang terus-menerus •
Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
Komplikasi jang kapanjang
a) Eversi mukosa anus
b) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari
anastomosis)
45
c) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi
sigmoid)
d) Masalah atau kelambatan yang berhubungan
dengan toilet training
e) Inkontinensia (akibat stenosis anal atau
impaksi) f) Prolaps mukosa anorektal
(menyebabkan inkontinensia dan rembesan
persisten)
g) Fistula kambuhan (karena tegangan di area
pembedahan dan infeksi) (Sodikin,2011)
46
47
48
49
Pra operasi
◦ Gangguan pola eliminasi: konstipasi
◦ Gangguan rasa nyaman
◦ Perubahan proses keluarga
Post operasi
◦ Gangguan rasa nyaman: nyeri
◦ Risiko Tinggi Infeksi
◦ Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
◦ Risiko tinggi kekurangan volume cairan
◦ Risiko kerusakan integritas kulit
◦ Risiko tinggi cedera
50
51
52
Identifikasi adanya kelainan anus
Pre operatif
- evaluasi diagnostik
- pengurangan tekanan gastrointestinal
- cairan intravena
- mengkaji keadaan umum anak
- irigasi stoma dengan normal saline
Post operatif
- menjaga area anus tetap bersih
- posisi side-lying prone dengan pinggang diangkat
- posisi supine dengan kaki diangkat dengan sudut 90° terhadap tubuh
- NGT dipasang 48-96 jam post operasi sampai muncul peristaltik usus
- Perawatan kolostomi
- Memberi dukungan kepada keluarga
53
54
Perawatan kolostomi
Bowel management dan toilet training
Modifikasi diet
Dilatasi anal
Dukungan kepada bayi
55
Pra operasi
Gangguan pola eliminasi: konstipasi b.d. imaturitas (kelainan
kongenital) pada anus
Gangguan rasa nyaman b.d. ketidakmampuan evakuasi
mekonium
Post operasi
Risiko Tinggi Infeksi b.d. kondisi yang lemah, adanya organisme
infeksius
Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d. insisi bedah
Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan untuk puasa
Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. status puasa
sebelum dan sesudah pembedahan
Risiko kerusakan integritas kulit b.d. pemasangan kolostomi
Risiko tinggi cedera b.d. ketidakmampuan mengevakuasi rektum,
pembedahan
Perubahan proses keluarga b.d. perawatan anak dengan defek
fisik, hospitalisasi
56
Pengkajian:
• Lakukan pengkajian bayi baru lahir, terutama
pada area perianal.
• Lakukan pengkajian area anus.
• Observasi adanya pasase mekonium
(perhatikan bila ada mekonium tampak pada
orificium yang tidak tepat).
• Observasi feses seperti karbon pada bayi yang
lebih besar atau anak kecil yang memiliki
riwayat mengalami kesulitan defekasi atau
distensi abdomen.
• Lakukan prosedur diagnostik seperti endoskopi
atau radiografi. 57
• Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d mual/muntah.
• Konstipasi b.d gangguan pasase feses, feses
tidak transit lama di kolon.
• Ketidakefektifan pola nafas b.d distensi
abdomen.
• Risiko kekurangan volume cairan b.d
kehilangan cairan aktif.
• Mual b.d distensi lambung. •Risiko infeksi b.d
pengeluaran
58
•Nyeri akut b.d trauma jaringan post operasi.
•Gangguan rasa nyaman b.d trauma jaringan post
operasi.
•Perubahan proses keluarga b.d perawatan anak
dengan defek fisik, hospitalisasi
59
60