Vous êtes sur la page 1sur 46

PENGERTIAN, PREVALENSI,

KLASIFIKASI

Ariyana Pramitha
1710711013
Pengertian Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan apendiks vermiform yang


terjadi sebagian besar pada remaja dan dewasa muda. Dapat
terjadi pada semua usia tetapi jarang terjadi pada klien yang
kurang dari 2 tahun dan insiden tertinggi pada usia 20-30 tahun.
Tidak umum tejadi pada lansia, namun, rumpurnya apendiks
lebih sering terjadi pada klien lansia. Apendisitis terjadi pada 7-
12% poulasi. (Joice M.Black, Jane Hokanson Hawks, 2014).
Prevalensi

Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006 menyebutkan bahwa apendisitis


menempati urutan keempat penyakit terbanyak di Indonesia setelah dispepsia,
gastritis, duodenitis, dan penyakit sistem cerna lain dengan jumlah pasien rawat
inap sebanyak 28.040 orang. Kejadian appendisitis di provinsi Sumatera Barat
tergolong cukup tinggi. Angka kejadian apendisitis secara umum lebih tinggi di
negara-negara industri dibandingkan negara berkembang. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya asupan serat serta tingginya asupan gula dan lemak yang dikonsumsi
oleh penduduk di negara industri tersebut. Berbeda dengan negara berkembang
yang konsumsi seratnya masih cukup tinggi sehingga angka kejadian apendisitis
tidak setinggi di negara industri (Depkes RI, 2006; Longo et al., 2012).
Insiden apendisitis pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali
pada umur 20-30 tahun sedikit lebih banyak pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan dengan rasio 1,4 : 1. Insiden tertinggi terjadi pada umur ini. (Riwanto et
al., 2010; Horn, 2011; Lindseth, 2002).
Klasivikasi

1.Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas
yang didasari oleh radang mendadak pada apendiks.
Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul
yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai
mual,muntah dan umumnya nafsu makan menurun.
2. Apendisitis kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika


ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau
total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis
kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat
menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan
eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya
pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).
PENATALAKSANAAN
MEDIS
Shafiyyah Al Atsariyah
1710711004
Endang Setia Asih
1710711121
Tindakan Umum
• Pada apendisitis akut dengan komplikasi berupa peritonitis
karena perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif, pasien
memerlukan perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam
sebelum dilakukan pembedahan.
• Jika pasien dalam keadaan syok hipovolemik akibat dehidrasi
ataupun sepsis maka diberikan cairan ringer laktat 20 mg/kgBB
secara intravena, kemudian diikuti dengan pemberian plasma
atau darah sesuai indikasi.
Lanjutan..

• Jika suhu di atas 380C pada saat masuk rumah sakit, kompres
alkohol dan sedasi diindikasikan untuk mengontrol demam.
Berikan pula analgesik dan antiemetik parenteral untuk
kenyamanan pasien. Tetapi tidak dianjurkan pemberian
analgetik pada pasien dengan akut abdomen yang penyebabnya
belum diketahui karena dapat mengaburkan penegakkan
diagnosis. Berikan pula antibiotik intravena pada pasien yang
menunjukkan tanda-tanda sepsis dan pada pasien yang akan
menjalani prosedur pembedahan laparotomi.
Penanggulangan Konservatif
1. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan
hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak
dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.
Lanjutan..

2. Terapi Medika Mentosa


Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua pasien
dengan apendisitis. Antibiotika profilaksis mengurangi insidensi
komplikasi infeksi apendisitis. Antibiotika berspektrum luas
diberikan secepatnya sebelum ada biakan kuman. Pemberian
antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna untuk kasus-
kasus perforasi apendisitis.
Lanjutan..

Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan


anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah
pembedahan. Kombinasi ampisilin (100 mg/kgBB), gentamisin
(7,5 mg/kgBB) dan klindamisin (40 mg/kgBB) dalam dosis terbagi
selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan
menghilangkan komplikasi apendisitis perforasi. Metronidazol
aktif terhadap bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan
baik ke cairan tubuh dan jaringan.
Pembedahan / Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi).
Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan
teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih
sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca
bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka
kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat
peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan
waktu operasi.
a. Open Appendectomy
Suatu tindakan operasi yang terdiri dari sayatan pada kulit, jaringan
serta dinding perut untuk mencapai daerah appendix (usus buntu).
Dengan kata lain, open appendectomy merupakan operasi pada
umumnya yaitu dengan cara membuka dinding perut.
Macam-macam Insisi untuk apendektomi
Insisi Grid Iron (McBurney Incision)
Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel
dengan otot oblikus eksternal, melewati titik McBurney
yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka
anterior superior kanan dan umbilikus.

Lanz transverse incision


Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal
pada garis miklavikula-midinguinal. Mempunyai
keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid
iron.
Lanjutan..

Rutherford Morisson’s incision (insisi suprainguinal)


Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan
jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan
terfiksir.

Low Midline Incision


Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan
te/rjadi peritonitis umum.

Insisi paramedian kanan bawah


Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah
umbilikus sampai di atas pubis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopi appendectomy yaitu dilakukan dengan membuat tiga
sayatan kecil pada daerah perut, yang mana untuk dimasukkan
alat melalui ketiga lubang sayatan tersebut. Melalui alat tersebut
akan dimasukkan gas ke rongga perut untuk memisahkan organ di
dalam perut dengan diniding perut. Hal ini untuk memudahkan
pemeriksaan organ internal di dalam perut. Kemudian dilakukan
pengangkatan appendix dilakukan dengan alat yang dimasukkan
melalui sayatan tersebut dan terdapat monitor untuk melihat
bagian organ (appendix) yang hendak diangkat.
Pasca Operasi
• Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Pasien dikatakan baik bila
dalam 12 jam tidak terjai gangguan.
• Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan
hari berikutnya diberikan makanan lunak.
• Pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30
menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Pemeriksaan penunjang
apendisitis
Salbila Safa Alivia (118)
Sarah Nurul Izzah M (132)
1. Ultrasonography (USG)
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada
wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
Ultrasonography (USG) akurat untuk mendiagnosis appendicitis pada anak-anak. USG akan
memudahkan para klinisi dalam membedakan appendicitis yang tidak atau sudah
berkomplikasi. USG juga dapat membantu dalam membuat keputusan medis mengenai
apakah situasi pasien memerlukan inisiasi terapi antibiotika terlebih dahulu, atau segera
melakukan apendektomi. Gambaran dilatasi diameter apendiks > 6 mm menunjukkan
gambaran appendicitis.
2. CT Scan
• Pemeriksaan ini biasanya tidak diutamakan karena paparan
radiasinya, dan beban biaya pada pasien. CT Scan mungkin
dilakukan apabila gambaran klinis appendicitis meragukan, di mana
pemeriksaan laboratorium tidak mendukung, dan USG juga tidak
jelas. Pemeriksaan kombinasi dengan detektor tunggal CT Scan dan
USG memiliki keakuratan diagnosis appendicitis sekitar 78%.
Dengan penggunaan multi detektor memberikan spesifisitas 98%
dan sensitifitas 98,5%, untuk mendiagnosis appendicitis akut .
3. Laboratorium Darah
Pemeriksaan darah didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus
appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular
infiltrat, LED akan meningkat. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit,
leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal
yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
Pada hitung jenis lengkap bisa didapatkan leukosit > 10500 sel/mcL dan
neutrofilia >75%. Kadar C-reactive protein > 1 mg/dL disertai lekositosis dan
neutrofilia adalah umum pada pasien dengan appendicitis. Kadar yang sangat
tinggi mengindikasikan terjadinya gangren .
4. Urinalisis
• Pada urinalisis bisa ditemukan piuria, leukosituria, eritrosituria, dan
kadar asam 5-hidroksiindolasetat (U-5-HIAA) sebagai marker dini
appendicitis yang meningkat secara signifikan sewaktu akut dan
menurun ketika telah terjadi nekrosis.
• Human chorionic gonadotropin perlu diperiksa pada wanita usia
produktif, untuk mendeteksi kemungkinan kehamilan ektopik.
Kriteria Alvarado
Diagnosis appendicitis dapat ditegakkan berdasarkan kriteria Alvarado.
Nilai
Tabel 1 Kriteria Alvarado
Migrasi nyeri (periumbilikal ke kuadran kanan bawah) 1

Gejala Anoreksia-aseton (pada urine) 1


Mual, muntah 1
Nyeri daerah kuadran kanan bawah 2

Tanda klinis Nyeri balik (rebound pain) 1


Suhu tubuh naik (>37,3oC oral) 1
Lekositosis (>10000/mm3) 2
Laboratorium
Shhift to the left (>75% neutrofil) 1
Total Skor 10
Interpretasi :1-4 Appendicitis unlikely5-6 Appendicitis possible7-8 Appendicitis probable9-10 Apendisits very
probable

Kriteria alvarado digunakan kepada pasien anak dan dewasa, kecuali wanita usia reproduksi. Untuk wanita usia
reproduksi, kriteria diagnosis appendicitis menggunakan Modified Alvarado Score
Tabel 2 Modified Alvarado Score
Nilai

Migrasi nyeri (periumbilikal ke


kuadran kanan bawah) 1

Simtom
Anoreksia-aseton (pada urine) 1
Mual, muntah 1

Nyeri daerah kuadran kanan bawah 2 Kriteria modifikasi


Nyeri balik (rebound pain) 1 alvarado dapat digunakan
Tanda klinis
kepada segala usia.Walau
Suhu tubuh naik (>37,3oC oral) 1
demikian, skor tidak dapat
menentukan diagnosis
Laboratoriu definit. Diagnosis definit
m Lekositosis (>10000/mm3) 2 ditegakkan setelah
apendektomi, kemudian
Total skor 9 dilakukan pemeriksaan
Interpretasi :<4 Exclusion5-6 Observasi>7 Operasi
histologis.
5. Appendicogram ( Barium enema)
Prosedur barium enema melibatkan penuangan cairan barium sulfat, yang akan terdeteksi saat rontgen, ke
dalam usus besar Anda. Cairan in kemudian akan memenuhi rongga usus besar dan dapat menunjukkan apa
tepatnya masalah yang Anda keluhkan pada sistem pencernaan Anda.
Pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat
menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosisbanding.
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian
apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum.
Hasil dari pemeriksaan ini dapat menggambarkan anatomi fisiologis dari apendiks dan kelainan pada apendiks
berupa sumbatan pada pangkal apendiks:
• filling atau positive appendicogram: keseluruhan lumen apendiks terisi penuh oleh barium sulfat. Gambaran ini
menandakan bahwa tidak ada obstruksi pada pangkal apendiks sehingga suspensi barium sulfat yang
diminum oleh pasien dapat mengisi lumen apendiks hingga penuh.
• partial filling: suspensi barium sulfat hanya mengisi sebagian lumen apendiks dan tidak merata.
• non filling atau negative appendicogram: barium sulfat tidak dapat mengisi lumen apendiks. Ada beberapa
kemungkinan penyebab dari gambaran negatif appendicogram yakni adanya obstruksi pada pangkal apendiks
(dapat berupa inflamasi) yang mengindikasikan apendisitis atau suspensi barium sulfat belum mencapai
apendiks karena perhitungan waktu yang tidak tepat (false negative appendicogram).
6. Apendektomi Laparoscopi
Apendektomi dapat dilakukan dengan teknik bedah terbuka atau
dengan laparoskopi. Operasi usus buntu dengan laparoskopi dilakukan
menggunakan laparoskop, yaitu alat berbentuk selang tipis dan panjang,
serta dilengkapi dengan kamera dan cahaya di bagian ujungnya Tindakan
pemeriksaan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik
ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat
melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka
pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.
Asuhan Keperawatan
Apendisitis
Nabilah TR 1710711123
Febby F 1710711135
Refany S 1710711146
Kasus asuhan keperawatan pasien
dengan apendisitis
• Seorang pasien di rawat di RS dengan
keluhan nyeri pada area abdomen
kuadran kanan bawah. TTV, TD:
120/70mmHg, nadi :88x/menit, RR:
20X/menit, suhu:38 c . Hasil USG
abdomen tedapat inflamasi area
apendiks dan berisiko perforasi.
Leukosit meningkat pasien
didiagnosa apendistis dan akan
direncanakan operasi cito
DATA FOKUS
DS DO

- Pasien mengatakan nyeri pada area abdomen - Hasil USG abdomen terdpat inflamasi pada
kuadran bawah area apendiks dan beresiko tervorasi
- Leukosit meningkat
- Pasien di diagnose apendistis dan akan di
lakukan operasi cito
- TTV
a. TD: 120/70 mmHg
b. HR:88X/menit
c. RR:20X/menit
d. Suhu:38 C

- Hasil USG abdomen terdapat inflamasi


pada area apendiks dan berisiko
perforasi
Analisa Data
No Data masalah Etiologi
1. DS: Nyeri Akut Agen cedera
 Pasien mengatakan nyeri pada area abdomen
biologis(infeksi)
kuadran kanan bawah
Do:

 Hasil USG abdomen terdapat inflamasi pada area


apendiks dan beresiko tervorasi
 Leukosit meningkat
 Pasien di diagnose apendiks danakan dilakukan
operasi cito
 TTV :
TD : 120/70 mmHg
HR: 88X/menit
RR:20X/menit

2. DS:- Hipertermi Proses inflamasi penyakit


DO:

 TTV
TD : 120/70 mmHg
HR: 88x/menit
RR: 20X/menit
3. Ds :- Risiko infeksi Inflamasi pada area
apendiks dan
Do :
beresiko pervorasi
 Hasil USG abdomen terdapat inflamasi pada area
apendiks dan beresiko tervorasi
 Leukosit
 TTV
TD: 120/70
HR: 88x/menit
RR:20x/menit
Intervensi
No dx Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1 Nyeri akut bd Agen cedera NOC I : Kontrol Nyeri (247) NIC I :Manajemen Nyeri Aktivitas (198)
biologis(infeksi) Kriteria Hasil : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh meliputi
lokasi, durasi, kualitas, keparahan nyeri dan
1. Mengetahui faktor penyebab nyeri faktor pencetus nyeri.
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal.
2. Mengetahui permulaan terjadinya nyeri
3. ajarkan untuk teknik nonfarmakologi misal relaksasi,
3. Menggunakan tindakan pencegahan guide imajeri, terapi musik, distraksi.
4. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
4. Melaporkan gejala mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan misal suhu, lingkungan, cahaya,
5. Melaporkan kontrol nyeri kegaduhan.
5. Kolaborasi : pemberian Analgetik sesuai indikasi
NOC II : Tingkat Nyeri (577)
NIC II : Manajemen Analgetik Aktivitas
Kriteria Hasil : 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan tingkat
nyeri sebelum mengobati pasien.
1. Melaporkan nyeri berkurang atau hilang 2. Cek obat meliputi jenis, dosis, dan frekuensi
pemberian analgetik.
2. Frekuensi nyeri berkurang 3. Tentukan jenis analgetik ( Narkotik, Non-Narkotik)
disamping tipe dan tingkat nyeri.
3. Lamanya nyeri berlangsung
4. Tentukan Analgetik yang tepat, cara pemberian dan
4. Ekspresi wajah saat nyeri dosisnya secara tepat.
5. Monitor tanda
5. Posisi tubuh melindungi – tanda vital sebelum dan setelah pemberian analgetik
No dx Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

2 Hipertermi bd proses NOC : NIC :

inflamasi (penyakit) Termoregulasi (Hal. 564) Manajemen Nyeri ( Hal 198)

Kriteria hasil : - Lakukan pengkajian nyeri yang meliputi


lokasi,karekteristik,onset/durasi,frekuensi,kualitas,intensi
- Pasien tidak mengeluh adanya kenaikan tas atau beratnya nyeri dan factor pencetus
suhu - Berikan paisien penurun nyeri yang optimal dengan
- Tidak adanya hipertemia peresepan analgesik
- Pasien tidak merasa sakit kepala - Kurangi factor-faktor yang dapat meninngkatkan rasa
- Suhu kulit kembali normal nyer(misal :kelelahan,ketakutan,keadaan monoton dan
- Tidak ada sakit otot kurang pengetahuan)
- Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan
dukungan

Perawatan Obat (Hal. 355)

- Pantau TTV terutama suhu

- Kolaborasi dalam pemberian antibiotik


No dx Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

3 Risiko infeksi dd Inflamasi Fungsi Gastrointerstinal (Hal. 87) NIC : Infection Protection (134)
pada area apendiks dan Aktivitas
Kriteria Hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
beresiko pervorasi
2. Monitor terhadap kerentanan infeksi
1. Tidak ada nyer 3. Batasi pengunjung
4. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
2. Tidak ada tanda gejala gastrointestinal kemerahan, panas dan drainase
5. Dorong masukan nutrisi yang cukup
3. Tidak ada demam
6. Dorong masukan cairan yang cukup
4. Jumlah sel darah putih dalam batas 7. Dorong pasien untuk istirahat
8. Informasikan kepada keluarga kapan jadwal imunisasi
normal
(DPT, Polio, Campak, Rubella)
9. Jelaskan keuntungan imunisasi
10. Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan
setiap kali masuk dan keluar dari ruangan klien.
11. Kolaborasi : Berikan antibiotik jika diperlukan
Implementasi
No Implementasi tindakan keperawatan Evaluasi
dx
1 - Melakukan pengkajian nyeri yang meliputi S : Pasien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang tetapi
lokasi,karekteristik,onset/durasi,frekuensi,kualitas,inte tekadang nyeri timbul lagi
nsitas atau beratnya nyeri dan factor pencetus O : Pasien sedikit menunjukan rasa kenyamanan walaupun masih
- Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal mengenai meraba perut
ketidaknyamanan A: Intetervensi dilanjutkan
P: Masalah belum teratasi
- Memberikan paisien penurun nyeri yang optimal
dengan peresepan analgesik
- Mengendalikan factor lingkungan yang dapat
mempengaruhi keidaknyamanan pasien

- Mengurangi factor-faktor yang dapat meninngkatkan


rasa nyer(misal :kelelahan,ketakutan,keadaan monoton
dan kurang pengetahuan)

- Membantu keluarga dalam mencari dan menyediakan


dukungan
- Mendukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantupenurunan nyeri
2 - Memantau suhu dan tanda-tanda vital S: pasien mengatakan badannya tidak panas
O: Suhu pasien normal
- Mengurangi factor-faktor yang dapat meninngkatkan rasa nyer(misal A:intervensi dihentikan
:kelelahan,ketakutan,keadaan monoton dan kurang pengetahuan) P: Masalah teratasi
- Melakukan pengkajian nyeri yang meliputi
lokasi,karekteristik,onset/durasi,frekuensi,kualitas,intensitas atau beratnya nyeri dan factor
pencetus

- Memberikan paisien penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgesic

- Mebantu keluarga dalam mencari dan menyediakan dukungan

- Mengkolaborasikan dalam pemberian antibiotik

3
- Mengalokasikan kesesuaian luas ruang per pasien seperti yang di inndikasikan oleh
pedoman pusat pengendalian pencegahan penyakit S: pasien mengatakan bisa mencuci tangan
- Mengganti peralatan perawatan per pasien sesuai protokal institusi dengan benar
- Menganjurkan pasien meminum antibiotic seperti yang diresepkan O: pasien dan keluarga terlihhat selalu menjaga
- Mengjarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana menghindari infeksi kebersihan untuk mncegah infeksi
- Megnajurkan pengunjung ,tenaga kesehatan dan pasien untuk mencuci tangan pada saat
memasuki dan meninggalakan ruangan A: Intervensi dilanjutkan
- Meningkatkan intake nutrisi yang tepat
- Mendorong intake cairan yang sesuai P: Masalah belum teratasi
JURNAL
PENURUNAN TINGKAT NYERI
PASIEN POST OP APENDISITIS
DENGAN TEHNIK DISTRAKSI NAFAS RITMIK
Program Studi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan

Heni Lestari 1710711011


Muhammad Alfian 1710711103
PENDAHULUAN
Apendisitis merupakan suatu kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing
yang terinfeksi.Sebagai penyakit yang paling sering memerlukan tindakan bedah kedaruratan, apendisitis
merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks vermiformis.
Apendisitis dapat terjadi pada segala usia dan mengenai laki-laki serta perempuan sama banyak.
Akan tetapi pada usia antara pubertas dan 25 tahun, prevalensi apendisitis lebih tinggi pada laki – laki. Sejak
terdapat kemajuan dalam terapi antibiotik, insidensi dan angka kematian karena apendisitis mengalami
penurunan. Apabila tidak ditangani dengan benar, penyakit ini hampir selalu berkibat fatal (Kowalak, 2011).
Pada umumnya post operasi appendiktomi mengalami nyeri akibat bedah luka operasi. Menurut Maslow bahwa
kebutuhan rasa nyaman merupakan kebutuhan dasar setelah kebutuhan fisiologis yang harus terpenuhi. Selain itu
seorang yang mengalami nyeri hebat akan berkelanjutan, apabila tidak ditangani pada akhirnya dapat
mengakibatkan syok neurogenic pada orang tersebut (Gannong, 2008).

Vol. 07, No. 02, Agustus 2015


Angka kejadian appendicitis cukup tinggi di dunia. Berdasarkan Word Health Organisation
(2010) yang dikutip oleh Naulibasa (2011), angka mortalitas akibat appendicitis adalah 21.000 jiwa, di
mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Angka mortalitas appendicitis sekitar
12.000 jiwa pada laki-laki dan sekitar 10.000 jiwa pada perempuan. Di Amerika Serikat terdapat 70.000
kasus appendicitis setiap tahunnya. Kejadian appendicitis di Amerika memiliki insiden 1-2 kasus per
10.000 anak pertahunya antara kelahiran sampai umur 4 tahun. Kejadian appendicitis meningkat 25 kasus
per 10.000 anak pertahunnya antara umur 10-17 tahun di Amerika Serikat. Apabila dirata-rata appedisitis
1,1 kasus per 1000 orang pertahun di Amerika Serikat.
Insiden appendicitis cukup tinggi termasuk Indonesia merupakan penyakit urutan keempat
setelah dyspepsia, gastritis dan duodenitis dan system cerna lainnya (Stefanus Satrio.2009). Faktor yang
menyebabkan terjadinya apendicitis,di antaranya sumbatan lumen appendicitis, hyperplasia jaringan
limfe, tumor appendicitis, erosi mukosa oleh cacing askaris dan E.Histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
appendisitis. Konstipasi menaikkan tekanan intrasekal, menyebabkan sumbatan fungsional apendisitis
dan meningkatkan pertumbuhan florakolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis
akut (Potter and Pery, 2005).
Faktor yang dapat mempengaruhi nyeri post operasi apendicitis adalah peran keluarga untuk memberikan
dukungan dan perhatian terhadap pasien supaya terbebas dari penyulit dan komplikasi yang mungkin
timbul setelah operasi.

Vol. 07, No. 02, Agustus 2015


Dampak dari operasi apendisitis ada beberapa efek samping dari apendisitis yaitu radang selaput perut,
luka infeksi, infeksi saluran kemih, obstruksi usus, rasa nyeri, rasa lelah. Dampak nyeri post operasi akan
meningkatkan stress post operasi dan memiliki pengaruh negative pada penyembuhan nyeri. Control
nyeri sangat penting setelah operasi, nyeri yang dibebaskan dapat mengurangi kecemasan, bernafas lebih
mudah dan dalam, dapat mentoleransi mobilisasi yang cepat.

Pengkajian nyeri dan kesesuaian analgetik harus digunakan untuk memastikan bahwa nyeri pasien post
operasi dapat dibebaskan. (Smeltzer dan Bare, 2005). Dalam penatalaksanaan nyeri biasanya digunakan
manajemen secara farmakologi atau obat-obatan diantaranya yaitu analgesic, macam analgesic sendiri
dibagi menjadi dua yaitu, analgesic ringan (aspirin atau salisilat, parasetamol, NSAID) dan analgesic kuat
(morfin, petidin, metadon).

Vol. 07, No. 02, Agustus 2015


• Sedangkan tindakan secara non farmakologi yaitu berupa tekhnik distraksi (tehnik distraksi visual,
distraksi pendengaran, distraksi pernafasan, distraksi intelektual, imajinasi terbimbing) dan relaksasi
(nafas dalam, meditasi, pijatan, musik dan aroma terapi) dan tekhnik stimulasi kulit. Tekhnik
stimulasi kulit yang digunakan adalah kompres dingin ataupun kompres hangat.
• Namun dalam hal ini peneliti akan melakukan hal yang baru dalam mengatasi nyeri yaitu dengan cara
melakukan nafas ritmik. Yang dimaksud dengan nafas ritmik adalah bernafas ritmik, anjurkan klien
untuk memandang fokus pada satu objek (gambar) atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi
perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas
melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien
untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan,
lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik (Tamsuri 2007).

Vol. 07, No. 02, Agustus 2015


METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre Eksperimental dengan pendekatan One Group Pre-Post Test
Design. Dalam rancangan ini, tidak ada kelompok pembanding (control), tetapi paling tidak sudah dilakukan intervensi pertama (Pre
Test) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah dilakukan eksperimen (Notoatmojo,
2005).
Pada penelitian ini sampling yang digunakan adalah tehnik simple random sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Pasien post op apendisitis yang mengalami nyeri,
2) Umur 20-50 tahun,
3) Bersedia dilakukan penelitian,
4) Klien kooperatif.
Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Pasien yang tidak bersedia diteliti,
2) Pasien yang tidak mengalami nyeri.

Vol. 07, No. 02, Agustus 2015


HASIL PENELITIAN
• Tabel 1 Karakteristik Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Apendisitis Sebelum
Pemberian Tehnik Distraksi Nafas Ritmik

• Tabel 2 Karakteristik Intensitas Nyeri Post Operasi Apendisitis Setelah Pemberian Tehnik
Distraksi Nafas Ritmik

Vol. 07, No. 02, Agustus 2015


1. Mengidentifikasi Intensitas Nyeri Post Operasi Apendisitis Sebelum Diberikan
Tehnik Distraksi Nafas Ritmik

Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa dari 30 pasien yang diteliti seluruhnya 30 pasien (100%)
mengalami tingkat nyeri post op apendisitis. Hal ini memperlihatkan bahwa nyeri post op pada pasien
apendisitis sedang. Sesuai dengan pendapat Tamsuri (2007) Nyeri dipengaruhi faktor individu, usia, jenis
kelamin, budaya, makna nyeri, perhatian pasien, tingkat kecemasan itu sendiri, dan pengalaman
sebelumnya.
Dalam hal ini nyeri yang dirasakan pasien kategori sedang, dan kebanyakan penyakit ini ditemukan pada
usia pertengahan yaitu tidak usia muda ataupun usia tua, sebab perhatian pasien terhadap hal lain belum
maksimal, sebagian besar klien belum mempunyai kemampuan untuk mengatasi rasa nyei sebab
perhatian pasien terhadap hal lain belum maksimal, sehingga nyeri yang dirasakan cukup kuat.

Vol. 07, No. 02, Agustus 2015


2. Mengidentifikasi Intensitas Nyeri Post Operasi Apendisitis Setelah Diberikan
Tehnik Distraksi Nafas Ritmik
Dari tabel menunjukan bahwa terdapat perubahan yang signifikan tingkat nyeri post op apendisitis
sebelum dan sesudah diberikan tehnik distraksi nafas ritmik, pada tingkat nyeri post op apendisitis dari 30
pasien yang diteliti, sebagian besar pasien mengalami penurunan tingkat nyeri post opapendisitis
sebanyak 19 pasien (63,3%) dan hampir setengah pasien mengalami tingkat nyeri post op apendisitis
yang tetap sebanyak 11 pasien (36,7%).
Ini menunjukan bahwa setelah diberikan tehnik distraksi nafas ritmik terjadi perubahan frekuensi yaitu
tingkat nyeri post op apendisitis yang pada awalnya seluruhnya sedang sebanyak 30 pasien (100%),
mengalami penurunan menjadi ringan sebagian besar sebanyak 19 pasien (63,3%) dan hampir setengah
tingkat nyeri post op apendisitis tetap atau sedang sebanyak 11 pasien (36,7%) setelah diberikan tehnik
distraksi nafas ritmik.
Berdasarkan hasil pengujian dengan uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test menggunakan software SPSS
18,0 dengan +=0,05 didapatkan p-sign=0,000 dimana p-sign<+ maka H1 diterima artinya terdapat
pengaruh tehnik distraksi nafas ritmik terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi apendisitis di
ruang Bougenvile RSUD Dr. Soegiri Lamongan.
Vol. 07, No. 02, Agustus 2015
KESIMPULAN
• Seluruh penderita sebelum diberikan tehnik distraksi nafas ritmik adalah penderita nyeri post op
apendisitis sedang.

• Setelah dilakukan tehnik distraksi nafas ritmik sebagian besar mengalami penurunan tingkat nyeri
post op apendisitis menjadi ringan sebanyak 19 pasien (63,3%) dan hampir setengah tingkat nyeri
pada pasien post op apendisitis tetap atau sedang sebanyak 11 pasien (36,7%).

• Pemberian tehnik distraksi nafas ritmik mempunyai pengaruh untuk menurunkan tingkat nyeri pada
pasien post op apendisitis di ruang bougenvile RSUD Dr. Soegiri lamongan, dengan nilai P<0,05.

Vol. 07, No. 02, Agustus 2015

Vous aimerez peut-être aussi