Vous êtes sur la page 1sur 46

FARMASI KLINIK FARMASIS KLINIK

(CLINICAL
(CLINICAL PHARMACY)
PHARMAcIST)
A part of the patient’s health care team
 Clinical pharmacists work directly with
physicians, other health professionals, and
patients to ensure that the medications
prescribed for patients contribute to the
best possible health outcomes
 Educated and trained in direct patient care
environments, including medical centers, clinics, and
a variety of other health care settings

(ACCP, American collage of Clin. Pharm)


 Within the system of health care  experts in the
therapeutic use of medications.
 A primary source of scientifically valid information
and advice regarding the safe, appropriate, and
cost-effective use of medications.

 Provide medication
therapy evaluations
and recommendations
to patients and health
care professionals.
 Assess the status of the patient’s health problems and
determine whether the prescribed medications are
optimally meeting the patient’s needs and goals of care.
 Evaluate the appropriateness and effectiveness of the
patient’s medications.
 Recognize untreated health problems that could be
improved or resolved with appropriate medication therapy.
 Follow the patient’s progress to determine the effects of the
patient’s medications on his or her health.
 Consult with the patient’s physicians and other health care
providers in selecting the medication therapy that best
meets the patient’s needs and contributes effectively to the
overall therapy goals.
 Advise the patient on how to best take his or her
medications.
 Support the health care team’s efforts to educate the patient
on other important steps to improve or maintain health, such
as exercise, diet, and preventive steps like immunization.
(ACCP, American collage of Clin. Pharm)
 “The area of pharmacy concerned with
the science and practice of rational
medication
use”.
 “A health science discipline in which
pharmacists provide patient care that
optimizes medication therapy and
promotes health, wellness, and disease
prevention”.
(ACCP, American collage of Clin. Pharm)
 Farmasi klinik adalah suatu keahlian khas ilmu
kesehatan, bertanggung jawab untuk
memastikan penggunaan obat yang aman dan
sesuai pada pasien, melalui penerapan
pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi
dalam perawatan pasien yang memerlukan
pendidikan khusus (spesialisasi) dan atau
pelatihan terstruktur tertentu. (Charles 2004, ROY
MD 1998)

 Farmasi klinis menurut Clinical Resource and


Audit Group (1996) didefinisikan sebagai ” A
dicipline concerned with the application of
pharmaceutical expertise to help maximise drug
efficacy and minimise in individual patients ”.
 Pelayanan farmasi dalam pengertian
tradisional, berkaitan dengan meracik dan
distribusi sediaan obat untuk digunakan
langsung oleh pasien, tetapi pelayanan
professional diperluas dengan
menambahkan pengaruh pada penulisan
dan penggunaan obat-obatan.
 Praktek farmasi klinik mempunyai filososfi
pharmaceutical care (Asuhan
Kefarmasian)
 Praktek kefarmasian yang berorientasi
kepada pasien lebih dari orientasi kepada
produk, meliputi berorientasi penyakit,
berorientasi obat dan dalam praktek
berorientasi antar disiplin.
 Heppler dan Strand (1990) mendefinisikan
Pharmaceutical Care sebagai ” The responsible
provision of drug therapy for the purpose of
achieving definite outcomes that improve a
patients quality of life ”. Layanan / kepedulian
kefarmasian sebagai ketentuan mengenai
tanggung jawab terapi obat yang bertujuan
untuk mencapai hasil akhir secara jelas yang
memperbaiki kualitas hidup pasien.
 Cipolle, Strand dan Morley (1998)
menyempurnakan definisi ini menjadi ” A
practice in which the practitioner takes
responsibility for a patients drugs therapy needs,
and is held accontable for this commitment ”.
 Pharmaceutical care adalah penyediaan
pelayanan langsung dan bertanggung
jawab yang berkaitan dengan obat dengan
maksud pencapaian hasil yang pasti dan
meningkatkan mutu kehidupan pasien.

 Dasar hukum dalam penyelenggaraan


pelayanan farmasi klinis di Rumah Sakit di
Indonesia adalah Permenkes No. 58 th 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit
 Pelayanan farmasi klinik merupakan
pelayanan langsung yang diberikan
Apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek
samping karena Obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality
of life) terjamin.
 Memaksimalkan efek
terapi obat
 Meminimalkan resiko,
toksisitas obat dan efek yg
tidak diinginkan
 Meminimalkan biaya
 Menghormati pilihan
pasien

PATIENT ORIENTED
 Kontribusi dalam proses peresepan:
› Sebelum ; misal, ikut serta dalam
kebijakan formularium
› Selama ; mempengaruhi pengetahuan,
sikap, dan prioritas dalam penulisan
resep
› Sesudah ; terlibat dalam koreksi dan
evaluasi peresepan.
 Pengetahuan terapeutik
 Pemilihan obat pada keadaan sakit pasien
 Menggunakan catatan kasus pasien
 Interpretasi data laboratorium
 Pendekatan pemecahan masalah yang
sistematik
 Identifikasi kontra indikasi obat
 Mengenal efek obat tidak diinginkan (ADR)
potensial / yang mungkin terjadi
 Keputusan formulasi dan stabilitas obat
 Kajian literatur medis dan obat
 Rekomendasi dosis dan aturan pakai
 Komunikasi efektif dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain (misal dokter,
perawat, ahli gizi)
 Menanggapi pertanyaan lisan
 Membuat instruksi yang jelas
 Argumentasi dan pemberian pendapat
 Menyajikan laporan kasus
PENGETAH
UAN TERAPI
OBAT
PHYSICAL
PENGETAHU
ASSESMENT
AN PENYAKIT
SKILL

PENGETAHUAN KEMAMPUAN
RENCANA INTREPRETASI
TERAPI DATA LAB
PATIENT
CARE

PENGETAHUAN
KEAHLIAN
TERAPI NON-
BERKOMUNIKASI
OBAT

KEMAMPUAN KEMAMPUAN
INFORMASI MONITORING
OBAT PASIEN
DOKTER APOTEKER

• Konsep penyakit
(anatomi, Pilihan terapi
fisiologi,patofisiologi,
Penegakan patogenesis)
• Interpretasi data klinis
Diagnosis • Komunikasi • Farmakologi
• EBM • Farmakoterapi
• Product
knowledge
 Pemantauan dan pemeriksaan peresepan
 Penyiapan dan penyimpanan obat
 Ketepatan penggunaan obat
 Kesesuaian bentuk sediaan obat
 Memberikan informasi obat
 Membuat penilaian terapeutik
 Identifikasi pasien dan faktor risiko medis
 Formulasi dan menetapkan kebijakan
peresepan
 Kesesuaian obat dan ketepatan dosis
 Memantau terapi obat
 Riwayat pemakaian obat pasien masuk
rumah sakit
 Konsultasi pasien
 Mengelola rekam medik
 Menerapkan kebijakan dan pedoman
peresepan
 Terlibat dalam penelitian dan uji coba
Pendahuluan
 Pelayanan farmasi klinik diperlukan oleh pasien
untuk memberikan jaminan pengobatan rasional
(efektif, aman, tersedia dan biaya terjangkau)
dan penghormatan pilihan pasien.
 Untuk dapat memulai farmasi klinik diperlukan
persiapan, sosialisasi konsep kepada pimpinan
rumah sakit, dokter, perawat dan farmasis
tentang filosofi, tujuan, sasaran, manfaat dan
pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinis.
Hal penting lain adalah komunikasi saling
mempercayai antar tenaga kesehatan,
dukungan pimpinan rumah sakit dan tenaga
kesehatan.
 Penyelenggaraan farmasi klinik memerlukan
upaya sosialisasi dan dukungan bagi
penerapannya oleh pemerintah, organisasi
rumah sakit, perguruan tinggi, organisasi
profesi maupun LSM di bidang kesehatan
perlu lebih ditingkatkan.
 Dalam memulai pelayanan farmasi klinik,
jalinan komunikasi yang intensif dan saling
mempercayai antara tenaga kesehatan
yang terlibat diperlukan.
 Diperlukan adanya kebijakan dari pimpinan
rumah sakit untuk mendukung pelaksanaan
dan praktek yang berbasis pengetahuan,
keterampilan dan sikap serta dukungan
informasi dari Pusat Informasi Obat.
 Pelayanan farmasi klinis dimulai kegiatan
setempat dan kegiatan sederhana.
 Pelatihan farmasis untuk menerapkan farmasi
klinis adalah proses panjang.
 Peran lain yang juga penting dalam
menunjang keberhasilan pengobatan yang
rasional yaitu keikutsertaan farmasis dalam
penyusunan dan pengelolaan formularium,
penyediaan informasi obat dan saran, serta
promosi kesehatan yang dapat berhasil lebih
baik dengan dukungan PIO.
 Terapi obat ditujukan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien, namun adakalanya
tidak sesuai yang diinginkan yaitu terjadi drug
related problem (DRP).
 Ketidakberhasilan pengobatan dapat
disebabkan oleh :
1. Penulisan resep yang tidak tepat
2. Penyerahan obat yang tidak tepat
3. Perilaku pasien yang tidak mendukung
4. Idiosinkrasi
5. Pemantauan / Monitoring terapi yang
tidak tepat
 Dengan melakukan monitoring kemungkinan
dapat ditemukan DRP yang dapat
dikategorikan:
1. Pasien tidak memperoleh obat sesuai indikasi
2. Obat tidak tepat
3. Dosis terlalu tinggi
4. Dosis subterapi
5. Gagal menerima obat
6. Timbul reaksi obat tidak diinginkan
7. Terjadi interaksi obat
8. Memperoleh obat yang tidak sesuai
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
 1. pengkajian dan pelayanan Resep;
 2. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
 3. rekonsiliasi Obat;
 4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
 5. konseling;
 6. visite;
 7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
 8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
 9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
 10. dispensing sediaan steril; dan
 11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD);
Pelayanan Resep dimulai dari
 penerimaan,
 pemeriksaan ketersediaan,
 pengkajian Resep,
 penyiapan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
termasuk  peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi.
› Pada setiap tahap alur pelayanan Resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian Obat (medication error).
Pengkajian Resep
 Persyaratan administrasi,
› nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan
pasien;
› nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
› tanggal Resep; dan
› Ruangan/unit/asal resep (ranap)
 Persyaratan farmasetik,
› nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
› dosis dan Jumlah Obat;
› stabilitas; dan
› aturan dan cara penggunaan.
 Persyaratan klinis
› ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;
› duplikasi pengobatan;
› alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
› kontraindikasi; dan
› interaksi Obat.
Proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh
Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan,
riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau
data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien
Kegiatan:
 Penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada
pasien/keluarganya; dan
 Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat
pasien.
Informasi yang harus didapatkan:
 nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan,
frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat;
 reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan
kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat
yang tersisa).
 Merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat
pasien.
 Tujuan: Untuk mencegah terjadinya kesalahan
Obat (medication error) seperti Obat tidak
diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau
interaksi Obat.
› memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang
digunakan pasien;
› mengidentifikasi ketidaksesuaian krn tdk
terdokumentasinya instruksi dokter
› mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak
terbacanya instruksi dokter.
 Medication error terjadi pada
› pemindahan pasien dari satu RS ke RS lain, antar ruang
perawatan,
› pada pasien yang keluar dari RS ke layanan kes primer
dan sebaliknya.
 Merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat,
tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh
Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar
Rumah Sakit

PIO bertujuan untuk:


 menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien
dan tenaga kesehatan di lingkungan RS dan pihak lain di
luar RS;
 menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alkes, dan
BMHP, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi;
 Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi:
 menjawab pertanyaan;
 menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;
 menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi
sehubungan dengan penyusunan Formularium
Rumah Sakit;
 bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah
Sakit (PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi
pasien rawat jalan dan rawat inap;
 melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya; dan
 melakukan penelitian.
 Adalah suatu aktivitas pemberian nasihat
atau saran terkait terapi Obat dari
Apoteker (konselor) kepada pasien
dan/atau keluarganya.
 Pemberian konseling Obat bertujuan untuk
› mengoptimalkan hasil terapi,
› meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak
dikehendaki (ROTD), dan
› meningkatkan cost-effectiveness yang pada
akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk:
 meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker
dan pasien;
 menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap
pasien;
 membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan
Obat;
 membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan
penggunaan Obat dengan penyakitnya;
 meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan;
 mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;
 meningkatkan kemampuan pasien memecahkan
masalahnya dalam hal terapi;
 mengerti permasalahan dalam pengambilan
keputusan; dan
 membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan
Obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan
dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
 Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat
inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau
bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan
ROTD, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan
menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.

 Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah


keluar RS baik atas permintaan pasien maupun
sesuai dengan program RS  Pelayanan
Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).
Suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi Obat yang aman,
efektif dan rasional bagi pasien.
Tujuan : Meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:
 pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara
pemberian Obat, respons terapi, (ROTD);
 pemberian rekomendasi penyelesaian
masalah terkait Obat; dan
 pemantauan efektivitas dan efek samping
terapi Obat.
 Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi
pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi.
MESO bertujuan:
 Menemukan ESO sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal, frekuensinya jarang;
 Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah
dikenal dan yang baru saja ditemukan;
 mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan
hebatnya ESO;
 meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak
dikehendaki; dan
 mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak
dikehendaki.
Merupakan program evaluasi penggunaan Obat
yang terstruktur dan berkesinambungan
secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO yaitu:
 mendapatkan gambaran keadaan saat ini
atas pola penggunaan Obat;
 membandingkan pola penggunaan Obat
pada periode waktu tertentu;
 memberikan masukan untuk perbaikan
penggunaan Obat; dan
 menilai pengaruh intervensi atas pola
penggunaan Obat.
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin
sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari
paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya
kesalahan pemberian Obat.

TUJUAN:
 menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan
dosis yang dibutuhkan;
 menjamin sterilitas dan stabilitas produk;
 melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan
 menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.

Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi :


1. Pencampuran Obat Suntik
2. Penyiapan Nutrisi Parenteral
3. Penanganan Sediaan Sitostatik
merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas
permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi
yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.

TUJUAN:
 a. mengetahui Kadar Obat dalam Darah; dan
 b. memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.

Kegiatan PKOD meliputi:


 melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
 mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD); dan
 menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD) dan memberikan rekomendasi.
 Penurunan angka kematian
 Penurunan angka morbiditas
 Pencegahan ADR
 Memperbaiki efikasi dan menurunkan
ngka ADR
 Penurunan biaya medis
 Minimnya pengetahuan
 Minimnya Pengalaman klinis
 Kurang percaya diri
 Kurang dukungan rumah sakit
 Ketidaktahuan profesi kesehatan akan
peran farmasis klinik
 Pekerjaan non-klinik yang banyak
 Di batas/ZONA nyaman

Vous aimerez peut-être aussi