Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Mahkamah Agung
www.themegallery.com
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
b.Zaman Jepang
Berlaku HIR, RBG, dan beberapa bagian dari
Rv yang masih menjadi acuan hukum perdata
hingga saat ini.
c. Zaman Republik Indonesia
Melalui Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945 jo. Peraturan Presiden No. 2
tanggal 10 Oktober 1945 jo. UU Darurat No. 1/1951, yang berlaku adalah:
1. HIR
2. RBG
3. UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
4. UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
5. UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
www.themegallery.com
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1986 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor Tahun 1986
tentang Peradilan Umum.
9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara.
10. Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer
11. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
12. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku ke IV tentang Pembuktian
dan Kedaluawarsa
13. Yurisprudensi
14. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
15. Hukum Adat
16. Doktrin
17. Perjanjian Internasional
www.themegallery.com
haper menghendaki perdamaian
hukum.
pra mediasi
NO PASAL KETERANGAN
01 Pasal 7 Ayat (1) Pada sidang pertama yang dihadiri P dan T atau kuasa
hukumnya, hakim mewajibkan pada pihak untuk
terlebih dahulu menempuh Mediasi
02 Pasal 11 ayat (1) Hakim mewajibkan pada hari itu juga atau paling lama 2
hari kerja berikutnya untuk merunding guna memilih
mediator baik yang ada dalam daftar yang dimiliki oleh
pengadilan ataupun diluar daftar pengadilan, termasuk
biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan
mediator bukan hakim
03 Pasal 9 Mediator yang dipilih bisa dari kalangan Hakim, ataupun
mediator dari kalangan non hakim dengan syarat telah
memiliki sertifikasi sebagai Mediator yang telah
terakreditasi oleh MA
PELAKSANAAN mediasi
NO PASAL KETERANGAN
01 Pasal 10 Pelaksanaan Mediasi dapat diselenggarakan di salsah
satu ruang pengadilan dan untuk penggunaan ruangan
tidak dikenakan biaya, sedangkan apabila dilakukan
ditempat lain maka biaya yang timbul dari penggunaan
tempat tersebut dibebankan kepada para pihak
berdasarkan kesespakatan.
Penggunaan mediator Hakim tidak dikenakan biaya
sedangkan mediator selain Hakim biayanya ditanggung
oleh para pihak berdasarakan kesepakatan
contoh GUGATAN
PERMOHONAN
?
BIDANG KELUARGA
PERMOHONAN
1. Permohonan izin Poligami berdasarkan pasal 5 (1) jo 4 (1) UU No 1
Tahun 1974.
2. Permohonan izin melangsungkan perkawinan tanpa izin orang tua
pasal 6 ayat (5) UU No 1 Tahun 1974.
3. Permohonan Pencegahan Perkawinan. Pasal 13 jo. P. 17 (1)UU No
1 Tahun 1974.
4. Permohonan Dispensasi Nikah. Bagi calon mempelai Pria yg belum
berumur 16 Tahun P.7 UU No 1 Tahun 1974.
5. Permohonan Pembatalan Perkawinan. P. 25,26,27 UU No 1 Tahun
1974.
6. Permohonan Pengangkatan Wali. P. 23
(2) KHI, Keppres No 1 Tahun 1991 jo. Permenag No 2 1987.
7. Permohonan Penegasan Pengangkatan Anak. SEMA No 6 1983
Tanggal 30 September 1983 Tentang Penyempurnaan SEMA NO 2
Tahun 1979.
PERMOHONAN
Permohonan Kepada Pengadilan Niaga
agar Menerbitkan Penetapan segera dan efektif
berdasarkan Pasal 125 UU No 14 Tahu 2000.
1. Mencegah berlanjutnya pelanggaran Paten
tentang masuknya barang/Importasi yang
diduga melanggar paten.
2. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan
pelanggaran paten dan menghindari
penghilangan barang bukti.
3. Meminta kepada pihak yang dirugikan agar
memberitahukan bukti yang menyatakan
BIDANG PATEN pihak tersebut berhak atas paten tersebut.
PERMOHONAN
BIDANG MEREK
PERMOHONAN
BIDANG KONSUMEN
PERMOHONAN
Permohonan atau
Permintaan Eksekusi
Kepada PN atas Putusan
Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) yang telah
berkekuatan hukum tetap.
BIDANG Praktik Monopoli &persaingan
PERMOHONAN
2. FUNDAMENTUM PETENDI/POSITA
GUGATAN
“dalil-dalil posita konkret tentang adanya hubungan hukum yang
merupakan dasar dari suatu tuntutan hak”.
Ada dua bagian
1. Fetelijkegronden Bagian yang menguraikan tentang kejadian
atau peristiwa perihal duduknya perkara.
2. Rechtsgronden Bagian yang menguraikan tentang adanya hak
atau hubungan hukum yang menjadi dasar hukumnya.
Subtantierings Theorie
Individualiseringts theorie.
GUGATAN
NO ISTILAH KETERANGAN
01 Biaya Perkara Tuntutan agar tergugat dihukum u membayar
biaya perkara
02 Uitvoerbaar bij Tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan terlebih
voorraad dahulu meskipun ada perlawanan, banding atau
kasasi. (Instruksi MA Tanggal 13 Februari 1958)
03 Memoratoir Tuntutan yang dimintakan oleh Penggugat berupa
(membayar sejumlah uang tertentu.
bunga)
04 Dwangsom Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar
uang paksa.
05 Tuntutan Nafkah Tuntutan nafkah bagi isteri (pasal 59 ayat (2),
62,65 HOCI, 213, 229 BW. Atau pembagian harta
(pasal 66 HOCI,Pasal 323 BW)
06 Subsidair Diajukan sebagai pengganti apabila hakim
berpendapat lain. “agar Hakim Mengadili menurut
keadilan yang benar” atau “Mohon Hakim Putusan
yang seadil-adilnya” (aequo et bono)
HAL-HAL YANG HARUS
DIPERHATIKAN
1. Gugatan Prematur :
Dalam hal gugatan berkaitan dengan tanggal jatuh tempo suatu
tagihan.
2. Gugatan Kadaluarsa
Dalam hal gugatan berkaitan dengan dengan tenggang waktu
tuntutan yang disediakan oleh Undang-Undang
3. Gugatan Menjadi Tidak Sah
Tanggal yang tertera dalam surat gugatan lebih awal dari surat kuasa,
apabila gugatan yang diajukan dengan menggunakan kuasa.
KUMULASI
GUGATAN
MACAM-MACAM KOMULASI GUGATAN
KUASA
1.KUASA LISAN
2.KUASA TERTULIS
1.KUASA
LISAN
“ Kuasa lisan jarang dilakukan
dalam praktik karena tidak ada
bukti otentik, tidak ada jaminan
kepastian hukum baik bagi
kuasa maupun bagi penerima
kuasa, dan tidak ada batasan
kewenangan mengenai hal yang
dikuasakan”
2. KUASA TERTULIS
1.Kuasa Umum
2.Kuasa Khusus
Kuasa Khusus
SEMA NO 2 TAHUN 1959 Tertanggal 19 Januaru 1959
1. Nama pihak
2. Pokok Sengketa
3. Nama Pengadilan
4. Batasan dalam Bertindak
1. Nama pihak
GUGATAN
JAWABAN
VERSTEK VERZET
REPLIK
DUPLIK
PEBUKTIAN
KONKLUSI
SIDANG PERTAMA
Setelah Hakim membuka sidang dengan menyatakan “ sidang
terbuka untuk umum” dengan mengetuk palu, hakim memulai
dengan mengajukan pertanyaan kepada penggugat dan tergugat:
a. Identitas Penggugat/ Tergugat
b. Apakah sudah mengerti maksud didatangkannya para pihak
di muka persidangan
c. Hakim menghimbau agar dilakukan perdamaian.
d. Sebagai bukti identitas para pihak menunjukkan KTP masing-
masing
SIDANG KEDUA (JAWABAN TERGUGAT)
82
JENIS EKSEPSI (1)
• Pasal 125 ayat (2), 132 dan 133 HIR hanya
memperkenalkan eksepsi kompetensi absolut dan
relatif. Namun, Pasal 136 HIR mengindikasikan
adanya beberapa jenis eksepsi.
• Dilihat dari Ilmu Hukum, jenis eksepsi terbagi atas:
1. Eksepsi Prosesuil (Processuele Exceptie)
2. Eksepsi Prosesuil di Luar Eksepsi
Kompetensi
3. Eksepsi Hukum Materiil (Materiele Exceptie)
83
JENIS EKSEPSI (2)
Add. 1. Eksepsi Prosesual (Processuele Exceptie)
• Yaitu jenis eksepsi yang berkenaan dengan syarat formil gugatan.
• Eksepsi Prosesual dibagi dua bagian, yaitu:
1. Eksepsi Yang Menyangkut Kompetensi Absolut
Eksepsi yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri yang
sedang melakukan pemeriksaan perkara tersebut dinilai
tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut, karena
persoalan yang menjadi dasar gugatan tidak termasuk
wewenang pengadilan negeri tersebut melainkan wewenang
badan peradilan lain, misalnya PTUN atau Pengadilan
Agama.
Eksepsi ini dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan
perkara berlangsung, bahkan hakim pun wajib pula
mengakuinya karena jabatannya (Ps. 134 HIR).
84
2. Eksepsi Yang Menyangkut Kompetensi Relatif
Eksepsi yang menyatakan bahwa suatu pengadilan
negeri tertentu tidak berwenang untuk mengadili
perkara tersebut, karena tempat kedudukan atau
obyek sengketa tidak berada dalam wilayah hukum
Pengadilan Negeri yang sedang memeriksa atau mengadili
perkara tersebut.
Eksepsi ini tidak diperkenankan diajukan setiap waktu,
melainkan harus diajukan pada permulaan sidang, yaitu
sebelum diajukan jawab menyangkut pokok perkara.
• Putusan dituangkan dalam bentuk:
- Putusan sela (interlocutoir), apabila eksepsi ditolak; atau
- Putusan akhir, apabila eksepsi dikabulkan.
87
GUGATAN REKONVESI
REKONVENSI
89
LANJUTAN
• Komposisi para pihak dihubungkan dengan Gugatan Rekonvensi
a. Komposisi Gugatan
Gugatan Penggugat disebut gugatan konvensi (gugatan asal),
sedangkan Gugatan tergugat disebut gugatan rekonvensi
(gugatan balik)
b. Komposisi para Pihak
Penggugat asal sebagai Penggugat Konvensi pada saat yang bersamaan
Berkedudukan menjadi Tergugat Rekonvensi. Sedangkan Tergugat Asal
sebagai Penggugat Rekonvensi pada saat yang bersamaan
berkedudukan sebagai Tergugat Konvensi.
• Baik gugatan konvensi (gugat asal) maupun gugatan rekonvensi (gugat
balasan) pada umumnya diperiksa bersama-sama dan diputus dalam satu
putusan hakim. Pertimbangan hukumnya memuat dua hal, yaitu
pertimbangan hukum dalam konvensi dan pertimbangan hukum dalam
rekonvensi.
Lanjutan
• Pada asasnya tuntutan rekonvensi dapat meliputi segala hal ada
pengecualiannya(ps132a(1) no 1,2,3 HIR,157,158 Rbg.
1. Bila penggugat dalam konvensi bertindak karena suatu kualitas tertentu,
sedang tuntutan rekonvensi akan mengenai diri penggugat pribadi atau
sebaliknya.
Misalnya bertindak sebagai pihak formil(wali), maka tuntutan
rekonvensi tidak boleh ditujukan kepada penggugat secara pribadi. Bila
penggugat bertindak sebagai pemberes (vereffenaar) suatu perseroan,
maka tuntutan rekonvensi tidak boleh mengenai penggugat secara
pribadi
2. Bila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugat konvensi tidak wenang
memeriksa gugat rekonvensi
3. Dalam perkara yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan
MASUKNYA PIHAK KETIGA
INTERVENSI
DASAR HUKUM Pasal 279-282 BRv
“Masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara perdata yang
sedang berlangsung bila dia juga mempunyai kepentingan
(interest)”
Bentuknya :
1. Voeging (menyertai) dengan cara menggabungkan diri kepada salah satu
pihak.
2. Tussenkomst (menengahi) berdiri sendiri (tidak memihak salah satu pihak.
3. Vrijwaring (penanggungan) :
Mirip tapi tidak sama dengan intervensi karena insiatifnya tidak
dari pihak ketiga yang bersangkutan.
Ikutsertanya karena diminta sebagai penjamin/pembebas oleh
salah satu pihak yang berperkara.
4. Exceptio Plurium Litis Consortium:
Masuknya pihak ketiga karena ditarik oleh salah satu pihak yang
berperkara.
Dilakukan karena pihak tersebut tidak lengkap.
Contoh dalam perkara warisan.