Vous êtes sur la page 1sur 20

Analisa Termal

Analisa termal merupakan suatu perlakuan


ketika suatu bahan diuji dengan variasi
suhu. Biasanya dari 100-1500 oC
Teknik Analisa Termal
Sejumlah teknik pengukuran dimana sifat-sifat fisik diukur sebagai fungsi dari
suhu, dimana sampel dikenakan proses pemanasan atau pendinginan tertentu.

1. Thermogravimetric Analysis (TGA)

Pengukuran dilakukan pada perubahan massa sampel akibat pemanasan.

2. Differential Thermal Analysis (DTA)

• Perbedaan suhu antara sampel dengan material standar yang inert, DT = TS - TR,
diukur saat keduanya diberi perlakuan panas tertentu.
1. Termogravimetri (TGA)

Termogavimetrik merupakan salah satu teknik analisis dimana senyawa


dikondisikan dalam lingkungan panas dan dingin dengan laju yang
terkontrol dengan hasil berupa grafik fungsi temperatur.

Hasil kurva massa versus temperatur memberikan informasi mengenai


stabilitas termal dan komposisi dari sampel. Kestabilitas termal dan
komposisi beberapa senyawa dan komposisi sampel dan komposisi dari
residu.
Prinsip Dasar TGA
Prinsip dasar analisis termogravimetrik adalah perubahan massa sampel
yang diamati ketika sampel dikenakan pada Controlled temperature
programe. Program temperatur seringkali digunakan pada peningkatan
suhu, namun pengamatan isotermal dapat juga dilakukan ketika
perubahan massa sampel dengan waktu.

TGA memiliki sifat kuantitatif, dan oleh karena itu TGA merupakan teknik
pengukuran secara termal yang sangat tepat, namun memberikan
informasi kimia secara tidak langsung. Kemampuan analisis produk yang
volatile selama penghilangan berat dalam jumlah yang besar. Untuk
mendapatkan data dalam bentuk informasi grafis TGA biasanya
digabungkan pada beberapa detektor dan spektrofotometer seperti MS
dan FTIR. Proses yang terjadi pada eksperimen dengan TGA yang
menyebabkan pertambahan berat ataupun kehilangan berat dapat dilihat
pada tabel berikut
Teknik TGA

Analisis Termogravimetri (TGA) adalah salah satu teknik analisis termal yang
dapat digunakan untuk menganalisis material anorganik, logam, polimer,
plastik, keramik, gelas dan material komposit. Cuplikan dapat dianalisis
dalam bentuk bubuk (powder) atau potongan kecil sehingga bagian dalam
cuplikan dekat dengan suhu gas yang diukur. TGA mengukur jumlah
perubahan massa suatu material sebagai fungsi kenaikan suhu atau secara
eksotermis sebagai fungsi waktu pada atmosfer nitrogen, helium, udara, gas
lain atau ruang hampa. Berat cuplikan mulai dari 1 sampai 150 mg. Berat
cuplikan yang biasa digunakan adalah 25 mg, akan tetapi hasilnya akan
sempurna ketika cuplikan yang digunakan 1 mg material. Range suhu yang
digunakan pada analisis adalah 25°C sampai 1500°C.
Teknik penggunaan TGA ialah mengukur kecepatan rata-rata perubahan
massa suatu bahan/cuplikan sebagai fungsi dari suhu atau waktu pada
atmosfir yang terkontrol. Pengukuran digunakan khususnya untuk
menentukan komposisi dari suatu bahan atau cuplikan dan memperkirakan
stabilitas termal pada suhu diatas 1000oC. Metode ini dapat
mengkarakterisasi suatu bahan atau cuplikan yang dilihat dari kehilangan
massa atau terjadinya dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi. Mekanisme
perubahan massa pada TGA ialah bahan akan mengalami kehilangan
maupun kanaikan massa. Proses kehilangan massa terjadi karena adanya
proses dekomposi yaitu pemutusan ikatan kimia, evaporasi yaitu kehilangan
atsiri pada peningkatan suhu, reduksi yaitu interaksi bahan dengan pereduksi,
dan desorpsi. Sedangkan kenaikan massa disebabkan oleh proses oksidasi
yaitu interaksi bahan dengan suasana pengoksidasi, dan absorpsi.
TGA mengukur jumlah dan laju (kecepatan) perubahan massa sebuah sampel
sebagai fungsi temperatur atau waktu dalam suasana yang dikendalikan.
Pengukuran yang digunakan terutama untuk menentukan panas dan/atau
kestabilan bahan oksidatif serta sifat komposisi mereka. Teknik ini dapat
menganalisis bahan yang menunjukkan massa baik kekurangan atau
kelebihan karena dekomposisi, oksidasi atau hilangnya bahan mudah
menguap (seperti kelembaban). Hal ini terutama berguna untuk mempelajari
bahan polimer, termasuk termoplastik, termoset, elastomer, komposit, film,
serat, pelapis dan cat
Instrumen TGA
Kurva Hasil TGA
2. DTA
DTA ini, sesuai dengan namanya Differential Thermal Analysis, bekerja
sesuai dengan perubahan suhu. Yaitu dengan cara membandingkan suhu
antara material referensi dan material sampel.

Material referensi (referen inert) yang biasa digunakan yaitu alumina


(Al2O3)
Termogram alumina menunjukkan konstan sampai suhu 1000an derajat
celcius, berarti alumina tidak mengalami perubahan sampai suhu tersebut.
Sementara material sempel merupakan bahan yang akan diuji secara
termal. Suhu sampel dan referen akan sama apabila tidak terjadi
perubahan, namun pada saat terjadinya beberapa peristiwa termal seperti
pelelehan, dekomposisi atau perubahan struktur kristal pada sampel, suhu
dari sampel dapat berada di bawah (apabila perubahannya bersifat
endotermik) ataupun diatas (apabila perubahan bersifat eksotermik) suhu
referen (Höhne : 2003).
Gambar DTA

Jadi, suhu antara sampel dan referen di monitor oleh termokopel, yang
nantinya akan dicatat, sehingga akan menghasilkan hubungan grafik
antara perubahan suhu antara sampel dan referen dengan suhu
sampel. Grafik yang dihasilkan akan bervariasi, tergantung sampel
apa yang digunakan.
Tahap kerja DTA adalah sebagai berikut :

1. Memanaskan heating block


2. Ukuran sampel dengan ukuran material referensi sedapat mungkin
identik dan dipasangkan pada sampel holder
3. Thermocouple harus ditempatkan berkontakan secara langsung dengan
sampel dan material referensi
4. Temperatur di heating block akan meningkat, diikuti dengan peningkatan
temperatur sampel dan material referensi.
5. Apabila pada thermocouple tidak terdeteksi perbedaan temperatur antara
sampel dan material referensi, maka tidak terjadi perubahan fisika dan
kimia pada sampel. Apabila ada perubahan fisika dan kimia, maka akan
terdeteksi adanya ΔT.
Contoh Kurva Hasil DTA
Temperatur transisi gelas (Tg) yaitu pada 86,71°C dan 80,76°C,
menunjukkan bahwa kedua matriks tersebut bersifat amorf. Temperatur
gelas (Tg) adalah kisaran temperatur saat polimer kehilangan sifat- sifat
gelasnya, berubah menjadi sifat-sifat karet. Temperatur transisi gelas
polimer tergantung pada volume bebas polimer, gaya tarik antar
molekul, mobilitas internal rantai, dan kekakuan rantai polimer

Temperatur leleh (Tm) dari matriks alam sekresi kutu lak tanpa
modifikasi yaitu sebesar 97,44°C, sedangkan pada modifikasi dengan
asam sitrat 5% sebesar 100°C. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
penambahan asam sitrat 5% dapat meningkatkan titik leleh dari matriks
alam sekresi kutu lak. Semakin tinggi titik leleh dari suatu polimer
maka semakin lama pula suatu polimer tersebut akan berubah fisik
menjadi cair.

Titik leleh yang semakin tinggi juga dapat disebabkan karena massa
molekul yang semakin tinggi, sehingga dapat diindikasikan bahwa
telah terjadi reaksi dengan penambahan asam sitrat seperti Gambar
5 yang menyebabkan rantai molekulnya semakin panjang.
Meningkatnya titik lelehjuga diharapkan dapat memperbaiki sifat mekanik
dari biokomposit dengan modifikasi asam sitrat 5% yang berpenguat
serat rami.

Vous aimerez peut-être aussi