Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Lingkungan
Host Agen
A. TBC
(Tuberculosis)
Penyebab:
Mycobacterium
tuberculosis & M.
bovis
Ditularkan lewat udara
saat pasien batuk
atau percikan
ludah.
B.Difteri
Pencegahan:
• Bayi = imunisasi DPT (difteria, pertusis dan
tetanus)
• Anak usia SD = vaksin DT (difteria, tetanus)
• Corynebacterium diphteriae
• Kontak dengan orang atau barang yang terkontaminasi.
• Aliran sistemik
B. FAKTOR MANUSIA
• Secara umum setiap orang dapat terinfeksi malaria, tetapi terdapat
perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin yang berkaitan
dengan perbedaan derajat kekebala.
• Beberapa penelitian menyatakan bahwa perempuan mempunyai respons
imun lebih kuat dibanding pria, namun kehamilan menambah resiko
malaria, termasuk dampak terhadap bayi dalam kandungan.
• Faktor genetik ada yang bersifat protektif
(1)Golongan darah Duffy negatif → kulit hitam
(2)Hb-s penyebab sickle cell anemia
(3)Thalasemia (alfa dan beta) dan mungkin di IRIAN JAYA
(4)Hb F dan Hb E
(5)Defisiensi G-6 PD
(6) Ovalositosis (di Papua New Guinea)
• Status gizi tidak menambah kerentanan terhadap malaria, tetapi yang
bergizi baik dapat mengatasi lebih cepat.
• A. aconitus
• A. punctulatus
• A. taranti malaria di Indonesia
• A. barbirotus
• A. balabacensis
• A. freeborni
• A. quadrimagulatus malaria di Afrika, Asia
dan
• A. albimanus Amerika Latin
Siklus Hidup Nyamuk :
• 4 Stadium metamorfosa : - telur, tempayak, pupa,
dewasa.
• Nyamuk betina sekaligus bertelur : 50-200, bentuk telur
ada bentuk rakit, solitaire, bersayap-mengapung.
• Stadium telur 2-3 hari, menetas jadi tempayak/larva
• Stadium Tempayak, 4-10 hari, jadi pupa/kepompong.
• Stadium Pupa, 2 hari, jadi nyamuk dewasa.
• Stadium Nyamuk dewasa ditandai dengan
berkembangnya sayap secara sempurna kemudian
terbang ke alam terbuka. Nyamuk Anopheles betina
sungutnya lebih panjang dan posisi tubuhnya
membentuk sudut miring dengan permukaan
(secara detil – entomologi)
F. SISTEM PENGAWASAN DAN PEMBERANTASAN
NYAMUK
• TUJUAN :
memutuskan rantai penularan suatu penyakit yang ditimbulkan
oleh vektor.
• Hal-hal yang perlu ditelusuri :
1. Siklus kehidupan nyamuk
2. Lingkungan hidup nyamuk
3. Tingkah laku nyamuk
4. Cara penyebaran nyamuk
5. Cara berpindahnya bibit penyakit.
Untuk Nyamuk :
1. Pengawasan secara fisik atau mekanis.
2. Pengawasan secara kimia dengan insektisida,
Penyemprotan insektisida pada dinding rumah atau tempat
hinggap atau tempat istirahat nyamuk jenis insektisida
yang dipakai.
a. Golongan Chlorinated (HC) DDT, Dielarin, BHC,
dll
b. Golongan Organofosfat : Malation, Temefos, dll
c. Golongan Karbamat : Karbaril, Protoxur, dll
d. Golongan Pyrethrum (Jenis bunga) atau yang dibuat
sintetis.
3. Pengawasan secara biologis
a. Musuh-musuh alami nyamuk dewasa.
b. Musuh-musuh alami larva nyamuk.
c. Cara Genetik yaitu : dengan melepaskan
nyamuk-nyamuk jantan yang sudah “disteril”
sehingga nyamuk betina yang kawin hanya
sekali selama hidupnya tidak akan mampu
menghasilkan telur sampai saat ini
belum terbukti efektif hasilnya, padahal
biaya sangat mahal.
G. PENILAIAN SITUASI MALARIA
• Melalui surveilans – epidemiologi :
• Pengamatan terus menerus atas distribusi dan kecenderungan suatu
penyakit, melalui pengumpulan data yang sistematik, pengolahan data dan
menentukan penanggulangan yang se-tepat-tepatnya.
• Cara pengamatan untuk malaria
• (1) PCD = passive case detection
• Di fasilitas kesehatan : Pustu, Pusk, RS
• (2) ACD = active case detection
• Oleh petugas khusus malaria secara terjadwal
• (3) Survai khusus :
(a) MS (malariomatric survey)
(b) MBS (mass blood survey)
(c) MFS (mass fever survey).
• Parameter pengamatan rutin Malaria
(1) ANNUAL PARASITE INCIDENCE (API)
Kasus malaria yang dikonfirmasi 1 tahun
API X 1000
Jumlah penduduk daerah tersebut
• Kasus malaria pada ACD dan PCD serta dikonfirmasi dengan pemeriksaan
mikroskopis.
(2) ANNUAL BLOOD EXAMINATION RATE (ABER)
Jumlah sediaan daerah diperiksa
x 100
Jumlah penduduk yang diamati
• Merupakan ukuran efisiensi operasional untuk menilai API penurunan
API berarti penurunan insidens bila nilai ABER tinggi
(3) SLIDE POSITIVITY RATE (SPR)
• Adalah persentase sediaan darah positif dari sediaan darah yang
diperiksa
• SPR baru bermakna bila nilai ABER tinggi
(4) PARASITE FORMULA (PF)
• Proporsi dari tiap spesies parasit disuatu daerah spesies dengan PF
tertinggi disebut spesies dominan.
• Interpretasi dari masing-masing dominasi :
(a) P. falciparum dominan
• -penularan baru saja terjadi/ belum lama
• -pengobatan kurang sempurna
(b) P. vivax dominan
-transmisi dini yang tinggi dengan vektor poten (gametosit P. vivax timbul
pada hari 2-3 parasitemia, sedangkan P. falciparum pada hari-8).
-pengobatan radikal kurang sempurna sehingga timbul rekurens.
(c) P. malariae dominan.
• -vektornya berumur panjang karena siklus sporogoni-nya paling panjang.
(5) Unit-unit kesehatan yang belum mempunyai fasilitas laboratorium dapat
juga melakukan pengamatan penderita klinis malaria dinyatakan
dalam proporsi penderita malaria di unit kesehatan tersebut. Proporsi
yang amat meningkat sebagai petunjuk adanya KLB.
(6) MALARIOMETRIK SURVEY (MS)
• Dilakukan didaerah yang belum punya program penanggulangan malaria
yang teratur terutama diluar daerah Jawa-Bali, dengan parameter :
(a) Parasite Rate (PR)
Persentase penduduk yang darahnya mengandung parasit malaria pada
periode waktu tertentu
Kelompok umur yang dicakup biasanya 0-1 tahun dan 2-9 tahun.
PR kelompok umur 0-1 mempunyai arti khusus, disebut INFANT
PARASIT RATE (IPR), sebagai indeks transmisi karena menunjukan
adanya transmisi lokal.
(b) SPLEEN RATE (SR)
Persentase penduduk yang limpa-nya membesar, biasanya pada
kelompok 2-9 tahun.
Bila yang diperiksa kelompok dewasa, hal ini harus dinyatakan khusus.
Klasifikasi HACKET, derajat pembesaran limpa :
• H0 : tidak teraba limpa pada inspirasi maksimal
• H1 : teraba pada inspirasi maksimal
• H2 : teraba sampai garis hirozontal yang melalui pertengahan arcus
costae dan umbilicus pada garis memilaris kiri
• H3 : teraba setinggi garis horizontal melalui Umbilicus
• H4 : teraba setinggi garis horizontal melalui pertengahan Umbilicus dan
Symphisis pubis
• H5 : teraba dibawah garis H4.
(c) AVERAGE ENLARGED SPLEEN (AES)
Indeks rata-rata pembesaran limpa
Dihitung dengan mengalikan jumlah limpa yang membesar pada tiap
ukuran limpa (Hacket) dengan pembesaran limpa pada suatu kelompok
umur.
Untuk mengukur keberhasilan suatu program pemberantasan. AES
seharusnya menurun lebih cepat dibanding SR, bila endemisitas
menurun.
(7) UKURAN ENDEMISITAS
Berdasarkan SR pada kelompok 2-9 tahun :
(a) HIPOENDEMIK : SR 10%
(b) MESOENDEMIK : SR 11-50%
(c) HIPERENDOMIK : SR 50%
(d) HOLOENDEMIK : SR 75% (dewasa : 25%)
Didaerah holoendemik, SR pada orang dewasa rendah karena imunitas
meningkat yang disebabkan transmisi tinggi sepanjang tahun
KLB malaria : -peningkatan jumlah penderita dan kematian karena
malaria yang secara statistik barmakna (ada pembanding).
Malariogenic potential kemungkinan masuknya penderita malaria ke
daerah dimana sudah ada vektor malarianya, yang dipengaruhi 2(dua)
faktor :
(a) Receptivity :
- adanya vektor malaria dalam jumlah besar dan ditunjang oleh faktor
ekologis yang memudahkan penularan
(b) Vulnerability :
- menunjukan suatu daerah malaria atau kemungkinan masuknya orang
atau kelompok penderita malaria dan atau vektor yang telah terinfeksi.
(8) ASAL-USUL TRANSMISI MALARIA
(a) Indigenous : transmisi terjadi setempat/ lokal
(b) Imported : transmisi dari luar daerah
(c) Introduced : kasus kedua dari imported
(d) Induced : bila kasus berasal dari transfusi darah atau suntikan baik
sengaja maupun tidak sengaja.
(e) Relaps : kasus rekrudensi (kambuh dalam 8 minggu) atau rekurensi
(kambuh setelah lebih dari 24 minggu)
(f) Unclassified : asal usul sulit dilacak
(g) Stable : bila transmisi tetap tinggi tanpa fluktuasi selama bertahun-tahun
(h) Unstable : frekuensi transmisi cukup tinggi dari tahun ketahun lebih
mudah ditanggulangi dibanding yang stable.
PEMBERANTASAN MALARIA
A. SEJARAH DI INDONESIA
• Laporan pertama malaria oleh dokter-dokter militer Belanda awal abad
ke-19 (th 1852-1854), pengobatan dengan kina.
• Awal abad ke-20 :
- Malaria pada pekerja perkebunan Sumatra Utara
- Th. 1919-1927 pemberantasan malaria dengan perbaikan sanitasi
lingkungan dan pengobatan dengan kina.
- Th. 1951-1958, dimulai pemberantasan dengan insektisida DDP pada
rumah-rumah penduduk.
• Kebijakan WHO (1958) upaya pemberantasan ditingkatkan ke
pembasmian malaria, khususnya di Jawa-Bali dan Lampung (th 1959-
1968) dengan organisasi KOPEM, dibiayai USAID-WHO. Pembasmian
ini dihentikan th 1965 (karena situasi politik anti USAID) dengan hasil
SPR = 0,15% penduduk terlindungi dari malaria
• Setelah 1965 KOPEM direorganisasi dengan mengintegrasikan
kedalam kegiatan struktural unit pelayanan kesehatan pemerintah
pusat dan daerah serta strategi pemberantasanpasif
• WHO th.1992 melarang penggunaan DDT
B. PEMBASMIAN MALARIA 4 FASE
(1)Fase persiapan :
• Pengenalan wilayah, penyediaan tenaga, bahan, alat, sarana
transport.
(2) Fase penyerangan.
• Penyemprotan rumah dengan insektisida yang mempunyai efek
residual disertai PCD dan ACD (ACD mutlak dilakukan)
(3) Fase konsolidasi.
• Dimulai bila API < 1%
• Kegiatan utama PCD dan ACD
• Bila selama 3 tahun berturut-turut tidak ditemukan kasus malaria
“indigenous” fase ini dihentikan
(4) Fase maintenance/ pemeliharaan
• Mempertahankan hasil yang telah dicapai sebelumnya, sampai
dinyatakan bebas malaria oleh WHO kemudian kegiatan
diintegrasikan kedalam sistem pelayanan kesehatan primer.
C. PEMBERANTASAN MALARIA
(1) Tujuan : untuk menurunkan penularan penyakit dan kematian akibat
malaria, sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat.
(2) Strategi global (Amsterdam, 1992)
(a) Menyediakan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat
(b) Upaya preventif yang selektif dari berkesinambungan, termasuk
pengendalian vektor
(c) Menemukan secara dini, menanggulangi atau mencegah wabah malaria
kegiatan utama PCD dan ACD (tetapi tidak mutlak)
(d) Meningkatkan kemampuan lokal dibidang penelitian dasar dan terapa agar
dimungkinkan penilaian keadaan malaria secara tepat, khususnya faktor
sosial-ekonomi penyakit malaria.
(e) Kesempatan untuk mengurangi kematian malaria sampai setengahnya
dalam tahun 2010 dan setengahnya lagi dalam tahun 2015.
(3) Berbagai kegiatan yang dilaksanakan.
• (a) Menghindari kontak/gigitan nyamuk anopheles (kelambu, obat nyamuk,
repelen, dsb)
• (b) Membunuh nyamuk dewasa dengan insektisida
• (c) Kegiatan antilarva baik secara kimia (larvasida), maupun biologik (ikan
tumbuhan, dll)
• (d) Mengurangi tempat perindukan nyamuk (source reduction)
• (e) Mengobati penderita malaria
• (f) Pengobatan pencegahan bagi wisatawan
• (g) Penelitian untuk vaksinasi malaria (riset dan clinical trial)
(4) RESISTENSI TERHADAP OBAT ANTI MALARIA
(a) Th.1974 : ditemukan P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin di
Kaltim
(b) Hingga th. 1996 ditemukan resistensi P. falciparum terhadap klorokuin
dengan derajat yang berbeda disemua propinsi.
(c) P. falciparum juga telah resistensi terhadap sulfadoksin-pirimetamin
(fansidar) di beberapa propinsi (sumatra, jawa, kelimantan, sulawesi
dan irian jaya)
(d) P.vivax yang resisten terhadap klorokuin ditemukan di irian jaya, pulau
nias, pulau flores, kepulauan maluku.
(e) P. falciparum yang resisten terhadap kina belum pernah ditemukan
secara in-vivo.
(5) IMUNITAS TERHADAP MALARIA
• Hasil penalitian sampai saat ini belum jelas
• Secara umum disimpulkan bahwa imunitas terhadap malaria sangat
kompleks, melibatkan berbagai komponen sistem imun humoral,
seluler, spesifik dan non spesifik.
• Imunitas spesifik timbulnya lambat, bersifat jangka pendek dan tidak
ada imunitas yang permanen.
• Keempat jenis Plasmodium dapat memberikan berbagai derajat
kekebalan heterolog atau kekebalan silang, tetapi bersifat parsial.
• Penelitian pengembangan vaksin lebih banyak diarahkan ke P.
falciparum karena lebih sering menyebabkan kematian.
REFERENSI :
Mansjoer, A etal (2001) : Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Penerbit Media
Aesculapius FKUI, Jakarta