Vous êtes sur la page 1sur 142

Kolaborasi TB-

HIV
Heri Sutanto
Divisi Tropik Infeksi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RS Saiful Anwar Malang –Jawa Timur
CV

Nama : dr. Heri Sutanto, SpPD


Kantor : Divisi Penyakit Tropik Infeksi RSUD dr. Saiful Anwar Malang
Jl JA Suprapto no 2 Malang Telp. (0341)4455
No Kontak : 085106036808
Email : herisutanto.id@gmail.com
Pendidikan :2000-2007 Dokter Umum FK Universitas Brawijaya Malang
2009-2014 Pendidikan dr Spesialis Penyakit Dalam FK Universitas
Brawijaya Malang
Pekerjaan :2007-2008  dokter puskesmas Pembantu Wolomarang
Kab Sika – Flores – NTT
2014  dokter Penyakit Dalam RS Paru Batu (RS. Karsa Husada)
2014- sekarang Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
RSUD dr. Saiful Anwar Malang
Kolaborasi = Ijab Kabul
DOTS
Epidemi TB
Epidemi HIV
HIV dgn risiko Infeksi TB

HIV + TB aktif

HIV + dgn TB aktif


Gambaran Klinis TB yang
Umum
 Onset perlahan dan perjalanan penyakit
kronik
 Gejala Respirasi
 Batuk (biasanya berdahak) > 2-3 minggu
 Batuk darah
 Nyeri dada (biasanya nyeri pleuritik)
 Gejala sistemik yang tidak khusus
(nonspecific) – lebih umum pada anak dan
penderita HIV
 Gejala ekstra paru (jika terlibat)
Gejala Sistemik yang Tidak
Khas
 Demam  65-80% kasus
 Menggigil/keringat malam hari
 Lekas lelah/malaise
 Anorexia/turun berat badan
 Tapi, 10-20% kasus TB tidak ada
bergejala saat diagnosis
Perjalanan HIV/AIDS
Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3 Stadium 4

Tidak ada Gejala Gejala Gejala


gejala di kulit di mukosa sistemik

HIV positif AIDS


Antara 3-10 tahun CD4 < 200
Dermatitis seboroik
Celitis Angularis
Dermatofitosis

Tinea corporis Tinea cruris


Herpes zoster
‘Oral Hairy Leukoplakia’
‘Kandidiasis Oral’
Periodontitis
LGE

*LGE: Linier Gingival Eruption


TBC ekstra pulmonal

TB kelenjar Efusi Perikardial


‘Wasting’
Diagnosis TB pada ODHA
Dewasa
Skrining Gejala dan Tanda

Batuk BB Turun Demam

Keringat TB Ekstra
Paru
Infeksi TB vs Penyakit TB (TB
aktif)
 Infeksi TB – organisme ada, tetapi bersifat
dormant (tidur), tidak dapat menginfeksi
orang lain
 Penyakit TB – orang tsb sakit dan dapat
menularkan penyakitnya ke orang lain
 10% orang dgn infeksi TB akan menjadi
penyakit TB
 Setiap orang dgn TB aktif dapat
menginfeksi 10-15 orang/tahun
Kapan infeksi TB menjadi
penyakit?
 Kebanyakan terjadi dalam 2 tahun
pertama setelah infeksi
 Jika orang menjadi immunocompromised
 HIV
 Kanker
 Khemoterapi
 Diabetes yang tidak terkontrol
 Malnutrisi
Epidemiologi ko-infeksi
TB-HIV
 1/3 ODHA terinfeksi TB
 TB merupakan IO terbanyak dan
penyebab kematian utama pada ODHA
 40 % kematian ODHA terkait dengan
TB
 3,2 juta koinfeksi TB-HIV terdapat di
Asia Selatan & Tenggara
 Diperkirakan dalam 3-5 tahun
mendatang, 20-25% kasus TB pada
beberapa negara di Asia Selatan &
Interaksi TB-HIV
 HIV merupakan faktor risiko utama
menyebabkan TB aktif
 Jumlah progresi menjadi TB aktif:
 > 40 % pada pasien dengan HIV
 5 % pada pasien tanpa HIV
 Risiko reaktifasi infeksi TB:
 2.5-15 % setiap tahun pada pasien dgn
HIV
 < 0.1 % setiap tahun pada pasien tanpa
HIV
Interaksi TB-HIV lanjutan...

 TB mempercepat perjalanan infeksi HIV


 Pasien dgn koinfeksi TB-HIV mempunyai
viral load sekitar 1 log lebih besar daripada
pasien tanpa TB
 Angka mortalitas pada ko-infeksi TB-HIV k.l.
4x lebih besar daripada pasien dengan
hanya TB sendiri
Interaksi TB-HIV lanjutan...
TNF-
IL-6 IL-10

TGF- IL-1

Penurunan CD4
CD4 turun Replikasi MTB Aktivasi immun Peningkatan peningkatan
karena HIV (reactivation/ Karena MTB Replikasi HIV Replikasi HIV
persistance)

Intervensi Terapi MTB Terapi HIV

Boom, 2001
Diagnosis TB pada ODHA
Dewasa
Pemeriksaan Rontgen Dada
Mikroskopis

GeneXpert

Biakan Dahak
Diagnosis TB Paru pada
ODHA Dewasa (1)
Diagnosis TB Paru pada
ODHA Dewasa (2)
Masalah
 Tuberkulosis – kedaruratan global
 Tuberkulosis di populasi dgn prevalensi
HIV yg tinggi merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di antara ODHA
 Ke-2 penyakit menimbulkan stigma
 Ke-2 penyakit memerlukan perawatan
jangka panjang
Tujuan kolaborasi TB-HIV
 Memperkuat layanan TB-HIV
 Menurunkan beban TB pada penderita
HIV (3I’s)
 Intensified Case Finding
(ICF)
 Isoniazid Prevention Therapy
(IPT)
 Infection control (IC)
Bentuk
Kolaborasi
PENURUNAN BEBAN TB
PADA ODHA DAN
PENURUNAN BEBAN HIV
PADA PASIEN TB
INISIASI PEMBERIAN • Pasien TB mengetahui
ART DINI status HIV
• ODHA dikaji TB. • Pasien TB-HIV
• ODHA dengan TB mendapatkan PPK
mendapatkan selama pengobatan TB
pengobatan TB sesuai • Pasien TB-HIV
standar mendapatkan ART
• ODHA baru menerima selama pengobatan TB
PP INH
Terapi ko-infeksi TB-HIV

 Paling sedikit diberikan selama 6


bln
 Pada kasus tertentu diberikan 9
bln
Efek samping hepatotoksis serius
jenis OAT
 PZA : 1,48%
 INH : 0,49%
 Rif :
0,43%
 EMB
Risiko pd: HIV
0,07%
3,8 kali

Yee D et al. Am J Respir Crit Care Med 2003;167:1472-1477


Kemungkinan faktor yg berperan
terjadinya hepatotoksisitas OAT
 Usia lanjut
 Perempuan
 Penyakit hati yg menyertainya
 Dosis OAT terlalu tinggi
 Efek potensiasi dgn obat hepatotoksik lain
 Asetilator cepat INH

Tost JR et al. Int J Tuberc Lung Dis 2005;9:534-540


Kemungkinan faktor yg berperan
terjadinya hepatotoksisitas OAT

 Nutrisi jelek
 Parasitisme meluas
 Infeksi kronis
 Penggunaan OAT yg sembarangan
 Etnis
 Beratnya penyakit
 Alkoholisme kronis
 Predisposisi Genetik
Shakya R et al. Ann Pharmacother 2004; 38:1074-1079
Kriteria menghentikan OAT
pd hepatitis imbas obat
 SGOT dan/atau SGPT > 5 x normal tertinggi atau
 SGOT dan/atau SGPT > 3 x normal tertinggi dgn nausea,
vomitus, nyeri perut, lelah
 Peningkatan bilirubin > 2 g%
 Ikterus

ATS
Terapi ko-infeksi TB-HIV

 Mulai ART pada semua TB-HIV berapapun jumlah CD4nya


 Mulai dengan terapi TB dan dilanjutkan ART secepat mungkin
( 2 – 8 mgg )
 Gunakan EFV jika Odha sedang dalam terapi TB

Jika tidak ada EFV, bisa dipergunakan NVP


(langsung 2 x 200 mg)
Efek Rifampisin terhadap obat2
anti HIV
 Protease inhibitor
 Saquinavir 80 % berkurang
 Ritonavir 35 % berkurang
 Indinavir 92 % berkurang
 Nelfinavir 82 % berkurang
 Amprenavir 81 % berkurang
 Nonnucleoside reverse transcriptase
inhibitor (NNRTI)
 Nevirapine 37 % berkurang
 Efavirenz 26 % berkurang
 Reverse transcriptase inhibitor
 Tidak ada efek
TB dan HIV
Pemberian HAART segera vs ditunda

Alasan menunda terapi HIV sampai TB diobati:


1. HIV merupakan penyakit kronis.
2. Adherence dapat bermasalah.
3. Manajemen toksisitas lebih rumit.
4. Immune restoration dapat menimbulkan
“paradoxical reactions.”
TB dan HIV:
Pemberian HAART segera vs ditunda

Alasan memulai terapi HIV pada awal TB:


1.TB berkaitan dengan aktifasi imun, peningkatan
replikasi HIV, dan mempercepat progresi
penyakit HIV.
2.Terapi antiretroviral yg poten dapat mengurangi
jumlah HIV RNA, memperbaiki fungsi imun dan
memperlambat progresi penyakit HIV.
3.Terapi HIV mengurangi risiko timbulnya IO yang
lain.
Terapi ko-infeksi TB-HIV

Masalah terapi:
 Adherence / jumlah pil banyak
 Efek toksisitas yang tumpang tindih
 mual, muntah, ruam kulit, hepatitis, anemi

 Interaksi obat
 Rifampisin merupakan enzyme inducer yang kuat

 ‘Paradoxical worsening’ TB
 Reaksi Immune reconstitution
 Lebih sering jika ART dimulai lebih dini pada terapi TB
 Jika mungkin tunda ART sampai fase intensif selesai
Efek samping
 HAART  Terapi TB
- demam - demam
- ruam kulit - ruam kulit
- gangguan hati - gangguan hati
- neuropati - neuropati

Sering terjadi dan sama


Immune Reconstitution
Inflammatory Syndrome (IRIS)
TB Immune reconstitution

 Infeksi TB yang sebelumnya tenang menjadi nyata 2-3 minggu


setelah memulai ART akibat meningkatnya respons inflamasi

 Gejala meliputi demam, limfadenopati, abses, lesi paru yang


bertambah buruk dan meluasnya lesi sus. saraf pusat, artritis
Kolaborasi Tb HIV
Program TB Program AIDS
Penemuan kasus/
Entry point/T&C
diagnosis

Terapi TB (DOT)

Profilaksis IO
Fase intensif
Intensive

Dukungan psiko-sosio-ekonomi
Terapi IO
Phase

Pencegahan HIV
ART

Perawatan Pallatif
Fase lanjutan
Kolaborasi Tb HIV

Membentuk mekanisme kolaborasi :


1.Menguatkan kelompok kerja (POKJA)
TB-HIV di semua lini
2.Melaksanakan surveilans HIV pada
pasien TB
3.Melaksanakan perencanaan bersama
TB-HIV
4.Melaksanakan monitoring dan
evaluasi
Kolaborasi Tb HIV

Menurunkan beban TB pada ODHA:


1. Intensifikasi penemuan kasus TB pada
ODHA termasuk pada populasi kunci HIV
dan memastikan pengobatan TB yang
berkualitas
2. Inisiasi Pengobatan Pencegahan dengan
INH dan inisiasi dini ART
3. Penguatan PPI TB di faskes yang
memberikan layanan HIV, termasuk
Tempat Orang Berkumpul (Lapas/Rutan,
Kolaborasi Tb HIV

Menurunkan beban HIV pada pasien TB:


1. Menyediakan tes dan konseling HIV pada
pasien TB
2. Meningkatkan Pencegahan HIV untuk
pasien TB
3. Menyediakan Pemberian PPK pada Pasien
TB-HIV
4. Memastikan perawatan, dukungan dan
pengobatan serta pencegahan HIV pada
pasien ko-infeksi TB-HIV
Multi-drug Resistant (MDR)
TB
 MDR-TB terjadi jika timbul resistensi terhadap
isoniazid dan rifampisin
 Sekitar 300 000 kasus baru MDR-TB setiap tahun
 Saat ini 79% MDR-TB resisten terhadap paling
sedikit 3 atau 4 OAT
 Disebabkan oleh pemberian obat yang tidak
sesuai dan adheren ce yang buruk
Three “I” utk HIV/TB

 Intensified TB case finding


 Isoniazid preventive therapy
 Infection control for TB in HIV care
Intensifikasi penemuan kasus TB
 Skrining gejala TB pd orang yang berisiko tinggi
mendapat TB aktif
 Odha

 Risiko tinggi mendapat HIV

 Kontak rumah tangga, narapidana,


pengguna NAPZA suntik
 DOTS
Hal penting HIV-TB
 TB adalah penyebab IO terbesar
 TB bisa terjadi pada semua tahapan HIV
 HIV merupakan faktor pencetus terbesar untuk
terjadinya TB aktif
 Semakin lanjut tahapan dari HIV, semakin tidak khas
gambaran TB
 Anergi terhadap tes tuberkulin meningkat seiring
dengan menurunnya CD4
Hal penting HIV-TB

 Terapi jangka pendek adekuat untuk


pengobatan
 Profilaksis INH efektif
 Penanganan klinis yang tepat memperbaiki
prognosis walaupun tanpa ART
 ART dapat diberikan bersama-sama dengan
OAT, tetapi dengan pilihan ART terbatas
jika digunakan rifampisin
Tatalaksana Ko-infeksi TB

 Prinsip tata laksana pengobatan TB pada ODHA


sama seperti pasien TB umumnya.
 Obat TB pada ODHA sama efektifnya dengan
pasien TB.
 Yang membedakannya adalah bahwa untuk
Odha yang menderita TB, untuk fase lanjutan
pemberian Obat Anti TB diberikan setiap hari.
Terapi profilaksis INH
 Penurunan Resiko Penyakit TB sekitar 33–67% sampai 48 bulan.
 Apa?
 Penggunaan isoniazid (INH) pada orang dengan infeksi laten
M. tuberculosis
 Mengapa?
 Untuk mencegah progresi menjadi penyakit TB aktif
Prinsip Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid (PP-
INH)
A. PENGERTIAN
PP-INH merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang penting untuk
pencegahan TB pada orang dengan HIV salah satu dari 13 rumusan strategi dan
implementasi kegiatan Kolaborasi TB-HIV dalam RAN 2015-2019 di Indonesia

B. TUJUAN
menurunkan beban TB pada Orang dengan HIV yaitu dengan mencegah kejadian
sakit TB pada mereka

C. SASARAN
 Orang yang terinfeksi HIV baik baru didiagnosis HIV maupun sudah lama didiagnosis
HIV
 ODHA dengan atau belum pernah riwayat TB yang ditemukan di layanan HIV dan
tidak memiliki kontraindikasi pemberian PP-INH
ALGORITMA PEMBERIAN PENGOBATAN
PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID PADA ODHA
Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid pada ODHA ada 2 :

Primer  Pemberian INH pada ODHA yang belum pernah sakit TB


Sekunder  Pemberian INH pada ODHA yang sudah pernah sakit TB

 Tahapan :
1. Skrining gejala dan tanda TB meliputi (Formulir Skrining TB pada ODHA dan Penilaian Kriteria
Pemberian PP INH)
2. Pemeriksaan Ronsen toraks sebagai skrining TB jika tersedia
3. Jika ditemukan minimal satu gejala dan tanda, atau pemeriksaan foto toraks mendukung
terduga TB lanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis dahak Tes Cepat Molekuler (TCM )
Penegakkan diagnosis dan pengobatan TB merujuk Pedoman Nasional TB
4. Jika pada ODHA tidak ditemukan gejala dan tanda TB, dilanjutkan dengan penilaian kriteria
pemberian PP INH
Penilaian Kriteria Pemberian PP INH,yaitu :

1. Tidak sakit TB
2. Tidak ada kontraindikasi yaitu :
─ Gangguan fungsi hati (SGOT/SGPT >3x batas atas normal/ikterus),
─ Neuropati perifer berat (mengganggu aktivitas),
─ Riwayat alergi INH ,
─ ODHA dengan riwayat diagnosa resisten INH ( monoresisten/ poliresisten,
TB MDR)

Catatan  :
 Meskipun kejadian hepatotoksik pemberian INH sangat kecil (antara 0,001-
0,004%), pemeriksaan SGOT dan SGPT diperlukan pada penderita yang telah
diketahui Hepatitis B, hepatitis C dan alkoholik.
 Pada ODHA yang Alkoholik boleh diberikan PP-INH jika SGPT dan SGOT dalam
batas normal
Algoritma IPT (Update 2018)
Pemberian INH tidak
menunggu
3 bulan setelah pemberian
ART

Tidak
ada

Penilaian
Kontra
Indikasi
INH

Ad Tidak
a ada

Tunda PP- PP-INH


INH Terapi
ARV
TB-HIV
CARA PEMBERIAN PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN
ISONIAZID
 Berat Badan ≥ 30kg :

 Isoniazid dosis 300 mg + Vitamin


B6 25 mg setiap hari selama
 Berat Badan < 30kg :
6 bulan (180 dosis)
 INH diberikan dengan dosis 10
mg/kg berat badan
Catatan :
– Tujuan pemberian vitamin B6 untuk mengurangi efek samping INH.
– Dosis vitamin B6 tetap 25 mg per hari atau 50mg selang sehari atau 2
hari sekali
– Informasi mengenai pemberian profilaksis dengan INH harus diberikan
pada pasien termasuk tentang keuntungan, efek sampking dan
pentingnya kepatuhan selama diberikan INH melalui pendekatan 5M
(mengkaji, Menyarankan, menyetujui , membantu, merencanakan).
PEMANTAUAN PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID

 Pemantauan PP INH ini dilakukan baik selama dan


setelah pemberian PP INH
 Tujuan pemantauan selama pengobatan adalah untuk
memastikan agar pasien meminum obat secara
teratur dan mengetahui efek samping secara dini
 Pemantauan setelah PP-INH selesai dilakukan setiap
kunjungan ke layanan HIV. Menurut WHO efek proteksi
dari pemberian PP INH bertahan sampai dengan 3
tahun, sehingga pemberian PP INH ulang dapat
dilakukan setelah 3 tahun
Hal-hal yang perlu dipantau Hal-hal yang perlu dipantau
selama pemberian PP INH adalah: sesudah pemberian PP INH
─ Gejala/keluhan yang mengarah pada sakit TB adalah:
seperti batuk, demam, keringat malam dan berat
─ Gejala/keluhan yang mengarah
badan menurun.
pada sakit TB seperti batuk,
─ Efek samping INH: demam, keringat malam dan berat
 Gatal – gatal, ruam badan menurun.
 Gejala neuropati perifer antara lain baal dan Pemeriksaan fisik: berat badan,
kesemutan suhu tubuh, tanda ikterus dan
 Gejala hepatotoksik antara lain berupa mual pembesaran kelenjar getah bening.
dan muntah
─ Pemeriksaan fisik: berat badan, suhu tubuh,
tanda ikterus dan pembesaran kelenjar getah
bening.
─ Kepatuhan pasien dalam minum INH melalui
pendekatan 5M ( menilai, menyarankan, Selama pemantauan bila ditemukan
menyetujui, menyepakati, dan merencanakan)
gejala seperti di atas maka perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan
Penanganan Efek Samping PP INH

Efek Samping Penanganan


Gatal, kemerahan kulit Singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain,
berikan anti-histamin (sambil meneruskan PP INH
dengan pengawasan ketat). Bila gatal disertai
kemerahan hentikan PP INH. Tunggu sampai
kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek
samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.

Mual, muntah, tidak nafsu makan INH diminum malam sebelum tidur

Ikterus tanpa penyebab lain . Hentikan INH

Baal, kesemutan Tambahkan dosis vitamin B6 sampai dengan


100mg
Hasil akhir pengobatan

1. Pengobatan lengkap : Pasien yang telah menyelesaikan PP INH selama 6 bulan atau total 180
dosis
2. Lost to follow up ( putus berobat) : Putus obat adalah pasien yang tidak minum obat INH
selama 1 bulan secaraberturut turut atau lebih.
3. Gagal selama pemberian PP INH : Pasien yang selama waktu pemberian PP INH menjadi sakit
TB, dibuktika dengan hasil pemeriksaan sputum BTA positif atau geneXpert positif atau foto toraks
menunjukkan gambaran TB.
4. Gagal setelah pemberian PP INH : Pasien yang setelah pemberian lengkap PP INH menjadi sakit
TB, dibuktikan dengan hasil pemeriksaan sputum BTA positif atau geneXpert positif atau foto
toraks menunjukkan gambaran TB dalam masa pemantauan 3 tahun
5. Pindah : Pasien yang pindah dan melanjutkan pengobatan ke fasilitas pelayanan lain selama 6
bulan masa pemberian PP INH.
6. Meninggal :Pasien yang meninggal sebelum menyelesaikan paduan PP INH selama 6 bulan atau
180 dosis dengan sebab apapun.
7. Efek samping berat : Pasien yang tidak dapat melanjutkan PP INH karena mengalami efek
samping berat.
Pelacakan Pasien Mangkir

 Pasien mangkir adalah: pasien yang tidak datang maksimal 2


hari dari jadwal kunjungan untuk pemantauan
 Langkah-langkah yang harus dilakukan jika pasien mangkir:
1. Tim pelaksana di RS menghubungi pasien atau PMO melalui telepon
2. Jika pasien atau PMO tidak dapat dihubungi melalui telepon, tim
pelaksana datang mengunjungi ke rumah pasien tersebut.
3. Tanyakan alasan pasien mangkir dan bantu pasien untuk menghadapi
masalah yang terkait dengan alasan mangkirnya.
4. Lakukan skrining gejala TB. Bila tidak ada gejala lanjutkan PP INH
sampai dosis lengkap (180 dosis). Bila ada gejala TB, lakukan
penegakan diagnosis sesuai alur.
5. Lakukan konseling adherence ulang
Tatalaksana pada kasus lost to follow up

Lama
putus Tindakan
berobat
 Lakukan skrining gejala TB.
< 1 bulan  Bila ada gejala, rujuk untuk menegakkan diagnosis
TB; kalau tidak ada TB aktif lanjutkan pengobatan
sampai dosis lengkap (total 180 dosis)

• Lakukan skrining gejala TB


> 1 bulan • Bila ada gejala, rujuk untuk menegakkan diagnosis
TB; kalau tidak ada TB aktif, mulai PP INH dari awal.
Kapan INH mulai diberikan?

 Setelah selesai pemberian PP INH,


manfaat proteksi dapat dipantau
setiap tahun selama 3 tahun.
 Pada setiap kunjungan pasien tetap
dilakukan pengkajian status TB. PP
INH harus diulang setelah 3 tahun.
Pengobatan Pencegahan
Kotrimoksasol (PPK)
 Utk mencegah Pneumocystis pneumonia,
toksoplasmosis dan infeksi bakteri, isospora
beli dan malaria
 Pada ODHA dewasa yang akan memulai
terapi ARV dengan CD4 di bawah 200
sel/mm3; dianjurkan untuk memberikan
kotrimoksasol 2 minggu sebelum ARV

a KTX dihentikan bila ODHA dgn sindrom Stevens-Johnson, penyakit hati


berat, anemia atau pansitopenia berat, atau HIV negatif. Kontraindikasi
KTX: alergi sulfa, penyakit liver berat, penyakit ginjal berat, dan defisiensi
G6PD.
b Pd semua ODHA tanpa melihat CD4 atau stadium klinis pada prevalensi
HIV tinggi, kematian bayi tinggi akibat penyakit-penyakit infeksi, atau
pelayanan dengan infrastruktur terbatas.
c Jika inisiasi awal untuk profilaksis Pneumocystis pneumonia atau
toksoplasmosis pada wilayah dgn prevalensi infeksi bakteri tinggi atau
Kriteria
Usia Kriteria inisiasi Dosis Monitoring
pemberhentiana

Dosis trimetoprim
Sampai risiko transmisi Dilihat klinis
Bayi terpajan Semua bayi, dimulai usia 4-6 mg/kgBB
HIV berakhir atau infeksi dengan interval
HIV 6 minggu setelah lahir sekali sehari
HIV sudah disingkirkan tiap 3 bulan
(sesuai IDAI)

Sampai usia 5 tahun


Bayi HIV <1
Semua bayi b
tanpa melihat % CD4
tahun
atau gejala klinisc
Dosis trimetoprim
Stadium klinis WHO 2,3 Dilihat klinis
5 mg/kg BB sekali
dan 4 tanpa melihat % dengan interval
sehari
CD4 atau tiap 3 bulan
Anak HIV 1-5   Bila CD4 mencapai >
Stadium klinis WHO
tahun 25%
berapapun dan CD4
<25%
Atau semuanyab

Jika CD4 ≥ 200 sel/mm3


Stadium klinis WHO
setelah 6 bulan ARV d
berapapun dan CD4
<200 sel/mm3 d Anak: trimetoprim Jika tidak tersedia
Atau stadium klinis WHO 5 mg/kgBB sekali pemeriksaan CD4, PPK Dilihat klinis
> 5 tahun- diberhentikan setelah 2
2, 3 atau 4 b sehari dengan interval
dewasa
Dewasa: 960 mg tahun ART tiap 3 bulan
sekali sehari
Tuberkulosis aktif, Sampai pengobatan TB
berapapun nilai CD4 selesai apabila CD4 >
200 sel/mm3d
Perilaku risiko tinggi utk HIV
Infeksi TB

Kel. 1:
HIV + dan TB -
Kel. 5:
HIV - dan
TB aktif

Kel 4:
HIV – tetapi
berperilaku risiko
Kel. 2: tinggi dan TB aktif
HIV + dan infeksi
TB laten

Kel. 3:
HIV + dan TB aktif
Perilaku risiko tinggi utk HIV
Infeksi TB

Kel. 1:
HIV + dan TB -
Risiko HIV Infeksi TB

Kel. 1:
HIV (+) dan TB (-)
•BCG (utk anak kecil, HIV
asimptomatik)
•Perawatan HIV/AIDS
berkesinambungan
•Penyuluhan kes utk HIV
(dan TB), termasuk skrining
IMS, promosi kondom dan
NAPZA suntik yg aman
•Pemantauan terus
menerus terhadap TB aktif
Risiko HIV Infeksi TB

Kel. 2:
HIV (+) dan infeksi TB laten
•Profilaksis primer utk infeksi TB
•Perawatan HIV/AIDS
berkesinambungan
•Penyuluhan kes utk HIV (dan
TB), termasuk skrining utk IMS,
promosi kondom dan NAPZA
sutik yg aman
•Pemantauan terus menerus
terhadap TB aktif
Risiko HIV Infeksi TB

Kel. 3:
HIV (+) dan TB aktif

•DOTS
•Perawatan HIV/AIDS
berkesinambungan
•Penyuluhan kes utk HIV dan TB,
termasuk skrining utk IMS, promosi
kondom dan NAPZA suntik yg aman
•Kotrimoksasol selama terapi TB
Risiko HIV Infeksi TB

Kel. 4:
HIV (-) berisiko dan
TB aktif
•DOTS
•Penyuluhan kes utk
HIV dan TB,
termasuk skrining utk
IMS, promosi
kondom dan NAPZA
suntik yg aman
Risiko HIV Infeksi TB

Kel. 5:
HIV (-) dan
TB aktif
•DOTS
Risiko HIV Infeksi TB
Kel. 1:
HIV (+) dan TB (-)
•BCG (utk anak kecil, HIV
asimptomatik) Kel. 5:
•Perawatan HIV/AIDS HIV (-) dan
berkesinambungan TB aktif
•Penyuluhan kes utk HIV (dan •DOTS
TB), termasuk skrining utk IMS,
promosi kondom dan NAPZA
suntik yg aman Kel. 4:
•Pemantauan terus menerus HIV (-) berisiko dan
terhadap TB aktif TB aktif
Kel. 3: •DOTS
Kel. 2:
HIV (+) dan TB aktif •Penyuluhan kes utk
HIV (+) dan infeksi TB laten
HIV dan TB,
•Profilaksis primer utk infeksi TB •DOTS termasuk skrining utk
•Perawatan HIV/AIDS •Perawatan HIV/AIDS IMS, promosi
berkesinambungan berkesinambungan kondom dan NAPZA
•Penyuluhan kes utk HIV dan TB, suntik yg aman
•Penyuluhan kes utk HIV (dan TB),
termasuk skrining utk IMS, promosi termasuk skrining utk IMS, promosi
kondom dan NAPZA suntik aman kondom dan NAPZA suntik yg aman
•Pemantauan terus menerus •Kotrimoksasol selama terapi TB
terhadap TB aktif
Laki–laki 23 tahun
Riwayat penyakit
 Mengeluh sudah satu tahun batuk
hilang timbul dan mendapat terapi
3 bulan yang lalu di RS A
 Didiagnosis TB Paru
 RS memberikan obat OAT kategori I
 Pasien ditemukan saat mobile klinik
oleh puskesmas, dilakukan tes HIV
dan hasil menunjukkan 3 tes reaktif
kasus 1
 Tn M, 23 tahun  Rencana saat ini?
 TB paru BTA positif,
pengobatan sudah 1 bulan
dgn FDC fase awal
 LSL
 Hb 13 leukosit 2500
trombosit 111000
 SGOT 45, SGPT 50
 HBsAg -, anti-HCV -
 PITC  Selanjutnya apa yang
dilakukan ?
 A) hasilnya nonreaktif
 OAT teruskan
 KIE
 Test 3 bulan lagi
 PITC  Selanjutnya pemeriksaan apa
yang dilakukan ?
 A) hasilnya reaktif
 Periksa CD4  Terapi apa yang diberikan ?
 a ) jika tak ada
 b ) jika ada hasinya CD4 55
sel/mm3
a. Pemberian terapi ARV?
b. Profilaksis kotrimoksasol?
c. Konseling pra-ARV?
kasus 1
 Ps memulai  ARV kemudian dimulai
Kotrimoksasol 1 x 960  Pilihan terapi?
mg selama 10-14 hari
A. Duviral (Zidovudine, Lamivudine) +
 Tidak ada reaksi alergi
Nevirapine?
B. Stavudine + Lamivudine +
Nevirapine?
C. Duviral + Efavirenz?
D. Tenofovir + Lamivudine + Efavirenz?
 Duviral + Efavirenz
kasus 1
 Sepuluh hari sejak mulai ARV,  Bagaimana penatalaksanaan
pasien demam selanjutnya?
 Timbul lemas dan anemia  Obat apa yang sebaiknya
dihentikan?
 Cek Hb
 Stop duviral
 Ganti dengan TDF
1. Jenis formulir pencatatan dan
pelaporan
Formulir HIV :
1.Formulir skrining gejala dan tanda TB dan penilaian
kriteria pasien untuk pemberian PP INH
2.Ikhtisar perawatan HIV dan Terapi Antiretroviral (ART)
3.Register Pra ART
4.Register ART
5.Formulir Tes HIV
6.Laporan Bulanan Perawatan HIV
7.Laporan Bulanan Konseling dan Tes HIV Atas Inisiasi
Petugas Kesehatan (KTIP)
Formulir skrining
gejala dan tanda
TB dan penilaian
kriteria pasien
untuk pemberian
PP INH
2. Ikhtisar Perawatan HIV dan Terapi Antiretroviral
(ART)-Halaman 1

Terapi
Antiretrov
iral (ART)

Pengobat
an TB
selama
Perawata
n HIV
2. Ikhtisar Perawatan HIV dan Terapi Antiretroviral (ART)-
Halaman 2

Obat ARV
dan dosis
yang
diberikan
3. Register Pra ARTData
Kunjun
gan
Bulana
n

PP INH (Ya
atau Tidak)
4. Register ART

Pemberian PP
INH saat mulai
ART
(ya atau tidak)
4. Register ART Data
Kunjun
gan
Bulana
n
Kelompok
populasi Khusus
5  pasien
Koinfeksi TB-HIV
Pengisian
status TB
(1,2,3,4)
3  di
terapi TB
No Rekam Medis, No
Register, NIK
Nama, Alamat, Provinsi,
Kota/Kab, Nama Ibu
Kandung
Jenis kelamin, Status
Perkawinan, Tanggal
lahir, status kehamilan,
umur anak terakhir,
jumlah anakterakhir,
Pendidikan kandung
pekerjaan

Status kunjungan

5. Formulir Tes HIV

Halama
Pemberian Informasi
(TIPK)
- Tanggal pemberian
Informasi
- Pernah tes HIV
sebelumnya
-TesPenyakit
Antiboditerkait
HIV pasien
- Tanggal tes,
Kesediaan Jenistes
untuk tes
- Hasil tes R1, R2, R3
- Kesimpulan hasil tes
HIV
Konseling Pasca Tes
- Tindak Lanjut TIPK
- Tanggal konseling
pasca tes
- Terima hasil, Kaji
gejala TB, Jumlah
kondom diberikan
- Nama petugas
kesehatan
- Status layanan
5. Formulir Tes HIV
- Jenis pelayanan Halama
n2
6.Laporan Bulanan Perawatan HIV (LBPHA Lbr.1)
7. Laporan Bulanan Tes HIV dan Konseling Atas
Inisiasi Petugas Kesehatan (TIPK)
Jenis formulir pencatatan dan
pelaporan
Formulir TB :
1. Daftar Terduga TB (TB.06).
2. Formulir Permohonan Pemeriksaan Bakteriologis TB (TB.05).
3. Register Laboratorium TB untuk Laboratorium Faskes
Mikroskopis dan Tes Cepat (TB.04).
4. Register Laboratorium TB Untuk Rujukan Tes Cepat, Biakan
Dan Uji Kepekaan (TB.04 Rujukan)
5. Kartu Pengobatan Pasien TB (TB.01).
6. Kartu Identitas Pasien TB (TB.02).
7. Register TB Fasilitas Kesehatan (TB.03 Faskes)
8. Formulir Rujukan/Pindah Pasien TB (TB.09).
9. Formulir Hasil Akhir Pengobatan Pasien TB Pindahan
(TB.10).
10. Laporan triwulan penemuan dan pengobatan pasien TB
kabupaten/kota (TB.07)
11. Laporan triwulan hasil pengobatan pasien TB
kabupaten/kota yang terdaftar 12-15 bulan yang lalu
 1. Daftar Terduga TB (TB.06)

(13) Status HIV diisi


dengan:
Tulis Pos: untuk hasil tes
HIV positif
Tulis Neg: untuk hasil tes
HIV negatif
Tulis TD: untuk hasil tes
HIV yang tidak diketahui
2. Formulir
Permohonan
Pemeriksaan
Bakteriologis
TB (TB.05). Jenis Terduga/ Pasien TB:
Pada kotak TB HIV
dicentang jika Pemeriksaan
Bakteriologis TB dilakukan
untuk terduga TB/Pasien TB
pada ODHA
3. Register Laboratorium TB untuk Laboratorium
Faskes Mikroskopis dan Tes Cepat (TB.04)
4. Register Laboratorium TB Untuk Rujukan Tes
Cepat, Biakan Dan Uji Kepekaan (TB.04 Rujukan)
5. Kartu Pengobatan Pasien TB (TB.01)
(depan)Indonesia/2015
Klasifikasi Berdasarkan
Status HIV (pasien TB sudah
mengetahui status HIV
sebelum memulai
pengobatan TB)
Beri tanda rumput(√) untuk
isian Positif/ Negatif/ Tidak
diketahui
5. Kartu Pengobatan Pasien TB (TB.01)
(belakang) Indonesia/2015
Layanan Tes dan Konseling HIV
Selama Pengobatan
(Tulis tanggal dianjurkan
Tes)
6. Kartu Identitas
Pasien TB (TB.02).
7. Register TB Fasilitas Kesehatan (TB.03 Faskes)
(bagian TB-HIV) - Indonesia/2015

Layanan Tes dan Konseling HIV


Selama Pengobatan
Hasil Tes HIV: R/I/NR
8. Formulir
Rujukan/Pindah Pasien
TB (TB.09).
9. Formulir Hasil Akhir
Pengobatan Pasien TB
Pindahan (TB.10).
10. Laporan triwulan penemuan dan pengobatan pasien TB
kabupaten/kota (TB.07)-Blok 3

11. Laporan triwulan hasil pengobatan pasien TB kabupaten/kota


yang terdaftar 12-15 bulan yang lalu (TB.08)-Blok 3
2. Mekanisme Pencatatan

MODEL LAYANAN
TERINTEGRASI
Formulir HIV
PDP Formulir TB
[tes dan
1. TB.06
diagnosa TB,
2. TB.05
OAT dan
3. TB.01
pemantauanya]
4. TB.02
5. TB.03 Faskes
2. Mekanisme Pencatatan

MODEL LAYANAN
TERINTEGRASI
Formulir TB
DOTS Formulir HIV
[TIPK, PPK,
ART selama 1. Formulir tes HIV
pengobatan 2. Ikhtisar perawatan HIV dan ART
TB] 3. Register Pra ART
4. Register ART
2. Mekanisme Pencatatan

MODEL LAYANAN
PARALEL

PDP /
Tes Mekanisme DOTS
Rujukan
HIV
Formulir Rujukan ke
Formulir Formulir TB
Klinik DOTS atau
HIV Klinik KTHIV/ PDP
Contoh ruang tunggu


Contoh Bangsal
Contoh poliklinik
Contoh ruang berdahak
2. Mekanisme Pelaporan

• Integrasi ke dalam program HIV dan


program TB
 Laporan kegiatan menurunkan beban TB
pada ODHA diintegrasikan dengan
laporan bulanan perawatan HIV dan ART
dilaporkan bulanan
 Laporan kegiatan menurunkan beban HIV
pada pasien TB diintegrasikan dengan
laporan TB.07 dan TB.08, dilaporkan
Triwulan.
2. Mekanisme Pelaporan

• Unit TB di faskes memastikan semua data


TB yang berkaitan dengan TB-HIV di catat
dalam formulir TB  laporkan melalui SITT
 Tugas Wasor kab/kota memastikan data
TB-HIV tercatat di formulir TB dan
terlaporkan

• Unit HIV di faskes memastikan semua data


tercatat di formulir HIV  dilaporkan melalui
SIHA
 Tugas Pengelola HIV kab/kota memastikan
data TB-HIV tercatat di formulir HIV dan
Formulir permintaan diagnosis hiv
Inform consent

Inform
Consent
diberikan jika
pasien
menolak
Formulir rujukan
“we can't fight AIDS
unless we do much more
to fight TB as well


Nelson Mandela
Dampak pemberian obat ARV
September 2003 Januari 2004
Sebelum ART (AIDS) Sesudah ART
Masih kah Kita
Tidak
Berkolaborasi???
TERIMA KASIH

Slides dikumpulkan dari beberapa sumber


antara lain HIVNAT, ASHM, TALC, Atlas of HIV Infection,
and HIV Infection and AIDS

Vous aimerez peut-être aussi