Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
SINONIM
juvenile angiofibroma, juvenile nasopharyngeal
nasofaring belia.
DEFINISI
tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang
EPIDEMIOLOGI
Insiden angiofibroma tinggi dibeberapa bagian
dari belahan dunia, seperti pada Timur Tengah dan Amerika Walapun angiofibroma merupakan tumor jinak yang paling sering pada nasofaring, tetapi jumlahnya >0,05% dari tumor kepala dan leher Pada laki-laki dan umur rata-rata yang terkena sekitar 14 tahun (Harrison, 1976). bervariasi antara umur 7 dan 19 tahun (Martin, Ehrlich dan Abela, 1948). jarang pada pasien lebih dari 25 tahun.
ETIOLOGI
Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai
macam teori banyak dikemukakan. Teori jaringan asal, bahwa tempat perlekatan spesifik angiofibroma adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung. Faktor hormonal dikemukakan sebagai penyebabnya. Banyak bukti memperlihatkan secara langsung adanya reseptor seks-hormon, seperti reseptor androgen (RA), reseptor estrogen (RE), dan reseptor progesteron (RP), pada tumor ini.
PATOGENESIS
Tumor pertama kali tumbuh di bawah mukosa di
foramen
masuk
ke
fisura
pterigomaksila
mendesak dinding
kedua bola mata maka tampak gejala yang khas pada wajah seperti muka kodok
fossa intratemporal dan pterigomaksila masuk ke fossa serebri media. Dari sinus etmoid masuk ke fossa serebri anterior atau dari sinus sfenoid ke sinus kavernosus dan fosa hipofise
Secara
makroskopik,
angiofibroma
nampak
sebagai keras, berlobulas. Warnanya bervariasi dari merah muda sampai putih. Bagian yang terlihat di nasofaring dan dibungkus oleh
GAMBARAN KLINIK
Gejala
Obstruksi nasal
Epistaksis,
biasanya
unilateral
dan
rekuren
(berulang)
Sakit
jika
sinus-sinus
Muka bengkak
mata
otalgia,
pembengkakan
palatum,
menonjol
(proptosis, massa
palatum mukosa
yang pipi
membengkak,
terdapat
terhalangnya tuba eustachius, pembengkakan zygomaticus, dan trismus (kejang otot rahang)
Gambar 1. Angiofibroma
DIAGNOSIS
Diagnosis angiofibroma ditegakkan berdasarkan
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Laboratorium :
(3)
- Hb, karena sering ditemukan keadaan anemia yang kronis. Pemeriksaan Penunjang : 1. Biopsi Tidak dilakukan karena merupakan kontraindikasi sebab dapat mengakibatkan perdarahan yang masif. 2. Histologis terdiri dari jaringan fibrosa padat menyisipkan dengan pembuluh darah dari ukuran bervariasi dan konfigurasi. dindingnya hanya dari lapisan
3. Pemeriksaan radiologis konvensional (foto kepala potongan antero-posterior, lateral dan posisi Waters) terlihat tanda Holman Millerpendorongan prosesus pterigoideus ke belakang, sehingga fisura pterigo-palatina melebar. 4. CT-Scan Dengan zat kontras akan tampak secara tepat perluasan massa tumor serta destruksi tulang ke jaringan sekitarnya. Juga terlihat perluasan sinus sfenoid atau invasif dari pterygomaksillaris dan fossa infratemporal
Gambar 2. Potongan koronal, lesi mengisi rongga nasal kiri dan sinus etmoid, menghambat sinus maksila dan deviasi septum nasal ke sisi kanan.
5. Angiografi gambaran vaskuler yang banyak, terlihat lesi vaskuler yang terutama disuplai oleh cabang dari
KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut SESSION sebagai berikut :
- Stadium IA : tumor terbatas di nares posterior & atau nasofaringeal - Stadium IB : tumor meliputi nares posterior & atau nasofaringeal dengan meluas sedikitnya 1 sinus paranasal. - Stadium IIA : tumor meluas sedikit ke fossa pterigomaksila - Stadium IIB :tumor memenuhi fossa pterigomaksila tanpa mengerosi tulang orbita. - Stadium IIIA :tumor telah mengerosi dasar tengkorak & meluas sedikit ke intrakranial.
Stadium I nasofaring
Stadium III :
tumor
menginvasi
fossa
DIAGNOSIS BANDING
Granuloma piogenik (pyogenic granuloma).
PENATALAKSANAAN
Terapi Medis
- Terapi hormonal 1. Flutamide hormonal, suatu nonsteroid androgen blocker atau testosterone receptor
suatu
zat
dalam
pembuluh
darah
untuk
Terapi Pembedahan
Teknik rinotomi lateral, transpalatal, transmaksila, atau sphenoethmoidal digunakan untuk tumor-tumor yang kecil (Klasifikasi Fisch Preoperative Postoperative stadium I atau II). Lateral Rhinotomy
- Pendekatan fossa infratemporal digunakan ketika tumor telah meluas ke lateral. - Pendekatan midfacial degloving, dengan atau tanpa osteotomi LeFort, memperbaiki akses
koronal untuk kraniotomi frontotemporal dengan midface osteotomies untuk jalan masuk. Pendekatan memudahkan extended anterior tumor subcranial sekaligus
pemotongan
sinus kavernosus.
- Intranasal endoscopic surgery dipersiapkan untuk tumor yang terbatas pada rongga hidung dan
KOMPLIKASI
perluasan intrakranial (penyakit stadium IV)
injury terhadap struktur vital dan transfusiperioperatif. perdarahan yang banyak (excessive bleeding). Transformasi keganasan (malignant transformation). Kebutaan sementara (transient blindness) hasil embolisasi Osteoradionecrosis & atau kebutaan karena kerusakan saraf mata dapat terjadi dengan radioterapi.
PROGNOSIS
Berbagai faktor risiko yang berkaitan dengan
kekambuhan
Meskipun
tidak
bersifat
seperti
kanker,