Vous êtes sur la page 1sur 101

Lampiran 1.

Tabel Sifat properties Udara

(Sumber : ASRHAE, 1997)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Tabel properties Amonia

(Sumber : ASRHAE, 1997)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3 . Tabel ukuran standart pipa

(Sumber : Annual book of ASTM International. 2016)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. Tabel data hasil pengujian hari pertama
Waktu Amonia Udara
V (m/s)
(menit) T in ( C ) T out (oC )
o
T in ( C ) T out (oC )
o

1 4.45 63.6 46.1 31.2 31.21


2 4.21 63.7 45.9 31.2 31.22
3 5.22 63.7 46.4 31.2 31.21
4 4.14 63.6 46.1 31.2 31.22
5 5.31 63.4 46.5 31.2 31.22
6 5.33 63.2 46.3 31.2 31.22
7 4.33 63.7 46.8 31.2 31.23
8 4.3 63.6 46.6 31.2 31.22
9 4 63.9 46.6 31.2 31.22
10 4.12 64.1 46.7 31.2 31.22
11 4.41 64.6 47.3 31.2 31.22
12 4.55 64.8 47.4 31.2 31.22
13 5.2 65.1 47.3 31.2 31.22
14 5.43 65.4 48.1 31.2 31.22
15 5.21 65.8 47.5 31.2 31.23
16 4.34 66.1 47.4 31.2 31.22
17 4.54 66.3 47.6 31.2 31.22
18 4.64 66.5 47.8 31.2 31.23
19 5.2 67.1 48.5 31.2 31.22
20 5.32 67.3 48.6 31.2 31.22
21 5.26 66.9 48.1 31.2 31.22
22 4.21 68.1 48.4 31.2 31.22
23 4.56 68.4 48.7 31.2 31.23
24 4.78 69.3 49.1 31.2 31.23
25 5.13 69.7 48.8 31.2 31.23
26 4.13 69.5 48.6 31.2 31.23
27 4.67 70.1 49.2 31.2 31.23
28 4.54 70.5 49.6 31.2 31.23
29 4.34 71.5 50.4 31.2 31.23
30 4.34 72.4 51.6 31.2 31.25
31 5.21 72.8 51.9 31.2 31.23
32 5.33 72.7 52.1 31.2 31.23
33 4.13 72.8 52.2 31.2 31.25
34 4.33 72.8 52.1 31.2 31.24
35 4.53 71.7 50.8 31.2 31.25
36 5.21 71.9 51.5 31.2 31.24
37 4.87 72.3 52.2 31.2 31.24
38 5.32 72.7 52.5 31.2 31.24

Universitas Sumatera Utara


39 4.88 72.7 52.4 31.2 31.25
40 4.59 72.9 52.2 31.2 31.26
Sumber : Data primer

Lampiran 5 Data hasil pengujian hari kedua


Waktu Amonia Udara
V (m/s)
(menit) T in ( C ) T out (oC )
o
T in ( C ) T out (oC )
o

1 4.22 64.2 45.7 31.2 31.22


2 5.13 63.4 45.2 31.2 31.21
3 5.21 63.7 45.3 31.2 31.21
4 4.87 63.6 46.1 31.2 31.22
5 4.93 63.5 46.1 31.2 31.22
6 5.25 63.7 45.4 31.2 31.21
7 4.98 63.9 46.3 31.2 31.21
8 5.12 64.2 45.5 31.2 31.21
9 5 64.1 46.4 31.2 31.21
10 4.3 64.3 47.2 31.2 31.23
11 4.55 64.7 47.1 31.2 31.22
12 4.35 64.9 47.3 31.2 31.22
13 4.62 65.3 46.3 31.2 31.22
14 4.76 65.2 46.5 31.2 31.22
15 5.32 65.2 46.2 31.2 31.22
16 4.86 65.7 46.7 31.2 31.23
17 5.31 65.8 47.2 31.2 31.22
18 4.35 66.6 48.3 31.2 31.23
19 4.53 67.4 48.1 31.2 31.24
20 4.65 68.4 48.4 31.2 31.24
21 4.91 68.7 48.2 31.2 31.24
22 4.32 68.4 48.7 31.2 31.24
23 5.43 69.5 48.2 31.2 31.23
24 4.66 69.6 48.8 31.2 31.23
25 4.54 69.9 48.9 31.2 31.24
26 4.65 70.3 49.4 31.2 31.23
27 4.56 70.7 49.6 31.2 31.24
28 5.31 71.4 49.8 31.2 31.23
29 4.54 72.1 51.3 31.2 31.24
30 4.65 70.6 50.2 31.2 31.25
31 4.87 71.8 50.4 31.2 31.24

Universitas Sumatera Utara


32 4.69 72.4 50.6 31.2 31.25
33 5.32 72.8 49.7 31.2 31.24
34 4.55 72.7 50.7 31.2 31.25
35 4.66 72.3 51.8 31.2 31.25
36 4.57 71.7 51.9 31.2 31.25
37 4.98 72.3 51.7 31.2 31.24
38 5.24 72.5 52.4 31.2 31.24
39 4.54 72.8 53.5 31.2 31.25
40 4.77 72.7 53.6 31.2 31.25
Sumber : Data primer

Lampiran 6. Data hasil pengujian hari ketiga


Waktu Amonia Udara
V (m/s)
(menit) T in (oC ) T out (oC ) T in (oC ) T out (oC )
1 5.15 60.43 40.23 31.2 31.22
2 5.23 60.76 40.12 31.2 31.22
3 4.43 60.57 41.32 31.2 31.23
4 4.61 61.31 42.14 31.2 31.23
5 5.42 62.32 41.55 31.2 31.22
6 5.21 62.46 41.34 31.2 31.22
7 4.23 62.75 43.53 31.2 31.24
8 4.57 64.1 44.34 31.2 31.24
9 4.86 63.56 45.77 31.2 31.24
10 4.75 63.89 45.89 31.2 31.24
11 4.55 64.36 46.42 31.2 31.24
12 4.34 64.81 47.12 31.2 31.24
13 4.56 64.78 47.34 31.2 31.25
14 4.13 65.41 48.35 31.2 31.25
15 4.87 65.98 48.32 31.2 31.25
16 5.21 66.32 47.32 31.2 31.24
17 5.32 66.78 47.34 31.2 31.24
18 4.17 67.35 48.76 31.2 31.26
19 4.62 67.31 49.23 31.2 31.26
20 4.67 67.58 49.35 31.2 31.26
21 4.43 69.23 49.42 31.2 31.26
22 4.76 68.57 49.87 31.2 31.26
23 4.86 69.3 49.21 31.2 31.26
24 4.56 69.79 49.68 31.2 31.25

Universitas Sumatera Utara


25 4.78 70.36 50.21 31.2 31.26
26 4.52 70.34 50.13 31.2 31.26
27 4.33 70.58 50.56 31.2 31.27
28 4.57 70.87 50.86 31.2 31.27
29 4.65 71.56 51.43 31.2 31.27
30 5.34 72.54 52.42 31.2 31.25
31 5.41 72.81 52.56 31.2 31.25
32 5.31 73.41 51.89 31.2 31.25
33 4.56 73.25 53.32 31.2 31.27
34 4.31 73.89 53.67 31.2 31.28
35 4.67 73.45 53.89 31.2 31.27
36 4.15 73.56 54.32 31.2 31.28
37 5.43 73.47 53.78 31.2 31.26
38 5.32 72.78 53.34 31.2 31.26
39 5.16 72.89 53.75 31.2 31.26
40 5.21 73.31 54.21 31.2 31.27
Sumber : Data primer

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7 : Mesin pendingin Absorbsi

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8

Tahapan Proses Penelitian

Mulai
Tahap ini merupakan pengajuan judul untuk penelitian untuk tugas akhir.

Studi Literatur
Pengumpulan bahan pustaka penunjang yang terkait dengan sistem pendingin
absorpsi, kondensor, dan berbagai materi lainnya yang menunjang tugas akhir ini.

Diskusi dan Perancangan Desain Kondensor


Pada tahap ini dilakukan perhitungan sesuai dengan perencanaan yang telah
ditentukan. Tahapan ini untuk menentukan dimensi dan bahan yang akan dibuat
untuk kondensor. Desain kondensor yang akan dibuat akan dijelaskan lebih detail
ada di bab IV

Pembuatan Kondensor
Pada tahap ini dilakukan pembuatan model fisik dari desain kondensor dengan
mempertimbangkan studi literatur yang telah dilakukan.

Pengujian dan Pengumpulan Data


Pengujian dilakukan untuk membuktikan bahwa absorber dan komponen lainnya
bekerja sesuai dengan hasil perancangan, pengujian awal dilakukan dengan proses
tes kebocoran, tujuanya untuk mengetahui apakah terjadi kebocoran atau tidak
pada mesin absorbsi, jika terjadi kebocoran maka perlu mengecek setiap
sambungan pipa atau bagian pengelasan. Pengujian kebocoran dilakukan dengan
memberikan udara kedalam sistem hingga tekanan tinggi sekitar 7 bar kemudian
dibiarkan selama 24 jam, jika alat ukur tekanan menunjukkan terjadi penurunan
maka dapat dipastikan bahwa terjadi kebocoran namun jika tekanan tetap maka
dapat dipastikan tidak ada kebocoran. Jika mesin absorbsi dipastikan tidak ada
kebocoran maka tahap selanjutnya adalah proses pengujian siklus absorbsi,
diawali dengan memasukkan amoniahydroxide kedalam mesin absorbsi kemudian
menjalankan siklus dengan menyalurkan gas buang mesin ke generator dan

Universitas Sumatera Utara


menghidupkan pompa, kipas kondensor dan kipas evaporator. Setelah siklus
berjalan maka proses pengambilan data dapat dilakukan, data diambil dari alat
ukur temperatur dan tekanan yang telah terpasang pada mesin absorbsi. Data hasil
pengujian dicatat di tabel data pengujian seperti pada gambar berikut.

Contoh: Tabel pengambilan data


Waktu T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 P1 P2

Adapun data yang diambil pada pengujian adalah


T1 = Temperatur masuk evaporator
T2 = Temperatur keluar evaporator
T3 = Temperatur udara kotak isolasi
T4 = Temperatur keluar kondensor
T5 = Temperatur udara keluar kondensor
T6 = Temperatur larutan keluar absorber/masuk generator
T7 = Temperatur ammonia konsentrasi lemah
T8 = Temperatur keluar air pendingin
T9 = Temperatur masuk gas buang
P1 = Tekanan tinggi
P2 = Tekanan rendah
Pengujian dan pengambilan data dilakukan sebanyak 3 kali dengan hari yang
berbeda, hal ini untuk mengetahui perbedaan dan pengaruh kondisi temperatur
lingkungan terhadap temperatur yang akan diukur. Selain itu pengambilan data
sebanyak 3 kali ditujukan untuk mendapatkan temperatur rata-rata dari ketiga
pengujian.

Analisa Hasil Percobaan


Tahapan ini merupakan proses untuk menghitung besar perpindahan panas yang
terjadi pada kondensor dan besar selisih perbedaan temperatur rata – rata pada
kondensor. Analisa hasil percobaan kemudian dituangkan kedalam bentuk grafik

Universitas Sumatera Utara


untuk menunjukkan hubungan antara laju perpindahan panas terhadap LMTD
pada kondensor

Hasil
Hasil adalah tahap dimana membandingkan antara analisa hasil percobaan dengan
hasil perancangan, dalam hal ini yang dibandingkan adalah laju perpindahan
panas pada kondensor yang didapatkan dengan hasil perancangan, jika temperatur
evaporator masih dibawah 50% dengan laju perpindahan panas yang di dapatkan
dari analisa data kondensor maka perlu dilakukan pengujian ulang dan
pengambilan data kembali hingga didapatkan hasil yang paling maksimal.
Sebelum pengujian ulang harus terlebih dahulu dicek apa penyebab perbedaan
hasil pengujian dengan hasil perancangan, misalnya tes kebocoran, mengecek
temperatur gas buang apakah sudah sesuai, atau mengecek bukaan katup sebelum
masuk generator.

Kesimpulan dan saran


Dari penelitian yang telah dilakukan tentang hasil penelitian akan dapat
disimpulkan. Parameter untuk menarik kesimpulan berdasarkan pada tujuan yang
ingin dicapai dalam Tugas Akhir ini. Saran-saran akan dituliskan dengan tujuan
agar penelitian ini dapat dilanjutkan guna memperbaiki hasil penelitian dimasa
yang akan datang. Besar harapan penelitian Tugas Akhir ini dilanjutkan dengan
penyempurnaan kondensor yang lebih effisien lagi.

Selesai
Tahap akhir adalah menuangkan keselurauhan hasil penelitian kedalam bentuk
laporan sesuai dengan sistematika penulisan karya ilmiah.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Annual Book of ASTM International. 2016. Standart Specification for Pipe


Stainless Steel. Stainless Material
Arismunandar. 2002. Penyegaran Udara. Pradnya Paramita : Jakarta.
ASHRAE.1997. Thermophysical Properties of Refrigerants. Atlanta. GA
Bp Statistical Review.2015. Produksi Energi Indonesia (Internet). (Diakses 2016
Mei 29). Tersedia pada : http//www.bp.com/global/energy-economics
C.P Arora.1989. Refrigeration and Air Conditioning, Third Edition.
Mc Graw-HilPublishing Company Limited : New York
Fadillah Farid. 2012. Kajian Eksperimental Mesin Refrijerasi Absorbsi
dengan Fluida Kerja LiBr Kapasitas 1tr (Generator dan
Kondensor) (Skripsi). Depok : Universitas Indonesia
Frank Kreith. 1991. Prinsip Prinsip Perpindahan Panas, Edisi ketiga. Erlangga :
Jakarta
Hendragani Mega. 2005. Perancangan Ulang Mesin AC Spilit Kapasitas 2
PK. (Skripsi). Universitas Muhammadiyah Yogyakarta : Yogyakarta
Incropera, Dewitt, Bergman, Lavine. 2006. Fundamentals of Heat and Mass
Transfer, Sixth Edition. Willey : New York
Marck Miller. 2006. Air Conditioning and Refrigration. Mc Graw – Hill :
New York
Michael J. Moran. 2004 Termodinamika Teknik, Jilid Dua. Erlangga :
Jakarta
Raymond Chang. 2003. Kimia Dasar, Edisi Ketiga. Erlangga : Jakarta
Shan K. Wang. 1991 Handbook of Air Conditioning and Refrigeration,
Second Edition. Mc Graw-Hill Company, Inc : New York
Sitompul Tunggul M. 1993. Alat Penukar Kalor( Heat Exchanger). PT. Raja
Rafindo Persada : Jakarta
Soekimin. 2008. Perencanaan unit mesin pendingin sebuah pabrik
Es balok dengan kapasitas 42 ton per siklus di kecamatan bedagai
kabupaten serdang bedagai (Skripsi). Universitas Sumatera Utara : Medan

Universitas Sumatera Utara


Statistik ekonomi Indonesia. 2004 Potensi Sumber Energi Indonesia (Internet)
(Diakses 2016 Mei 29). Tersedia pada :
http//uniquetha.wordpress.com/tag/teknik-fisika
William S. Janna. 2000 Engineering Heat Transfer, Second Edition.
CRC Press LLC : Florida
Yunus A. Cengel. 1989 Heat and Mass Transfer A Practical Approach,
Third Edition. Mc Graw-Hill, Book Company, Inc : Singapore
Yunus A. Cengel.1989 Thermodynamics an Engineering Approach, Fifth
Edition. Mc Graw-Hill, Book Company, Inc : Singapore

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratoriun Foundry Departemen Teknik Mesin,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Perancangan, pembuatan alat dan
Penelitian dilakukan selama kurang lebih 5 bulan (12 juli – 28 November 2015)

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Kipas Angin
Berfungsi sebagai pembuang panas pada kondensor

Gambar 3.1 Kipas Angin


Spesifikasi :
 Jenis kipas : Arhasi 12 inchi
 Kecepatan Maksimum : 5 m/s
 Tegangan : 220 V
 Frekuensi : 50 Hz
 Kapasitor : 1.2 µF/400 V. AC

Universitas Sumatera Utara


2. Flexible Thermo – Anemometer
Digunakan untuk mengukur kecepatan udara pada kipas angin

Gambar 3.2 Flexible Thermo – Anemometer


Spesifikasi :
 Merek : Krisbow
 Model No : KW06 – 562
3. Pressure Gauge
Digunakan sebagai pengukur tekanan larutan ammonia yang masuk dari
generator

Gambar 3.3 Pressure Gauge

Universitas Sumatera Utara


Spesifikasi :
 Buatan : Jepang
 Tekanan maksimal : 25 Bar
 Tekanan minimal : 0 Bar
4. Termometer digital
Termometer digital digunakan untuk mengukur temperatur amonia masuk,
larutan amonia keluar, temperatur lingkungan, dan temperatur udara keluar
dari kodensor.

Gambar 3.4 Termometer digital


5. Pompa Vakum
Untuk memvakumkan kondensor sebagai bagian dari rangkaian pendingin.

Gambar 3.5 Pompa Vakum

Universitas Sumatera Utara


Spesifikasi :
 Merek : Robinair
 Model No : 15601
 Capacity : 142 L/m
 Motor h.p :½
 Volts : 110-115V/ 220-225V
6. Stop watch digunakan untuk menentukan waktu perubahan suhu selama proses
pengujian

Gambar 3.6 Stop watch

7. Penyambung pipa untuk menghubungkan antara pipa generator ke kondensor

Gambar 3.7 Penyambung pipa

Universitas Sumatera Utara


8. Alat bantu perbengkelan, seperti :
• Kunci pas
• Kunci ring
• Tang
• Gerinda
• Bor listrik
• Palu
• Obeng
• Pembengkok pipa
• Gergaji besi
• Gunting
• Lem
• Silicon
• Las listrik

Universitas Sumatera Utara


3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ammonium hydroxide


(NH 4 OH) yaitu sebagai pasangan refrigerant-absorbent dengan spesefikasi
sebagai berikut :
Jumlah : 5 liter
Kadar : 21% - 25%
PH : 12 -13

Gambar 3.8 Ammonium Hydroxide (NH 4 OH)

3.3 Proses Pembuatan Kondensor


Setelah alat dirancang sesuai dengan perhitungan, selanjutnya mendesain
alat di software Solidwork. Adapun bentuk gambar alat tersebut dapat
diperhatikan pada gambar dibawah ini.

1. Desain kondensor dengan solidwork 2010

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.9 Desain kondensor

3. Membuat rangka dudukan kondensor dan komponen lainya

Gambar 3.10 Rangka dudukan komponen siklus absorbsi


4. Pembuatan kondensor

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.11 kondensor
5. Pemasangan kondensor

Gambar 3.12 kondensor pada rangkaian siklus

Universitas Sumatera Utara


3.4 Eksperimental set up
Pengujian dilakukan dengan menghubungkan sensor thermometer digital
ke tiga titik dan satu titik untuk sensor kecepatan sekaligus temperatur yang akan
di ukur, adapun beberapa parameter yang akan diukur adalah :

Gambar 3.13 titik pengukuran pada kondenor

1. Temperatur uap ammonia


Yaitu temperatur yang keluar dari generator dan masuk ke dalam
kondensor
2. Temperatur cair amonia
Yaitu temperatur kondensor yang telah di dinginkan dengan pembuangan
panas oleh kipas angin
3. Temperatur lingkungan
Yaitu temperatur lingkungan berada di dalam ruangan dalam waktu
tertentu.
4. Temperatur udara keluar
Yaitu temperatur udara setelah terjadi pembuangan panas pada kondensor
5. Kecepatan udara
Yaitu kecepatan udara yang dihasilkan dari kipas angin.

Universitas Sumatera Utara


3.5 Prosedur Pengujian
Pengujian dapat dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut:
1. Rangkaian siklus absorbsi terlebih dahulu divakumkan dengan
menggunakan pompa vakum hingga rangkaian benar benar vakum.
2. Menghidupkan mesin dan proses pemanasan dilakukan 10-15 menit
hingga suhu generator mencapai 1100C.
3. Memasukkan larutan ammonia air ke tabung pengisian sebanyak 5 liter.
4. Menghidupkan pompa, kipas kondensor dan kipas evaporator.
5. Membuka katup/kran sebelum masuk kondensor dengan ketentuan tekanan
yang di inginkan telah tercapai.
6. Mengukur temperatur titik titik yang telah di tentukan dengan
menggunakan thermometer digital.
7. Mengukur tekanan dengan menggunakan pressure gauge
8. Mengukur lama waktu mulai dari masuk rerfrigeran hingga dicapai
temperatur terendah.

Universitas Sumatera Utara


3.6 Tahapan Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dapat dilihat pada lampiran 8

Mulai

Studi Literatur Buku referensi,


Jurnal, Internet, dll

Diskusi dan Perancangan Desain Kondensor

Pembuatan kondensor

Pengujian dan Pengumpulan


data pada kondensor

Analisa hasil
percobaan

Tidak
Hasil

Ya

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.14 Diagram alir proses penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN

4.1 Perhitungan Termodinamika

6 2 Uap amonia

generator Qg kondensor Qk
Larutan ammonia – air

7 3

Katup ekspansi Katup ekspansi


1
8 4

absorber Qa evaporator Qe

Ẇp
Pompa 5

Gambar 4.1 Siklus pendingin Absorpsi

Beban evaporator yang akan di rancang adalah sebesar 50 W dimana suhu


yang direncanakan pada setiap titik adalah
Temperatur Evaporasi, T e = 0°C Tekanan Evaporasi, P e = 4,291 Bar
Temperatur Absorber, T a = 30°C
Temperatur Generator, T g = 90°C Tekanan Kondensor, P k = 13,51 Bar
Temperatur Kondensasi,T k = 35°C

Dari suhu tersebut maka dapat dihitung nilai entalphi pada setiap titik,
menggunakan lampiran 2.
ℎ1 = 1461,81 kJ/kg �1 = 5,6196 kJ/kg.K
ℎ3 = 366,48 kJ/kg �3 = 1,568 kJ/kg.K
ℎ4 = ℎ3
ℎ2 = 1615,04 kJ/kg �2 = �1
Menghitung laju aliran massa di evaporator

��= �̇ . (ℎ 1̇ −ℎ 4 )

Universitas Sumatera Utara


��
�̇ =
ℎ1 − ℎ4
0,05 ��
�̇ =
1461,81 ��/�� − 366, ��/��
�̇ = 4,56 . 10−5 ��/�
Besar laju aliran masssa pada titik 1,2,3,dan 4 adalah sama.
Keadaan dikondensor dapat digambarkan pada diagram P-h, seperti
terlihat pada gambar dibawah ini,

P (Bar)
Tekanan

3 2’ 2

1
4

Gambar 4.2 Diagram P-h


Enthalpy
h (kJ/kg)
Pembebanan pada kondensor
�� = � . (ℎ2̇ − ℎ3 )
�� = 4,56 . 10−5 ��/� (1615,04��/�� − 366,48 ��/��)
�� = 0,05699 �� = 56,99 �

4.2 Perancangan Kondensor


Pada perancangan ini menggunakan kondensor dengan sistem konveksi
paksa dengan kipas angin untuk mengambil panas. Bahan pipa pada kondensor
terbuat dari pipa stainless steels AISI 304 dengan ukuran standar pipa 1/8 inchi .
dapat dilihat pada lampiran 3.

4.2.1 Dimensi Kondensor Perancangan


Berdasarkan pertimbangan dari segi kontruksi maka digunakan kondensor
dengan media pendingin udara. Berikut dimensi kondensor perancangan :

Universitas Sumatera Utara


T in refrigeran
50 mm

T in udara
T out udara

T out refrigerant

Gambar 4.3 Kondensor perancangan


- Diameter luar (Do) = 10,28 mm
- Diameter dalam (Di) = 6,82 mm
- Jarak antar pipa (ST) = 50 mm
- Temperatur masuk refrigeran ( tr,i) = 90 0C
- Temperatur udara masuk ( tu,i ) = 30 0C
- Kecepatan udara masuk ( V ) = 5 m/s
- Temperatur keluar refrigeran ( tr,o) = 350C
- Temperatur udara keluar ( tu,o ) = 31 0C
- Beban kondensor total = 0.05699 kW
- Tekanan refrigeran dalam kondensor = 13,51 Bar
- Kondukt ivitas bahan stainless steels AISI 304 ( k ) = 14,9 W/m.K
- Luas permukaan kotak kondensor P x L = 40 x 35 cm

4.2.2 Penentuan Dimensi Permukaan Kondensor


Untuk mendapatkan dimensi permukaan kondensor maka berikut data
yang di perlukan :
Sifat-sifat fluida
• Aliran udara
Kecepatan udara = 5 m/s
Massa jenis udara (ρ) = 1,1614 kg/m3
Luas aliran udara = 0,14 m2
Laju aliran massa udara mu

mu = � . � . �

Universitas Sumatera Utara


�� �
m u = 1,1614 .5 .0,14�2
�3 �

m u = 0,81298 ��/�
Temperatur udara keluar
�� = �� . ��� . (�� ,� − �� ,� )
Sehingga
��
��,� = + ��,�
� � .�� �
0,05699
��,� = + 30
0,81298 .2x1,15807

��,� = 30,069oC
Temperatur rata-rata udara dengan menggunakan persamaan (2.5)
tu, o − tu, i
�� =
2
30,069 + 30
=
2
= 30,034°C
Maka sifat udara pada temperatur 30,034°C = 303,34 K diperoleh dari
lampiran 1 sifat properties udara
µ = 186,008 x 10-7 Pa.s
Pr = 0,70657
k = 26,652 x 10-3 W/m.K
Cp = 1,00713 kJ/kg.K
ρ = 1,1514 kg/m3
• Refrigeran amonia(NH 3 )
Laju aliran massa, mr = 4,564 x10-5 kg/s
Temperatur masuk, t r,i = 90°C
Temperatur keluar, t r,o = 35°C
Temperatur rata-rata, t r sesuai dengan persamaan (2.5)
ti,r+to,r 90+35
= = = 62,5°C
2 2

Pada kondisi refrigeran 62,5°C = 335,5 K diperoleh dari tabel lampiran 2


sifat properties amonia dengan menginterpolasi :
Sifat ammonia pada 62,5°C satuan
µv 0,0000118 µl 0,00008052 Pa.s

Universitas Sumatera Utara


Prv 1,2354 Prl 1,1123
kv 0,0346775 kl 0,35645 W/m.K
Cpv 4,3335 Cpl 5,623 kJ/kg.K
ρv 21,8613 ρl 513,475 kg/m3

4.2.3 Menghitung Koefisien Perpindahan Panas Konveksi


• Pada aliran internal
- Luas aliran fluida pada persamaan (2.14)
π
Ai = ��2
4
π
= (0,0068�)2
4

= 3,84.10-5 m2
- Bilangan Reynold pada persamaan (2.6)
��. ��
�� =
µ. ��,
��
= (0.0068� � 0.0004565 ) /(0,0000118 � 0,0000384 �2 )

= 743,04 (alirannya laminar)


- Koefisien perpindahan panas konveksi persamaan (2.11)
0,25
��� (�� − �� )��3 3
ℎ� = 0,555 � �ℎ�� + ��� (���� − �� ��
µ (���� − �� ) 8
��
9,8 2 513 ,475 (513 ,45−21,8613 )�(35645 .10 −3 )3
ℎ� = 0,555 � � � 11,18.10 −6 (35− 31,5)
�980,19 +

0,25
5,3246(35 − 31,5��
3
8

ℎ� = 128014,6086 W R

- Faktor pengotoran pada tube pada persamaan (2.13)


1 1
�� = −
ℎ′� ℎ�
1
ℎ�, =
1
0.0004 + ( )
128014,6086
Maka koefisien konveksi internal total,
ℎ�, = 2452,112 W/m2K

Universitas Sumatera Utara


• Pada aliran eksternal
- Kecepatan angin 5 m/s dari hasil pengukuran dengan menggunakan
Anemometer
ST
Vmax = .V
��−��
0,05
= . 5 m/s
0,05−0,00682

= 5,813 m/s
- Bilangan Reynold pada persamaan ( 2.7)
⍴. ����. ��
�� =
µ
1,1514 ��⁄�3 . 5,813 �/� . 0,001028�
=
186,027x10−7
= 2508,2810
- Bilangan Nusselt pada persamaan (2.9)
1
�� = 0,683. �� 0,466 . �� 3
1
�� = 0,683. 2508,28100,466 . 0,7065 3
�� = 23,3479
- Maka koefisien perpindahan panas konveksi eksternal pada persamaan
(2.12)
�� .�
ℎ� =
��
23,3479 x26 ,652 .10 −3
=
0.01028

ℎ� = 88,8128 W/m2 K
- Faktor pengotoran pada aliran eksternal pada persamaan ( 2.14)
1 1
�� = −
ℎ′ � ℎ�

1
ℎ�, =
1
0,0004 + (
88,81288)
Maka koefisien konveksi eksternal total,
ℎ�, =85,7660 W/m2 K

Universitas Sumatera Utara


4.2.4 Perpindahan Panas Menyeluruh ( U)
Koefisien perpindahan panas yang terjadi pada kondensor dengan
menggunakan persamaan (2.10)
1
�=
�� � � 1
+ � . ln � �� � +
ℎ′� . �� 2. � � ℎ′ �

1
�=
0,01028 0,01028 0,01028 1
85,766 . 0,00682 + 2.14,97 . ln �0.00682� + 2452,112
� = 80,7075 W/m2K

4.2.5 Selisih Temperatur Rata-Rata Logaritmik (LMTD)


Untuk menghitung selisih temperatur rata – rata logaritmik (LMTD) maka
menggunakan persamaan (2.21)

Suhu refrigerant masuk 90oC


Suhu refrigerant keluar 35oC
∆T2
LMTD

∆T1
Suhu udara keluar 31oC

Suhu udara masuk 30oC


( tr, i– tu, o)– ( tr, o– tu, i)
���� =
ln( tr, i– tu, o)
tr, o– ti, r
( 363 − 304) − ( 308 − 303)
=
ln( 363 − 304) /( 308 − 303)
= 22,11 K

4.2.6 Panjang Pipa Perlintasan


Untuk memperoleh panjang setiap lintasan dari konsdensor ini, harus di
cari luas penampang total perpindahan panasnya. Dengan luas penampang total
(A) adalah beban kondensor per koefisien menyeluruh dikali dengan besarnya
selisih temperatur rata – rata logaritmik. Dimana dari perancangan beban
kondensor = 56,99 W. Luas penampang total di dapat dengan rumus :
Q k = U.A.LMTD

Universitas Sumatera Utara


Qc
A =
U.LMTD

= 56,99 W / (80,3933 W/m2.K x 22,11K)


= 0,0319 m2
Dari perhitungan diatas didapatkan luas penampang total adalah sebesar
0,0319 m2

Setelah memperoleh luas penampang total maka didapatlah panjang total


pipa yang dibutuhkan untuk kondensor ini, dengan persamaan :
A = π. d o .L

L =
π.do

= 0,0319 / �. 0,01028
= 1,452 m

Panjang total pipa yang dibutuhkan adalah sebesar 1,452 m. untuk panjang
tiap lintasan bisa diperoleh, dengan perencanaan jumlah dari lintasan adalah
sebanyak 6 maka panjang lintasan adalah :
1 = L/n
= 1,452/ 6
= 0,242 m

Panjang tiap lintasan yang didapat adalah sebesar 0,242 m


4.2.7 Perencanaan Geometri dan Material dari Kondensor
Berdasarkan perhitungan di atas maka geometri kondensor yang
direncanakan adalah sebagai berikut :
Panjang tube,�� = 1,452 m
Diameter dalam tube,��,� = 0,0068 m
Diameter luar tube,��,� = 0,01028 m
Material tube = stainless steel 304
Jarak antara tube = 0,05 m
Panjang tiap lintasan tube = 0,242 m
Kecepatan udara = 5 m/s
Ukuran kotak = 350 x 400 x 300 ( mm)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.4 Bentuk perancangan kondensor
4.3 Hasil Pengujian Kondensor
Untuk mendapatkan temperatur dan tekanan maksimal dalam penelitian ini
perlu pemanasan terhadap generator terlebih dahulu dalam waktu + 15 menit.
Temperatur maksimal yang masuk kedalam kondensor sebesar 73 oC, tekanan
maksimal yang dicapai sebesar 10,4 bar. Sebelum melakukan pengujian kerja
kondensor, tekanan ditahan dengan katup kran. Dimana refrigeran dan absorben
dipisahkan didalam generator. Uap refrigeran masuk kedalam kondensor dengan
temperatur sebesar 73 oC.
Pengujian hari pertama menghasilkan kerja kondensor dengan data
terlampir, adapun data yang diambil untuk mengetahui kerja kondensor ini yaitu;
temperatur ammonia uap masuk, temperatur ammonia keluar, temperatur udara
masuk kondensor, temperatur keluar kondensor, kecepatan udara yang dihasilkan
oleh kipas.

4.3.1 Data Hasil Pengujian


Berikut adalah beberapa data hasil pengujian dari kondensor yang, dimana
pengujian dilakukan selama 40 menit. Perbedaan pada setiap Pengujian hari yang
diambil datanya tidak beda jauh hanya beda pada temperatur yang sedikit
meningkat kemudian perbedaan kecepatan udara yang mengalir pada alat
kondensor.

- Data Pengujian Hari Pertama


o
Setelah tercapainya temperatur pada generator sebesar 90 C maka
refrigeran dialirkan dengan pompa, sehingga terjadi siklus absorbsi. Didalam

Universitas Sumatera Utara


generator ammonia – air harus berpisah sesuai dengan proses absorpsinya.
Temperatur refrigeran yang mengalir pada kondensor yang tercapai pada
Pengujian hari pertama sebesar 63,6 oC, yang kemudian didinginkan dengan cara
konveksi paksa dengan menggunakan udara yang dihasilkan oleh kipas angin.
Penurunan temperatur pada kondensor ini sebesar 17,5oC, dengan
temperatur keluar menjadi sebesar 46,1 oC. Temperatur masuk dan keluar ini
diamati setiap menitnya selama selang waktu 40 menit . proses selama 40 menit
ini dapat dilihat di dalam tabel di bawah ini. Dalam tabel kecepatan udara yang di
hasilkan tidaklah konstan
Tabel 4.1 Data pengujian hari pertama
Waktu Amonia Udara
V (m/s)
(menit) T in ( C ) T out (oC )
0
T in ( C ) T out (oC )
o

1 4.45 63.6 46.1 31.2 31.21


2 4.21 63.7 45.9 31.2 31.22
3 5.22 63.7 46.4 31.2 31.21
4 4.14 63.6 46.1 31.2 31.22
5 5.31 63.4 46.5 31.2 31.22
6 5.33 63.2 46.3 31.2 31.22
7 4.33 63.7 46.8 31.2 31.23
8 4.3 63.6 46.6 31.2 31.22
9 4 63.9 46.6 31.2 31.22
10 4.12 64.1 46.7 31.2 31.22
11 4.41 64.6 47.3 31.2 31.22
12 4.55 64.8 47.4 31.2 31.22
13 5.2 65.1 47.3 31.2 31.22
14 5.43 65.4 48.1 31.2 31.22
15 5.21 65.8 47.5 31.2 31.23
16 4.34 66.1 47.4 31.2 31.22
17 4.54 66.3 47.6 31.2 31.22
18 4.64 66.5 47.8 31.2 31.23
19 5.2 67.1 48.5 31.2 31.22
20 5.32 67.3 48.6 31.2 31.22
21 5.26 66.9 48.1 31.2 31.22
22 4.21 68.1 48.4 31.2 31.22
23 4.56 68.4 48.7 31.2 31.23
24 4.78 69.3 49.1 31.2 31.23
25 5.13 69.7 48.8 31.2 31.23
26 4.13 69.5 48.6 31.2 31.23

Universitas Sumatera Utara


27 4.67 70.1 49.2 31.2 31.23
28 4.54 70.5 49.6 31.2 31.23
29 4.34 71.5 50.4 31.2 31.23
30 4.34 72.4 51.6 31.2 31.25
31 5.21 72.8 51.9 31.2 31.23
32 5.33 72.7 52.1 31.2 31.23
33 4.13 72.8 52.2 31.2 31.25
34 4.33 72.8 52.1 31.2 31.24
35 4.53 71.7 50.8 31.2 31.25
36 5.21 71.9 51.5 31.2 31.24
37 4.87 72.3 52.2 31.2 31.24
38 5.32 72.7 52.5 31.2 31.24
39 4.88 72.7 52.4 31.2 31.25
40 4.59 72.9 52.2 31.2 31.26
Sumber : Data primer
Dengan data pengujian hari pertama dihasilkan temperatur makin tinggi,
ini diakibatkan pengaruh waktu dan ketidakkonstanan dari panas buang yang di
hasilakan mesin. Dimana temperatur awal dari 63,6 oC sampai pada menit ke 40
temperatur mencapai 72,9 oC. Dari tabel juga bisa kita lihat bahwa temperatur
keluar refrigeran juga makin naik. Ini juga di akibatkan temperatur gas buang
tidak konstan, dan kecepatan udara pendinginn juga yang tidak konstan.
Temperatur masuk pendingin udara tetap , namun temperatur pendingin udara
keluar berbeda, ini dipengaruhi adanya panas dari laluan pipa yang berbeda dan
juga kecepatan dari kipas penyalur udara.
Grafik pada pengujian hari pertama ini dapat di lihat pada gambar 4.5
dibawah ini :

Waktu vs Temperatur
75
Temperatur ( °C )

70
65
60
55 Tin Amonia
50
45
40 Tout Amonia
35
30 Tin Udara
25
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 Tout Udara

waktu ( menit )

Gambar 4.5 Grafik waktu vs temperatur pada pengujian hari pertama

Universitas Sumatera Utara


Dari grafik menunjukkan kenaikan temperatur setiap menitnya. Kenaikan
temperatur ini diakibatkan oleh temperatur panas buang dari mesin yang naik.
Secara teori seharusnya temperatur masuk dan keluar kondensor seharusnya
sejajar,namun dari grafik diamati adanya perbedaan. Ini diakibatkan pebedaan dari
kecepatan udara yang mengalir tidak konstan.
- Data Pengujian Hari kedua
Berikut data dari Pengujian hari kedua dapat dilihat dalam tabel
dibawah ini.
Tabel 4.2 Data pengujian hari kedua

Waktu Amonia Udara


V (m/s) T in T out T in T out
(menit) (°C ) (°C ) (°C ) (°C )
1 4.22 64.2 45.7 31.2 31.22
2 5.13 63.4 45.2 31.2 31.21
3 5.21 63.7 45.3 31.2 31.21
4 4.87 63.6 46.1 31.2 31.22
5 4.93 63.5 46.1 31.2 31.22
6 5.25 63.7 45.4 31.2 31.21
7 4.98 63.9 46.3 31.2 31.21
8 5.12 64.2 45.5 31.2 31.21
9 5 64.1 46.4 31.2 31.21
10 4.3 64.3 47.2 31.2 31.23
11 4.55 64.7 47.1 31.2 31.22
12 4.35 64.9 47.3 31.2 31.22
13 4.62 65.3 46.3 31.2 31.22
14 4.76 65.2 46.5 31.2 31.22
15 5.32 65.2 46.2 31.2 31.21
16 4.86 65.7 46.7 31.2 31.23
17 5.31 65.8 47.2 31.2 31.22
18 4.35 66.6 48.3 31.2 31.23
19 4.53 67.4 48.1 31.2 31.24
20 4.65 68.4 48.4 31.2 31.24
21 4.91 68.7 48.2 31.2 31.24
22 4.32 68.4 48.7 31.2 31.24
23 5.43 69.5 48.2 31.2 31.22
24 4.66 69.6 48.8 31.2 31.23
25 4.54 69.9 48.9 31.2 31.24

Universitas Sumatera Utara


26 4.65 70.3 49.4 31.2 31.23
27 4.56 70.7 49.6 31.2 31.24
28 5.31 71.4 49.8 31.2 31.21
29 4.54 72.1 51.3 31.2 31.24
30 4.65 70.6 50.2 31.2 31.23
31 4.87 71.8 50.4 31.2 31.24
32 4.69 72.4 50.6 31.2 31.25
33 5.32 72.8 49.7 31.2 31.23
34 4.55 72.7 50.7 31.2 31.25
35 4.66 72.3 51.8 31.2 31.25
36 4.57 71.7 51.9 31.2 31.25
37 4.98 72.3 51.7 31.2 31.25
38 5.24 72.5 52.4 31.2 31.23
39 4.54 72.8 53.5 31.2 31.25
40 4.77 72.7 53.6 31.2 31.25
Sumber : Data primer

Dari data pengujian hari kedua ini perbedaannya tidaklah jauh dari
Pengujian hari pertama. Berdasarkan tabel pada menit pertama sampai ke – 40
mengalami kenaikan temperatur, namun kcepatan udara yang dihasilkan motor
kipas tidak konstan .Grafiknya dapat dilihat pada gambar 4.6 dibawah ini :

Temperatur vs Waktu
75
70
65
Temperatur ( °C)

60
55
Tin Amonia
50
45 Tout Amonia
40
Tin Udara
35
30 Tout Udara
25
1 3 5 7 9 111315171921232527293133353739
Waktu ( menit)

Gambar 4.6 Grafik waktu vs temperatur pengujian hari kedua


Dari grafik diatas kenaikan temperatur amonia masuk makin meningkat
hal ini disebabkan temperatur yang di alirkan dari panas buang mesin yang juga

Universitas Sumatera Utara


meningkat, begitu juga dengan temperatur keluar amonia mengalami kenaikan
disebabkan kemampuan pembuangan panas oleh udara .
- Data Pengujian Hari Ketiga
Tabel 4.3 Pengujian hari ketiga
Waktu Amonia Udara
V (m/s) T in T out T in T out
(menit)
(oC ) (oC ) (oC ) (oC )
1 5.15 60.43 40.23 31.2 31.22
2 5.23 60.76 40.12 31.2 31.22
3 4.43 60.57 41.32 31.2 31.23
4 4.61 61.31 42.14 31.2 31.23
5 5.42 62.32 41.55 31.2 31.22
6 5.21 62.46 41.34 31.2 31.22
7 4.23 62.75 43.53 31.2 31.24
8 4.57 64.1 44.34 31.2 31.24
9 4.86 63.56 45.77 31.2 31.24
10 4.75 63.89 45.89 31.2 31.24
11 4.55 64.36 46.42 31.2 31.24
12 4.34 64.81 47.12 31.2 31.24
13 4.56 64.78 47.34 31.2 31.25
14 4.13 65.41 48.35 31.2 31.25
15 4.87 65.98 48.32 31.2 31.25
16 5.21 66.32 47.32 31.2 31.23
17 5.32 66.78 47.34 31.2 31.23
18 4.17 67.35 48.76 31.2 31.26
19 4.62 67.31 49.23 31.2 31.26
20 4.67 67.58 49.35 31.2 31.26
21 4.43 69.23 49.42 31.2 31.26
22 4.76 68.57 49.87 31.2 31.26
23 4.86 69.3 49.21 31.2 31.26
24 4.56 69.79 49.68 31.2 31.25
25 4.78 70.36 50.21 31.2 31.26
26 4.52 70.34 50.13 31.2 31.26
27 4.33 70.58 50.56 31.2 31.27
28 4.57 70.87 50.86 31.2 31.27
29 4.65 71.56 51.43 31.2 31.27
30 5.34 72.54 52.42 31.2 31.25

Universitas Sumatera Utara


31 5.41 72.81 52.56 31.2 31.25
32 5.31 73.41 51.89 31.2 31.25
33 4.56 73.25 53.32 31.2 31.27
34 4.31 73.89 53.67 31.2 31.28
35 4.67 73.45 53.89 31.2 31.27
36 4.15 73.56 54.32 31.2 31.28
37 5.43 73.47 53.78 31.2 31.26
38 5.32 72.78 53.34 31.2 31.26
39 5.16 72.89 53.75 31.2 31.26
40 5.21 73.31 54.21 31.2 31.27
Sumber : Data primer
Dari tabel hasil pengujian diperoleh temperatur masuk maksimum adalah
sebesar 73,89 oC pada menit ke – 34 dengan temperatur keluar 53,67 oC dimana
kecepatan udara dsebesar 4,31 m/s . Grafik Pengujian hari ketiga dapat dilihat
pada gambar 4.7 dibawah ini

Temperatur vs Waktu
80
75
70
Temperatur ( °C)

65
60
55 Tin Amonia
50
45 Tout Amonia
40 Tin Udara
35
30 Tout Udara
25
1 3 5 7 9 111315171921232527293133353739
Waktu (menit)

Gambar 4.7 Grafik temperatur vs waktu pada pengujian hari ketiga


Dari gambar menjelaskan bahwa grafik menunjukan kenaikan temperatur
dari menit 1 ke menit 40 temperatur menit pertama temperatur amonia masuk
sebesar 60,43 oC dengan temperatur keluar sebesar 40,23 oC, untuk kecepatan
udaranya yaitu sebesar 5,15 m/s . Selama 40 menit terjadi kenaikan temperatur
sesuai dengan gambar tersebut.

Universitas Sumatera Utara


4.3.2 Analisa Kerja Kondensor dengan Kesetimbangan Energi
Kerja/beban kondensor adalah kemampuan dari dari kondensor untuk
membuang panas yang dihasilkan untuk menurunkan temperatur dengan keadaan
∆T. rumus ini dapat
tekanan tetap. Dengan menggunkan rumus Qk = m.Cp.
digunakan untuk perhitungan beban kondensor pada aliran luar atau panas yang
diserap oleh udara yang dihasilkan kipas angin.
Laju aliran massa udara pada perhitungan ini diperoleh dari kecepatan di
kali dengan luas permukaan kondensor. Berikut data kerja kondensor setelah
dilakukan analisa sesuai dengan perhitungan kesetimbangan energi dengan data
yang dibutuhkan diperoleh dari hasil pengujian.
Untuk menghitung laju perpindahan panas pada kondensor bagian luar dapat
dihitung dengan persamaan (2.2) :
� = � . �� . ∆�
� = Kalor yang diserap udara (kW)
� = Laju aliran massa udara (Kg/s)
�� = Kalor spesifik udara (J/kg.K)
∆� = Perubahan temperatur (0C)
Dimana pada temperatur rata-rata didapatkan :
� = 0,812 kg/s
�� = 1,005978 kJ/kg.K
- Hasil pengujian kerja kondensor ( Qk)
Tabel 4.4 Kerja kondensor pengujian hari pertama
Amonia Udara
Waktu V
T in T out T in T out m(kg/s) Cp(kJ/kg.K) ∆T LMTD Qk(kW)
(menit) (m/s)
(°C ) (°C ) (°C ) (°C )
1 4,45 63,6 46,1 31,2 31,21 0,623 1,00597753 0,01 22,52448 0,0062672
2 4,21 63,7 45,9 31,2 31,22 0,5894 1,00597786 0,02 22,427492 0,0118585
3 5,22 63,7 46,4 31,2 31,21 0,7308 1,00597753 0,01 22,760874 0,0073517
4 4,14 63,6 46,1 31,2 31,22 0,5796 1,00597786 0,02 22,520557 0,0116613
5 5,31 63,4 46,5 31,2 31,22 0,7434 1,00597786 0,02 22,703664 0,0149569
6 5,33 63,2 46,3 31,2 31,22 0,7462 1,00597786 0,02 22,494191 0,0150132
7 4,33 63,7 46,8 31,2 31,23 0,6062 1,00597819 0,03 23,013573 0,0182947
8 4,3 63,6 46,6 31,2 31,22 0,602 1,00597786 0,02 22,847964 0,012112
9 4 63,9 46,6 31,2 31,22 0,56 1,00597786 0,02 22,966637 0,011267
10 4,12 64,1 46,7 31,2 31,22 0,5768 1,00597786 0,02 23,110948 0,011605

Universitas Sumatera Utara


11 4,41 64,6 47,3 31,2 31,22 0,6174 1,00597786 0,02 23,699229 0,0124218
12 4,55 64,8 47,4 31,2 31,22 0,637 1,00597786 0,02 23,843514 0,0128162
13 5,2 65,1 47,3 31,2 31,22 0,728 1,00597786 0,02 23,89767 0,014647
14 5,43 65,4 48,1 31,2 31,22 0,7602 1,00597786 0,02 24,534057 0,0152949
15 5,21 65,8 47,5 31,2 31,23 0,7294 1,00597819 0,03 24,300992 0,0220128
16 4,34 66,1 47,4 31,2 31,22 0,6076 1,00597786 0,02 24,357729 0,0122246
17 4,54 66,3 47,6 31,2 31,22 0,6356 1,00597786 0,02 24,567639 0,012788
18 4,64 66,5 47,8 31,2 31,23 0,6496 1,00597819 0,03 24,773428 0,0196045
19 5,2 67,1 48,5 31,2 31,22 0,728 1,00597786 0,02 25,470424 0,014647
20 5,32 67,3 48,6 31,2 31,22 0,7448 1,00597786 0,02 25,614709 0,014985
21 5,26 66,9 48,1 31,2 31,22 0,7364 1,00597786 0,02 25,131254 0,014816
22 4,21 68,1 48,4 31,2 31,22 0,5894 1,00597786 0,02 25,801038 0,0118585
23 4,56 68,4 48,7 31,2 31,23 0,6384 1,00597819 0,03 26,111737 0,0192665
24 4,78 69,3 49,1 31,2 31,23 0,6692 1,00597819 0,03 26,728477 0,020196
25 5,13 69,7 48,8 31,2 31,23 0,7182 1,00597819 0,03 26,688668 0,0216748
26 4,13 69,5 48,6 31,2 31,23 0,5782 1,00597819 0,03 26,478182 0,0174497
27 4,67 70,1 49,2 31,2 31,23 0,6538 1,00597819 0,03 27,109142 0,0197313
28 4,54 70,5 49,6 31,2 31,23 0,6356 1,00597819 0,03 27,528979 0,019182
29 4,34 71,5 50,4 31,2 31,23 0,6076 1,00597819 0,03 28,446199 0,018337
30 4,34 72,4 51,6 31,2 31,25 0,6076 1,00597885 0,05 29,571504 0,0305616
31 5,21 72,8 51,9 31,2 31,23 0,7294 1,00597819 0,03 29,932088 0,0220128
32 5,33 72,7 52,1 31,2 31,23 0,7462 1,00597819 0,03 30,019507 0,0225198
33 4,13 72,8 52,2 31,2 31,25 0,5782 1,00597885 0,05 30,115402 0,0290828
34 4,33 72,8 52,1 31,2 31,24 0,6062 1,00597852 0,04 30,055761 0,024393
35 4,53 71,7 50,8 31,2 31,25 0,6342 1,00597885 0,05 28,776995 0,0318996
36 5,21 71,9 51,5 31,2 31,24 0,7294 1,00597852 0,04 29,310825 0,0293504
37 4,87 72,3 52,2 31,2 31,24 0,6818 1,00597852 0,04 29,917437 0,027435
38 5,32 72,7 52,5 31,2 31,24 0,7448 1,00597852 0,04 30,269269 0,0299701
39 4,88 72,7 52,4 31,2 31,25 0,6832 1,00597885 0,05 30,201941 0,0343642
40 4,59 72,9 52,2 31,2 31,26 0,6426 1,00597918 0,06 30,151687 0,0387865
Rata - Rata 0,660135 1,00597814 0,0285 0,0189263

Kerja kondensor dari tabel diperoleh dari perhitungan kesetimbangan


energi dengan data yang di dapatkan dari pengujian. Dari perancangan kerja
kondensor sebesar 56,9 W, setalah dilakukan pengujian terhadap alat yang
dirancang, kerja kondensor hanya bisa mencapai 38,878 W. Hasil ini sangat di
pengaruhi dari temperatur masuk kondensor dan juga laju aliran udara yang
dihasilkan.
Sehingga didapatkan laju perpindahan panas rata-rata pada pengujian hari
pertama adalah :

Universitas Sumatera Utara


�� = 0,66013 ��/� � 1,005978��/��. � � 0,0285�
�� = 0,0189 ��

Qk VS…
0,045 Qk VS LMTD
0,04
0,035
0,03
Qk (kW)

0,025
0,02
0,015
0,01
0,005
0
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

LMTD (0C)

Gambar 4.8 Grafik antara beban kondensor dengan LMTD pada pengujian hari
pertama
Gambar 4.8 menunjukan bahwa besar beban kondensor terhadap beda
temperatur ( LMTD ) semakin meningkat. Dimana bila beban meningkat berarti
nilai perbedaan temperatur rata- rata ( LMTD ) juga meningkat.

Tabel 4.5 Kerja kondensor pengujian hari kedua


Amonia Udara
Waktu V Cp
T in T out T in T out m(kg/s) ∆T LMTD Qk(kW)
(menit) (m/s) (kJ/kg.K)
(°C ) (°C ) (°C ) (°C )
1 4,22 64,2 45,7 31,2 31,22 0,5908 1,005978 0,02 22,488518 0,011887
2 5,13 63,4 45,2 31,2 31,21 0,7182 1,005978 0,01 21,847265 0,007225
3 5,21 63,7 45,3 31,2 31,21 0,7294 1,005978 0,01 22,030349 0,007338
4 4,87 63,6 46,1 31,2 31,22 0,6818 1,005978 0,02 22,520557 0,013718
5 4,93 63,5 46,1 31,2 31,22 0,6902 1,005978 0,02 22,48131 0,013887
6 5,25 63,7 45,4 31,2 31,21 0,735 1,005978 0,01 22,097635 0,007394
7 4,98 63,9 46,3 31,2 31,21 0,6972 1,005978 0,01 22,773927 0,007014
8 5,12 64,2 45,5 31,2 31,21 0,7168 1,005978 0,01 22,357932 0,007211
9 5 64,1 46,4 31,2 31,21 0,7 1,005978 0,01 22,918271 0,007042
10 4,3 64,3 47,2 31,2 31,23 0,602 1,005978 0,03 23,511172 0,018168
11 4,55 64,7 47,1 31,2 31,22 0,637 1,005978 0,02 23,609068 0,012816
12 4,35 64,9 47,3 31,2 31,22 0,609 1,005978 0,02 23,818398 0,012253
13 4,62 65,3 46,3 31,2 31,22 0,6468 1,005978 0,02 23,316496 0,013013
14 4,76 65,2 46,5 31,2 31,22 0,6664 1,005978 0,02 23,410889 0,013408

Universitas Sumatera Utara


15 5,32 65,2 46,2 31,2 31,22 0,7448 1,005978 0,02 23,210825 0,014985
16 4,86 65,7 46,7 31,2 31,23 0,6804 1,005978 0,03 23,73477 0,020534
17 5,31 65,8 47,2 31,2 31,22 0,7434 1,005978 0,02 24,108368 0,014957
18 4,35 66,6 48,3 31,2 31,23 0,609 1,005978 0,03 25,13809 0,018379
19 4,53 67,4 48,1 31,2 31,24 0,6342 1,005979 0,04 25,320785 0,02552
20 4,65 68,4 48,4 31,2 31,24 0,651 1,005979 0,04 25,911191 0,026196
21 4,91 68,7 48,2 31,2 31,24 0,6874 1,005979 0,04 25,896756 0,02766
22 4,32 68,4 48,7 31,2 31,24 0,6048 1,005979 0,04 26,107787 0,024337
23 5,43 69,5 48,2 31,2 31,23 0,7602 1,005978 0,03 26,21224 0,022942
24 4,66 69,6 48,8 31,2 31,23 0,6524 1,005978 0,03 26,64949 0,019689
25 4,54 69,9 48,9 31,2 31,24 0,6356 1,005979 0,04 26,829115 0,025576
26 4,65 70,3 49,4 31,2 31,23 0,651 1,005978 0,03 27,319138 0,019647
27 4,56 70,7 49,6 31,2 31,24 0,6384 1,005979 0,04 27,603858 0,025689
28 5,31 71,4 49,8 31,2 31,23 0,7434 1,005978 0,03 28,014484 0,022435
29 4,54 72,1 51,3 31,2 31,24 0,6356 1,005979 0,04 29,262856 0,025576
30 4,65 70,6 50,2 31,2 31,25 0,651 1,005979 0,05 27,951108 0,032745
31 4,87 71,8 50,4 31,2 31,24 0,6818 1,005979 0,04 28,561034 0,027435
32 4,69 72,4 50,6 31,2 31,25 0,6566 1,005979 0,05 28,924762 0,033026
33 5,32 72,8 49,7 31,2 31,24 0,7448 1,005979 0,04 28,491386 0,02997
34 4,55 72,7 50,7 31,2 31,25 0,637 1,005979 0,05 29,108572 0,03204
35 4,66 72,3 51,8 31,2 31,25 0,6524 1,005979 0,05 29,659184 0,032815
36 4,57 71,7 51,9 31,2 31,25 0,6398 1,005979 0,05 29,480562 0,032181
37 4,98 72,3 51,7 31,2 31,24 0,6972 1,005979 0,04 29,599364 0,028055
38 5,24 72,5 52,4 31,2 31,24 0,7336 1,005979 0,04 30,124991 0,029519
39 4,54 72,8 53,5 31,2 31,25 0,6356 1,005979 0,05 30,933094 0,03197
40 4,77 72,7 53,6 31,2 31,25 0,6678 1,005979 0,05 30,954122 0,03359
Rata - Rata 0,6722 1,005978 0,031 0,020964

Dari tabel didapatkan laju perpindahan panas rata-rata pada pengujian hari
kedua yaitu sebesar :
� = 0,66013 ��/� � 1,005978��/��. � � (0,031)K
� = 0,02096 ��

Universitas Sumatera Utara


Qk vs LMTD
0,04 Qk vs LMTD
0,03

Qk(kW)
0,02

0,01

0
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
LMTD (oC)

Gambar 4.9 Grafik antara beban kondensor dan LMTD pada pengujian hari
kedua
Grafik diatas menunjukan bahwa besar beban kondensor terhadap beda
temperatur ( LMTD ) meningkat. Dimana bila beban meningkat berarti nilai
perbedaan temperatur rata- rata ( LMTD ) juga meningkat.

Tabel 4.6 Kerja kondensor pengujian hari ketiga


Amonia Udara
Waktu V m Cp
T in T out T in T out ∆T LMTD Qk ( kW)
(menit) (m/s) (kg/s) (kJ/kg.K)
(oC ) (oC ) (oC ) (oC )
1 5,15 60,43 40,23 31,2 31,22 0,721 1,0059779 0,02 17,189701 0,0145062
2 5,23 60,76 40,12 31,2 31,22 0,7322 1,0059779 0,02 17,219935 0,0147315
3 4,43 60,57 41,32 31,2 31,23 0,6202 1,0059782 0,03 18,056475 0,0187172
4 4,61 61,31 42,14 31,2 31,23 0,6454 1,0059782 0,03 18,923614 0,0194777
5 5,42 62,32 41,55 31,2 31,22 0,7588 1,0059779 0,02 18,859842 0,0152667
6 5,21 62,46 41,34 31,2 31,22 0,7294 1,0059779 0,02 18,752033 0,0146752
7 4,23 62,75 43,53 31,2 31,24 0,5922 1,0059785 0,04 20,441885 0,0238296
8 4,57 64,1 44,34 31,2 31,24 0,6398 1,0059785 0,04 21,514407 0,025745
9 4,86 63,56 45,77 31,2 31,24 0,6804 1,0059785 0,04 22,278798 0,0273787
10 4,75 63,89 45,89 31,2 31,24 0,665 1,0059785 0,04 22,487164 0,026759
11 4,55 64,36 46,42 31,2 31,24 0,637 1,0059785 0,04 23,021709 0,0256323
12 4,34 64,81 47,12 31,2 31,24 0,6076 1,0059785 0,04 23,657722 0,0244493
13 4,56 64,78 47,34 31,2 31,25 0,6384 1,0059789 0,05 23,784778 0,0321108
14 4,13 65,41 48,35 31,2 31,25 0,5782 1,0059789 0,05 24,685904 0,0290828
15 4,87 65,98 48,32 31,2 31,25 0,6818 1,0059789 0,05 24,895509 0,0342938
16 5,21 66,32 47,32 31,2 31,24 0,7294 1,0059785 0,04 24,383643 0,0293504
17 5,32 66,78 47,34 31,2 31,24 0,7448 1,0059785 0,04 24,57693 0,0299701
18 4,17 67,35 48,76 31,2 31,26 0,5838 1,0059792 0,06 25,722099 0,0352374
19 4,62 67,31 49,23 31,2 31,26 0,6468 1,0059792 0,06 26,007771 0,03904

Universitas Sumatera Utara


20 4,67 67,58 49,35 31,2 31,26 0,6538 1,0059792 0,06 26,192955 0,0394626
21 4,43 69,23 49,42 31,2 31,26 0,6202 1,0059792 0,06 26,897225 0,0374345
22 4,76 68,57 49,87 31,2 31,26 0,6664 1,0059792 0,06 26,923055 0,0402231
23 4,86 69,3 49,21 31,2 31,26 0,6804 1,0059792 0,06 26,788422 0,0410681
24 4,56 69,79 49,68 31,2 31,25 0,6384 1,0059789 0,05 27,292235 0,0321108
25 4,78 70,36 50,21 31,2 31,26 0,6692 1,0059792 0,06 27,858 0,0403921
26 4,52 70,34 50,13 31,2 31,26 0,6328 1,0059792 0,06 27,798362 0,038195
27 4,33 70,58 50,56 31,2 31,27 0,6062 1,0059795 0,07 28,16723 0,0426877
28 4,57 70,87 50,86 31,2 31,27 0,6398 1,0059795 0,07 28,475829 0,0450538
29 4,65 71,56 51,43 31,2 31,27 0,651 1,0059795 0,07 29,117336 0,0458425
30 5,34 72,54 52,42 31,2 31,25 0,7476 1,0059789 0,05 30,149793 0,0376035
31 5,41 72,81 52,56 31,2 31,25 0,7574 1,0059789 0,05 30,34773 0,0380964
32 5,31 73,41 51,89 31,2 31,25 0,7434 1,0059789 0,05 30,16206 0,0373922
33 4,56 73,25 53,32 31,2 31,27 0,6384 1,0059795 0,07 30,996808 0,0449552
34 4,31 73,89 53,67 31,2 31,28 0,6034 1,0059798 0,08 31,47328 0,0485607
35 4,67 73,45 53,89 31,2 31,27 0,6538 1,0059795 0,07 31,434375 0,0460397
36 4,15 73,56 54,32 31,2 31,28 0,581 1,0059798 0,08 31,742029 0,0467579
37 5,43 73,47 53,78 31,2 31,26 0,7602 1,0059792 0,06 31,378248 0,0458847
38 5,32 72,78 53,34 31,2 31,26 0,7448 1,0059792 0,06 30,821135 0,0449552
39 5,16 72,89 53,75 31,2 31,26 0,7224 1,0059792 0,06 31,121246 0,0436032
40 5,21 73,31 54,21 31,2 31,27 0,7294 1,0059795 0,07 31,574967 0,0513633
Rata - Rata 0,66931 1,0059789 0,051 0,034198

Laju perpindahan panas rata-rata pada pengujian hari ketiga


� = 0,699 ��/� � 1,00598 ��/��. � � 0,051K
� = 0,03419 ��

Qk vs LMTD
0,06 Qk vs LMTD
0,05
0,04
Qk(kW)

0,03
0,02
0,01
0
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
LMTD (oC)

Gambar 4.10 Grafik antara beban kondensor dan LMTD pada pengujian hari
ketiga

Universitas Sumatera Utara


Dari grafik terlihat hubungan dari besar beban kondensor berpengaruh
pada selisih perbedaan temperatur rata – rata dimana makin besar selisih
perbedaan temperatur maka beban dari kondensor juga makin meningkat. Dari
pengujian ketiga ini diperoleh beban maksimum yang dihasilakan sebesar
0,0513633 kW .

Universitas Sumatera Utara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Telah dirancang bangun sebuah kondensor sebagai bagian dari mesin
pendingin siklus absorpsi dengan dimensi :
• Panjang tube,� = 1,452 m
• Diameter dalam tube,�� = 0,0068 m
• Diameter luar tube,�� = 0,01028 m
• Material tube = stainless steel 304
• Jarak antara tube = 0,05 m
• Panjang tiap lintasan tube = 0,242 m
• Kecepatan udara = 5 m/s
• Ukuran kotak = 350 x 400 x 300 ( mm)
• Material kotak = Triplek

2. Dari hasil pengujian diperoleh laju perpindahan panas rata – rata pada
kondensor pada pengujian hari pertama didapatkan sebesar 0,0189 kW,
pada pengujian hari kedua didapatkan sebesar 0,02096 kW dan pada
pengujian hari ketiga sebesar 0,03419 kW.

3. Dari hasil perancangan dan pengujian kerja kondensor memiliki perbedaan


dimana pada hasil perancangan beban kondensor sebesar 0,05699 kW,
dalam pengujian beban kondensor maksimum yang diperoleh yaitu sebesar
0,05136 kW pada pengujian hari ketiga.

5.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah :
1. Untuk mendapatkan laju perpindahan panas konstan lakukan pengujian
dengan panas yang masuk secara konstan dari mesin penghasil panas
dengan mengontrol rpm mesin diesel. Terhadap pembuangan panas

Universitas Sumatera Utara


melalui media pendingin sebaiknya laju aliran massa di kontrol sesuai
dengan perancangan
2. Lakukan pengujian dengan menambahkan sirip dengan tujuan untuk
memperbesar luas permukaan perpindahan panas sehingga didapatkan laju
perpindahan panas yang diserap lebih besar.
3. Gunakan fluida pendingin air untuk mengetahui perbedaan pembuangan
kalor pada kondensor.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pendinginan Absorpsi
Prinsip pendinginan absorpsi telah di kenal sejak awal tahun 1800-an.
Misalnya proses pendinginan absorpsi yang dilaporkan oleh John Leslie pada
tahun 1810. Tetapi mesin pending sistem absorpsi yang pertama direalisasikan
dan dipatenkan adalah karya seorang engineer Francis, Ferdinand P.E. Carre pada
tahun 1860. Mesin sistem absorpsi pertama ini bekerja secara intermittent (tidak
kontiniu) dengan menggunakan pasangan amoniak dengan air, yang dapat
menghasilkan es dalam jumlah kecil. Pada saat itu Carre telah melakukan
pengembangan beberapa kali terhadap mesinnya dan hasil terbaik yang pernah
dilaporkannya adalah dapat memproduksi es sampai 100 kg/jam (pada mesin
generasi ke 5). Perbedaan utama kedua siklus tersebut adalah gaya yang
menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara tekanan penguapan dan
tekanan kondensasi serta cara perpindahan uap dari wilayah bertekanan rendah ke
wilayah bertekanan tinggi.
Pada sistem pendingin kompresi uap digunakan kompresor, sedangkan
pada sistem pendingin absorpsi digunakan absorber dan generator. Uap
bertekanan rendah diserap di absorber, tekanan ditingkatkan dengan pompa dan
pemberian panas di generator sehingga absorber dan generator dapat
menggantikan fungsi kompresor secara mutlak. Untuk melakukan proses
kompresi tersebut, sistem pendingin kompresi uap memerlukan masukan kerja
mekanik sedangkan sistem pendingin absorpsi memerlukan masukan energi
panas. Oleh sebab itu, siklus kompresi uap sering disebut sebagai siklus yang
digerakkan dengan kerja (work operated) dan siklus absorpsi disebut sebagai
siklus yang digerakkan dengan panas (Heat operated).
Salah satu keistimewaan siklus ini adalah panas yang digunakan untuk
menjalankan siklus dapat berupa sumber panas yang temperaturnya kurang dari
200 oC (Cengel, 1989). Sumber panas seperti ini adalah mudah untuk didapatkan
secara gratis di sekitar kita seperti, panas buang dari knalpot dan bahkan energi
matahari. Sumber energi untuk mesin siklus absorpsi dapat berupa :

Universitas Sumatera Utara


• Pembakaran dengan bahan bakar (direct-fired), dimana bahan bakar yang
digunakan dapat berupa minyak bumi dan gas. Pada sistem pembakaran
langsung diperlukan peralatan burner untuk pembakaran bahan bakarnya.
• Uap (steam-fired), tenaga yang dihasilkan berasal dari uap panas (steam)
yang biasanya dihasilkan oleh steam boiler.
• Air panas (hot water-fired) sumber air panas.
• Panas buang (exaust), baik kendaraan maupun pabrik.

2.1.1 Prinsip Kerja Siklus Absorpsi


Dasar siklus absorpsi disajikan pada gambar 2.1 Pada gambar
ditunjukkan adanya dua tingkat tekanan yang bekerja pada sistem, yaitu tekanan
rendah yang meliputi proses penguapan (di evaporator) dan penyerapan (di
absorber), dan tekanan tinggi yang meliputi proses pembentukan uap (di
generator) dan pengembunan (di kondensor).
Siklus absorpsi juga menggunakan dua jenis zat yang umumnya berbeda,
zat pertama disebut penyerap sedangkan yang kedua disebut refrijeran.
Selanjutnya, efek pendinginan yang terjadi merupakan akibat dari kombinasi
proses pengembunan dan penguapan kedua zat pada kedua tingkat tekanan
tersebut. Proses yang terjadi di evaporator dan kondensor sama dengan pada
siklus kompresi uap

Gambar 2.1 Sistem refrigrasi absorpsi sederhana


(Sumber : Miller, 2006; Moran, 1998; Shan, 1991)

Universitas Sumatera Utara


Kerja siklus secara keseluruhan adalah sebagai berikut :
Proses 1-2/1-3 : Larutan encer campuran zat penyerap dengan refrijeran
(konsentrasi zat penyerap rendah) masuk ke generator pada tekanan tinggi. Di
generator panas dari sumber bersuhu tinggi ditambahkan untuk menguapkan
dan memisahkan refrijeran dari zat penyerap, sehingga terdapat uap refrijeran
dan larutan pekat zat penyerap. Larutan pekat campuran zat penyerap
mengalir ke absorber dan uap refrijeran mengalir ke kondensor.
Proses 2-7 : Larutan pekat campuran zat penyerap dengan refrijeran
(konsentrasi zat penyerap tinggi) kembali ke absorber melalui katup cekik.
Penggunaan katup cekik bertujuan untuk mempertahankan perbedaan tekanan
antara generator dan absorber.
Proses 3-4 : Di kondensor, uap refrijeran bertekanan dan bersuhu tinggi
diembunkan, panas dilepas ke lingkungan dengan menggunakan kipas angin,
dan terjadi perubahan fase refrijeran dari uap ke cair. Dari kondensor
dihasilkan refrijeran cair bertekanan tinggi dan bersuhu rendah.
Proses 4-5 : Tekanan tinggi refrijeran cair diturunkan dengan menggunakan
katup cekik (katup ekspansi) dan dihasilkan refrijeran cair bertekanan dan
bersuhu rendah yang selanjutnya dialirkan ke evaporator.
Proses 5-6 : Di evaporator, refrijeran cair mengambil panas dari lingkungan
yang akan didinginkan dan menguap sehingga terjadi uap refrijeran
bertekanan rendah.
Proses 6-8/7-8 : Uap refrijeran dari evaporator diserap oleh larutan pekat zat
penyerap di absorber dan membentuk larutan encer zat penyerap. Jika proses
penyerapan tersebut terjadi secara adiabatik, terjadi peningkatan suhu
campuran larutan yang pada gilirannya akan menyebabkan proses penyerapan
uap terhenti. Agar proses penyerapan berlangsung terus-menerus, absorber
didinginkan dengan air yang mengambil dan melepaskan panas tersebut ke
lingkungan.
Proses 8-1 : Pompa menerima larutan cair bertekanan rendah dari absorber,
meningkatkan tekanannya, dan mengalirkannya ke generator sehingga proses
berulang secara terus menerus

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2 Diagram p-h siklus kompresi uap dan siklus absorpsi
(Sumber : Miler, 2006; Moran, 1998)

Pada siklus pertama,setelah refrijeran menguap dari evaporator di titik 1.


Uap ini akan masuk ke siklus kedua dan keluar ke titik 2 pada kondisi uap kering
(super heat) dan tekanan tinggi. Setelah di titik 2, uap refrijeran masuk masuk ke
kondensor dan melepas panas ke lingkungan. Proses pelepasan panas ini terjadi
secara isobarik, dan akhirnya refrijeran berubah menjadi cair di titik 3. Kemudian
terjadi penurunan tekanan secara adiabatik. Pada saat tekanan tekanan turun
temperatur juga akan turun dan sebagian cairan akan berubah menjadi uap di titik
4. Selanjutnya refrijeran akan melakukan fungsi refrigerasi di evaporator dan
akhirnya menguap, kembali ke titik 1, dan siklus akan berulang (Moran, 1998).
Sebagai catatan siklus absorpsi akan sama dengan siklus kompresi uap,
pada siklus dari titik 2-3-4-1. Perbedaannya adalah bagaimana memindahkan
refrijeran dari kondisi titik 1 ke kondisi titik 2. Pada siklus kompresi uap tugas ini
dilakukan oleh kompresor dengan menggunakan energi mekanik, sementara pada
siklus absorpsi tugas ini dilakukan oleh generator dan absorber dengan
menggunakan panas sebagai energi masukan utama dan sebagian kecil kerja
melalui pompa.
Pada siklus kedua, uap refrijeran yang selesai melakukan tugasnya dari
siklus pertama akan masuk ke absorber. Uap ini akan diikat oleh larutan yang
pekat (absorben konsentrasi tinggi), di titik 5. Proses ikatan kimia ini akan
melepas sejumlah panas ke lingkungan. Sebagai hasilnya akan dihasilkan larutan

Universitas Sumatera Utara


yang lebih encer di titik 6. Larutan ini kemudian akan dipompakan ke generator
oleh pompa sehingga tekanannya akan naik. Sebagai catatan, untuk membuat
proses ini dapat terjadi rasio tekanan pada generator atau kondensor dan absorber
atau evaporator harus diatur cukup tinggi.

2.1.2. Komponen Siklus Absorpsi


Mesin pendingin absorpsi bekerja secara siklus dimana terdapat beberapa
komponen yang saling berhubungan satu sama lain diantaranya sebgai berikut :
• Generator
Pada sikus absorpsi generator berperan untuk menaikkan tekanan serta
memberikan kalor terhadap larutan amonia-air sehingga uap amonia
terpisah dari absorbent. Generator akan menghasilkan uap amonia
bertekanan tinggi yang selanjutnya masuk ke kondensor (Cengel, 1989).
• Absorber
Absorber merupakan wadah untuk proses pelarutan uap amonia dengan
absorbent sekaligus sebagai alat penukar kalor untuk membuang panas
yang dihasilkan selama proses absorpsi . Absorber memiliki dua sumber
masukan yaitu uap amonia dari evaporator dan larutan konsentrasi lemah
dari generator, larutan yang dihasilkan dari absorber adalah larutan amonia
konsentrasi tinggi yang akan di pompakan ke generator (Miller, 2006).
• Kondensor
Tugas kondensor pada siklus absorpsi sama halnya pada siklus kompresi
uap yaitu membuang panas ke lingkungan dengan media pendingin udara
yang di alirkan oleh kipas ke sisi pipa kondensor. Pada kondensor terjadi
perubahan fasa yaitu dari fasa uap menjadi fasa cair, refrijeran cair dengan
tekanan tinggi selanjutnya masuk menuju katup ekspansi (Miller, 2006).
• Evaporator
Evaporator bertugas untuk menyerap panas dari lingkungan yang akan di
dinginkan,proses di evaporator merupakan kebalikan dari kondensor, pada
evaporator terjadi perubahan fasa dari refrijeran dimana akibat proses
penyerapan kalor dari lingkungan, refrijeran akan berubah dari cair menjadi
uap dengan tekanan yang sama. Uap refrijeran ini selanjutnya masuk
menuju absorber (Miller, 2006).

Universitas Sumatera Utara


• Katup ekspansi
Katup ekspansi adalah komponen siklus absorpsi yang berfungsi untuk
menurunkan tekanan dari refrijeran setelah keluar dari kondensor akibat
dari penurunan tekan ini temperatur dari refrijeran juga akan menurun
sesuai dengan penurunan tekanan (Miller, 2006).

2.1.3 Perbedaan Sistem Absorpsi dengan Sistem Kompresi Uap (SKU)


Siklus absorpsi hampir sama dalam beberapa hal dengan siklus kompresi
uap. Siklus refrigerasi beroperasi dengan peralatan seperti kondensor, katup
ekspansi, dan evaporator. Perbedaan yang mendasar hanyalah pada cara
menaikkan uap tekanan rendah dari evaporator menjadi uap tekanan tinggi dan
dialirkan ke kondensor. Sistem kompresi uap menggunakan kompresor untuk
keperluan tersebut. Sedangkan pada sistem refrigerasi absorpsi menggunakan
absorber-generator untuk mengganti peran kompresor pada SKU (Moran, 1998).
Prinsip sederhana sistem absorpsi yaitu: pertama- tama, sistem absorpsi
menyerap uap tekanan rendah ke dalam suatu zat cair penyerap (absorben) yang
cocok dan merupakan pasangan biner dari refrijeran yang digunakan. Proses ini
terjadinya sepenuhnya di absorber. Yang terkandung di dalam proses absorpsi
yaitu konversi (perubahan) dari uap menjadi cair, Karena proses ini sama dengan
kondensasi maka selama proses berjalan,kalor dilepaskan. Tahap berikutnya yaitu
menaikkan tekanan zat cair dengan pompa ke generator. Dan tahap akhir adalah
memanaskan zat cair penyerap dengan cara pemberian kalor sehingga uap tersebut
memiliki tekanan yang tinggi dan siap untuk dialirkan ke kondensor.

2.2 Kombinasi Refrijeran – Absorber pada Sistem Pendinginan Absorpsi


Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh kombinasi refrijeran
dengan zat penyerap untuk layak digunakan pada mesin pendingin absorpsi .
Diantaranya adalah :
a. Zat penyerap harus mempunyai nilai afinitas (pertalian) yang kuat dengan
uap refrijeran, dan keduanya harus mempunyai daya larut yang baik pada
kisaran suhu kerja yang diinginkan.
b. Kedua cairan tersebut, baik masing-masing maupun hasil campurannya,
harus aman, stabil, dan tidak korosif.

Universitas Sumatera Utara


c. Secara ideal, kemampuan penguapan zat penyerap harus lebih rendah dari
refrijeran sehingga refrijeran yang meninggalkan generator tidak
mengandung zat penyerap
d. Refrijeran harus mempunyai panas laten penguapan yang cukup tinggi
sehingga laju aliran refrijeran yang harus dicapai tidak terlalu tinggi
e. Tekanan kerja kedua zat harus cukup rendah (mendekati tekanan atmosfir)
untuk mengurangi berat alat dan menghindari kebocoran ke lingkungannya

Saat ini, terdapat dua kombinasi refrijeran-zat penyerap yang umum


digunakan, yaitu air-litium bromida (H2O-LiBr) dan amonia-air (NH3-H2O).
Pada kombinasi pertama, air bertindak sebagai refrijeran dan litium bromida
sebagai zat penyerap, sedang pada kombinasi kedua, amonia bertindak sebagai
refrijeran dan air sebagai zat penyerap.
1) Sistem Litium Bromida – Air
Sistem litium bromida-air banyak digunakan untuk pengkondisian
udara dimana suhu evaporasi berada di atas 0 ºC. Litium Bromida (LiBr)
adalah suatu kristal garam padat, yang dapat menyerap uap air. Larutan
cair yang terjadi memberi tekanan uap yang merupakan fungsi suhu dan
konsentrasi larutan.
Hubungan antara entalpi dengan persentase Litium-Bromida dalam
larutan LiBr pada berbagai suhu larutan. Proses terjadi kristalisasi larutan
LiBr-H2O, yaitu pada keadaan yang mana larutan mengalami pemadatan.
Proses yang terjadi pada wilayah melewati batas kristalisasi akan
mengakibatkan pembentukan lumpur padat dan penyumbatan sehingga
mengganggu aliran di dalam pipa.

2) Sistem Air – Amonia


Sistem amonia-air digunakan secara luas untuk mesin pendingin
berskala kecil (perumahan) maupun industri, yang mana suhu evaporasi
yang dibutuhkan mendekati atau di bawah 0 ºC. Sistem amonia-air
mempunyai hampir seluruh kriteria yang diperlukan di atas, kecuali bahwa
zat-zat tersebut dapat bersifat korosif terhadap tembaga dan alloynya, serta

Universitas Sumatera Utara


sifat amonia yang sedikit beracun sehingga membatasi penggunaannya
untuk pengkondisian udara.
Kelemahan sistem amonia-air yang paling utama adalah air yang
juga mudah menguap sehingga amonia yang berfungsi sebagai refrijeran
masih mengandung uap air pada saat keluar dari generator dan masuk ke
evaporator melalui kondensor. Keadaan ini dapat menyebabkan uap air
meninggalkan panas di evaporator dan meningkatkan suhunya sehingga
menurunkan efek pendinginan. Untuk menghindari hal itu, mesin
pendingin absorpsi dengan sistem amonia-air umumnya dilengkapi
dengan rectifier dan analyzer. Amonia yang masih mengandung uap air
dari generator melalui rectifier, suatu mekanisme yang bekerja seperti
kondensor akibat adanya arus balik uap air dari analyzer. Di sini, uap air
yang mempunyai suhu jenuh yang lebih tinggi diembunkan dan
dikembalikan ke generator. Selanjutnya amonia dan sejumlah kecil uap air
diteruskan ke analyzer, dimana uap air dan sebagian kecil amonia
diembunkan dan dikembalikan ke generator melalui rectifier, sedangkan
amonia diteruskan ke kondensor. Analyzer pada prinsipnya adalah suatu
kolom distilasi, yang umumnya menggunakan air pendingin dari
kondensor sebagai media pendingin.
Untuk dapat menghitung penampilan panas di dalam siklus
pendinginan absorpsi maka diperlukan data entalpi tiap kombinasi
refrijeran-zat penyerap yang digunakan. Perlu diperhatikan bahwa pada
diagram tersebut konsentrasi yang ditunjukkan adalah konsentrasi NH3 di
dalam larutan NH3-H2O, meskipun dalam hal ini amonia berfungsi
sebagai refrijeran dan air sebagai zat penyerap.

2.2.1 Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorpsi pada permukaannya,baik secara fisik atau dengan reaksi kimia.
Absorben harus memenuhi persyaratan yang sangat beragam yaitu :

• Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar


mungkin (kebuthan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil)

Universitas Sumatera Utara


• Sedapat mungkin sangat reaktif
• Memiliki tekanan uap yang tinggi
• Mempunyai viskositas yang rendah
• Stabil secara termis dan murah

2.3 Refrijeran
Refrijeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi)
atau mesin pengkondisian udara. Zat ini berfungsi untuk menyerap panas dari
benda atau udara yang didinginkan dan membawanya kemudian membuangnya ke
udara sekeliling di luar benda (Shan, 1991).
Berdasarkan jenis senyawanya, refrijeran dapat dikelompokkan menjadi 7
kelompok yaitu sebagai berikut :
1. Kelompok refrijeran senyawa halocarbon.
Kelompok refrijeran senyawa halocarbon diturunkan dari hidrokarbon
(HC) yaitu metana (CH 4 ), etana (C 2 H 6 ), atau dari propane (C 3 H 8 ) dengan
mengganti atom-atom hydrogen dengan unsur-unsur halogen seperti khlor
(Cl), fluor (F), atau brom (Br). Jika seluruh atom hydrogen tergantikan
oleh atom Cl dan F maka refrijeran yang dihasilkan akan terdiri dari atom
khlor, fluor, dan karbon. Refrijeran ini disebut refrijeran
chlorofluorocarbon (CFC). Jika hanya sebagian saja atom hydrogen yang
digantikan oleh Cl dan atau F maka refrijeran yang terbentuk disebut
hydrochlorofluorocarbon (HCFC). Refrijeran halocarbon yang tidak
mengandung atom khlor disebut hydrofluorocarbon (HFC).
2. Kelompok refrijeran senyawa organik cyclic.
Kelompok refrijeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan
nomor refrijeran adalah sama dengan cara penulisan refrijeran halocarbon
tetapi ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok
refrijeran ini adalah:
1) R-C316 C 4 Cl2 F6 1,2-dichlorohexafluorocyclobutane
2) R-C317 C 4 ClF 7 chloroheptafluorocyclobutane
3) R-318 C 4 F8 octafluorocyclobutane

Universitas Sumatera Utara


3. Kelompok refrijeran campuran zeotropik.
Kelompok refrijeran ini merupakan refrijeran campuran yang bias
terdiri dari campuran refrijeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrijeran
yang terbentuk merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat
dipisahkan dengan cara destilasi.
4. Kelompok refrijeran campuran Azeotropik.
Kelompok refrijeran ini adalah refrijeran campuran tak bereaksi yang
tidak dapat dipisahkan dengan destilasi. Refrijeran ini pada konsentrasi,
tekanan dan temperatur tertentu bersifat azeotropik, yaitu mengembun dan
menguap pada temperatur yang sama, sehingga mirip dengan refrijeran
tunggal. Namun demikian pada kondisi (konsentrasi, temperatur atau
tekanan) yang lain refrijeran ini bisa saja menjadi bersifat zeotropik.
5. Kelompok refrijeran senyawa organik biasa.
Kelompok refrijeran ini sebenarnya terdiri dari unsur C, H dan lainnya.
Namun demikian cara penulisan nomornya tidak dapat mengikuti cara
penomoran refrijeran halocarbon karena jumlah atom H nya jika ditambah
dengan 1 lebih dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrijeran
menjadi dua digit. Sebagai contoh butane (C 4 H 10 ), jika dipaksakan
dituliskan sesuai dengan cara penomoran refrijeran halocarbon, maka
refrijeran ini akan bernomor R-3110, sehingga akan menimbulkan
kerancuan.
6. Kelompok refrijeran senyawa anorganik.
Kelompok refrijeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7
dan digit selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya. Contoh
dari refrijeran ini adalah:
1) R-702 : hydrogen
2) R-704 : helium
3) R-717 : amonia
4) R-718 : air
5) R-744 : oksigen

Universitas Sumatera Utara


7. Kelompok refrijeran senyawa organik tak jenuh
Kelompok refrijeran ini mempunyai nomor 4 digit, dengan
menambahkan angka keempat yang menunjukkan jumlah ikatan rangkap
di depan ketiga angka yang sudah dibahas dalam sistem penomoran
refrijeran halocarbon.

2.3.1 Amonia
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH 3 . Biasanya senyawa ini
didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas I (disebut bau amonia). Sifat
amonia dapat dilihat seperti tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Sifat Amonia


Sifat Amonia
Massa jenis 682 kg/m3, cair
Titik lebur -77,7 oC
Titik didih -33.3 oC
Keasaman 9,25
Panas Laten Penguapan (Le) 1357 kJ/kg
Kelarutan dalam air 89,9g/100ml pada 00c

(Sumber : Chang, 2003)


Walaupun amonia memberi sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di
bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan.
Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan
paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia diatur sebagai gas tak mudah
terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup.

2.4 Alat Penukar Kalor


Alat penukar kalor adalah alat yang memungkinkan terjadinya
perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda
tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya
digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus
pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses
pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran

Universitas Sumatera Utara


yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai
contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir
melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang
kecil dengan melewatkan udara diantaranya.
Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi
di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada
saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan
koefisien perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk
menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara
kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan
temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada
saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan
logarithmic mean temperatur difference LMTD, yang sebanding dengan
perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor.
Ketika dua temperatur tidak diketahui kita dapat menganalisisnya dengan metode
keefektifan-NTU.

2.4.1 Jenis Alat Penukar Kalor


Secara umum, alat penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya
yakni :
a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida
sampai pada temperatur yang rendah. Temperatur fluida hasil pendinginan
didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida
pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media
pendingin biasanya digunakan amonia atau Freon.
b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau
campuran uap, sehingga berubah fasa dari uap menjadi cairan. Media
pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap
akan melepaskan panas latent kepada pendingin, misalnya pada
pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing
turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor,
lalu diembunkan menjadi kondensat.

Universitas Sumatera Utara


c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau
gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak
terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka
pendingin coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan
bantuan fan (kipas).
d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan
menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan)
suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah
panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrijeran cair.
e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil)
serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas
yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu
sendiri.
f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan
panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus,
yaitu:
• Memanaskan fluida
• Mendinginkan fluida yang panas
Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan
kebutuhannya (Sitompul, 1993).

2.5 Kondensor
Kondensor merupakan bagian dari mesin pendingin yang berfungsi untuk
membuang panas dari uap refrijeran. Proses pembuangan panas dari kondensor
terjadi karena adanya penurunan refrijeran dari kondisi superheated menuju ke
uap jenuh, kemudian terjadi proses perubahan fasa refrijeran yaitu dari fasa uap
menjadi fasa cair. Untuk mencairkan uap refrijeran yang bertekanan dan
bertemperatur tinggi, diperlukan usaha melepaskan panas sebanyak panas laten
(pengembunan) dengan cara mendinginkan uap refrijeran oleh media pendingin.
Jumlah panas yang dilepas di dalam kondensor sama dengan jumlah panas yang

Universitas Sumatera Utara


diserap refrijeran di dalam kondensor dan panas ekuivalen dengan energi yang
diperlukan untuk melakukan kerja kompresi.
Uap refrijeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi pada akhir
kompresi dengan mudah dicairkan dengan menggunakan fluida pendingin seperti
udara atau air. Dengan kata lain, uap refrijeran melepaskan kalor laten
pengembunan kepada fluida pendingin sehingga refrijeran tadi mengembun dan
menjadi cair. Pada siklus ideal tidak terjadi penurunan tekanan dan temperatur
dikondensor. Sedangkan pada siklus aktual terjadi penurunan tekanan yang diikuti
penurunan temperatur yang terjadi karena gesekan antara refrijeran dengan pipa
kondensor.

2.5.1 Jenis-Jenis Kondensor

1. Kondensor Tabung dan Pipa Horisontal


Kondensor tabung dan pipa banyak digunakan pada unit kondensor
berukuran kecil sampai besar, unit pendingin air dan penyegar udara paket
baik untuk amonia maupun untuk freon.
Seperti pada gambar 2.3 di dalam kondensor tabung dan pipa terdapat
banyak pipa pendingin, dimana air pendingin mengalir dalm pipa tersebut.
Ujung dan pangkal pipa tersebut terkait dengan plat pipa, sedangkan diantara
plat pipa dan tutup tabung dipsang sekat-sekat, untuk membagi aliran yang
melewati pipa-pipa tersebut tetapi juga untuk mengatur agar kecepatannya
cukup tinggi 1 sampai 2 m/detik (Arismunandar, 2002).

Gambar 2.3 Kondensor tabung dan pipa bersirip horisontal


(Sumber : Hendragani, 2005)

Universitas Sumatera Utara


Keterangan :
1. Saluran air pendingin keluar 6. Pengukur muka cairan
2. Saluran air pendingin masuk 7. Saluran masuk refrijeran
3. Pelat pipa 8. Tabung keluar refrijeran
4. Pelat distribusi 9. Tabung
5. Pipa bersirip

Air pendingin masuk kondensor dari bagian bawah, kemudian masuk


ke dalam pipa pendingin dan keluar pada bagian atas. Jumlah saluran air
yang terbentuk oleh sekat-sekat itu dinamai jumlah saluran. Jumlah
saluran maksimum yang dipakai adalah 12. Tahanan aliaran air pendingin
dalam pipa bertambah besar dengan banyaknya jumlah saluran.

Ciri-ciri kondensor tabung dan pipa adalah sebagai berikut:

1. Dapat dibuat dengan pipa pendingin bersirip, sehingga relatif


berukuran lebih kecil dan ringan.
2. Pipa air dapat dibuat dengan lebih mudah.
3. Bentuknya sederhana (horisontal) dan mudah pemasangannya.
4. Pipa pendingin mudah dibersihkan.

2. Kondensor Tabung dan Koil

Gambar 2.4 Kondensor tabung dan koil


(Sumber : Hendragani, 2005)

Universitas Sumatera Utara


Kondensor tabung dan koil banyak digunakan pada unit dengan
freon sebagai refrijeran berkapasitas relatif kecil, misalnya pada penyegar
udara jenis paket, pendinigin air dan sebagainya, pada gambar 2.4
digambarkan kondensor tabung dan koil dengan koil pipa pendingin
didalam tabung yang dipasang pada posisi vertikal koil pipa pendingin
tersebut biasanya terbuat dari tembaga, tanpa sirip atau dengan sirip, pipa
tersebut mudah dibuat dan murah harganya.
Pada kondensor tabung dan koil, air mengalir di dalam pipa
pendingin. Endapan dan kerak yang terbentuk di dalam pipa harus
dibersihkan dengan menggunakan zat kimia (deterjen).

Ciri-ciri kondensor tabung dan koil adalah sebagai berikut :

1. Harganya murah karena mudah pembuatannya.


2. Kompak karena posisi yang vertikal dan pemasangannnya yang
mudah.
3. Boleh dikatakan tidak mungkin diganti pipa pendingin, sedangkan
pembersihannya harus dihilangkan dengan deterjen.

3. Kondensor dengan Pendingin Udara


Kondensor pendingin udara terdiri dari koil pipa pendingin bersirip
pelat (pipa tembaga dan sirip aluminium atau pipa tembaga dengan sirip
tembaga). Udara mengalir dengan arah yang tegak lurus dengan pada
bidang pendingin. Gas refrijeran yang bertemperatur tinggi masuk ke
bagian atas dari koil dan secara berangsur-angsur mencair dalam aliran ke
bagian bawah koil.

Gambar 2.5 Kondensor dengan pendingin udara


(Sumber : Hendragani, 2005)

Universitas Sumatera Utara


Ciri-ciri kondensor pendingin udara adalah sebagai berikut:

1. Tidak memerlukan pipa air pendingin, pompa air dan penampung air,
karena tidak menggunakan air.
2. Dapat dipasang dimana saja asal terdapat udara bebas.
3. Tidak mudah terjadi korosi karena permukaan koil kering.
4. Memerlukan pipa refrijeran tekanan tinggi yang panjang karena kondensor
biasanya diletakan diluar rumah.
5. Pada musim dingin, tekanan pengembunan perlu dikontrol untuk
mengatasi gangguan yang dapat terjadi karena turunnya tekanan
pengembunan yang terlalu besar, yang disebabkan oleh temperatur udara
atmosfir yang rendah (Hendragani, 2005).

2.6 Perpindahan Panas pada Kondensor

Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan


energi (dalam bentuk panas) yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara
kedua benda atau material. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama
dan kedua termodinamika (Incropera, 1996), sebagai contoh pada peristiwa
pendinginan yang berlangsung pada suatu batangan baja panas yang dicelupkan
kedalam air. Dengan termodinamika kita dapat menentukan suhu keseimbangan
akhir dari suatu batangan baja, namun termodinamika tidak akan dapat
menunjukkan kepada kita berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai
keseimbangan itu atau berapa suhu batangan itu pada saat sebelum tercapainya
keseimbangan, sebaliknya ilmu perpindahan kalor dapat membantu kita untuk
menentukan suhu batangan baja sebagai fungsi waktu. Jenis-jenis perpindahan
panas yang terjadi pada kondensor yaitu :

- Konduksi (hantaran)
- Konveksi (aliran)

Universitas Sumatera Utara


2.6.1 Perpindahan Panas Konduksi

Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor


dimana kalor mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu
rendah dalam suatu medium padat atau medium - medium yang berlainan yang
bersinggungan secara langsung. Secara umum (Cengel, 1989) laju aliran kalor
secara konduksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
��
� = −�� ……………………………………………...…(2.1)
��
(Sumber : Cengel, 1989)
Keterangan :
q = laju aliran kalor (watt)
k = konduktifitas termal bahan (W/(m2.0C)
��
= gradient suhu kearah perpindahn kalor (0C/m)
��
A = luas penampang (m2)

Tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum ke 2 termodinamika yaitu


kalor mengalir ke temperatur yang lebih rendah. Arah aliran energi kalor adalah
dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah. Sudah diketahui bahwa tidak
semua bahan dapat menghantar kalor sama sempurnanya. Dengan demikian,
umpamanya seorang tukang hembus kaca dapat memegang suatu barang kaca,
yang beberapa cm lebih jauh dari tempat pegangan itu adalah demikian panasnya,
sehingga bentuknya dapat berubah. Akan tetapi seorang pandai tempa harus
memegang benda yang akan ditempa dengan sebuah tang. Bahan yang dapat
menghantar kalor dengan baik dinamakan konduktor. Penghantar yang buruk
disebut isolator. Sifat bahan yang digunakan untuk menyatakan bahwa bahan
tersebut merupakan suatu isolator atau konduktor ialah koefisien konduksi termal.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6 Perpindahan panas secara konduksi
(Sumber : Cengel, 1989)

Apabila nilai koefisien ini tinggi, maka bahan mempunyai kemampuan


mengalirkan kalor dengan cepat, untuk bahan isolator koefisien ini bernilai kecil.
Gambar diatas adalah proses perpindahan panas secara konduksi. Pada umumnya,
bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam) merupakan
penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya. Selanjutnya bila
diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam dan salah satu ujungnya
diulurkan ke dalam nyala api dapat diperhatikan bagaimana kalor dipindahkan
dari ujung yang panas ke ujung yang dingin. Apabila ujung batang logam tadi
menerima energi kalor dari api, energi ini akan memindahkan sebagian energi
kepada molekul dan elektron yang membangun bahan tersebut. Molekul dan
elektron merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan menurut proses
perpindahan panas konduksi. Dengan demikian dalam proses pengankutan kalor
di dalam bahan, aliran elektron akan memainkan peranan penting. Persoalan yang
patut diajukan pada pengamatan ini ialah mengapa kadar alir energi kalor adalah
berbeda. Hal ini disebabkan susunan molekul dan juga atom di dalam setiap bahan
adalah berbeda. Untuk satu bahan berfasa padat molekulnya tersusun rapat,
berbeda dengan satu bahan berfasa gas seperti udara dimana molekul udaranya
sangat renggang sekali. Tetapi dibandingkan dengan bahan padat seperti kayu,
dan besi, maka molekul besi adalah lebih rapat susunannya daripada molekul kayu
(Kreith, 1991).
Pada alat penukar kalor dalam hal ini kondensor perpindahan konduksi
terjadi pada bagian pipa,tahanan termal yang terjadi pada pipa adalah seperti pada
gambar 2.7

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.7 Mode perambatan panas
(Sumber : Cengel, 1989)

2.6.2 Perpindahan Panas Konveksi

Untuk perancangan kondensor yang digunakan untuk mencari perpindahan


kalor adalah secara konveksi, yaitu konveksi paksa aliran dalam dan aliran luar.
Konveksi adalah proses transfer panas dengan melibatkan perpindahan massa
molekul molekul fluida dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada permasalahan
kondensor perpindahan panas konveksi terdapat pada dua sisi yaitu :

a) Sisi aliran udara (Aliran Luar)

Gambar 2.8 Aliran luar


(Sumber : Incopera, 1996)
Pada persoalan aliran luar tersebut lapisan batas aliran berkembang secara
bebas, tanpa batasan yang disebabkan oleh permukaan yang berada di dekatnya.
Sehubungan dengan itu akan selalu ada daerah lapisan batas yang berada di sisi
luar aliran dimana gradien kecepatan temperatur dapat di abaikan. Sebagai contoh
meliputi pergerakan fluida diatas plat datar dimana laju perpindahan panasnya :

Universitas Sumatera Utara


� = ℎ� . �� . (�� − �∞ )……………………………………………(2.2)

Dimana ℎ� . �� . (�� − �∞ ) = � . �� . ∆�
(Sumber : Cengel, 1989)
Dimana :
ho = Koefisien perpindahan pans konveksi aliran udara (luar)
As = Luas permukaan perpindahan kalor
Ts = Suhu pada plat
T∞ = Suhu larutan amonia
q = Laju perpindahan panas
b) Sisi Aliran Dalam (uap amonia)

Gambar 2.9 Aliran dalam


(Sumber : Cengel, 1989)

Berbeda dengan aliran luar yang tanpa ada batasan luar,pada aliran
dalam seperti halnya yang terjadi didalam pipa adalah sesuatu dimana
fluida dibatasi oleh permukaan sehingga lapisan batas tidak dapat
berkembang secara bebas seperti halnya pada luar.
Laju perpindahan panas aliran dalam :
� = ℎ� . �� . (�� − �∞ ) …………………….……(2.3)
(Sumber : Cengel, 1989)
hi = Koefisien perpindahan pans konveksi aliran refrijeran
As = Luas permukaan perpindahan kalor

2.6.3 Sifat - Sifat Termodinamika Fluida


a) Temperatur rata-rata refrigran
� �,� +�� ,�
��,� = ……………………………………...………………(2.4)
2

Universitas Sumatera Utara


Dimana : Temperatur inlet (T r,i )
Temperatur outlet (T r,o )
b) Mencari Temperatur rata-rata udara
�� ,� +� � ,�
��,� = 2
……………………………………………….….(2.5)

Dimana : Temperatur inlet (Tu,i)


Temperatur outlet (Tu,o)
2.6.4 Sifat Aliran Fluida
Di alam ini terdapat dua jenis aliran fluida. Pertama dikenal dengan aliran
laminar dimana sifatnya tenang, kecepatanya rendah, semua partikel partikelnya
mempunyai sifat aliran yang seragam. Kedua adalah aliran turbulen pada aliran ini
masing masing partikelnya mempunyai arah kecepatan yang berlainan dan tidak
seragam sehingga setiap partikelnya mempunyai arah kecepatan yang berlainan
dan tidak seragam sehingga setiap partikelnya mempunyai kesempatan yang sama
untuk menyentuh permukaan atau dinding saluran, dengan demikian kesempatan
fluida menerima atau mentransfer panas pada dinding pipa menjadi lebih besar.
Dalam alat penukar kalor selalu diinginkan agar alirannya turbulen sehingga
kapasitas perpindahan panasnya meningkat. Aliran turbulen dapat diperoleh
dengan pemasangan baffle atau dengan membuat permukaan dinding saluaran
kasar. Jenis aliran turbulen atau laminar dapat ditentukan oleh perhitungan
bilangan reynold. Bilangan reynold untuk aliran luar dan dalam pipa dapat
didefinisikan dengan menggunakan rumus :

Aliran dalam pipa rumus mencari Re adalah :


��.� �
�� = …………………………….………………..…..……(2.6)
µ.��

Untuk aliran luar menggunakan rumus :


� .� .�
�� = ……………….………………………….…………..(2.7)
µ

(Sumber : Cengel, 1989)


Keterangan :
ρ = massa jenis (kg/m3)
V = kecepatan aliran (m/s)
D = diameter pipa (m)
µ = viskositas dinamik (kg/m.s)

Universitas Sumatera Utara


Bilangan Reynolds digunakan sebagai kriteria untuk menunjukkan sifat
aliran fluida, apakah aliran termasuk aliran laminar, transisi atau turbulen. Untuk
Re < 2000 biasanya termasuk jenis aliran laminar sedangkan untuk 2000 < Re
<4000 adalah jenis aliran transisi dan untuk Re> 4000 adalah jenis aliran turbulen.
Bilangan nusselt untuk aliran laminar biasanya ditentukan oleh bentuk
penampang dari pipa nilainya dibuat dalam bentuk tabel, berikut ketetapan untuk
beberapa bilangan nusselt sesuai dengan besar bilangan Reynolds dan bentuk
penamapang.
- Untuk konveksi aliran dalam perhitungan bilangan Nusselt adalah :
1
��� = 0,023 (��)0,8 ��� 3 �……………………………………………(2.8)

Dengan ketentuan (0,7 ≤ Pr ≥ 160)


- Untuk konveksi aliran luar perhitungan bilangan Nusselt aliran menyilang
yaitu :
1
��� = 0,683 (��)0,466 (�� 3 ) …………………………………….(2.9)
(Sumber : Cengel, 1989)

2.7 Laju Perpindahan Kalor pada Kondensor


Pada dasarnya laju perpindahan kalor pada kondensor dalam hal ini
kondensor dipengaruhi oleh adanya tiga (3) hal, yaitu :
1. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U)
Koefisien perpindahan panas yang terjadi pada kondensor adalah konveksi
paksa yang terjadi di dalam dan di luar tube serta konduksi pada tubenya.koefisien
perpindahan panas total yang terjadi merupakan kombinsi dari ketiganya. Harga
koefisien perpindahan panas menyeluruh ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut:

1
�= �� � � …………………………………………….(2-10)
+ � .ln� � �+
1
ℎ′ � . � � 2.� �� ℎ′ �

(Sumber : Cengel, 1989)


Dengan:
U = Koefisien pepindahan panas menyeluruh (W/m2 oC)
hi = Koefisien perpindahan panas sisi refrijeran (W/m2 oC)
ho = Koefisien perpindahan panas sisi udara (W/m2 oC)

Universitas Sumatera Utara


Do = Diameter luar pipa (m)
Di = Diameter dalam pipa (m)
l = Tebal pipa (m)
k = Konduktifitas termal pipa (W/m oC)
Rf o = Faktor pengotoran sisi luar (m2 oC/W)
Rf i = Faktor pengotoran sisi dalam (m2 oC/W)

Koefisien perpindahan kalor pada masing masing proses perpindahan


kalor dapat dijabarkan sebagai berikut :
• Menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi bagian dalam (hi).
Berdasarkan perhitungan perubahan fasa pada kondensasi digunakan
rumus persamaan Cato yaitu :

0,25
�.� � (� � −� � )� �3 3
ℎ� = 0,555 � �ℎ�� + ��� (���� − �� �� .……..……(2.11)
µ (���� − �� ) 8

Keterangan :
hi = Koefisien perpindahan panas konveksi bagian dalam
(W/m2K)
kl,r = Konduktifitas thermal cair refrijeran (W/m2 K)
g = Gaya grafitasi (m/s2)
ρl, r = Massa jenis cair refrijeran (kg/m3)
ρv, r = Massa jenis uap refrijeran (kg/m3)
µ l,r = Viskositas dinamik cair refrijeran ( kg/m.s)
Tsat = Temperatur saturasi (K)
Ts = Temperatur dinding (K)
hfg = Kalor laten (kJ/kg)
Cpl,r = Spesifik thermal cair refrijeran

• Menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi bagian luar (ho)



ℎ� = ��� …………………………………………………….….(2.12)
��

Keterangan :
ho = koefisien perpindahan panas konveksi bagian luar (W/m2 K)
k = Kondukt ifitas thermal (W/m2 0C)
Do= Diameter luar (m)

Universitas Sumatera Utara


• Menghitung Faktor Pengotoran Koefisien Perpindahan Panas
Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan kolar penukar
kalor mungkin dilapisi oleh endapan yang biasa terdapat dalam aliran, atau
permukaan itu mungkin mengalami korosi sebagai akibat interaksi antara fluida
dengan bahan yang digunakan dalam kontruksi penukar kalor. Dari kedua hal
tersebut, lapisan itu memberikan tahanan termal tambahan terhadap aliran kalor,
dan hal ini menyebabkan menurunnya kemampuan kerja alat itu. Pengaruh
menyeluruh daripada hal tersebut diatas dinyatakan dengan faktor pengotoran,
tahanan pengotoran (R f ). Beberapa besaran faktor pengotoran hasil pengujian dan
penelitian sebagai berikut
1 1
�� = − …………………………………….. (2.13)
ℎ′ � ℎ�
1 1
�� = − ……………………………………………(2.14)
ℎ′ � ℎ�

Keterangan :
ℎ′� = Koefisien konveksi internal total (W/m2 K)
ℎ′� = Koefisien konveksi eksternal total (W/m2K)
Tabel 2.2 Faktor pengotoran beberapa fluida
Fluida �� , �2 , ⁰�/�
Air laut, air sungai, air
mendidih, air suling 0,0001
o
Dibawah 50 C 0,0002
Diatas 50 oC
Bahan bakar 0,0009
Uap air (bebas minyak) 0,0001
Refrijeran (cair) 0,0002
Refrijeran (gas) 0,0004
Alkohol (gas) 0,0001
Udara 0,0004
(Sumber : Janna, 2000)

2. Luas perpindahan panas (A)


• Menghitung luas perpindahan panas (A)

Universitas Sumatera Utara


Luas permukaan perpindahan panas permukaan dalam pipa (Ai)
π
�� = ��2 ………………………………………………………..….(2.15)
4

Luas permukaan perpindahan panas permukaan luar pipa (Ao)


�� = � . �� . � …………………………………………………….(2.16)
Luas permukaan penukar kalor total dapat juga dihitung berdasarkan
persamaan :
• Luas permukaan penukar panas (Atotal)
�� = � . ������ . ������ …………………….……………..……(2.17)
��
������ = ………………….…………...……….(2.18)
�� . ������

Keterangan :
Ao = Luas permukaan total,dalam (m2)
Ai = Luas permukaan total,luar (m2)
L = Panjang pipa (m)
U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2K)
ΔT LMTD = Beda suhu rata-rata log
(Sumber : Cengel, 1989)

3. Beda suhu rata-rata log atau Logarithmic Mean Temperatur Difference (ΔT
LMTD)
Di dalam kondensor, banyaknya perpindahan kalor dihitung berdasarkan
perbedaan temperatur logaritmik. Hal tersebut dilukiskan pada gambar 2.10.
Makin besar perbedaan temperatur rata-rata, makin kecil ukuran penukar kalor
(luas bidang perpindahan kalor) yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.10 Selisih perbedaan temperatur rata-rata logaritmik
kondensor

��1 = ��,� − ��,� ……………………………………...……………..(2.19)


��2 = ��,� − ��,� ………………………………….….……………..(2.20)
��2 −��1
����� = �� 2 ………………………………………...…………..(2.21)
��
�� 1

Keterangan :
Tr,i = Temperatur refrijeran masuk (oC)
Tr,o = Temperatur refrijeran keluar (oC)
Tu,i = Temperatur udara masuk (oC)
Tu,o = Temperatur udara keluar (oC)

Dimana LMTD ini disebut beda suhu rata-rata log atau beda suhu pada
satu ujung kalor dikurangi beda suhu pada ujung lainnya dibagi dengan logaritma
alamiah daripada perbandingan kedua beda suhu pada ujung lainnya. Konfigurasi
aliran alternative adalah alat penukar panas dimana fluida bergerak dalam arah
aliran melintang (cross flow) atau dengan sudut tegak lurus satu sama lainya
melalui alat penukar panas tersebut, jika suatu penukar kalor yang bukan jenis
pipa ganda digunakan, perpindahan kalor dihitung dengan menerapkan faktor
koreksi terhadap LMTD untuk pipa susunan ganda aliran lawan arah dengan suhu
fluida panas dan dingin yang sama, maka persamaan perpindahan panas menjadi
Q = U.A.ΔT LMTD (Cengel, 1989).

2.8 Aliran dan Distribusi Temperatur pada Kondensor


Untuk dapat menggambarkan aliran dan distribusi temperature pada
kondensor itu, maka harus diketahui proses apa yang terjadi dalam kondensor itu.
Dalam kondensor terjadi perubahan fase uap menjadi fase cair. Ini terjadi karena
uap basah (saturated steam) itu memberikan panas yang dikandung ( latent heat )
kepada udara pendingin. Temperatur udara pendingin biasanya sama dengan
temperatur lingkungan. Diagram distribusi temperature panjang atau luas tube
dapat digambarkan pada gambar 2.11 sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.11 (a) distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada kondensor aliran
paralel, (b) distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada
kondensor aliran berlawanan arah
(Sumber : Sitompul, 1993)

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada era modern saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sangat pesat, tidak hanya terpusat pada satu bidang saja melainkan hampir semua
bidang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satunya adalah mesin
pendingin, mesin yang satu ini merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Di sekitar kita sehari-hari ada banyak bidang yang menjadi
lapangan kerja karena dengan kemampuan mesin pendingin bisa mendapatkan
kondisi temperatur di bawah temperatur lingkungan. Beberapa bidang yang menjadi
lapangan kerja dengan memanfaatkan mesin pendingin antara lain : Industri
makanan, industri pengeringan, industri manufaktur, industri konstruksi, industri
olahraga, industri kimia, industri farmasi, industri pariwisata dll. Akan tetapi mesin
pendingin yang banyak digunakan saat ini masih menggunakan energi listrik yang
cukup besar. Penelitian yang telah dilaksanakan oleh JICA (Japan International
Cooperation Agency Electric Power Development CO. Ltd. 2009) pada tahun 2009
terhadap gedung-gedung di kota-kota besar seperti mall, rumah sakit, hotel, dan
perkantoran swasta di dapatlah bahwa penggunaan listrik terbesar berada pada
pemakaian mesin pengkondisian udara, mesin pendingin.
Selain itu perkembangan mutakhir dibidang refrigerasi menyoroti pada
permasalahan kerusakan ozon yang disebabkan oleh bahan refrigerasi yang
mengandung chlorine yang dapat mengakibatkan radiasi sinar UV sehingga dapat
menyebabkan kulit terbakar bahkan kanker kulit. Dan juga isu lingkungan yang
sudah dibahas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun terakhir ini juga
menunjukkan bahwa dunia telah menghadapi masalah yang serius. Mesin pendingin
yang sering digunakan belakangan ini menggunakan refrijeran yang tidak ramah
lingkungan seperti CFC dan HCFC dan ini juga merupakan sumber masalah yang
harus di atasi.

Berdasarkan data statistik produksi energi Indonesia hanya bertumbuh 1,4 %


bahkan menurun hingga level terendah sejak tahun 1969 sementara konsumsi energi
nasional meningkat 3,1 % atau dua kali lipat selama 16 tahun terakhir (Bp statistical
review, 2015). Memperhatikan isu krisis energi dan isu lingkungan, mesin pendingin
siklus absorpsi merupakan solusi yang tepat untuk melakukan pengkondisian udara.
Energi surya dan panas buang pada mesin dirasa bisa dimanfaatkan untuk mesin

Universitas Sumatera Utara


pendingin siklus absorpsi.. Mengingat siklus absorpsi adalah siklus termodinamika
yang dapat digunakan sebagai siklus refrigerasi dan digerakkan oleh energi dalam
bentuk panas. Dan salah satu keistimewaan siklus ini adalah panas yang digunakan
untuk menjalankan siklus dapat berupa sumber panas yang temperaturnya kurang
dari 200 ⁰C (Cengel, 1989). Panas seperti ini dapat secara gratis seperti panas buang
knalpot dan energi matahari.

Tabel 1.1 Potensi sumber energi panas di Indonesia

Sumber Energi Potensi Kapasitas terpasang

Energi Panas Bumi 27 GW 807 MW

Energi Panas matahari 4,8 kWh/m2/hari 8 MW

(Sumber : Statistik ekonomi Indonesia, 2004)

Pada penelitian mesin pendingin siklus absorpsi ini digunakan absorbate


yang bertindak sebagai fluida kerja yang melakukan pendinginan yaitu Amonia.

1.2. Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukan penelitian skripsi ini yaitu : merancang dan membuat model
fisik kondensor sebagai salah satu komponen dari mesin pendingin siklus absorbsi.
Menganalisa kerja dari kondensor dengan pasangan refrijeran-absorben adalah
amonia - air

1.3. Batasan Masalah


Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah pada :
1. Perancangan, pembuatan dan pengujian kondensor
2. Pasangan refrijeran dan absorben yang dipakai adalah amonia dan air
3. Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah temperatur amonia masuk
kondensor, temperatur amonia keluar kondensor, temperatur udara keluar dan
kecepatan udara dari kipas angin

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan skripsi ini adalah :
1. Menghasilkan rekomendasi sistem pendingin yang hemat energi
2. Memberikan sumbangan data yang diperlukan penelitian selanjutnya

Universitas Sumatera Utara


3. Menghasilkan rekomendasi pemanfaatan energi yang terbuang dalam hal ini
panas gas buang.

1.5. Sistematika Penulisan


Skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab dengan garis besar tiap bab sebagai
berikut :
 Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup pengujian.
 Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai siklus absorpsi,
pengertian kondensor, dan perpindahan panas yang terjadi.
 Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pengujian, bahan
dan peralatan yang dipakai, serta tahapan dan prosedur pengujian.
 Bab IV : Hasil dan Analisa Pengujian
Bab ini membahas tentang hasil perancangan, pengumpulan data yang diperoleh
dari setiap pengujian melalui pembahasan perhitungan dan analisa dengan
menuangkan ke dalam bentuk tabel dan grafik.
 Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini sebagai penutup yang berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh.
 Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.
 Lampiran
Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari pengujian dalam
bentuk tabel dan gambar. Penggunaan berbagai sumber untuk perancangan.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Penggunaan mesin pendingin merupakan suatu kebutuhan dalam era


sekarang ini, modifikasi dari mesin pendingin adalah salah satu cara dalam
menghadapi persoalan krisis energi yang sedang terjadi sekarang ini, salah
satunya dengan memanfaatkan sumber energi yang tidak terpakai yang ada
disekitar kita, sebagai contoh adalah pemanfaatan gas buang. Mesin pendingin
absorpsi adalah salah satu contoh pemanfaatan gas buang sebagai sumber energi
utama dalam mekanismenya. Salah satu komponen yang berpengaruh dalam
mesin ini adalah kondensor dimana kondensor berfungsi untuk membuang panas
dari uap refrijeran, tipe kondensor yang dirancang pada penelitian ini adalah tipe
pendingin udara dengan bahan tube stainless stell 304. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah merancang sebuah kondensor untuk beban evaporator 50 W
dengan temperatur masuk refrijeran 90oC temperatur keluar refrijeran 35oC
temperatur udara masuk 30oC temperatur udara keluara 31 oC dengan kecepatan
udara sebesar 5 m/s dan untuk mengetahui unjuk kerja dari kondensor sebagai
salah satu komponen siklus absorpsi. Dimana dari hasil penelitian yang dilakukan
didapat dimensi kondensor adalah panjang total tube 1,460 m, diameter dalam
tube 6,82 mm dan diameter luar 10,28 mm sedangkan laju perpindahan panas
rata-rata kondensor pada pengujian pertama sebesar 0,0189 kW, pada pengujian
kedua 0,02096 kW dan pengujian ketiga sebesar 0,3419 kW.

Kata kunci: Mesin pendingin, Panas buang, Absorpsi, Kondensor

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

The use of refrigeration is a necessity in today's era, the modification of


the engine coolant is one way in addressing the issue of energy crisis that is
happening today, one of them by harnessing the unused energy that is around us,
as an example is the use of exhaust gas , Absorption refrigerating machine is just
one example of the utilization of flue gas as a primary energy source in the
mechanism. One of the components that are influential in the machine condenser
condenser which serves to remove heat from the refrijerant vapor, the type of
condenser which is designed in this study is the type of air conditioning with a
stainless steel tube material 304. The purpose of this research was to design an
evaporator condenser to load 50 W at 90 °C inlet temperature refrijerant outlet
35°C temperature refrijerant inlet air temperature 30°C outlet air temperature 31
°C with air velocity of 5 m/s and to know the performance of the condenser as one
component of the absorption cycle. Where the results of research conducted
acquired the dimensions of the condenser is a total length of 1,460 m tube, the
tube diameter of 6.82 mm and an outer diameter of 10.28 mm while the heat
transfer rate average condenser in the first test of 0.0189 kW, in second test
0.02096 kW and the third test of 0.3419 kW.

Keywords: refrigeration, waste heat, absorption, Condensers

Universitas Sumatera Utara


RANCANG BANGUN KONDENSOR PADA MESIN
PENDINGIN MENGGUNAKAN SIKLUS ABSORPSI DENGAN
PASANGAN REFRIJERAN – ABSORBEN AMONIA - AIR

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi


Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ABSALIOK SETRISA SIHOMBING


NIM : 100401023

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Penggunaan mesin pendingin merupakan suatu kebutuhan dalam era


sekarang ini, modifikasi dari mesin pendingin adalah salah satu cara dalam
menghadapi persoalan krisis energi yang sedang terjadi sekarang ini, salah
satunya dengan memanfaatkan sumber energi yang tidak terpakai yang ada
disekitar kita, sebagai contoh adalah pemanfaatan gas buang. Mesin pendingin
absorpsi adalah salah satu contoh pemanfaatan gas buang sebagai sumber energi
utama dalam mekanismenya. Salah satu komponen yang berpengaruh dalam
mesin ini adalah kondensor dimana kondensor berfungsi untuk membuang panas
dari uap refrijeran, tipe kondensor yang dirancang pada penelitian ini adalah tipe
pendingin udara dengan bahan tube stainless stell 304. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah merancang sebuah kondensor untuk beban evaporator 50 W
dengan temperatur masuk refrijeran 90oC temperatur keluar refrijeran 35oC
temperatur udara masuk 30oC temperatur udara keluara 31 oC dengan kecepatan
udara sebesar 5 m/s dan untuk mengetahui unjuk kerja dari kondensor sebagai
salah satu komponen siklus absorpsi. Dimana dari hasil penelitian yang dilakukan
didapat dimensi kondensor adalah panjang total tube 1,460 m, diameter dalam
tube 6,82 mm dan diameter luar 10,28 mm sedangkan laju perpindahan panas
rata-rata kondensor pada pengujian pertama sebesar 0,0189 kW, pada pengujian
kedua 0,02096 kW dan pengujian ketiga sebesar 0,3419 kW.

Kata kunci: Mesin pendingin, Panas buang, Absorpsi, Kondensor

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

The use of refrigeration is a necessity in today's era, the modification of


the engine coolant is one way in addressing the issue of energy crisis that is
happening today, one of them by harnessing the unused energy that is around us,
as an example is the use of exhaust gas , Absorption refrigerating machine is just
one example of the utilization of flue gas as a primary energy source in the
mechanism. One of the components that are influential in the machine condenser
condenser which serves to remove heat from the refrijerant vapor, the type of
condenser which is designed in this study is the type of air conditioning with a
stainless steel tube material 304. The purpose of this research was to design an
evaporator condenser to load 50 W at 90 °C inlet temperature refrijerant outlet
35°C temperature refrijerant inlet air temperature 30°C outlet air temperature 31
°C with air velocity of 5 m/s and to know the performance of the condenser as one
component of the absorption cycle. Where the results of research conducted
acquired the dimensions of the condenser is a total length of 1,460 m tube, the
tube diameter of 6.82 mm and an outer diameter of 10.28 mm while the heat
transfer rate average condenser in the first test of 0.0189 kW, in second test
0.02096 kW and the third test of 0.3419 kW.

Keywords: refrigeration, waste heat, absorption, Condensers

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Rancang Bangun Kondensor pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi
dengan Pasangan Refrijeran – Absorben Amonia Air”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat Sarjana S-1
pada Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Untuk penulisan skripsi ini, penulis dan tim telah merancang dan membangun
konstruksi alat pendingin dengan pemanfaatan panas buang dari mesin diesel.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Zamanhuri, MT selaku Dosen pembimbing, yang selalu memberikan
bimbingan dan motivasi sehingga penelitian ini dapat selesai.
2. Bapak Dr.Ing. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin
Universitas Sumatera.
4. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin, yang telah
membantu segala keperluan yang diperlukan selama penulis kuliah.
5. Kedua orang tua saya, R. Sihombing dan D. Simangunsong yang selalu
memberikan dukungan moril dan materil serta kasih sayangnya yang tak
terhingga kepada saya.
6. Bang Tonggam Sihombing, Iimmedi Juliana Sihombing, Jansen Sihombing,
Efriwita Nainggolan, Serta keluarga dekat yang memberikan dukungan moral
maupun moril dalam penyelesaian penelitian ini.
7. Rekan satu tim, Rido Manik, Dedi Manurung dan Lamhot Aritonang atas kerja
keras dan kerja sama yang baik untuk menyelesaikan penelitian ini.
8. Seluruh rekan mahasiswa Teknik Mesin yang telah memberikan bantuannya
terkhusus stambuk 2010 sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan
seluruh pihak yang telah membantu selama penulis kuliah dan menyelesaikan
skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki berbagai


kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

Universitas Sumatera Utara


berbagai pihak. Penulis juga mengharapkan skripsi ini dapat menjadi tambahan
pengetahuan bagi pembaca dan bermanfaat untuk kita semua. Terimakasih

Medan, Mei 2016


Penulis,

Absaliok Setrisa Shombing


100401023

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR NOTASI................................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 2
1.3 Batasan Masalah Penelitian ................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
1.5 Sistematika Penulisan............................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Sitem Pendingin Absorpsi ..................................................................... 5
2.1.1 Prinsip Kerja Siklus Absorpsi ....................................................... 6
2.1.2 Komponen Siklus Absorpsi.......................................................... 9
2.1.3 Perbedaan Sistem Absorpsi dengan Sitem Komprei Uap
(SKU) ........................................................................................ 10
2.2 Kombinasi Refrijeran – Absorben pada Sistem Pedingin
Absorpsi............................................................................................... 10
2.2.1 Absorben...................................................................................... 12
2.3 Refrijeran.............................................................................................. 13
2.3.1 Amonia ........................................................................................ 15
2.4 Alat Penukar Kalor ............................................................................... 15
2.4.1 Jenis Alat Penukar Kalor .............................................................. 16
2.5 Kondenor .............................................................................................. 17
2.5.1 Jenis – Jenis Kondenor ................................................................. 18
2.6 Perpindahan Panas Pada Kondensor ...................................................... 21
2.6.1 Perpindahan Panas Konduksi ........................................................ 21
2.6.2 Perpindahan Panas Konveksi ........................................................ 24
2.6.3 Sifat - Sifat Termodinamika Fluida ............................................... 25
2.6.4 Sifat Aliran Fluida ........................................................................ 25

Universitas Sumatera Utara


2.7 Laju Perpindahan Kalor pada Kondensor............................................... 27
2.8 Aliran dan Distribusi Temperatur pada Kondensor ................................ 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 33


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian................................................................ 33
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 33
3.2.1 Alat ............................................................................................ 33
3.2.2 Bahan .......................................................................................... 37
3.3 Proses Pembuatan Kondensor................................................................ 38
3.4 Eksperimental set up ............................................................................. 40
3.5 Prosedur Pengujian ............................................................................... 41
3.6 Tahapan Prosedur Penelitian ................................................................. 42

BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN................................................... 43


4.1 Perhitungan Termodinamika ................................................................. 43
4.2 Perancangan Kondensor ........................................................................ 44
4.2.1 Dimensi Kondensor Perancangan ................................................. 45
4.2.2 Penentuan Dimensi Permukaan Kondensor .................................. 45
4.2.3 Menghitung Koefisien Perpindahan Panas Konveksi .................... 47
4.2.4 Perpindahan Panas Menyeluruh ( U) ............................................ 49
4.2.5 Selisih Temperatur Rata-Rata Logaritmik (LMTD) ...................... 49
4.2.6 Panjang Pipa Perlintasan .............................................................. 49
4.2.7 Perencanaan Geometri dan Material dari Kondensor .................... 50
4.3 Hasil Pengujian Kondensor .................................................................. 51
4.3.1 Data Hasil Pengujian ................................................................... 51
4.3.2 Analisa Kerja Kondensor dengan Kesetimbangan Energi ............. 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... ............. 65

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 65


5.2 Saran .................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ xiii


LAMPIRAN .......................................................................................................... xv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem refrigrasi absorpsi sederhana ................................................. 6


Gambar 2.2 Diagram p-h siklus kompresi uap dan siklus absorpsi....................... 8
Gambar 2.3 Kondensor tabung dan pipa bersirip horisontal................................ 18
Gambar 2.4 Kondensor tabung dan koil ............................................................. 19
Gambar 2.5 Kondensor dengan pendingin udara ................................................ 20
Gambar 2.6 Perpindahan panas secara konduksi................................................. 22
Gambar 2.7 Mode perambatan panas.................................................................. 23
Gambar 2.8 Aliran luar ..................................................................................... 24
Gambar 2.9 Aliran dalam ................................................................................... 25
Gambar 2.10 Selisih temperatur rata-rata logaritmik kondensor ......................... 30
Gambar 2.11 (a) distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada kondensor aliran
paralel, (b) distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada
kondensor aliran berlawanan arah................................................. 32
Gambar 3.1 Kipas Angin.................................................................................... 33
Gambar 3.2 Flexible Thermo – Anemometer ..................................................... 34
Gambar 3.3 Pressure Gauge .............................................................................. 34
Gambar 3.4 Termometer digital ........................................................................ 35
Gambar 3.5 Pompa Vakum ................................................................................ 35
Gambar 3.6 Stop watch ..................................................................................... 36
Gambar 3.7 Penyambung pipa .......................................................................... 36
Gambar 3.8 Ammonium Hydroxide (NH 4 OH) ................................................... 37
Gambar 3.9 Desain kondensor .......................................................................... 38
Gambar 3.10 Rangka dudukan komponen siklus absorbsi .................................. 38
Gambar 3.11kondensor ...................................................................................... 39
Gambar 3.12 kondensor pada rangkaian siklus ................................................... 39
Gambar 3.13 Titik pengukuran pada kondenor .................................................. 40
Gambar 3.14 Diagram alir proses penelitian ....................................................... 42
Gambar 4.1 Siklus pendingin absorpsi ............................................................... 43
Gambar 4.2 Diagram P-h ................................................................................... 44
Gambar 4.3 Kondensor perancangan ................................................................. 45
Gambar 4.4 Bentuk perancangan kondensor ...................................................... 51

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.5 Grafik waktu vs temperatur pada pengujian hari pertama ................ 54
Gambar 4.6 Grafik waktu vs temperatur pengujian hari kedua ........................... 56
Gambar 4.7 Grafik temperatur vs waktu pada pengujian hari ketiga ................... 58
Gambar 4.8 Grafik antara beban kondensor dengan LMTD pada pengujian hari
pertama .......................................................................................... 60
Gambar 4.9 Grafik antara beban kondensor dan LMTD pada pengujian hari
kedua ............................................................................................. 62
Gambar 4.10 Grafik antara beban kondensor dan LMTD pada pengujian hari
ketiga ............................................................................................. 64

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Potensi sumber energi panas di Indonesia ...................................... 2


Tabel 2.1 Tabel sifat amonia ......................................................................... 15
Tabel 2.2 Faktor pengotoran beberapa fluida ................................................ 29
Tabel 4.1 Data pengujian hari pertama ......................................................... 52
Tabel 4.2 Data pengujian harikKedua ........................................................... 54
Tabel 4.3 Data pengujian hari ketiga ....................................................................... 56
Tabel 4.4 Kerja kondensor pengujian hari pertama .................................................. 59
Tabel 4.5 Kerja kondensor pengujian hari kedua...................................................... 61
Tabel 4.6 Kerja kondensor pengujian hari ketiga ..................................................... 63

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

SIMBOL KETERANGAN SATUAN


k Konduktifitas Thermal W/m.K
ΔT Perbedaan Temperatur o
C
μ Viskositas Dinamis N.s/m2
ρ Massa Jenis kg/m3
Cp Panas Jenis Fluida J/kg.K
V Kecepatan Fluida m/s
ho Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Luar W/m2K
hi Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Dalam W/m2K
ℎ′� Koefisien konveksi internal total W/m2K
ℎ′� Koefisien konveksi eksternal total W/m2K
As Area permukaan perpindahan panas m2
o
Ts Temperatur Permukaan Benda C
o
T∞ Temperatur lingkungan sekitar benda C
o
Tr, r Temperatur Rata – Rata Refrijeran C
o
Tr, u Temperatur Rata – Rata Refrijeran C
Re Bilangan Reynold
Nu Bilangan Nusselt
Pr Bilangan Prandtl
Do Diameter Luar Pipa m
Di Diameter Dalam Pipa m
Nu i Bilangan Nusselt tabung Bagian Dalam
Nu o Bilangan Nusselt tabung Bagian Luar
kl,r Konduktifitas thermal cair refrijeran W/m2K
g Gaya grafitasi m/s2
ρl, r Massa jenis cair refrijeran kg/m3
ρv, r Massa jenis uap refrijeran kg/m3
µl,r Viskositas dinamik cair refrijeran kg/m3
Tsat Temperatur saturasi K
Ts Temperatur dinding K
hfg Kalor laten kJ/kg
Cpl,r Panas jenis fluida amonia cair refrijeran J/kg.K

Universitas Sumatera Utara


L Panjang total tube m
� Tahanan Termal m2. °C/W
Ai Luas area permukaan dalam pipa m2
Ao Luas area permukaan luar pipa m2
U Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh W/m2°C
Qk Laju Perpindahan Panas Kondensor W
ṁr Laju aliran massa Refrijeran kg/s
ṁu Laju aliran massa udara kg/s
Cp ,r Panas Jenis fluida amonia J/kg.K
C p,u Panas Jenis fluida udara J/kg.K
T r,i Temperatur Refrigran masuk °C
T r,o Temperatur Refrigran keluar °C
T u,i Temperatur Udara masuk °C
T u,o Temperatur Udara keluar °C
Δ LMTD Beda Suhu rata-rata logaritma °C
Rf o Faktor pengotoran sisi luar m2 oC/W
Rf i Faktor pengotoran sisi dalam m2 oC/W
Te Temperatur Evaporasi °C
Tk Temperatur Kondensasi °C
Ta Temperatur Absorber °C
Tg Temperatur Generator °C
Pe Tekanan Evaporasi Bar
Pk Tekanan Kondensasi Bar

Universitas Sumatera Utara

Vous aimerez peut-être aussi