Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PEMBIMBING :
dr. Indra Harsanti Primayudi, SpA
DISUSUN OLEH :
Gabriella Hafidha Badruddin (406162007)
Journal Reading :
Deteksi dini cerebral palsy pada bayi berisiko tinggi: nilai diagnostik
refleks primitif dan perkembangan serta ultrasound
Disusun oleh :
Gabriella Hafidha Badruddin (406162007)
Journal Reading :
Deteksi dini cerebral palsy pada bayi berisiko tinggi: nilai diagnostik
refleks primitif dan perkembangan serta ultrasound
Disusun oleh :
Gabriella Hafidha Badruddin (406162007)
Mengetahui,
Kepala SMF Ilmu Kesehatan Anak
ABSTRAK
Latar Belakang : Insiden cerebral palsy (CP) telah meningkat karena kelangsungan
hidup yang lebih baik dari bayi berisiko tinggi. Metode penilaian sederhana
diperlukan untuk deteksi dini pada CP, dan dapat dilakukan oleh dokter umum dan
dokter anak dalam praktek sehari-hari.
Tujuan : Menilai keterlambatan motorik, refleks primitif dan perkembangan, serta
kelainan pada USG serebral yang digunakan sebagai metode sederhana untuk deteksi
dini CP pada bayi berisiko tinggi. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengevaluasi
kemudahan dan konsistensi metode untuk digunakan dalam praktek sehari-hari, serta
menentukan faktor-faktor risiko yang terkait dengan CP
Metode : Sebuah studi kohort prospektif dilakukan pada 150 bayi berisiko tinggi
mulai dari usia 4 bulan hingga 12 bulan. Penelitian ini memperoleh sejarah pada
subyek mengenai kemampuan motorik dan menilai refleks primitif serta reaksi
postural pada usia 4, 6, 9, dan 10 bulan. Diagnosis CP ditegakkan pada usia 6 dan 12
bulan. Penelitian ini juga menentukan uji Kappa sebagai penilaian terhadap
reliabilitas antara dokter spesialis anak dan ahli saraf pediatrik.
Hasil : Pada 88,7% subyek, CP terdeteksi dalam 6 bulan pertama. Pada saat 4 bulan,
refleks palmar positif, head lag, dan fisting adalah prediksi CP pada usia 6 bulan.
Keterlambatan motorik, positive palmar grasp refleks, head lag, fisting, dan adanya
protective extension refleks pada saat 6 bulan dapat terprediksi CP pada saat 12 bulan.
Dari 9 sampai 10 bulan, keterlambatan motorik, tidak adanya protective extension
refleks, dan reaksi parasut negatif dapat terprediksi CP pada saat 12 bulan.
Abnormalitas pada USG serebral dapat memprediksikan CP pada saat usia 6 dan 12
bulan. Hasil tes Kappa adalah 0,9, menunjukkan kemudahan dan konsistensi metode
ini untuk praktik medis sehari-hari.
Conclusion : Cerebral palsy dapat dideteksi dini saat 6 bulan pertama kehidupan.
Penilaian untuk keterlambatan motorik, pemeriksaan fisik untuk mendeteksi refleks
primitif dan perkembangan, serta USG serebral dapat digunakan untuk tujuan ini.
[Paediatr Indones. 2018;58:5-12 ; doi: http://dx.doi.org/10.14238/pi58.1.2018.5-
12 ].
Insidensi angka kejadian pada kasus Cerebral Palsy (CP) adalah 1,2 sampai
dengan 2,5/ 1.000 angka kelahiran. Banyak faktor termasuk prematuritas berpengaruh
pada kejadian Cerebral Palsy. Di Canada, angka kematian dari bayi prematur telah
menurun dari 256 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1993 menjadi 114 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2002, disertai dengan peningkatan tingkat CP dari 44,4
hingga 100 kasus per 1.000 kelahiran hidup pada periode yang sama. Kejadian yang
sama juga terjadi di Sweden dan Australia Batat. Di Indonesia tingkat kelangsungan
hidup yang lebih tinggi pada prematuritas dan bayi beresiko tinggi juga memiliki
potensi meingkatkan angka kejadian pada kasus CP. Bayi berisiko tinggi berpotensi
mengalami CP pada usia lanjut karena faktor risiko yang terjadi pada saat pranatal,
perinatal, dan paskanatal.
Cerebral palsy adalah gangguan statis, non-progresif motorik dan gangguan
fungsi postural karena kerusakan pada otak yang sedang berkembang, yang
menyebabkan keterlambatan motorik serta kelainan postural dan gerakan.1 Beberapa
anak dengan CP memperoleh berbagai komorbiditas dan komplikasi yang mungkin
menimbulkan ancaman kesehatan dan mempengaruhi kualitas hidup mereka.3 Deteksi
dini CP dalam tahun pertama kehidupan cukup penting untuk memungkinkan adanya
intervensi dini, yang akan mempengaruhi perjalanan alami penyakit.4 Identifikasi CP
pada bayi baru lahir bermasalah karena terbatasnya perkembangan motorik pada bayi
ini, sehingga sulit untuk menentukan jenis keterlambatan motorik yang dapat
digunakan untuk mendeteksi CP.4 Penilaian tonus otot dan refleks fisiologis, dan
landasan diagnosis CP, tidak selalu definitive.4,5
Beberapa penelitian telah melaporkan metode untuk deteksi dini CP
sebelum usia 3 sampai 6 bulan dengan penilaian prediktif, seperti
electroencephalography (EEG), pemantauan fungsi otak (Cerebral Function
Montitoring), pencitraan resonansi magnetik otak (Magnetic Resonance Imaging)
pada usia 2 hingga 8 hari, dan gerakan umum spontan (Spontaneus General
Movement) dapat dilakukan pada usia 2 sampai 4 bulan.5-7 Namun demikian,
penggunaan metode-metode seperti itu secara luas tidak dapat dilakukan di negara-
negara berkembang seperti Indonesia.
Penelitian ini digunakan untuk menentukan proporsi CP pada bayi berisiko
tinggi, faktor risiko yang terkait dengan CP, dan kinerja diagnostik sebagai metode
deteksi dini dengan menggunakan parameter keterlambatan motorik, pemeriksaan
fisik, dan USG serebral.
METODE
Studi prospektif ini mengikuti kohort bayi hingga usia 12 bulan. Penelitian
telah dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dari April 2010
hingga Juli 2012. Selama masa tindak lanjut, tim peneliti melakukan penilaian
perkembangan motorik dua bulanan dan pemeriksaan klinis neurologis. Dengan
menggunakan rumus yang tepat, jumlah minimal subyek yang dibutuhkan dihitung
menjadi 150. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah bayi berisiko tinggi yang
ditandai oleh prematuritas (usia kehamilan ≤ 32 minggu), berat lahir rendah ( 2,4999
gram) dan kelahiran berat badan sangat rendah (≤1,500 gram), neonatus cukup bulan
atau tidak cukup bulan dengan meningitis, ensefalopati hipoksik-iskemik derajat
sedang atau berat, perdarahan intracerebral (ICH), dan / atau > 48 jam ventilasi
mekanis. Penelitian ini mengeluarkan bayi dengan kelainan genetik, kromosom, atau
metabolik, malformasi sistem saraf pusat, gangguan neuromuskular, dan infeksi
kongenital. Variabel independennya adalah (1) dilihat dari faktor-faktor risiko yang
ada; (2) hasil USG serebral; (3) keterlambatan motorik; (4) refleks primitif (pegang
palmar, fisting, penarikan, crossed-ekstensor, dan respon traksi); dan (5) reaksi
postural (protective extension reflex dan reaksi parasut). Variabel dependen adalah
terjadinya CP yang ditentukan oleh pemeriksaan standar emas tonus otot dan
peningkatan refleks fisiologis pada usia yang ditentukan.
Pada usia 4 hingga 5 bulan, penelitian ini melakukan penilaian pada
perkembangan motorik dan pemeriksaan neurologis yang pertama yang terdiri dari
refleks penarikan, refleks palmar, respon traksi, fisting, dan refleks ekstensor silang.
Pada usia 6 bulan, perkembangan motorik dinilai kembali, serta semua item
pemeriksaan neurologis yang dievaluasi sebelumnya, dengan penambahan refleks
ekstensi pelindung. Pada usia 9 hingga 10 bulan, kami mengikuti perkembangan
motorik subyek dan melakukan semua pemeriksaan neurologis yang dievaluasi
sebelumnya, dengan penambahan reaksi parasut. Kehadiran CP ditentukan pada usia 6
dan 12 bulan. Diagnosis CP dibuat oleh salah satu dari dua ahli saraf pediatrik
berpengalaman ketika kelainan pada tonus otot dan peningkatan refleks fisiologis
ditemukan, tanpa bukti regresi atau perkembangan.
Untuk menentukan kontribusi masing-masing faktor risiko dan nilai
diagnostik prediktor ini, peneliti menggunakan data yang diperoleh pada usia 4, 6, 10,
dan 12 bulan. Dengan demikian, peneliti menentukan proporsi CP pada bayi berisiko
tinggi dan melakukan analisis bivariat pada hubungan potensial antara faktor risiko
dan CP. Penelitian ini juga menentukan kinerja diagnostik USG serebral untuk
memprediksi CP pada usia 6 dan 12 bulan, serta nilai diagnostik keterlambatan
motorik dan berbagai pemeriksaan klinis yang dilakukan pada usia 4, 6, dan 9-10
bulan untuk memprediksi CP di 6 dan 12 bulan, masing-masing. Nilai P <0,05
dianggap signifikan secara statistik. Setelah itu penelitian ini melakukan tes Kappa
antara ahli saraf pediatrik dan salah satu pasien anak untuk menilai reliabilitas antar
penilai untuk menentukan kemudahan replikasi dalam praktek medis sehari-hari. Tes
Kappa dilakukan pada kelompok lain yang terdiri dari 40 bayi berisiko tinggi.
Protokol penelitian telah disetujui oleh Komite Etika Penelitian Medis Universitas
Indonesia.
HASIL
Selama masa penelitian, 178 bayi yang berisiko tinggi mengunjungi institusi
peneliti. Dari 150 bayi yang telah memenuhi kriteria untuk dianalisis, 28 bayi
dikeluarkan (14 meninggal dan 14 hilang untuk ditindaklanjuti karena perubahan
alamat yang tidak terdokumentasi). Pada usia 6 bulan, 39/150 subyek (26%) memiliki
CP, dan pada usia 12 bulan 36/150 subyek (24%) memiliki CP. Diagnosis CP
didasarkan pada manifestasi klinis. Mayoritas subjek adalah perempuan (87%) dan
memiliki usia kehamilan <32 minggu (80%), berat lahir <1.500 gram (75%),
ultrasound otak normal (77%), serta tidak ada riwayat meningitis (97% ), perdarahan
intracerebral (87%), atau ensefalopati hipoksik-iskemik (HIE) (95%). Pada analisis
bivariat, faktor risiko ditemukan terkait dengan CP pada usia 6 dan 12 bulan adalah
kelainan USG serebri, HIE, dan ICH (Tabel 1). Usia kehamilan adalah prediktor
signifikan dari CP pada 12 bulan tetapi tidak pada usia 6 bulan. Jenis kelamin, berat
lahir, meningitis, dan durasi ventilasi mekanik tidak berhubungan secara signifikan
dengan CP. HIE sedang dan berat adalah faktor risiko yang signifikan dari CP, seperti
grade 3 dan 4 IVH (Intraventricular Hemorrhage). Abnormalitas ultrasound terkait
dengan CP termasuk PVL (Periventricular Leukomalacia), grade 3 dan 4 IVH,
encephalomalacia, meningitis, hidrosefalus, dan ventrikulomegali.
Proporsi CP pada usia 6 bulan secara signifikan lebih tinggi pada subjek
dengan perkembangan motorik abnormal dan / atau pemeriksaan fisik pada usia 4
bulan dibandingkan pada mereka yang tidak. Odds ratio dan nilai diagnostik dari
keterlambatan motorik dan parameter pemeriksaan neurologis lain yang dinilai pada
usia 4 bulan untuk memprediksi CP pada usia 6 bulan disajikan pada Tabel 2.
Pemeriksaan refleks palmar, respon traksi (head leg positif) dan fisting pada 4 bulan
memiliki nilai diagnostik terbaik untuk memprediksi CP pada usia 6 bulan.
Subyek dengan keterlambatan motorik dan kelainan pada pemeriksaan fisik
pada usia 6 bulan memiliki proporsi CP yang lebih tinggi secara signifikan pada usia
12 bulan dibandingkan dengan subjek normal. Subyek dengan keterlambatan motorik
atau kelainan pada refleks primitif dan protective extension reflex memiliki risiko CP
lebih tinggi daripada mereka yang tidak. Penundaan motorik dan refleks palmar
abnormal, fisting, respon traksi dan ekstensi pelindung memiliki nilai diagnostik
terbaik untuk memprediksi CP pada usia 12 bulan. Odds ratio dan nilai diagnostik
keterlambatan motorik dan parameter pemeriksaan neurologis lainnya dinilai pada
usia 6 bulan untuk memprediksi CP pada usia 12 bulan disajikan pada Tabel 3.
Kami menemukan proporsi CP yang lebih tinggi pada usia 12 bulan pada
subjek yang mengalami keterlambatan motor atau kelainan respon traksi, fisting,
reaksi ekstensi protektif, dan reaksi parasut pada usia 9-10 bulan. Abnormalitas dalam
penundaan motorik, refleks primitif dan reaksi postural dikaitkan dengan peningkatan
risiko CP. Keterlambatan motorik dan reaksi postural memiliki nilai diagnostik
terbaik untuk memprediksi CP pada usia 12 bulan. Odds ratio dan nilai diagnostik
parameter dinilai pada usia 9-10 bulan untuk memprediksi CP pada usia 12 bulan
disajikan pada Tabel 4.
DISKUSI