Vous êtes sur la page 1sur 322

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN


SEMESTER GANJIL 2014/2015
UNIVERSITAS DARMA PERSADA

Pelindung

: Rektor Universitas Darma Persada

Penangung Jawab

: Wakil Rektor I

Pimpinan Redaksi

: Kepala Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat


dan Kemitraan

Anggota Redaksi

: Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah, IPU.


Dr. Gatot Dwi Adiatmojo
Dr. Ari Artadi
Dr. Aep Saepul Uyun, M.Eng.
Dra. Irna N. Djajadiningrat, M.Hum.

Alamat Redaksi

: Lembaga Penelitian, Pemberdayaan


Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jl. Radin Inten II (Terusan Casablanca)
Pondok Kelapa - Jakarta Timur (14350)
Telp. (021) 8649051, 8649053, 8649057
Fax.(021) 8649052
E-Mail : lp2mk@unsada.ac.id
Home page : http://www.unsada.ac.id

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

iii

PERBANDINGAN PARTIKEL AKHIR KALIMAT BAHASA JEPANG


(YONE) (YONA) DENGAN BAHASA INDONESIA KAN YA
Ari Artadi , Chonan Kazuhide , Hermansyah Djaya, Hargo Saptaji

1 - 14

CIRI KHAS AKSEN BAHASA JEPANG OLEH ORANG INDONESIA


DAN CARA PENGAJARANNYA.
Dilla Rismayanti, Yasuko Morita, Chonan Kazuhide

15 - 25

ANALISIS HASIL PEMBELAJARAN KORESPONDENSI : TELAAH


MORFOSINTAKSIS
Dinny Fujiyanti

27 - 42

KORELASI ANTARA ANIME DENGAN MINAT BELAJAR BAHASA


JEPANG MAHASISWA PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG
ANGKATAN 2014/2015
Zainur Fitri, Metty Suwandany, Irawati Agustine, Tia Martia, Hanny
Wahyuningtias

43 - 58

PENGARUH BAHASA IBU TERHADAP PENYEBUTAN KATA


GANTI ORANG PERTAMA, KEDUA DAN KETIGA PADA
PENGUNAAN BAHASA JEPANG DALAM KALIMAT DESKRIPTIF
FOKUS PADA PEMELAJAR DI INDONESIA TINGKAT
MENENGAH KE ATAS
Juariah, Riri Hendriati, Kun Makhsusy Permatasari

59 - 76

RESTORASI MEIJI DAN MIGRASI ORANG ORANG JEPANG KE


ASIA TENGGARA PADA AKHIR ABAD KE 19 HINGGA PRA
PERANG DUNIA KE II
Erni Puspitasari, Indun Roosiani

77 - 90

DISONANSI KOGNITIF, KONSEP DIRI, DAN PEMBENARAN


INTERNAL DAN EKSTERNAL DALAM HUBUNGANNYA DENGAN
MENCONTEK DAN PLAGIAT DI KALANGAN MAHASISWA
Kurnia Idawati, Rusydi M. Yusuf, Widiastuti

91 - 111

PEMBELAJARAN SEMANGAT MULTIKULTURALISME DALAM


KUMPULAN CERITA PENDEK INDIAN AMERIKA KARYA
SHERMAN ALEXIE
Agustinus Hariyana, Karina Adinda, Eka Yuniar Ernawati

113 - 126

~i~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS ON UNITED STATES FOREIGN


POLICY TOWARDS INDONESIA THROUGH THE PRESIDENT
BARACK OBAMAS SPEECH USING THREE LEVELS OF TEXT
ANALYSIS : MACRO STRUCTURE, SUPERSTRUCTURE, AND MIKRO
STRUCTURE.
Fridolini

127 - 135

ANOTASI KEGAGALAN PRAGMATIK DALAM TERJAMAAN KE


DALAM BAHASA INDONESI NOVEL THE DA VINCI CODE
TERAPAN
Tommy Andrian

137 - 152

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG CARA MENGAJAR DOSEN


NATIVE
SPEAKER
DAN
PENGARUHNYA
TERHADAP
KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS
Yoga Pratama

153 - 162

PATRIARCHAL SOCIETY AND THE SELF-PERCEPTION OF


INDONESIAN WOMEN
Albertine Minderop

163 - 173

PENGARUH SISTEM FONOLOGI BAHASA PERTAMA TERHADAP


PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA: STUDI KASUS PADA
PENUTUR BAHASA JEPANG
Apriliya Dwi Prihatiningtyas, Santi Prahmanati Mardikarno

175 - 181

TELAAH BENTUK DAN MAKNA KALIMAT EKSLAMATIF


BAHASA MANDARIN DALAM CERITA HONG LOU MENG
Yulie Neila Chandra, Gustini Wijayanti

183- 193

PENGEMBANGAN PERTANIAN DENGAN MENGGUNAKAN


TEKNOLOGI IT
Herianto, Adam Arif Budiman, Aep Saepul Uyun, Kamaruddin
Abdullah
PERANCANGAN SISTE INFORMASI PENILAIAN SKRIPSI
MENGGUNAKAN PEMODEELAN BERORIENTASI OBJEK (STUDI
KASUS JURUSAN SISTEM INFORMASI UNSADA)
Mira Febrian Sesunan

195 - 203

SOLUSI SISTEM INFORMASI ALIH KREDIT PADA JURUSAN


SISTEM INFORMASI UNSADA
Endang Ayu Susilawati, Nur Syamsiyah

213 - 223

STRATEGI PENURUNAN EMISI KAPAL DI PELABUHAN


Arif Fadillah, Augustinus Pusaka K., Moch. Ricky Dariansyah

225 - 237

~ ii ~

205 - 212

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

ANALISIS KESELAMATAN DAN KEMANAN TRANPORTASI


PENYEBRANGAN LAUT DI INDONESIA STUDI KASUS :
PENYEBRANGAN ANTAR NEGARA INDONESI MALAYSIA
Danny Faturachman

239 - 254

KAJIAN PENGGUNAAN FLOWMETER UNTUK MONITORING


PEMAKAIAN BAHASA BAKAR MINYAK DI KAPAL TUGBOAT
MILIK PT. X.
Muswar Muslim, Danny Faturachman

255 - 264

STUDI PENGEMBANGAN MAIN ENGINE MODIFIKASI SEBAGAI


GENSET PADA KAPAL FERRY X
Shahrin Febrian, Shanty Labora Manulang, Prawoto

265 - 272

KAJIAN PEMBANGUNAN PEDESAAN MENUJU DESA MANDIRI E3I


(ENERGY, ECONOMY, ENVIRONTMENT) KABUPATEN BANDUNG
BARAT JAWA BARAT
Rahedi Soegeng, Jombrik, Ardi Winata, Aep Saepul Uyun

273 - 293

IMPLEMENTASI BALANCE SCORCARD UNTUK MENILAI INERJA


JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS
DARMA PERSADA
Ahmad Basid, Haryanto

295 - 309

~ iii ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ iv ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

KATA PENGANTAR

Seminar hasil penelitian para dosen Unsada semester ganjil tahun akademik 2014/2015
dengan tema MENINGKATKAN MUTU DAN PROFESIONALISME DOSEN
MELALUI PENELITIAN telah dilaksanakan pada tanggal 4 Maret 2015 di Universitas
Darma Persada. Seminar hasil penelitian para dosen tersebut diadakan diharapkan untuk
menghasilkan inovasi-inovasi teori maupun inovasi-inovasi teknologi tepat guna dan juga
menyampaikan hasil penelitiannya kepada sesama dosen dilingkungan civitas academika
Unsada.
Prosiding ini disusun dengan menghimpun hasi-hasil penelitian para dosen yang telah
diseminarkan dan telah diperbaiki berdasarkan masukan-masukan pada seminar tersebut.
Tujuan disusunnya proseding seminar ini adalah untuk mendokumentasikan dan
mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian para dosen yang telah diseminarkan.
Pada prosiding edisi semester ganjil tahun akademik 2014/2015 berisi 23 makalah, yang
terdiri dari; 14 makalah bidang Humaniora, 3 makalah bidang Teknik, 4 makalah bidang
Teknologi Kelautan, 2 makalah bidang Ekonomi dan 1 makalah dari Pascasarjana.
Pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada para peneliti, penyaji dan
para penulis makalah, penyunting serta panitia yang telah bekerja sama, sehingga prosiding
ini dapat diterbitkan. Selanjutnya harapan kami semoga prosiding ini dapat bermanfaat bagi
para pihak yang berkepentingan.

Jakarta, Maret 2015

Lembaga Penelitian, Pemberdayaan


Masyarakat dan Kemitraan
Kepala

~v~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ vi ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

PERBANDINGAN PARTIKEL AKHIR KALIMAT BAHASA JEPANG YONE


YONADAN BAHASA INDONESIA KAN YA
Ari Artadi , Chonan Kazuhide , Hermansyah Djaya, Hargo Saptaji
Sastra Jepang - Universitas Darma Persada
ariariwani@yahoo.co.jp
ABSTRAK
Dalam bahasa Jepang, partikel akhir kalimat yang frekuensinya sering digunakan dalam
percakapan adalah= yonedan= yona . Dalam bahasa Indonesia padanan
dari dan adalah Kan atau Ya. Dengan mengunakan metodologi
perbandingan bahasa dan mengunakan contoh kalimat yang ada pada komik bahasa Jepang
yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai sumber data, penelitian ini
menelaah lebih dalam lagi penggunaan dan fungsi dari partikel akhir kalimat,
,kandanya. Membandingkannya dan berusaha menyimpulkan fungsi dan
penggunaannya. Hasilnya adalah dan memiliki fungsi utama
menunjukkan kakunin = konfirmasi, namun bisa digunakan oleh laki-laki
maupun perempuan, sedangkan umumnya digunakan oleh pria. Untuk
penggunaan bahasa Indonesia kan dan ya , memiliki fungsi dan penggunaan yang
hampir mirip yaitu upaya konfirmasi . Oleh sebab itu dalam penerjemahan dan
dapat diterjemahkan menjadi kan dan ya, hanya saja pengunaan kan dan
ya tidak dipengaruhi oleh perbedaan gender seperti pada dan .
Kata kunci : Perbandingan Bahasa, Modalitas, Partikel Akhir Kalimat, Konfirmasi, Gender
1. PENDAHULUAN
Bahasa Jepang adalah bahasa yang memiliki perbedaan besar dalam hal bahasa tulisan
dan bahasa percakapan. Dalam percakapan banyak menggunakan partikel akhir kalimat yang
tidak terdapat dalam bahasa tulisan. Sebagai contoh kalimat,
kalimat ini dalam percakapan menjadiatau
. Dalam bahasa Jepang, situasi percakapan penggunaan partikel akhir
kalimat seperti= yoneatau= yonamenjadikan hal yang biasa. Sebaliknya
jika tidak mengunakan pertikel akhir kalimat percakapan menjadi terasa kurang alami.
Pada kalimat di atas dan adalah partikel akhir kalimat yang
merupakan modalitas yang berguna untuk menunjukkan cara penyampaian. Kedua partikel
ini menunjukkan bagaimana pembicara menyampaikan pesan kepada lawan bicara, namun
tidak ada hubungannya dengan isi dalam pesan tersebut. Menurut Masuoka (1991), bentuk
pengunaan partikel akhir kalimat seperti ini sulit ditemui pada bahasa lain di dunia. Akan

~1~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

tetapi, dalam bahasa Indonesia ternyata ada bentuk yang sama dengan partikel akhir kalimat
dalam bahasa Jepang. Perhatikanlah kalimat di bahwa ini.
(1) a. = Masakan ini enak kan / ya
b. = Masakan ini enak kan / ya
Kalimat 1a dan 1b di atas, dapat diartikan Masakan ini enak kan / ya.. Dari contoh dana
terjemahan kalimat 1a dan 1b dapat disimpulkan bahwa baik dan dapat
diterjamahkan menjadi kan ataupun ya. Namun, apakah kalimat yang diterjemahkan
kan akan memiliki arti sama dengan ya ? Bagaimana fungsi dan penggunaan dari
kan dan ya ?
Penelitian mengenai partikel akhir kalimat bahasa Jepang cukup banyak,
namun penelitian belum cukup. Sebaliknya kan dan ya yang merupakan
partikel akhir kalimat bahasa Indonesia belum banyak diteliti, sehingga banyak dari
fungsinya yang belum jelas. Oleh sebab itu dengan metode perbandingan bahasa kami
menganalisis lebih dalam lagi fungsi dan kegunaan partikel akhir kalimat bahasa Jepang dan
bahasa Indonesia, lalu membandingkannya. Metode perbandingan bahasa tidak hanya
melihat persamaan dan perbedaan, namun juga dapat menghasilkan kesimpulan baru tentang
esensi dari masalah yang dianalisis.
Merujuk pada paparan di atas, susunan pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bab 2 adalah penjelasan mengenai depkirpsi dan penelitian acuan mengenai partikel akhir
kalimat bahasa Jepang dan. Bab 3 adalah
penjelasan mengenai depkirpsi dan penelitian acuan mengenai partikel akhir kalimat bahasa
Indonesia kan dan ya. Bab 4 adalah penjelasan mengenai hasil perbandingan secara teori
partikel akhir kalimat vs kan ya. Dan analisis hasil analisis data
penerjemahandan dalam bahasa Indonesia dari beberapa komik Jepang
yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Bab 5 adalah kesimpulan hasil analisis
fungsi dan pengunaan partikel akhir kalimat bahasa Jepang, dan bahasa
Indonesia kan ya. Dan hakikat dari masing-masing partikel akhir kalimat.

~2~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

2. PARTIKEL AKHIR KALIMAT BAHASA JEPANG

Pada penelitian sebelumnya

, fungsi dan penggunaan dan telah

dijelaskan. Menurut Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:256,menunjukan bahwa


isi berita yang disampaikan dalam suatu kalimat harus diketahui oleh lawan bicara, disebut
(touzenteiji). Fungsi ini muncul sebagai upaya peringatan kepada lawan bicara
yang tidak menyadari hal yang seharusnya dia ketahui. Sebagai contoh nomer (2), dalam
kondisi ini penggunaanmerupakan keharusan.
(2) {/}(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:242)
Penggunaansebagai wujud kesadaran pembicara dan menunjukkannya kepada lawan
bicara ini dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Ninshikiteiji= Menunjukkan kesadaran pembicara akan suatu hal kepada
lawan bicara contohnya seperti no.3 di bawah ini.
(3)
(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:256)
2. Ninshiki kakunin= Konfirmasi lawan bicara terhadap hal yang disadari oleh
pembicara. Pada cara penggunaan ini lawan bicara dianggap lebih memiliki pengetahuan
dan kesadaran akan hal yang sedang dibicarakan dibanding pembicara. Seperti contoh
kalimat di bawah ini.
(4)

(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:258)

3. (Kikite no hairyou) = Pembicara membuat lawan bicara memperhatikan.


Pada cara penggunaan ini, bila pembicara membicarakan beberapa hal secara berlanjut,
maka sebelum masuk pada hal yang merupakan informasi penting, kalimat di depannya yang
tidak begitu penting ditambahkansebagai upaya agar lawan bicara memperhatikan.
(5)

Perbandingan Pertikel Akhir Kalimat Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia (2014)

~3~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:260)
Pada penelitian sebelumnya, kami menyimpulkan fungsi dan penggunaan sebagai
konfirmasi dan sebagai inferensi.
2.1. Penjelasan Umum dan
Berikutnya menurut Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:260), sebagian besar
penggunaan dan fungsi dari partikel akhirhampir sama dengan partikel , tetapi
berbeda dengan , tidak dapat menempel langsung pada kata benda.
(6)

*(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:261)

Selain itu juga terasa janggal bila menempel pada bentuk formal atau sopan bahasa Jepang
atau
(7) a. ?
b. ?

(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:261)

kemudian, juga tidak dapat menempel pada modalitas yang menunjukan keinginan
pembicara, dan dari sisi gender hanya dapat digunakan oleh laki-laki.
(8) * 5 (Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:261)
Selanjutnya menurut Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:261-262), jenis dan
penggunaan dibagi menjadi 2 bagian besar :
1.

hitaiwateki = Non Percakapanadalah penggunaan dimana pembicara

berbicara sendiri kepada dirinya untuk memastikan sesuatu hal . jenis ini dapat
digunakan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Digunakan saat pembicara menyadari
suatu hal yang baru.
(9) (Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:262)
2.

taiwateki = dalam percakapan adalah penggunaan dimana pembicara

memastikan sesuatu kepada lawan bicara secara informal. jenis ini hanya digunakan
oleh laki-laki. Digunakan untuk memastikan sesuatu yang dirasa dekat dengan baik oleh
pembicara maupun yang diajak bicara. Baik pembicara dan yang diajak bicara hubungannya
dekat.
(10) (Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:262)

~4~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dan mempunyai fungsi dan


penggunaan yang mirip. Hanya saja dapat digunakan saat situasi non percakapan,
non formal, dan umumnya digunakan oleh laki-laki.
Selain ada juga yang fungsi dan penggunaan hampir sama dengan
, namun juga memiliki perbedaan. Menurut Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:263264),biasa digunakan pada kalimat naratif dibelakang kopula .
bukan jenis partikel yang digunakan dalam percakapan, oleh sebab itu terasa janggal jika
disambungkan dengan bentuk sopan.
(11) /*Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:263)
Untuk selain kalimat naratif, perbedaan antara dan adalah , dapat
menempel pada modalitas yang nunjukan ajakan dan membuat lawan bicara melakukan
sesuatu. Dilain pihak menunjukan arti kekaguman, sehingga tidak dapat
menempel pada modalitas yang membuat lawan bicara melakukan sesuatu.
(12) *

Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:264)

Berkaitan dengan penggunaan, partikelpada umumnya digunakan menunjukan


kesadaran yang membuat perasaan kagum. Ungkapan perasaan kekaguman ini bukan
merupakan hal yang disampaikan kepada lawan bicara. Pada dasarnya digunakan
untuk berbicara pada diri sendiri, jarang digunakan saat percakapan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa utamanya digunakan untuk menyatakan kekaguman atas suatu
hal.
2.2. Penjelasan Umum dan
Menurut Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:265), dari segi tatabahasa
sering digunakan menempel dengan bentuk formal. Saat menempel dengan kata benda
biasanya sering digunakan oleh wanita. Sulit digunaan bersamaan dengan modalitas yang
menunjukan kesadaran seperti ,
yang menunjukan keinginan, yang menunjukan perintah. Kemudian tidak
digunakan ketika berbicara pada diri sendiri.
(19)

(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:265)

(20) a. *//

~5~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

b. *
(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:266)
Mengenai fungsi dan penggunaan , Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:266)
menjelaskan bahwa , utamanya digunakan untuk menunjukkan bahwa pembicara menyadari
sesuatu kepada lawan bicara, dan lawan bicara dianggap lebih mengetahui tentang hal yang
disadari oleh pembicara. Ada dua jenis penggunaan yaitu :
1. Jenis penggunaan pertama adalah upaya membuat lawan bicara menyetujui akan suatu hal
yang disadari oleh pembicara. Untuk penggunaan jenis ini baik pembicara maupun lawan
bicara memiliki pengalaman yang sama akan suatu hal.
(21) A
B

(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:266)

2. Jenis penggunaan kedua adalah pembicara ingin memastikan suatu hal kepada lawan
bicara, dimana hal tersebut berkaitan langsung dengan lawan bicara dan lawan bicara lebih
memiliki pengetahuan yang lebih tentang hal tersebut.
(22) A
B
(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:267)
Selanjutnya

mengenai

fungsi

dan

penggunaan

menurut

Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:266) mirip dengan . Hanya saja , jika


terasa janggal bila digunakan menempel dengan bentuk perintah, sebaliknya
bila ditempelkanmenjadi alami.
(23) a. ?

b.

Dari penjelasan mengenai dandi atas dapat disimpulkan, keduanya


memiliki kemiripan fungsi dan penggunaan. Sama seperti dan . Hanya saja
ada pemisahan penggunaan yang berkaitan dengan gender. Selanjutnya bagaimana dengan
fungsi dan penggunaan kan dan ya dalam bahasa Indonesia.
3. PARTIKEL AKHIR KALIMAT BAHASA INDONESIA KAN DAN YA

~6~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan baik dapat


diterjemahkan menjadi kan atau ya . Penelitian dari Fay Wouk (1999 ) menjelaskan
secara detail mengenai perbedaan fungsi dan penggunaan kan dan ya .
Wouk ( 1999 ) menggunakan bingkai teori typology of knowlege types yang dikemukan
oleh Lavov dan Fanshel (1977 ) . Berdasarkan teori ini isi / topik dari suatu percakapan dapat
dibagi berdasarkan hubunganya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pembicara dan
lawan bicara.
A : Pengetahuan tentang isi / topik pembicaraan dimiliki oleh pembicara.
B: Pengetahuan tentang isi/ topik pembicaraan dimiliki oleh lawan bicara.
AB : Pengetahuan tentang isi / topik pembicaran dimiliki oleh pembicara dan lawan
bicara.
O : Isi / Topik pembicaraan merupakan hal umum yang diketahui semua orang.
D : Pendapat pembicara dan lawan bicara berbeda terhadap isi/ topik pembicaraan.
Isi dari teori ini mirip dengan pemikiran / teori teritori yang
dikemukan oleh Kamio (1990) . Menurut Kamio (1990:21), pembicara dan lawan bicara
masing-masing memiliki teritori informasi. Jika dekat maka informasi tersebut ada dalam
teritori, sebaliknya jika jauh maka informasi tersebut diluar teritori. Kamio (1990 )
mengunakan teori ini untuk menganalisa partikel akhir kalimat bahasa Jepang. Oleh sebab
itu pada penelitian perbandingan bahasa Jepang dan bahasa Indonesia ini sangat penting
melihat kembali pemikiran dari Wouk (1999 ) .
3.1. Penggunaan kan
Menurut Wouk (1999) , penggunaan utama kan adalah menunjukkan kesamaan
pengetahuan yang sama antara pembicara dan lawan bicara. Oleh sebab itu, umumnya kan
dipakai untuk percakapan dimana isi kalimatnya merupakan hal yang umum ( tipe O) dan
diketahui oleh pembicara dan lawan bicara ( tipe AB). Penggunaan kan tidak hanya
menunjukkan kesamaan pengetahuan, namun juga memperkuat kesamaan tersebut. Dengan
adanya kesamaan pengetahuan ini muncullah solidaritas antara pembicara dan lawan bicara.
Contoh (24) adalah percakapan tipe AB, dimana pembicara dan lawan bicara memiliki
pengetahuan yang sama.
(24) A : jadi sekarang sebetulnya tingkat berapa ?
B : eh tingkat tiga ?

~7~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

A : tingkat tiga ?
B : kali SKS kan cepat

( Wouk 1999:203)

Selain menunjukan kesamaan pengetahuan, kan juga dapat digunakan pada kalimat
yang menunjukan tag question, kalimat yang bertujuan mencari informasi , kalimat yang
menginginkan persetujuaan, dan kalimat yang ditujukan ketika menjelaskan pendapat.
Kalimat (25) ini adalah contoh kalimat yang ditujukan ketika menjelaskan pendapat.
(25) A: jadi harusnya gini, e buat fakultas baru, e ilmu administrasi, kan.
B : iya, mereka tu, harus ada sampe lulus habis.

(Wouk 1993 : 204 )

Penggunaan kan di atas (25) pada umumnya menunjukan kesamaan pengetahuan antara
pembicara dan lawan bicara. Namun, juga dapat dilihat sebagai kalimat tipe B dimana lawan
bicara lebih mengetahui isi atau topik kalimat.
Selain itu penggunaan lainnya tidak hanya menunjukan kesamaan pengetahuan, tetapi
banyak juga digunakan pada kalimat tipe A dimana pembicara saja yang mengetahui
informasi dalam kalimat tersebut. Untuk kasus kalimat tipe A, bukan menunjukkan
kesamaan pengetahuan, namun lebih pada upaya membangun solidaritas. Seperti contoh
nomer (26) ini.
(26) A : ambil sendiri ?
B : iya, pokoknya ngak jauh sih
A : o nggak jauh
B : Cuman seberang jalan aja aja gitu. Rumah saya kan dari jalan cuman emam meter.
( Wouk 1999:204 )
Pada contoh nomer (26) selain merupakan pengetahuan dari pembicara, juga ada upaya
untuk menambahkan bahwa isi kalimat merupakan pemikiran yang sama bila lawan bicara
pada posisi pembicara.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kan digunakan untuk menunjukkan
kesamaan pengetahuan antara pembicara dan lawan bicara. Selain itu, upaya untuk
menambahkan bahwa isi kalimat merupakan pemikiran yang sama bila lawan bicara pada
posisi pembicara, dan tag question.
3.2 Penggunaan ya
Pengunaan ya menurut Wouk (1999) dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu :
Jawaban (responsive) , Keberlanjutancontinuer, Pembuka Pembicarainitiatory.
ya dalam bentuk lain adalah iya . iya lebih sering digunakan pada Keberlanjutan

~8~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

continuer, sedangkan ya digunakan pada tipe Jawaban (responsive) dan Pembuka


Pembicara initiatory. Dalam penelitian ini hanya ya yang akan dibahas.
1. Penggunaan ya sebagai Jawaban (responsive) dapat disamakan sebagai jawaban
afirmatif yang dalam bahasa Inggris sama dengan yes. ya sebagai jawaban
afrimatif juga menunjukkan persetujuan atas pendapat dari pembicara sebelumnya.
(27) A : pasti gede-gede, rumahnya.
B : ya, rumah sih, ruma gede itu tapi,

( Wouk 1993 : 205 )

2. Penggunaan ya sebagai, Keberlanjutan continuer adalah mengestafetkan


pembicaraan kepada pembicara lain.
3. Pembuka Pembicara initiatory adalah upaya menyamakan pemikiran, dan
menuntut kesamaan dari lawan bicara. Selain 3 penggunaan utama ini ada lagi
penggunaan lain. ya pada pengunaan ini mirip dengan bahasa Inggris yang
merupakan tag question, dan jawaban afirmatif seperti right dan OK .
(28) A: kalo gitu lulusan seni rupa, musti sep-eh apa, dari kebanyakan dari jurusan
IKA juga ya ?
B : kalo inte-khusus interiror dari IPA,

(Wouk 1993 :206 )

Penggunaan lain ya selain Jawaban dan Pembukaan Pembicaraan terbagi menjadi 2 tipe.
1. Persiapan Pernyataan (Preparatory Statement)

adalah, dimana pembicara

memberikan informasi baru untuk pertanyaan atau pernyataan berikutnya.


2. Hanya pembicaralah yang khusus mengetahui hal yang dibicarakan ( Tipe A ). Pada
penggunaan ini ya digunakan untuk menunjukkan kesadaran dan memastikan
kesamaan pengetahuan, mirip seperti penggunaan kan pada kalimat tipe A. ya
pada penggunaan ini melahirkan kesan solidaritas yang lebih besar.
(29) A : yes, rumah sih, rumah gede itu tapi, apa emang nasip mujur bapak saya ya,
bapak saya waktu itu . apa, walaupun uda menjabat kepala bagian ya, belum
dapet rumah,
B : em
A: jadi waktu taon enem pulu: dlapan yeh, apah, ada : undian (Wouk 1993 : 207)
Pada penggunaan ya yang lain terdapat, salah mengucap ( false start ) , membuat jeda
mencari kata-kata ( word search), kesimpulan, dan sahutan (echo).

~9~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Kesimpulan dari penggunaan ya adalah, ya umumnya digunakan sebagai Jawaban


(responsive), Keberlanjutan continuer , tag question, dan berbagai fungsi awalan
pembicaraan. Ada beberapa fungsi penggunaan ya yang sama dengan kan. Baik ya
dan kan sama-sama memiliki fungsi sebagai tag question, digunakan untuk menunjukan
kesadaran dan memastikan kesamaan pengetahuan, yang melahirkan kesan solidaritas.
4. DATA PARTIKEL DAN TERJEMAHANNYA PADA KOMIK
4.1 Metode
Metode yang digunakan adalah pengumpulan data dari komik Jepang yang diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia. Dari komik-komik tersebut diambil

kalimat yang diakhir

terdapat partikel dan dan juga kalimat terjemahannya dalam versi


bahasa Indonesia. Hasil dari pengumpulan dan analisa data ada di bawah ini.

4.2 Hasil Analisis


Data partikel akhir kalimat dan terjemahannya dalam bahasa
Indonesia, dan kemudian hasil analisa seperti di bawah ini. Pada pengambilan data ini,
disertakan juga siapa yang mempergunakan laki-laki atau perempuan.
A

= Capture by Love

= My Mysterious Neighbor

= Love Peak

= Kaname Etoile
dan Terjemahannya

A
B
C
D

24
11
16
4

Jumlah

ya

kan

Laki-Laki

Perempuan

17

Laki-Laki

Perempuan

Laki-Laki

Perempuan

12

Laki-Laki

Perempuan

lho

tuh

9
7
4

6
4

~ 10 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

dan Terjemahannya
Jumlah

ya

kan

deh

iya

Laki-Laki
Perempuan

1
0

Laki-Laki

Perempuan

Laki-Laki

Perempuan

Laki-Laki

Perempuan

C
D

6
2

1
1
1

5
1

Pertama, jika melihat dari data di atas jumlah lebih banyak daripada
. Hasil ini sama seperti yang telah dijelaskan pada bab 2 dimanadigunakan oleh
laki-laki dan perempuan, sedangkan pada dasarnya digunakan oleh laki-laki.
Dari data yang telah dikumpulkan terlihat jelas bahwa jumlahyang digunakan
oleh perempuan 2 kali lipat dari yang digunakan oleh laki-laki. Sebaliknya hampir
seluruhnya digunakan oleh laki-laki. Namun, seperti contoh (30) di bawah ini
ternyata dapat digunakan oleh perempuan.
(30) a.

C:32

b. Dia orang yang cepat belajar.


Kalimat ini digunakan ketika pemeran utama pelajar wanita membantu pelajar laki-laki
yang urakan untuk belajar. Pelajar perempuan itu berbicara dalam hati tentang pelajar lakilaki urakan tersebut. Jadi dalam kondisi dimana ucapan tersebut hanya untuk diri sendiri,
dalam hati, dan bukan dalam suatu percakapan, maka juga dapat digunakan oleh
perempuan. Kemudian, yang harus diperhatikan juga adalah bentuknya bukan
tetapi , yang juga menunjukan rasa kagum.
Selanjutnya jika kita mengabaikan contoh nomer (30), pada dasarnya perempuan hanya
dapat menggunakan , sedangkan laki-laki dapat mempergunakan dan
. Hal ini didukung oleh data dalam komik, yang telah dikumpulkan. Jika demikian
apakah perbedaan dan yang dipakai oleh laki-laki ? Untuk menjawab

~ 11 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

hal tersebut marilah kita lihat contoh berikut ini. Contoh (31) dan (32) adalah penggunaan
dan oleh laki-laki.
(31) a.

(B:27)

b. Ingin tahu tentang dia, ya ?


(32) a.

(B:109 )

b. Natsuki jadi manis ya


Pada contoh (31) di atas saat dalam kedai pemilik kedai (laki-laki sekitar 30 tahunan)
mengatakan kepada pemeran utama perempuan tentang seorang murid laki-laki yang ada
dalam kedai yang menjadi perhatian pemeran utama perempuan. Sedangkan contoh (32)
ketika kedua murid laki-laki memperbicangkan tentang pemeran utama (murid perempuan )
bernama Natsuki. Dari 2 contoh ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan dan
pada laki-laki berkaitan hubungan atas bawah dan kedekatan. digunakan
oleh laki-laki bila lawan bicara tidak memiliki hubungan yang dekat, sedangkan
juga digunakan kepada orang yang memiliki hubungan dekat.
Berikutnya, bagaimana penerjamahan dari dan dalam bahasa
Indonesia. Pada penelitian yang ditulis oleh Ari, Chonan dan Herman (2014) mengenai
dan , bila berdiri sendiri sekitar 70% , dan sekitar 80%tidak
diterjemahkan. Sedangkan untuk gabungan persentasi diterjamahkan menjadi ya
atau kan meningkat. Penggunaan bahasa Indonesia ya atau kan tidak tergantung pada
gender , laki-laki atau perempuan bisa menggunakan baik ya maupun kan.
Jika demikian adakah perbedaan penggunaan ya dan kan . Berdasarkan bingkai teori
typology of knowlege types yang dipakai oleh Wouk (1999) dan melihat hasil terjemahan,
cenderung diterjemahkan menjadi ya jika kalimat tersebut adalah tipe A dimana
pengetahuan tentang topik pembicaraan lebih banyak dimiliki oleh pembicara, seperti contoh
nomer. (33). Sebaliknya jika kalimat tersebut adalah tipe B dimana pengetahuan
pembicaraan dimiliki oleh lawan bicara maka cenderung diterjemahkan menjadi kan,
seperti nomer (34). Kemudian, jika tipe kalimat tersebut adalah tipe AB dimana pengetahuan
pembicaraan dimiliki oleh pembicara dan lawan bicara maka bisa diterjemahkan ya
maupun kan, seperti nomer (35).
(33)

A48

~ 12 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Lihat lihat! Cowok yang jadi covernya keren, ya!


(34)

(A:57)

Kau itu asisten Leo, kan ?


(35) .A117
Hal seperti ini tidak akan terjadi, kan /ya
Sedangkan, dengan penerjamahan cenderung diterjamahkan menjadi ya , seperti
contoh dibawah ini.
(36)

( B: 109 )
Natsuki jadi manis ya

cenderung diterjemahkan menjadi ya karena contoh ditemukan kebanyakan


menunjukan bahwa pengetahuan isi kalimat lebih banyak diketahui oleh pembicara.

5. KESIMPULAN
Dari hasil analisa di atas dapat disimpulkan bahwa dan memiliki
kesamaan fungsi dan penggunaan sebagai upaya konfirmasi . Namun dalam penggunaan
ada perbedaan dari segi gender , dimanaumumnya digunakan oleh laki-laki..
Sebaliknya dalam penggunaan kan dan ya meskipun memiliki arti yang hampir sama,
namun tidak ada penggunaan berdasarkan perbedaan gender. Kemudian dilihat teori
typology of knowlege types untuk tipe kalimat yang isinya lebih banyak diketehui oleh
pembicara cenderung diterjemahkan menjadi ya , sedangkan untuk
tipe kalimat yang isinya lebih banyak diketehui oleh lawan bicara
cenderung diterjemahkan menjadi kan, sedangkan untuk tipe kalimat yang isinya dipahami
oleh pembicara maupun lawan bicara ,dan kalimat yang merupakan pengetahuan umum,
bisa diterjemahkan ya atau kan. Masalah lain yang belum terpecahkan
adalah, penerjemahan selain menjadi ya dan kan, seperti yang
terdapat dalam data yaitu lho, deh dan tuh. Apa yan menyebabkan
diterjemahkan menjadilho, deh dan tuh. Bagaimana fungsi dan penggunaan lho,
deh dan tuh. Ini merupakan tema penelitian selajutnya.

~ 13 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

DAFTAR PUSTAKA
(1990) .
(2003) 4 8
(1991).

A. M. Stevens and A. Ed Schmidgall-Tellings (2010) A Comprehensive Indonesian-English


Dictionary (2nd edition), Ohio Unversity Press.
Kridalaksana, Harimurti (1989) Introduction to Word Formation and Word Classes in
Indonesian, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.
Takubo, Y. and S. Kinsui (1997) Discourse Management in Terms of Mental Spaces,
Journal of Pragmatics 28, 741-758.
Wouk, Fay (1999) Gender and the use of pragmatic particles in Indonesian Journal of
Pragmatics 3/3:194-219.
Wouk, Fay (2001) Solidality in Indonesian Conversation: The Discourse Marker ya
Journal of Pragmatics 33:171-191.

~ 14 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

CIRI KHAS AKSEN BAHASA JEPANG OLEH ORANG INDONESIA


DAN CARA PENGAJARANNYA
Dilla Rismayanti, Yasuko Morita, Chonan Kazuhide
Sastra Jepang, Fakultas Sastra

ABSTRAK
Salah satu aspek yang dipelajari dalam mempelajari bahasa asing adalah aksen. Aksen terdiri
atas aksen kata dan aksen kalimat. Bahasa Jepang termasuk bahasa yang memiliki sistem
aksen yang berperan amat penting, karena melalui perbedaan aksen dapat menghasilkan
makna yang berbeda. Pada penelitian ini dilakukan eksperimen terhadap sejumlah
mahasiswa, dengan melafalkan aksen kata Bahasa Jepang dan Indonesia. Responden adalah
mahasiswa jurusan Jepang semester lima ke atas. Sementara, Bahasa Indonesia tidak
memiliki sistem aksen kata yang spesifik seperti Bahasa Jepang standar (Hyojun-go). Aksen
Bahasa Indonesia bersifat individual, seperti tampak pada penelitian ini. Pada pelafalan
aksen Bahasa Jepang, pembelajar Indonesia selain kesulitan untuk memahami bunyinya,
juga sulit dalam melafalkan aksennya secara tepat. Pada kosakata Bahasa Jepang dengan
sistem aksen yang familiar dalam Bahasa Indonesia, para responden cenderung melafalkan
aksen dengan benar. Sementara untuk kata dengan aksen yang tidak ada dalam Bahasa
Indonesia, sangat sedikit responden yang mampu melafalkan dengan tepat. Faktor bahasa
ibu tampak cukup kuat pengaruhnya dalam melafalkan aksen Bahasa Jepang.
Kata kunci : aksen, lafal, suku kata, makna, dialek

1.

PENDAHULUAN

Pada proses pembelajaran bahasa, salah satu aspeknya adalah pelafalan dan aksen.
Penelitian ini memfokuskan pada aksen bahasa Jepang dan Indonesia oleh pembelajar orang
Indonesia. Mengenai proses mempelajari bahasa Jepang bagi orang Indonesia, ada beberapa
hal yang penulis tangkap melalui pengalaman mengajar bahasa Jepang di Unsada selama ini,
khususnya melalui pengalaman membimbing para peserta lomba pidato bahasa Jepang.
Pertama adalah sifat kedaerahan yang dengan jelas mencerminkan nilai Bhinneka
Tunggal Ika. Orang Indonesia pada dasarnya adalah bilingual. Pada umumnya semua orang
Indonesia memahami bahasa Indonesia, yang merupakan hasil karya para pakar bahasa
sebagai bahasa resmi Negara. Akibatnya, lafal dan aksen bahasa Indonesia memang berbedabeda tergantung daerah asal penuturnya. Menurut penulis, hal tersebut juga berpengaruh
besar bagi orang Indonesia dalam berbicara bahasa Jepang.

~ 15 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Dari pengalaman tersebut, penulis mengambil tema penelitian ciri khas aksen Bahasa
Jepang dan cara pengajarannya. Akan tetapi, karena keterbatasan waktu kami hanya meneliti
hingga tahap aksen Bahasa Jepang dan Indonesia pada pembelajar orang Indonesia.

2. Aksen bahasa Jepang dan bahasa Indonesia


2.1 Aksen Bahasa Jepang
Yang digunakan dalam penelitian adalah bahasa Jepang formal standar (Hyojungo).
Banyak ditemukan penelitian mengenai aksen bahasa Jepang, dan didapatkan pemahaman
yang sesuai pada berbagai penelitian tersebut. Sumber-sumber mengenai penelitian bahasa
Jepang antara lain dari Haraguchi (1999), Hayata (1989), Uwano (1985), Kindaichi (1985),
dan Tsujimura (2014). Rujukan yang digunakan pada penelitian ini mengenai aksen bahasa
Jepang adalah tulisan Haraguchi (1999) dan Hayata (1989).
Ketika berbahasa secara lisan, kita senantiasa berbicara dengan penekanan pada
tinggi/rendah, atau kuat/lemahnya suara. Ada bahasa yang membedakan makna melalui
perbedaan tinggi/ rendah suara (accent), ada pula yang melalui kuat/lemahnya (stress).
Bahasa Jepang termasuk golongan yang pertama, karena terdapat kosakata yang maknanya
berbeda tergantung tinggi/rendahnya lafal yang digunakan. Bahasa Jepang yang digunakan
sebagai objek penelitian adalah bahasa Jepang dialek Tokyo, karena dialek Tokyo adalah
dialek yang paling dekat dengan bahasa Jepang formal standar (Hyoujungo). Berikut adalah
contoh kata yang memiliki perbedaan makna tergantung aksennya.
Contoh (1):
(a) kaki (-ga) tiram (Nomina) ---- initial accented
H

(b) kaki (-ga) pagar (N) ----- final accented


L H

(c) kaki (-ga) buah kesemek (N) ---- unaccented


L H
Ketr: -

H
H (High); L (Low)
Tanda baca () menunjukkan bahwa silabe tepat sebelumnya dilafalkan dengan
aksen

Menurut Haraguchi, sistem aksen dan nada (accentual and tonal system) terbagi menjadi
dua tipe, yaitu tipe aksentual dan tipe non-aksentual. Bahasa Jepang dialek Tokyo termasuk

~ 16 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

tipe yang pertama. Kedua tipe di atas diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam subtipe
berdasarkan jumlah dan jenis tonal melody. Untuk ciri ini, digunakan istilah BTM (Basic
Tone Melody), dan terdapat ciri 1,2,3 BTM untuk aksen dalam berbagai dialek yang ada di
Jepang. Berikut ini adalah ciri aksen bahasa Jepang dialek Tokyo menurut Haraguchi.
Bahasa Jepang Tokyo termasuk ke dalam tipe aksentual n+1, yang berarti kosakata
dengan sejumlah n mora, memiliki pola aksen n+1. n adalah jumlah mora pada kosakata
yang bersangkutan, dan +1 bermakna bahwa aksen kerap muncul pada kata bantu yang
melekat di belakang kosakata. Aksen pada bahasa Tokyo adalah HL (bila terdapat aksen
turun H L), sehingga kosakata pada bahasa Jepang dialek Tokyo dikatakan aksentual bila
mengandung mora yang memiliki basic tone melody HL. Bila tidak ditemukan HL dalam
pengucapannya, maka dikatakan kosakata tersebut non-aksentual.
2.2 Aksen Bahasa Indonesia
Penelitian terdahulu mengenai aksen bahasa Indonesia, hanya ditemukan sedikit. Aksen
dibagi menjadi dua, yaitu aksen kata dan aksen kalimat. Penelitian ini membahas juga
mengenai aksen kata, namun pada buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia dan penelitian
Sneddon (2010), data mengenai aksen kata hanya terdapat penjelasan bahwa aksen kata
pada bahasa Indonesia terletak pada suku kata ke-dua dari belakang (penultimate), sama
seperti pada penelitian Amran Halim (1969). Pada penelitian aksen bahasa Indonesia dan
Jepang yang dilakukan Sakiyama (1990), data untuk bahasa Indonesia sepenuhnya
menggunakan data dan penjelasan dari Halim. Di sisi lain, Cohn (1989), dan McCarthy and
Cohn (1998) mengemukakan tentang adanya aturan yang sangat rumit mengenai aksen kata,
dan menganalisisnya dari segi derivation phonology dan Optimality Theory. Goedemans and
van Zanten (2007) mengadakan penelitian eksperimental terhadap penutur bahasa Indonesia,
dari sudut pandang acoustic phonetics, seperti pada penelitian ini. Di sini akan dilihat secara
garis besar mengenai penjelasan aksen kosakata bahasa Indonesia oleh Halim(1969).
Menurut Halim, aturan aksen pada kosakata bahasa Indonesia adalah bersifat penultimate
atau aksen terletak pada suku kata ke-dua dari belakang. Berikut adalah beberapa contoh
kata yang tergolong kelompok marked. (Halim 1969: 94)
(2) Dua suku kata

ibu,

suka

(3) Tiga suku kata

daerah,

bahaya

(4) Empat suku kata istimewa, keluarga

~ 17 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Akan tetapi, ada pula kosakata yang tergolong memiliki aksen marked. Contohnya adalah
kosakata yang memiliki schwa ( e ). Menurut Halim, apabila terdapat schwa pada suku kata
ke-dua dari belakang, maka aksen tidak akan terletak pada schwa, melainkan berpindah.
Ketentuannya seperti di bawah ini.
(a) Pada kosakata dengan dua suku kata, schwa pada penultimate hilang dan berpindah
ke suku kata terakhir.
(5) Demam - demam
(b) Pada kosakata dengan tiga suku kata atau lebih, bila suku kata ke-tiga dari belakang
bukan merupakan schwa, maka schwa pada penultimate hilang dan berpindah ke
suku kata ke-tiga dari belakang
(6) Majelis majelis
(c) Pada kosakata dengan tiga suku kata atau lebih, bila terdapat dua schwa dan pada
suku kata ke-tiga dari belakang juga merupakan schwa, aksen berpindah ke suku kata
terakhir
(7) Sebentar sebentar
Untuk kosakata turunan (misalnya kosakata dengan sufiks ber- dan -nya, kosakata
majemuk seperti rumah sakit, atau kosakata reduplikasi seperti orang-orang) terdapat aturan
yang berbeda, namun lebih lanjut tidak diuraikan di sini. Penjelasan ini adalah teori
mengenai aksen kata dari Halim (1969). Namun penulis tertarik untuk membuktikan apakah
penelitian terhadap sejumlah mahasiswa Unsada sejalan dengan hasil penelitian Halim.
Aksen Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang para mahasiswa Unsada

3. Metode Eksperimen dan Hasil Analisis Data


Untuk melakukan survei mengenai aksen Bahasa Indonesia dan Jepang, 11 orang
mahasiswa dan alumni Universitas Darma Persada menjadi responden. Mereka adalah para
mahasiswa peserta klub Toronkai, atau klub diskusi yang diasuh oleh Ibu Morita, berkisar
dari mahasiswa tingkat 2 hingga tingkat 4. Umumnya mereka berasal dari, atau tinggal di
Jakarta dan Bekasi, dan orang tua berasal dari berbagai daerah di Jawa, Sumatera, dan
Kalimantan, dan
Untuk analisis suara digunakan free software dari Praat. Software ini merupakan software
standar untuk cabang ilmu acoustic phonetics. Namun karena lokasi tempat merekam tidak
disiapkan secara optimal, terjadi gangguan hingga ada gelombang yang tidak jelas pada

~ 18 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

software Praat. Oleh karena itu, pada beberapa bagian penilaian mengenai aksen responden
diputuskan oleh penulis melalui pengamatan audio dengan telinga.

Tabel 1. Bahasa Indonesia : Kata dengan dua suku kata


1

10

11

buku

suka

lucu

salju

pantai

gunung
datang

pindah
enak

hangat
murni

demam
kenal

dengar
kental

cermin
pergi

terbang

sepi

kecil

Dapat disimpulkan, dari 11 responden tidak ada yang memiliki aksen sesuai dengan aturan
dari Halim. Selain tiga orang responden yang melafalkan seperti sedang membaca daftar,
enam dari delapan responden meletakkan aksen pada suku kata pertama dan tidak berkaitan
dengan ada/tidaknya schwa. Dua responden mengubah letak aksennya pada kata dengan
schwa, namun dengan pola yang berbeda dengan aturan teori Halim.

~ 19 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Tabel 2. Bahasa Indonesia : Tiga suku kata

daerah
bahasa
semangka
kembali
keluar
percaya
gembira
sempurna
khawatir
menonton
berdiri
gubernur
majelis
kesemak
selesai
membeli
bekerja
segera

10

11

~ 20 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Pada daftar tabel ini, dari daerah hingga berdiri tidak terdapat schwa pada suku kata kedua, gubernur dan majelis memiliki schwa pada suku kata ke-dua , sedang mulai dari
kesemak hingga segera terdapat schwa pada suku kata ke-satu dan ke-dua.
Maka dapat disimpulkan, pada sampel untuk tiga suku kata, dari 11 responden tidak ada
satu orangpun yang memiliki aksen sesuai dengan teori Halim. Sebagian besar responden,
memiliki aksen pada suku kata ke-dua, terlepas dari ada maupun tidak ada schwa. Tetapi,
didapatkan kelompok yang melafalkan dengan aksen LHL, dan kelompok dengan aksen
LHH. Terdapat satu responden yang jelas mengubah aksennya apabila ada schwa, namun
itupun tidak sesuai dengan teori Halim. Selain itu, ada beberapa responden yang aksennya
berpindah pada kata tertentu, akan tetapi tidak dipahami dengan jelas pada situasi apa dan
aturan aksen yang bagaimana.

Tabel 3. Bahasa Jepang : Dua suku kata

IKU
TOBU
NORU
INU
KAZE
KAWA
KURU
YOMU
KAKU
NEKO
KUMO
KASA
%

10

11

50

50

58

50

75

50

58

58

67

58

50

45
45
27
45
64
36
91
72
81
91
64
82

Pada tabel ini, lajur paling kiri adalah aksen yang tepat. Dari iku sampai kawa
memiliki aksen LH, sedang kuru sampai kasa memiliki aksen HL. Mayoritas responden
adalah mahasiswa dengan masa studi di atas dua tahun, dan berpartisipasi secara aktif dalam
kegiatan conversation maupun discussion club, sehingga memiliki kemampuan Bahasa

~ 21 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Jepang relatif tinggi dengan tingkat kemampuan di atas chuukyuu. Tetapi, seperti tertera
pada baris paling bawah, prosentase jawaban yang benar berada di kisaran 50 70 %.
Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bagi pembelajar Bahasa Jepang orang
Indonesia, mempelajari aksen Bahasa Jepang adalah hal yang cukup sulit bahkan bagi
pembelajar tingkat di atas menengah. Ada yang melafalkan semua kata dengan aksen yang
sama dan menunjukkan yang bersangkutan tidak paham aksen Bahasa Jepang sama sekali.
Banyak dari mereka yang melafalkan aksen yang sama dengan kata Bahasa Indonesia
dengan dua suku kata. Tampak pula kecenderungan sulitnya melafalkan kata seperti noru
dengan aksen LH, dibanding melafalkan neko yang memiliki aksen HL.

Tabel 4 Bahasa Jepang : Tiga suku kata

MEGANE
MIDORI
KURUMA
SAKANA
AKERU
KARIRU
WARAU
TAMAGO
OKASHI
TABERU
OKIRU
HASHIRU

10

11

~ 22 ~

9
0
64
64
55
82
55
18
27
45
55
36

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

SHIROI

AMAI

KARAI

AKAI

64

71

57

36

71

64

43

29

36

36

50

64
36
64
45

Pada tabel ini, lajur paling kiri adalah aksen yang tepat. Megane dan midori beraksen
HLL, dari kuruma hiingga warau beraksen LHH, tamago hingga karai LHL.
Nomina memiliki tiga jenis aksen, yaitu LHH, HLL, dan LHL. Verba memiliki dua jenis
yaitu LHH dan LHL, sedang adjektiva dengan satu jenis aksen yaitu LHL.
Dari hasil pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa sangat sulit bagi para mahasiswa
untuk memahami perbedaan lafal, dan melafalkan, pola aksen kata untuk tiga suku kata
bahasa Jepang. Dari tiga jenis aksen, LHH relatif bisa dilafalkan dengan tepat, diikuti oleh
aksen LHL. Menurut penulis, hal ini karena aksennya mirip dengan aksen kata tiga suku kata
dalam Bahasa Indonesia. Sementara aksen HLL seperti pada megane , tidak ada yang
melafalkannya dengan tepat. Menurut Halim, pada kata seperti majelis, akan menjadi
aksen HLL, akan tetapi dalam penelitian ini tidak ada responden yang melafalkannya seperti
itu. Demikian juga, karena dalam Bahasa Indonesia di wilayah Jakarta saat ini tidak
ditemukan aksen HLL, maka sulit bagi pembelajar orang Indonesia untuk melafalkan kata
Bahasa Jepang dengan aksen HLL

4. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
Aksen Bahasa Indonesia pada umumnya adalah HL (penultimate), yaitu aksen pada suku
kata ke-dua dari belakang. Hal ini dinyatakan pada semua rujukan yang penulis teliti,
termasuk dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Akan tetapi, dalam penelitian ini
hasilnya tidak seragam, karena didapatkan berbagai variasi aksen pada para responden.
Demikian pula, tidak sesuai dengan teori aksen Bahasa Indonesia dari Halim.

~ 23 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Sementara pada sampel kata Bahasa Jepang, tampak bahwa prosentase responden yang
dapat melafalkan aksen dengan tepat, cukup rendah. Penyebab yang mencolok antara lain
adalah asing atau tidaknya aksen yang dimaksud dalam Bahasa Indonesia. Aksen HL seperti
pada kuru cukup tinggi prosentasenya dibandingkan HL iku karena hal tersebut.
Demikian juga pada kata dengan tiga suku kata, aksen HLL dan LHL juga relatif rendah
karena tidak umum dilafalkan dalam Bahasa Indonesia. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa pengaruh aksen Bahasa Ibu responden cukup berpengaruh dalam melafalkan aksen
Bahasa Jepang.
4.2 Saran
Melalui penelitian ini dipahami bahwa aksen Bahasa Jepang tidak semudah yang diduga
sebelumnya oleh orang Indonesia. Meskipun para responden adalah siswa tingkat menengah
ke atas, prosentase jawaban yang benar hanya berkisar 50 hingga 70% saja. Selain itu, ada
banyak responden yang terpengaruh oleh Bahasa Ibu (Indonesia) dalam belajar Bahasa
Jepang, sehingga melafalkannya seperti melafalkan Bahasa Indonesia.
Penelitian Halim mengenai aksen Bahasa Indonesia sama sekali tidak sesuai dengan
aksen yang dilafalkan di wilayah penelitian (Jakarta) dewasa ini. Terdapat perbedaan besar
dalam aksen para responden, sehingga sulit ditentukan bentuk formal Aksen Aktual Bahasa
Indonesia wilayah Jakarta. Akan tetapi, tampaknya pada sebagian besar responden
memiliki ketentuan aksen sendiri-sendiri pada kata dengan dua dan tiga suku kata. Dengan
demikian, menurut penulis akan cukup bermakna bila diteliti lebih lanjut mengenai aturan
aksen yang dipakai oleh individu pembicara Bahasa Indonesia.
Terakhir, mengenai cara pengajaran aksen Bahasa Jepang terhadap orang Indonesia. Di
antara para responden, awalnya ada yang berpendapat bahwa tidak ada aksen dalam Bahasa
Indonesia.

Akan tetapi, ketika mereka diminta melafalkan Bahasa Indonesia, para

responden terkejut karena secara tidak sadar mereka meletakkan aksen pada salah satu suku
kata dengan pola tertentu. Bagi orang Indonesia, perbedaan lafal pada kata dua suku kata
(HL dan LH) dalam Bahasa Jepang, bukan hanya sulit dilafalkan secara benar, tetapi juga
sulit dibedakan bunyinya. Oleh karena itu, untuk orang Indonesia yang ingin mempelajari
aksen bahasa Jepang, mungkin ada baiknya diawali dengan menyadari dan mengenali pola
aksen dalam berbicara Bahasa Ibu sendiri terlebih dulu.

~ 24 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

DAFTAR PUSTAKA

Halim, Amran ,1981, Intonation in Relation to Syntax in Indonesian, Canberra : Pacific


Linguistics 36
Haraguchi Shosuke, 1999, Accent, Tsujimura Natsuko The Handbook of Japanese
Linguistics, Oxford : Blackwell Publishers
Hayata Teruhiro ,1989, Akusento Koza Nihongo to Nihongo Kyoiku Daiichiken
Nihongogakuyosetsu, Meiji Shoten
NHK (ed.), 1985, Nihongo Hatsuon Akusento Jiten, Nihonhoso shuppankyokai
Sakiyama Osamu, 1990, Nihongo to Indonesiago no Akusento to Intoneshon Koza Nihongo
to Nihongo Kyoiku Daisanken Nihongo onsei, Meiji Shoten

~ 25 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ 26 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

ANALISIS HASIL PEMBELAJARAN KORESPONDENSI :


TELAAH MORFOSINTAKSIS

Dinny Fujiyanti
Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Sastra

ABSTRAK
Korespondensi masih berperan sebagai alat komunikasi efektif dalam kehidupan kita dewasa
ini,selain alat-alat komunikasi lainnya seperti telepon, mesin faks, telepon genggam dan
gawai baru lainnya yang terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Dibutuhkan
keahlian khusus, selain kemampuan menulis (writing skill) agar mahasiswa dapat
berkorespondensi dengan baik dalam bahasa Jepang. Mahasiswa sebaiknya memahami
faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemilihan kata serta ungkapan-ungkapan yang
digunakan dalam berkorespondensi. Ketidaktepatan pemakaian kata dan ungkapan yang
digunakan kemungkinan akan mempengaruhi atau merusak hubungan antara si penulis dan
si penerima surat.Tujuan penelitian ini agar mahasiswa menyadari ketidaktepatan pemakaian
atau pemilihan kata dan ungkapan dalam berkorespondensi, dan mampu membuat kalimatkalimat korespondensi dengan lebih baik dengan cara mengetahui pemilihan kata (diksi)
dan ungkapan-ungkapan yang digunakan secara morfosintaksis. Peneliti menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif yaitu penggambaran menyeluruh tentang bentuk dan struktur
kata atau kalimat yang ada pada materi ajar korespondensi. Data akan dianalisis dengan
menggunakan metode agih. Metode agih adalah metode analisis data yang alat penentunya
justru bagian dari bahasa itu.
Kata Kunci : Korespondensi, Ketidaktepatan, Morfosintaksis, Diksi, Metode Agih

1. PENDAHULUAN
Korespondensi adalah salah satu mata kuliah yang diberikan kepada mahasiswa
khususnya mahasiswa yang berada pada semester V atau VII di Universitas Darma Persada.
Mata kuliah ini menekankan pengembangan kemampuan menulis ( / writing
skills) bagi mahasiswa. Mahasiswa yang akan mengambil mata kuliah ini seyogiyanya sudah
memiliki kemahiran menulis dasar mengingat mereka yang mengambil mata kuliah
korespondensi sudah lulus mata kuliah-mata kuliah yang diberikan semester sebelumnya
yang menekankan pada kemahiran menulis seperti sakubun 1-3.
Untuk dapat memahami dan membuat surat dalam bahasa Jepang dengan baik,
mahasiswa sebaiknya memiliki pemahaman korespondensi sebagai berikut (Kikuko et.all :
2000) :

~ 27 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

A. Type of Adressee (Jenis penerima surat)


Kalimat dan pilihan kata (diction) yang digunakan berbeda sesuai dengan siapa si
penerima surat, apakah superiors (atasan seperti bos, dosen atau professor), lesser
superiors (sempai, kakak kelas), kenalan atau orang-orang yang belum pernah kita
temui.
B. Style
Jenis kalimat yang digunakan bervariasi sesuai jenis suratnya apakah formal, informal
(antar teman, adik kelas), klasik bahasa jepang ataukah typical dan natural style seperti
jenis surat menyurat yang dibuat dewasa ini.
C. Politeness Levels ( Tingkat Kesopanan)
1) Jenis netral yaitu penulisan surat tanpa mempertimbangkan usia dan jenis kelamin si
penerima.
2) Berdasarkan tingkat kesopanan. Ada 3 jenis tingkatan kesopanan :
a. Hubungan vertikal (vertical relationship) superior-inferior antara si penulis dan si
penerima surat.
b. Tingkat keakraban (degree of closeness) antara si penulis dan si penerima surat.
Ketika tingkat keakrabannya rendah (low), seperti belum pernah bertemu
sebelumnya, maka tingkat kesopanan menjadi tinggi (high)
c. Tingkat permohonan atau pelanggaran/ kesalahan serius (burden of request/
seriousness of offenses).

Tingkat kesopanan dalam membuat kalimat semakin tinggi apabila si penulis surat
meminta bantuan kepada si penerima surat (permintaan pembuatan surat rekomendasi dari
seorang dosen atau professor (recommendation letters). Tingkat kesopanan ini pun menjadi
tinggi apabila si penulis surat melakukan kesalahan atau pelanggaran serius seperti
kehilangan benda yang dipinjamkan oleh si penerima surat.
Dalam korespondensi bahasa Jepang, hal-hal tersebut di atas seperti jenis surat, tingkat
kesopanan banyak diwujudkan ke dalam perubahan kata kerja. Dengan mengkaji kalimatkalimat yang ada dengan bantuan morfosintaksis diharapkan mahasiswa dapat memahami

~ 28 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

dan mengaplikasikan kalimat-kalimat yang dipakai secara konvensional dalam surat


menyurat dengan baik.

2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana

Morfosintaksis

(keitaitekitougouron)

dapat

membantu

mahasiswa

menguasai korespondensi dengan mempertimbangkan type of addresse, style dan


politeness level dari si penulis (writer) dan si penerima surat (addresse)?
2.

Ketidaktepatan atau kesalahan secara morfosintaksis seperti apa yang dihadapi


mahasiswa terhadap pembelajaran korespondensi bahasa Jepang?

3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Morfologi
Menurut Crystal (1980:232-233), Morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah
struktur atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem. Morfem adalah unsur
terkecil atau satuan bahasa terkecil dalam sebuah kalimat atau wacana. Kekurangpahaman
terhadap unsur-unsur terkecil ini dapat menyebabkan kesalahan dalam menerjemahkan atau
memahami sebuah kata, frase, klausa maupun kalimat dalam sebuah wacana.
Morfologi pada umumnya dibagi ke dalam dua bidang : telaah infleksi (inflectional
morphology) dan telaah pembentukan kata (lexical or derivational morphology). Sedangkan
menurut OGrady dan Dobrovolsky (1989:89-90), morfologi adalah komponen tata bahasa
generative transformasional (TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata,
khususnya kata kompleks. Mereka juga membedakan antara teori morfologi umum yang
berlaku bagi semua bahasa dengan morfologi khusus yang hanya berlaku bagi bahasa
tertentu.Teori morfologi umum berurusan dengan pembahasan secara tepat mengenai jenisjenis kaidah morfologi yang dapat ditemukan dalam bahasa-bahasa alamiah. Sedangkan
morfologi khusus merupakan seperangkat kaidah yang mempunyai fungsi ganda.
Pertama,kaidah-kaidah ini berurusan dengan pembentukan kata baru. Kedua, kaidah-kaidah
ini mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari tentang struktur intern kata yang
sudah ada dalam bahasanya. Teori morfologi khusus ini yang pada umumnya menjadi
masalah bagi mahasiswa untuk memahami makna kata atau kalimat yang terdapat dalam
surat-menyurat karena dalam surat menyurat digunakan banyak sekali kalimat-kalimat yang

~ 29 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

dapat dimengerti dengan memahami proses morfologi dari kata atau ungkapan yang ada di
dalamnya. Teori yang berkenaan dengan kajian ini adalah teori Morfologi Generatif.
Menurut Chomsky (1965:3-9), prinsip atau asumsi yang mendasari tata bahasa generative
transformasional dan morfologi generatif pada khususnya dapat dikemukakan sebagai
berikut :

Pertama, TGT adalah teori tentang kompetensi yaitu pengetahuan penutur asli
mengenai bahasanya yang berbeda dengan performansi yaitu penggunaan bahasa
yang sesungguhnya oleh penutur asli dalam situasi nyata.

Kedua,bahasa memiliki sifat kreatif dan inovatif. Dengan kreativitas bahasa


dimaksudkan kemempuan penutur asli untuk menghasilkan kalimat-kalimat baru,
yaitu kalimat-kalimat yang tidak mempunyai persamaan dengan kalimat-kalimat
yang biasa. Penutur asli mampu menghasilkan dan memahami kalimat-kalimat baru
atau mampu membuat pertimbangan mengenai keberterimaannya.

Ketiga, TGT adalah seperangkat kaidah yang memberikan pemerian struktural


kepada kalimat . Mempelajari suatu bahasa berarti mempelajari seperangkat kaidah
sintaksis,kaidah semantic,dan kaidah fonologis.

Keempat,bahasa adalah cermin pikiran. Chomsky (1972:103) menyatakan bahwa


terdapat sejumlah pertanyaan yang menyebabkan seorang mempelajari bahasa.
Dengan menelaah bahasa secara rinci, kita akan mengetahui ciri-ciri inheren dari
pikiran manusia. Dengan kata lain, kita akan mencapai pemahaman yang lebih baik
tentang bagaimana pikiran manusia menghasilkan dan memproses bahasa.

Dengan menganalisis kalimat-kalimat yang ada dengan aplikasi morfologi, mahasiswa dapat
memahami pikiran atau ide-ide yang ada dalam korespondensi.
3.2 Sintaksis
Ada banyak batasan sintaksis yang telah dikemukakan oleh para linguis. Crystal (1980)
mendefinisikan sintaksis sebagai telaah tentang kaidah-kaidah yang mengatur cara kata-kata
dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa. OGrady dan Dobrovolsky
(1989) menyatakan bahwa sintaksis adalah sistem kaidah dan kategori yang memungkinkan
kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat. Rusmadji (1993) mengatakan bahwa
sintaksis adalah subsistem tata bahasa yang mencakup kelas kata dan satuan-satuan yang
lebih besar, yaitu frasa, klausa kalimat dan hubungan-hubungan di antara satuan-satuan
sintaksis tersebut .

~ 30 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah telaah tentang
hubungan kata-kata atau satuan-satuan sintaksis yang lebih besar ddalam kalimat. Dengan
kata lain, sintaksis adalah telaah tentang struktur kalimat.

Teori struktural tata bahasa generatif transformasional (TGT) yang diperkenalkan oleh
Chomsky mampu memecahkan berbagai masalah kebahasaan di bidang sintaksis
dibandingkan dengan teori linguistik struktural yang tidak mampu menjelaskan hubunganhubungan yang dimiliki kalimat-kalimat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Akmajian dkk. (1984), asumsi-asumsi dasar TGT adalah sebagai berikut :
Pertama, bahasa manusia pada semua tingkatan dikuasai oleh kaidah.Setiap bahasa
mempunyai kaidah sistematis yang menguasai pengucapan,pembentukan kata, dan
konstruksi gramatikal.
Kedua, bahasa manusia yang beraneka ragam itu membentuk suatu fenomena yang
menyatu. Secara lahiriah, bahasa manusia sangat berbeda-beda, namun secara batiniah,
bahasa-bahasa tersebut memiliki ciri-ciri kesemestaan.Semua bahasa memiliki tingkat
kerumitan dan rincian yang sama. Tidak ada bahasa yang bersahaja.
Ketiga, tujuan akhir linguistik bukanlah semata-mata untuk memahami bagaimana
bahasa itu terbentuk dan bagaimana berfungsinya karena telaah bahasa pada hakikatnya
adalah telaah pikiran manusia.
Selain TGT, teori tata bahasa tagmemik yang dikembangkan oleh Kenneth L,Pike dapat
membantu memecahkan masalah-masalah lapangan yang konkret yang didasarkan pada
prinsip-prinsip berikut (Abdul Muis : 2010) :
1. Bahasa sebagai tingkah laku manusia
Ini berarti bahasa dapat dianalisis dan dipahami sebaik-baiknya sebagai satu aspek dari
tingkah laku manusia. Tagmemik menolak pandangan bahasa yang mentalistik. Selain
fungsi simbolis atau fungsi representasional, bahasa juga mempunyai fungsi komunikatif
yang sangat penting.
2. Semua tingkah laku purposif, termasuk bahasa,muncul dalam satuan-satuan atau
kepingan-kepingan.
Suatu satuan dapat ditentukan menurut ciri-ciri pembeda yang mengkontraskannya
dengan satuan-satuan lain dalam kelas, gugus, atau sistem. Satuan itu dapat berbeda
dalam bentuk fisiknya dalam batas-batas tertentu.

~ 31 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

3. Pentingnya konteks
Satuan-satuan tidak terjadi dalam isolasi; satuan-satuan itu terjadi dalam konteks. Hal ini
berarti bahwa faktor-faktor penyebab bagi variabel dapat ditemukan dalam konteks. Hal
ini berarti pula dalam tata bahasa, kalimat hendaknya tidak dianalisis dalam isolasi,
melainkan dalam konteks.
4. Hierarki, tonggak dari teori tagmemik
Hierarki di sini merujuk kepada hierarki sebagian dan keseluruhan, yaitu satuan-satuan
kecil umumnya terjadi sebagai bagian dari satuan-satuan yang lebih besar, yang pada
gilirannya dapat menjadi bagian dari satuan-satuan yang lebih besar lagi. Secara khusus,
ujaran-ujaran linguistis dipandang terstruktur dengan tiga hierarki yang simultan dan
saling mengunci : hierarki fonologis, gramatikal, dan referensial. Hierarki fonologis
mencakup fonem dan silabe pada tingkat yang lebih rendah; kemudian kelompok
tekanan; kelompok ritme, dan sebagainya. Hierarki referensial mencakup struktur isi atau
makna, hubungan tingkah laku penutur-pendengar, emosi, pragmatik dan teori tindakturut merupakan bagian dari hierarki referensial. Menyangkut tata bahasa, tagmemik
menuntut juga perstrukturan hierarkis. Morfologi dan sintaksis tidak diperlakukan
terpisah dalam teori tagmemik, malah tagmemik menuntut perstrukturan pararel dalam
kaitannya dengan relasi-relasi hierarkis untuk kata, kalimata dan wacana.

3.3 Korespondensi Bahasa Jepang


Korespondensi masih berperan sebagai alat komunikasi yg efektif selain menggunakan
telepon, mesin faks dan alat-alat komunikasi baru lainnya yang terus berkembang sesuai
dengan kemajuan teknologi. Manfaat berkorespondensi adalah seseorang masih dapat
menyimpan catatan atau bukti korespondensi guna menghindari kesalahpahaman dalam
berkomunikasi.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu berkorespondensi dalam bahasa
Jepang (Kikuko Tatematsu, dkk : 2000) :

A. Format surat
Format surat atau layout dalam bahasa Jepang sudah tetap (fixed). Ada 2 jenis format
surat yaitu secara vertikal dan horizontal.

~ 32 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

B. Spesifikasi korespondensi dalam bahasa Jepang


Dalam korespondensi bahasa Jepang, tingkat kevariasian lebih beragam karena keharusan
menggunakan tingkatan keigo ( bahasa sopan) yang sesuai. Perihal menulis surat yang
meminta bantuan (requesting assitance) yang menyebabkan kewajiban sosial bagi si
penerima surat, tingkat kesopanan (keigo) lebih tinggi dibandingkan dengan situasi
lainnya.

Selain tujuan dari korespondensi, hubungan dan tingkat keakraban antara si penulis dan
penerima surat mempengaruhi jenis surat dalam bahasa Jepang. Status sosial, usia, jenis
kelamin serta pekerjaan si penulis surat berpengaruh terhadap pilihan kata dan
penggunaan keigo/ bahasa atau ungkapan sopan yang akan digunakan. Oleh karenanya,
si penulis harus berhati-hati dalam penggunaan ungkapan-ungkapan sopan seperti humble
dan honorific expressions.
Dalam masyarakat Jepang, hubungan dibangun atas dasar memberi-menerima (giving
and receiving), rasa kewajiban yang kuat timbul terhadap orang-orang yang sudah
melakukan sesuatu untuk kita. Sebagai contoh: kebanyakan orang Jepang merasa berhutang
budi terhadap guru mereka walaupun guru mereka sudah mengajari mereka dalam waktu
yang sudah lama. Kata-kata yang menyatakan memberi-menerima (kudasaru, itadaku)
sering digabungkan dengan verba lainnya. Untuk menyatakan kalimat atau ungkapan Prof
Kawasaki sudah mengajar saya dapat dituangkan ke dalam beberapa ungkapan, seperti :

1. Kawasaki sensei ga oshiemashita.


Kalimat sopan / (teinei-kei/ masu-kei ) dimana dalam kalimat ini tidak disertakan kata
kerja yang menyatakan penghormatan/ keberhutangbudian (indebtedness) dari si
penulis. Kalimat ini bermakna: Prof Kawasaki sudah mengajarkan saya. Secara
implisit, tidak ada makna penghormatan atau keberhtangbudiaan si penulis surat
kepada Prof kawasaki apabila kalimat ini dikaji secara morfosintaksis.Kalimat ini
tidak tepat untuk dipakai dalam korespondensi karena tingkat kesopanan ( degree of
politeness) tidak dipertimbangkan di dalam kalimat ini.
2. Kawasaki sensei ga oshiete kuremashita.
Kalimat sopan (teinei-kei/masu-kei) dimana dalam kalimat ini diikuti kata kerja bantu
bentuk te kureru yang bermakna seseorang yang sudah memberikan kebaikan/jasa

~ 33 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

untuk diri s penulis (subyek). Orang yang memberi jasa atau kebaikan biasanya orang
yang mempunyai tingkatan sosial/ status, pendidikan dan pekerjaan yang sama dengan
si penulis dalam masyarakat. Sesuai dengan kajian morfosintaksis, kalimat ini
bermakna Prof Kawasaki sudah memberikan jasa atau kebaikan berupa pengajaran
kepada saya. Tetapi makna dan struktur te kureru kurang tepat, karena si penulis
seharusnya menaruh rasa hormat yang besar kepada Prof Kawasaki karena Prof
Kawasaki memiliki status, pengalamam, usia dan pendidikan yang lebih tinggi dari si
penulis.
3. Kawasaki sensei ga oshiete kudasaimashita.
Kalimat sopan (keigo-sonkei) dimana dalam kalimat ini diikuti kata kerja bantu te
kudasaru yang bermakna seseorang yang telah memberikan jasa/ kebaikan untuk diri
si penulis (writer). Orang yang memberi jasa/ kebaikan adalah orang-orang yang
mempunyai tingkat sosial/ status, pendidikan dan pekerjaan yang lebih tinggi dari si
penulis. Kalimat ini bermakna aktif yaitu : Prof Kawasaki sudah mengajarkan saya.
Secara implisit bermakna Prof Kawasaki, orang yang saya hormati dan lebih tua
usianya dari saya, telah memberikan jasa pengajaran dalam membagi ilmunya kepada
saya. Sesuai dengan kajian morfosintaksis, makan dan struktur te kudasaru dalam
kalimat ini tepat karena si penulis mempertimbangkan tingkat kesopanan dalam
korespondensi.
4. Kawasaki sensei ni oshiete itadakimashita.
Kalimat sopan (keigo-sonkei) dalam kalimat ini diikuti kata kerja bantu te itadaku
yang bermakna diberikan bantuan atau jasa oleh si penerima surat (addressee) dalam
konteks kalimat ini. Si penerima surat adalah orang memberi jasa/ kebaikan dan
mempunyai tingkat sosial/ status, pendidikan dan pekerjaan yang lebih tinggi dari si
penulis. Makna kalimat ini bermakna pasif yaitu : Saya diajari oleh Prof Kawasaki.
Secara implisit, bermakna saya telah diberikan jasa pengajaran oleh Prof Kawasaki,
orang yang saya hormati lebih tua usianya dari saya dan kepada dia saya berhutang
budi kebaikan. Sesuai dengan kajian morfosintaksis, makan dan struktur te itadaku
dalam kalimat ini tepat karena si penulis mempertimbangkan tingkat kesopanan dalam
korespondensi.

C. Ungkapan-ungkapan khusus dalam korespondensi

~ 34 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Ungkapan-ungkapan khusus seperti :


a. Kata pembuka dan kata penutup
b. Salam pembuka (preliminary greetings) seperti salam sesuai musim (seasonal
greetings), salam menanyakan kesehatan (asking about the other persons health) dll.
c. Salam penutup (final greetings)

Menurut Prof.Kabaya, yang dimaksud dengan Honorifiks atau keigo adalah penuturan
individual yang dipilih dan dipakai oleh penutur berdasarkan azas saling menghormati
(penutur menghormati petutur dan petutur menghormati penutur). Beliau menyebutkan
honorifiks bahasa Jepang yang dimaksud adalah ragam bahasa yang beredar di kalangan
orang Jepang dewasa. Pemakaian honorifiks oleh orang dewasa (Otona no KC [keigo
communication]) ditentukan oleh 6 faktor yang saling berkaitan sebagai berikut (Tjandra
:2013)
a. Ba (latar pemakaian)
Pemakaian honorifiks harus disesuaikan dengan waktu dan tempat pemakaian (kapan
dipakainya dan di mana dipakainya?), kemudian juga harus disesuaikan dengan keadaaan
yakni dalam keadaan apa dipakainya?.
b. Ningen Kankei (hubungan antar manusia)
Pemakaian honorifiks harus disesuaikan dengan hubungan antar orang-orang yang
terlibat di dalamnya (penutur, petutur dan orang yang dibicarakan); siapa yang memakai
honorifiks itu dan kepada siapa dipakainya?Lalu pemakaiannya tentang siapa?
c. Tachiba-Yakuwari

(posisi dan peran)

Pemakaian honorifiks harus disesuaikan dengan posisi dan peran penutur di antara orangorang yang terlibat; penutur harus memperhatikan posisi dan peran dirinya di dalam
hubungan di masyarakat yang bersifat permanen seperti hubungan antar guru-murid,
antar atasan-bawahan,dan ada juga hubungan yang bersifat temporal seperti hubungan
antara karyawan-pembeli, pegawai-pelanggan dan sebagainya.
d. Kimochi (pengertian dan perasaan)
Pemakaian honorifiks harus disesuaikan dengan pengertian dan perasaan dari pihak
penutur; antara lain kenapa dipakai seperti itu dan bertujuan apa memakai seperti itu.
e. Nakami

(isi pikiran dan maksud hati)

~ 35 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Pemakaian honorifiks harus disesuaikan dengan isi pikiran dan maksud hati penutur; isi
pikiran dari penutur memang ada yang berupa isi informasi secara rasional objektif,
namun pemakaian honorifiks tidak hanya mengandung informasi yang objektif saja,
melainkan juga harus memuat maksud hati penutur yang hendak disampaikan kepada
pihak lawan.
f. Katachi (wujud penyampaian)
Pemakaian honorifiks harus mengambil bentuk wujud penyampaian yang memadai;
wujud penyampaian ini harus bisa ditangkap oleh pihak lawan yang bersangkutan sebagai
isi pikiran dan pengertian dari penutur yang hendak disampaikannya.

4. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengkaji bagaimana Morfosintaksis dapat membantu mahasiswa menguasai
korespondensi bahasa Jepang dengan mempertimbangkan type of addresse, style dan
politeness level dari si penulis (writer) dan si penerima surat (addresse).
2. Untuk mengetahui ketidaktepatan atau kesalahan secara morfosintaksis seperti apa yang
dihadapi mahasiswa terhadap pembelajaran korespondensi bahasa Jepang?

5. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak, antara lain :
1. Para mahasiswa Universitas Darma Persada yang mengambil mata kuliah korespondensi
pada khususnya, dan mahasiswa Universitas Darma Persada lainnya dengan memberikan
pemahaman mengenai Morfosintaksis sebagai salah satu cara dalam memahami makna
dan struktur kalimat-kalimat yang berada dalam korespondensi bahasa Jepang.
2. Para dosen di lingkungan Universitas, khususnya dosen linguistik agar dapat
memberikan pemahaman kepada para mahasiswa mengenai penerapan ilmu-ilmu yang
sudah mahasiswa pelajari.

6. METODOLOGI PENELITIAN
Peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu penggambaran menyeluruh
tentang bentuk dan struktur kata atau kalimat yang ada pada materi ajar korespondensi. Data
yang dipakai adalah bahan materi ajar korespondensi seperti Writing Letters in Japanese

~ 36 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

(Kikuko Tatematsu), Writing E-mails in Japanese (Akiko Yana), Nihongo Bijinesu Bunsho
Manyuaru (Maki Okumura) dan Tegami no Kakikata Jiten.
Data akan dianalisis dengan menggunakan metode agih (Mahsun:2005). Metode agih
adalah metode analisis data yang alat penentunya justru bagian dari bahasa itu. Alat penentu
dalam rangka kerja metode agih itu selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa obyek
sasaran penelitian seperti kata (kata ingkar,preposisi, adverbia), fungsi sintaksis (S, O, P),
klausa, silabe kata, titi nada, dan yang lain (Sudaryanto:1993)
Tehnik pada metode agih dapat dibedakan menjadi dua : tehnik dasar dan tehnik lanjutan.
Tehnik dasar metode agih disebut tehnik bagi unsur langsung atau tehnik BUL. Disebut
demikian karena cara yang digunakan pada awal kerja analisis adalah satuan lingual datanya
menjadi beberapa bagian atau unsur; dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai
bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud. Alat pembaginya yaitu
dengan mengidentifikasi unsur-unsur pembentuk kata seperti pangkal kata, afiks dan lain
sebaginya. Disamping itu, dapat pula dengan melihat jeda yang silabik atau sendi.
Data akan dianalis bersama-sama dengan mahasiswa semester V pada semester ganjil
2014-2015 yang diperkirakan berjumlah 50-60 orang mahasiswa dengan asumsi mereka
sudah memiliki pengetahuan morfologi dan sintaksis dengan baik.

7. HASIL PENELITIAN
Hasil dan Pembahasan
Data yang dianalisis memperlihatkan temuan sebagai berikut :

7.1 Kecenderungan mahasiswa mengabaikan kata-kata setsuji (- imbuhan) terutama


prefiks () seperti . Penggunaan prefiks ini sangat penting untuk
membuat kata memiliki makna baru yaitu makna kesopanan(honorific) dari makna yang
dimiliki oleh suatu morfem bebas.
Contoh :

Gokenkou wo oinorishimasu. (Saya berdoa untuk kesehatan anda)

~ 37 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Penggunaan prefix go secara sintagmatik harus ada dalam kalimat ini, karena prefik go
adalah bentuk baku secara morfologis dengan penambahan prefiks atau sufiks mengikuti
konvensi yang ada.
7.2 Kelebihan ( redundansi) penggunaan prefiks dan.
Contoh :

Koharubiyori no ii otenki ga tsuzukimasuga kawaranaide sugosu to omoimasu.


(Cuaca yang baik pada awal musim semi yang datang lebih awal, moga anda dalam
keadaan sehat walafiat).
Prefiks O tidak perlu dipakai karena terdapat kata sifat {ii : baik} yang berfungsi
sebagai modifier yang menjelaskan kata benda {tenki}. Kalimat di atas seharusnya
menjadi :
.
(dihilangkannya prefiks O).

7.3 Kesalahan pemakaian kelompok ragam hormat-sopan.


Contoh :

(shinpai shite orimasu : saya khawatir).


Kalimat diatas bermakna rasa khawatir si penulis surat tentang keadaan si penerima surat.
Oleh karena itu, si penulis surat sebaiknya menggunakan bentuk humble yaitu makna
perasaan kesopanan yang hendak disampaikan si penulis surat. Tipe verba ragam hormatsopan : go-V-itasu ; V: nomina verbal kosa kata kanji.
Kalimat diatas menjadi : (goshinpai itasu)

(goshinpai itashimasu itasu adalah bentuk verba kamus dan dapat berkonjugasi
berdasarkan kala dari verba tersebut. Kala genzai (simple present: morfem terikat u dari
verba itas+-u berubah menjadi masu itashimasu). Pemakaian shite orimasu berasal
dari verba suru yang dipakai dalam aspek kontinuatif (surushite imasu (makna teinei
(polite forms dalam aspek kontinuatif)shite orimasu (makna humble dalam aspek
kontinuatif).

~ 38 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Kata honorifiks ini memiliki dua bentuk dan du ciri honorifiks, yakni bentuk dan cirri
sebagai Ragam Hormat yang mengandung makna hormat, ditunjukan kepada pihak
bersangkutan, dan bentuk dan cirri sebagai Ragam-Sopan-diri yang mengandung makna
sopan, ditunjukan kepada petutur.

7.4 Kesalahan pemakaian ragam hormat.


Contoh :

(ikkagetsu mae ni saito de apaato wo sagashi, ii apaato wo mitsukarimashitaga, daigaku


kara toi to zonjimasu: Sebulan yang lalu, saya mencari apartment dan sudah menemukan
apartmenyang bagus tetapi saya pikir apartemen itu terlalu jauh.).
Verba yang digarisbawahi di atas mitsukarimashita tidak tepat secara tachiba-yakuwari
(posisi dan peran) karena sesuai dengan situasi surat, si penulis surat adalah bawahan
(mahasiswa) sedangkan si penerima surat adalah atasan (guru/dosen). Karena hubungan
ini maka verba harus dalam ragam hormat yang dapat dibentuk dari morfosintaksis o-Vni naru -V-;

7.5 Pengaruh bahasa percakapan ke dalam kalimat korespondensi


Contoh :

(takusan no kanousei to koufuku ni machita hibi de aru you na negattemasu).


Negattemasu adalah bentuk singkat dari negatte imasu, dan dalam korespondensi formal
tidak lazim menggunakan kata kerja bentuk singkat (contraction).

7.6 Kesalahan pemilihan kata (diksi) atau rengo


Contoh :

(anata ga genki de notte imasu.)

~ 39 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Notte imasu berasal dari verba noru yang memiliki beberapa makna yang salah satunya
bermakna menaiki kendaraan. Verba noru tidak tepat dipakai dalam konteks kalimat
di atas. Disini diperlukan pemahaman mahasiswa untuk mengerti verba apa yang biasa
atau dapat berkolokasi dengan kata sifat genki baik. Dalam konteks kalimat di atas ,
si penulis surat ingin menanyakan keadaan si penerima surat . Maka kemungkinan verba
yang tepat adalah: sugosu artinya menghabiskan. Kalimatnya menjadi :

7.7 Kesalahan pemaknaan dalam bahasa target


Contoh :

(anata wa tsune ni kenkou wo ataeru koto ga dekimasu).


Maksud dari si penutur sebenarnya adalah kami doakan semoga anda selalu sehat
walafiat. Tetapi mahasiswa belum mengetahui ungkapan tepat yang seperti apa yang bisa
digunakan untuk menyampaikan ide atau pemikiran ini. Oleh karena itu, mahasiswa
mencoba menerjemahkan ide dari bahasa sumber (bahasa Indonesia) ke dalam bahasa
Jepang yang secara literal makna kalimat di atas adalah dapat selalu memberikan kesehatan
kepada anda. Dalam bahasa korespondensi, terdapat ungkapan-ungkapan khusus yang bisa
digunakan untuk menyampaikan doa kesehatan kepada petutur. Salah satunya adalah :

(anata no gokenkou wo oinori moushiagemasu)


Artinya : Saya selalu mendoakan kesehatan untuk anda.
Kalimat di atas dipakai untuk mendoakan kebahagiaan seseorang yang kedudukannya lebih
tinggi dari si penutur. Ungkapan seperti di atas dapat lebih dipahami kalau kita analisis
secara morfosintaksis yaitu penggunaan awalan go () yang diikuti kata benda kenkou/
(kesehatan).Selain itu dilihat dari verbanya penggunaan adalah
pola bentuk sopan (sonkei) yang digunakan untuk menghormati lawan bicara.
Contoh lainnya :

(dewa, shitsurei itashimasu)

~ 40 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Kalimat di atas digunakan mahasiswa untuk memberikan salam penutup dalam surel tentang
permohonan (onegai no meeru) yang maksudnya adalah demikianlah surat permohonan
saya. Namun penggunaan kalimat di atas tidak tepat karena ungkapan shitsurei
itashimasu biasanya digunakan pada waktu seseorang ingin berpamitan atau pulang lebih
awal dari yang lainnya. Ungkapan ini hanya digunakan dalam ragam bahasa percakapan
formal. Oleh karena itu, kalimat ini tidak dipakai dalam korespondensi atau bahasa tulisan.

8. PENUTUP DAN SARAN

Pemahaman morfosintaksis dapat membantu mahasiswa untuk memecahkan masalahmasalah yang muncul dalam proses belajar korespondensi bahasa Jepang yang diakibatkan
oleh struktur bahasa yang berbeda (perbedaan proses morfologis kata dan hubungan
sintagmatik antar kata), serta memahami kesalahan-kesalahan seperti apa yang muncul
dalam mata kuliah korespondensi.Kesalahan dalam diksi dan ungkapan menyebabkan tidak
konsistennya pemakaian kalimat dan menjadikan kalimat tidak efektif.
Kalimat-kalimat yang dibuat dalam surat menyurat dipengaruhi oleh beberapa hal yang
seharusnya dipahami dengan baik oleh pemelajar, karena kesalahan sebuah prefiks atau
suffiks saja dapat mempengaruhi makna dan rasa dari kalimat tersebut, misalnya
pengurangan nilai hormat dari penutur kepada petutur. Pengidentifikasian secara leksikal
maupun gramatikal , dengan memahami unsur-unsur pembentuk kata yang lebih kecil yaitu
morfem, dapat membantu pemerolehan morfo-sintaksis dalam pembelajaran korespondensi
dan mengurangi kesalahan-kesalahan gejala morfo-sintaksis.

DAFTAR PUSTAKA

Akiko Yana dkk. Writing E-mails in Japanese. Japan : The Japan Times,2004.
Alwi Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 2003.
Abdul Chaer. Linguistik Umum. Jakarta : Rineke Cipta,2007.
Abdul Muis dan Herman. Morfosintaksis. Jakarta : Rineke Cipta, 2010.
Achmad HP dan Alek Abdullah. Linguistik Umum. Jakarta : Erlangga,2012.
Katayama Satoshi. Tegami no Kakikata Jiten. Japan : Kabushikigaisha, 2002
Kikuko Tatematsu dkk. Writing letters in Japanese. Japan : The Japan Times, 2000.

~ 41 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Mahsun M.S. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : Rajawali Pers, 2011.


Natsuko Tsujimura. An Introduction to Japanese Linguistics. USA : Blackwell,1996.
Nishihara, Tetsuo.

, Introduction to Linguistics. Japan : Asakurashoten,2012.

Soedjito dan Djoko Saryono. Morfologi Bahasa Indonesia. Malang : Aditya Media,2014.
Verhaar,J.W.M. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : UGM,2012.

~ 42 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

KORELASI ANTARA ANIME DENGAN MINAT BELAJAR BAHASA JEPANG


MAHASISWA ANGKATAN 2013/2014 UNSADA
Zainur Fitri, Metty Suwandany, Irawati Agustine, Tia Martia, Hanny Wahyuningtias
Sastra Jepang Fakultas Sastra
(zainur.fitri@gmail.com)
ABSTRAK
Penelitian ini yang berjudul Korelasi antara Anime dengan Minat Belajar Bahasa Jepang
pada Mahasiswa Angkatan 2013/2014 Unsada ini bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidaknya korelasi antara anime dengan minat belajar bahasa Jepang mahasiswa semester III
Universitas Darma Persada. Metodologi yang digunakan adalah menggunakan pendekatan
kuantitatif dan deskriptif dengan mengambil populasi dan sampel mahasiswa program studi
Jepang angkatan 2013/2014 sejumlah 100 orang. Instrumen penelitian yang digunakan
adalah lembar angket kuesioner yang telah disebarkan kepada 100 orang mahasiswa
program studi Jepang angkatan 2013/2014. Dari hasil angket yang telah dikumpulkan dan
dianalisis, dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara anime dengan minat belajar
bahasa Jepang mahasiswa program studi Jepang Unsada tahun ajaran 2013/2014. Hal ini
terlihat dari besarnya prosentase mahasiswa yang menganggap bahwa anime berpengaruh
dalam meningkatkan minat dan motivasi dalam mempelajari bahasa Jepang. Minat dan
motivasi mahasiswa yang cukup besar dalam mempelajari bahasa Jepang dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang terkait dengan manfaat menonton anime serta kelebihan anime
dibandingkan dengan animasi negara lain. Meski banyak kendala yang ditemukan
mahasiswa dalam menonton anime, namun hal ini tidak menyurutkan minat dan motivasi
mereka dalam mempelajari bahasa Jepang. Hal ini dapat dilihat dari berbagai solusi yang
mereka lakukan ketika menemukan kesulitan dalam menonton anime.
Kata kunci : korelasi, anime, minat belajar, motivasi

1. PENDAHULUAN
Anime merupakan jenis film animasi khas Jepang yang memiliki cerita yang menarik dan
imajinatif. Anime memiliki tema yang dieksplorasi sangat beragam dan penggambaran
karakter tokoh serta latar dibuat dengan sangat teliti dan detail sehingga sangat menarik
untuk ditonton. Secara umum anime Jepang dapat dkenal dengan penggambaran tokoh yang
berlebihan atau non-realistik, seperti mata yang besar ataupun gaya rambut yang khas dan
berwarna warni. Meski gaya tersebut tidak dipatenkan di Jepang, tapi hal itu sudah menjadi
gaya yang identik dengan Jepang. Karena karakteristik yang unik itulah maka anime
digemari oleh penontonnya, terutama oleh kalangan remaja khususnya pembelajar yang
mempelajari bahasa Jepang di sekolahnya.

~ 43 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Tingginya minat terhadap anime diperkirakan berkorelasi dengan minat belajar bahasa
Jepang. Dengan minat dan rasa ingin tahu tentang anime yang ada pada siswa akan
mendorong siswa untuk memiliki minat belajar bahasa Jepang dengan lebih giat. Jika siswa
belajar dengan lebih giat diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar yang maksimal.

2. PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah ini adalah apakah anime berkorelasi dengan minat belajar bahasa
Jepang pada mahasiswa program studi Jepang angkatan 2013/2014 Universitas Darma
Persada ?

3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara anime dengan
minat belajar bahasa Jepang mahasiswa semester III Universitas Darma Persada.

4. MANFAAT HASIL PENELITIAN


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Memberikan pengetahuan seberapa besar minat siswa terhadap anime.
b. Memberikan wawasan seberapa besar anime berkorelasi dengan minat belajar bahasa
Jepang.

5. DATA DAN SUMBER DATA


Dalam penelitian ini data bersumber dari hasil kuesionoer yang telah disebarkan kepada
mahasiswa program studi Jepang angkatan 2013/2014.

6. TINJAUAN PUSTAKA
6.1 Anime
Mark W. Macwilliams dalam buku Japanese Visual Culture menjelaskan pengertian
Anime mempunyai dua definisi yaitu:
Anime have two major definitions:
1. Anime is simply the word used by the Japanese for all animations, without regards to its
rations of origins.

~ 44 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

2. Outside of Japan, the common use of the word anime is to refer spesifically to Japanese
animations
Definisi anime dalam buku Nihon no Anime memiliki arti sebagai berikut:
Nihon ni oite, anime motomoto tannaru animeshon no tanago deshita ga,
nazeka ima ya sekai no kyuutsuugo to narimashita. ANIME = nihonsei
animeshon to shite desu. Nazeka to iuno niwa wake ga arimasu. Animeshon
wa eigo de tsuujiru to ANIMATION desu. Sono mama tanagosu nara,
ANIMA, tsumari anima ni natte shimaimashita. Tokoroga, katakana no
tanasu to anime desu. Sono katakana no tana wo arufabetto ni naosu to
ANIME ni natte, korega sekai he gyakuyunyuu sareta wake desu. (Nihon no
Anime : 6).
Terjemahan :
Di Jepang, awalnya ANIME adalah singkatan dari Animation, namun
sekarang merupakan bahasa yang umum di dunia. ANIME = Animasi buatan
Jepang. Mengapa disebut seperti itu juga ada sebabnya.
merupakan adopsi dari bahasa Inggris yang berarti Animation. Dengan begitu
bila disingkat menjadi ANIMA, dengan kata lain menjadi . Namun
dalam katakana menjadi . Jika ditulis dalam Alphabet menjadi
ANIME, inilah yang tersebar ke seluruh dunia.
Dalam Nihongo Daijiten (1995:13), pengertian anime adalah, E ya ningyou nado
sukoshi zutsu ugokashite = komazutsu satsueishi, eiga suruto, e ya ningyou ga ugoite iru
youni, mieru eiga gijutsu. Mata, sono sakuhin. Douga. Teknik film yang menunjukkan
setiap bagian gambar, boneka, dan lain-lain dengan menggerakkannya sedikit demi sedikit,
sehingga gambar dan bonekanya terlihat bergerak. Juga, hasil akhirnya, gambarnya yang
bergerak.
Dari beberapa pengertian yang ada, dapat diambil kesimpulan yaitu anime merupakan
jenis film animasi khas Jepang yang memiliki cerita yang menarik dan imajinatif. Anime
memiliki tema yang dieksplorasi sangat beragam dan penggambaran karakter tokoh serta
latar dibuat dengan sangat teliti dan detail sehingga sangat menarik untuk ditonton. Secara
umum anime Jepang dapat dikenal dengan penggambaran tokoh yang berlebihan atau nonrealistik, seperti mata yang besar ataupun gaya rambut yang khas dan berwarna warni. Meski
gaya tersebut tidak dipatenkan di Jepang, tapi hal itu sudah menjadi gaya yang identik
dengan Jepang.
6.2 Minat

~ 45 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Secara bahasa, minat berarti kecenderungan hati yang tinggiterhadap sesuatu (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2008:1027). Menurut Slameto (2010:180), minat adalah suatu rasa
lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktifitas, tanpa ada yang menyuruh.
Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan
sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut,semakin besar minatnya.
Sardiman (2008:76) berpendapat bahwa minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi
apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan
keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.
Minat adalah perasaan yang ingin tahu, mempelajari, mengagumi atau memiliki sesuatu
(Djaali, 2006 : 122). Minat adalah kecenderungan untuk memberikan perhatian dan
bertindak terhadap orang, aktivitas atau situasi yang menjadi obyek dari minat tersebut
dengan disertai perasaan senang (Abdul Rahman,2004 : 262). Crow dan Crow mengatakan
bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi
atau berurusan dengan orang lain, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh
kegiatan itu sendiri (Djaali,2006 : 121).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan atau keinginan
yang tinggi terhadap sesuatu yang ingin dicapai. Minat merupakan kecenderungan seseorang
terhadap obyek atau sesuatu kegiatan yang digemari yang disertai dengan perasaan senang,
adanya perhatian, dan keaktifan berbuat.
Minat dibagi dalam enam jenis (Djaali, 2006 : 122) yaitu :
a. Realistis
b. Investigative
c. Artistik
d. Social
e. Enterprising
f. Konvensional
Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan minat menurut Crow and Crow (Abdul
Rahman,2004 : 264), ada 3 yaitu :
1) Dorongan dari dalam diri individu
2) Motif sosial
3) Faktor emosional

~ 46 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

6.3 Belajar
Pengertian belajar menurut Ernest R Hilgard (Zanikhan, 2008), adalah proses yang
dengan sengaja menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang
ditimbulkan sebelumnya, sedangkan menurut Gagne (Zanikhan, 2008), belajar merupakan
perubahan yang diperlihatkan dalam tingkah laku, yang keadaannya berbeda dari sebelum
individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang sempurna itu.
Menurut Sardiman (2008:38), belajar merupakan usaha penguasaan materi ilmu
pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian
seutuhnya.
Belajar adalah suatu proses yamg ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Perubahan dalam diri seseorang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
berubahnya pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan dan
kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada
individu (Sudjana,2009 :280).
Belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan
timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respon utama,
dengan sarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah laku baru itu bukan disebabkan oleh
adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara oleh suatu hal (Nasution,
dkk.2000: 34). Menurut Slameto belajar adalah merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto, 2010 : 2).
Belajar adalah proses yang terjadi dalam otak manusia. saraf dan sel sel otak yang bekarja
mengumpulkan semua yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga,dan lain lain lantas
disusun oleh otak sebagai hasil belajar (Alex Sobur,2003 :217). Berdasarkan uraian diatas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan oleh
individu yang memungkinkan berubahnya suatu tingkah laku melalui jalan latihan latihan.
Belajar menimbulkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu
dilakukan lewat kegiatan, atau usaha yang disengaja.
Menurut Nasution ada 5 jenis belajar yaitu :
a.

Belajar berdasarkan pengamatan (sensory type of learning)

b.

Belajar berdasarkan gerak (motor type of learning)

~ 47 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

c.

Belajar berdasarkan menghafal (memory type of learning)

d.

Belajar berdasarkan pemecahan masalah (problem solving type of learning)

e.

Belajar berdasarkan emosi (emotional type of learning)


Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah :

1)

Faktor lingkungan

2)

Faktor instrumental

3)

Kondisi fisiologis

4)

Kondisi psikologis

7. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan deskriptif dengan rancangan
penelitian sebagai berikut :

A. Populasi dan sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Jepang angkatan
2013/2014. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Jepang angkatan
2013/2014 sejumlah 100 orang.

B. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar angket kuesioner yang akan
disebarkan kepada 100 orang mahasiswa program studi Jepang angkatan 2013/2014.
Masing-masing butir pertanyaan atau pernyataan yang akan diajukan akan diberi skor atau
kode.

C. Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
angket.Metode angket digunakan untuk memperoleh data mengenai korelasi antara anime
dengan minat belajar bahasa Jepang mahasiswa program studi Jepang Unsada tahun ajaran
2013/2014.

D. Validitas data

~ 48 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Validitas yang digunakan yaitu validitas konstrak, dengan butir angket disusun
berdasarkan landasan teori, sedangkan untuk mengetahui relabilitas instrumen yang
digunakan, dianalisis menggunakan rumus alpha.

E. Analisis data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan rumus korelasi product
moment untuk mengetahui koefisien korelasi antara anime dengan minat belajar bahasa
Jepang mahasiswa program studi Jepang Unsada tahun ajaran 2013/2014.

8. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil perhitungan angket mengenai korelasi antara anime dengan minat
belajar bahasa Jepang mahasiswa program studi Jepang Unsada tahun ajaran 2013/2014
sejumlah 100 orang diperoleh data berikut.
Pertanyaan kuesioner pertama yang diajukan adalah mengenai sejak kapan responden
tertarik dengan bahasa Jepang dengan alternatif jawaban SD, SMP, SMA. Sebagian besar
mahasiswa (40%) sudah tertarik dengan bahasa Jepang sejak SMA, diikuti oleh (34%)
menjawab sejak SMP dan (16%) menjawab sejak SD. Hal ini terlihat dari diagram berikut :

DIAGRAM 1
50
40
30
20
10
0
a

Dalam diagram berikut terlihat besarnya jumlah mahasiwa yang pernah menonton anime
berbahasa Jepang yaitu 84%, sedangkan mereka yang kadang-kadang menonton anime
berbahasa Jepang sejumlah 13%, dan yang tidak pernah menonton anime berbahasa Jepang
sejumlah 3%.

~ 49 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

DIAGRAM 2
50
40
30
20
10

0
a

Terkait dengan frekuensi menonton anime Jepang didapatkan data 44% menjawab
seminggu 1 kali, 30% menjawab seminggu 2 kali, sedangkan 26% menjawab hampir setiap
hari. Meski hanya 26% yang menjawab menonton anime Jepang hampir setiap hari, namun
kenyataan bahwa banyak menyukai mahasiswa Unsada yang menyukai anime tidak dapat
dipungkiri. Hal ini dapat dilihat pada diagram berikut.

DIAGRAM 3
100

80
60
40
20
0
a

Masih terkait dengan data sebelumnya tentang ketertarikan mahasiswa terhadap anime,
data berikut menampilkan seberapa besar ketertarikan mahasiswa terhadap bahasa Jepang.
Data yang diperoleh adalah 47% menjawab sangat besar, 46% menjawab cukup besar
dan 7% menjawab sedikit. Hal ini terlihat dari diagram di bawah ini.

~ 50 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

DIAGRAM 4
50
40
30
20
10
0
a

Untuk mengetahui apakah dengan melihat anime berbahasa Jepang dapat menambah
kosakata bahasa Jepang, dapat dilihat pada diagram berikut. Dari tabel berikut diketahui
bahwa 71% menjawab ya, 29% menjawab cukup. Dari tabel itu pula dapat terlihat adanya
korelasi anime dengan minat belajar bahasa Jepang.

DIAGRAM 5
100
50
0
a

Sehubungan dengan pertanyaan apakah anime dapat membantu meningkatkan


kemampuan bahasa Jepang, didapatkan data yaitu : 42% menjawab sangat, 57% menjawab
cukup, 1% menjawab tidak. Dari data ini dapat terlihat bahwa anime dapat
meningkatkan kosakata bahasa Jepang baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini terlihat
pada diagram di bawah ini.
DIAGRAM 6
60
40
20
0
a

~ 51 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Korelasi antara anime dengan minat dan motivasi mahasiswa dalam mempelajari bahasa
Jepang terlihat besar. Hal ini bisa dilihat pada tabel berikut. Dari tabel tersebut diketahui
bahwa 52% merasa korelasi antara anime dengan minat dan motivasi dalam mempelajari
bahasa Jepang sangat besar, 47% merasa cukup besar sedangkan hanya 1% yang merasa
tidak ada korelasi antara anime dengan minat dan motivasi dalam mempelajari bahasa
Jepang.
DIAGRAM 7
60
40
20
0
a

Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kesulitan yang ditemukan mahasiswa pada saat
menonton anime. Data berikut mengungkap jenis-jenis kesulitan yang ditemukan ketika
menonton anime berbahasa Jepang. Dari diagram di bawah ini diketahui bahwa kurangnya
perbendaharaan kosakata menempati posisi tertinggi yaitu 48%, membaca huruf kanji
sebesar 27%, serta dan lain-lain sejumlah 25% dengan perincian : percakapan terlalu
cepat sebanyak 12%, ragam bahasa yang digunakan sejumlah 6%, sedangkan grammar
dan membaca huruf kanji dan kurangnya perbendaharaan kosakata sejumlah 3%, seiyuu
sebanyak 1% orang. Kedua data tersebut diperlihatkan dalam diagram di bawah ini.

DIAGRAM 8a
60
50
40
30
20

10
0
a

~ 52 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

DIAGRAM 8b dengan jawaban C


15
10
5
0

Ada berbagai cara yang dilakukan mahasiswa dalam menghadapi kesulitan pada saat
menonton anime. Data yang ditemukan adalah 16% menjawab bertanya kepada pengajar,
14% menjawab bertanya kepada teman orang Jepang, 70% menjawab lain-lain dengan
perincian : belajar sendiri sejumlah 9%, mencari di kamus sejumlah 35%, mencari di
internet sejumlah 8%, bertanya kepada teman sejumlah 18%. Kedua data ini dapat dilihat
dari diagram berikut.
DIAGRAM 9a
80
70
60
50
40
30
20
10
0
a

DIAGRAM 9b dengan jawaban lain-lain


40
30
20
10
0
Belajar sendiri

Cari di kamus

Cari di internet

~ 53 ~

Bertanya ke
teman

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Seberapa banyak kosakata yang dapat ditangkap saat menonton anime terlihat pada
diagram berikut. Dari diagram di bawah ini dapat diketahui bahwa 32% menjawab 10%25%, 54% 25%-50%, 14% menjawab 50%-100%. Hal ini dapat dilihat dari diagram di
bawah ini.
DIAGRAM 10
60
50
40
30

20
10
0
a

Untuk mengetahui apakah mahasiswa pernah menggunakan kosakata yang terdapat


dalam anime ketika berbicara dengan teman, dapat dilihat dari data : pernah sejumlah 40%,
kadang-kadang sejumlah 55%, tidak pernah sejumlah 5%. Hal ini ditampilkan dalam
diagram berikut.
DIAGRAM 11
60
40
20

0
a

Salah satu daya tarik anime adalah banyaknya ragam atau jenis anime yang tersedia. Hal
ini membuat mahasiswa memiliki kebebasan yang lebih besar di dalam memilih jenis anime
yang disukainya. Terkait dengan jenis anime yang menjadi anime kesukaan mahasiwa,
didapatkan data : 28% menjawab action, 15% menjawab comedy, 14% menjawab
romance, 9% menjawab adventure, 8% menjawab fantasy dan scifi, 6% menjawab

~ 54 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

sport dan slice of life, 2% menjawab horor. Data-data tersebut ditunjukkan dengan
diagram di bawah ini.
DIAGRAM 12
30
25
20
15
10
5
0

Adapun judul-judul anime yang disukai oleh mahasiswa antara lain : Doraemon yang
disukai oleh 23% mahasiswa, Conan sebanyak 16%,

One Piece sejumlah 10%,

Naruto sebanyak 9%, Chibi Maruko Chan, sebesar 8%, Gundam dan Samurai X
sejumlah 6%, Sailormoon sebesar 5%, Ponyo, Summer Wars dan Log Horizon
sejumlah 4%, Digimon sebesar 3%, Dragon Ball sejumlah 2%. Hal ini terlihat dari
diagram berikut.
DIAGRAM 13
25
20
15
10
5
0

Sehubungan dengan apakah kelebihan anime Jepang dibandingkan dengan animasi dari
negara lain, ditemukan data : 77 % menjawab gambar dan cerita lebih menarik, 10% orang
menjawab karakternya bagus dan cakep, 3% menjawab animasinya mempunyai ciri
khas dan seiyuu yang profesional dalam membawakan karakter, 2% menjawab aktual,
ada unsur sejarah dalam background cerita, ada NTR, genre lebih bervariasi, banyak

~ 55 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

pelajaran dan kehidupan nyata yang dapat dijadikan contoh serta 1% menjawab anime
Jepang lebih atraktif. Data-data tersebut ditunjukkan dengan diagram berikut.

DIAGRAM 14
100
80
60
40
20
0

Data terakhir yang terkait dengan anime adalah apakah responden setuju menggunakan
anime sebagai media pembelajaran dengan menjelaskan alasannya. Data yang diperoleh
adalah : 90% menjawab setuju, 7% menjawab tidak setuju, 1% menjawab biasa-biasa
saja, kadang-kadang dan tidak terlalu. Data-data tersebut ditampilkan oleh diagram di
bawah ini.
DIAGRAM 15
100
80
60
40

20
0

Terkait dengan alasan responden yang menjawab setuju adalah : 50% menjawab
menambah kosakata dan wawasan, 33% menjawab motivasi belajar bahasa Jepang, 5%
menjawab sebagai latihan pendengaran dan 2% menjawab ada pesan moral. Data
tersebut dapat dilihat dari diagram berikut.

~ 56 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

DIAGRAM 16
60

40
20
0
Tambah kosakata Motivasi belajar Ada pesan moral
dan wawasan
bhs jepang

Latihan
pendengaran

9. KESIMPULAN

Dari data-data yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat
korelasi antara anime dengan minat belajar bahasa Jepang mahasiswa program studi Jepang
Unsada tahun ajaran 2013/2014. Hal ini terlihat dari besarnya prosentase mahasiswa yang
menganggap bahwa anime berpengaruh dalam meningkatkan minat dan motivasi dalam
mempelajari bahasa Jepang. Minat dan motivasi mahasiswa yang cukup besar dalam
mempelajari bahasa Jepang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terkait dengan manfaat
menonton anime serta kelebihan anime dibandingkan dengan animasi negara lain. Meski
banyak kendala yang ditemukan mahasiswa dalam menonton anime, namun hal ini tidak
menyurutkan minat dan motivasi mereka dalam mempelajari bahasa Jepang. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai solusi yang mereka lakukan ketika menemukan kesulitan dalam
menonton anime.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Saleh, Muhbib Abdul Wahab.2004.Psikologi Suatu Pengantar dalam


Perspektif. Jakarta : Kencana
Djaali. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Kindaichi, dkk. 1989.Nihongo Daijiten. Japan : Kodansha.
Mac williams, Mark W. Japanese Visual Culture. 2008.New York : M.E Sharpe Inc.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Nasution, S. 2000.Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi
Aksara

~ 57 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Sardiman, A.M, 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta
Sobur, Alex.2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Sudjana, Nana. 2009 cet. Ke-10. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Zanikhan.

2008.

Tinjauan

Tentang

Minat

http://zanikhan.mutipy.com/jurna/item/1206 (online)

~ 58 ~

Belajar

Siswa.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

PENGARUH BAHASA IBU TERHADAP PENYEBUTAN KATA GANTI ORANG


PERTAMA, KEDUA DAN KETIGA PADA PENGUNAAN BAHASA JEPANG
DALAM KALIMAT DESKRIPTIF FOKUS PADA PEMBELAJAR DI
INDONESIA TINGKAT MENENGAH KE ATAS
Juariah, Riri Hendriati, Kun Makhsusy Permatasari
Sastra Jepang Fakultas Sastra
Juariah.unsada@gmail.com , riri_hendriati@yahoo.co.jp , tita.manis@gmail.com
ABSTRACT
Japanese learners Indonesian people are using the first person pronoun, "watashi" second
person pronoun "anata", and the third person pronoun "Kare, chichi, haha, etc". This was
apparent at the time of Japanese students make sentences in a variety of written and in
everyday conversation. Students of Japanese learners still use the pronoun that is not
appropriate when creating a sentence or make a conversation. Improper pronoun in
identifying a thing about him is the meaning pertaining did nothing wrong and
communications will remain intertwined. But pragmatically use the pronoun that does not
cause the Japanese right conveyed into unnatural and raises "doubts" of the interlocutors
about the dibicarakan.Salah one factor causes the closest and most unpredictable is the
influence of the mother tongue. This is because in communicating with Indonesian pretty
much rely on the word "I", "You" or "She". But with the state of Indonesian learners who
have limited contact with the Japanese authors assumed the existence of other factors in
addition to the influence of the mother tongue. So that through this research, the authors
will conduct an analysis of the influence of Mother to speech pronouns Japanese language
learners.
Key words : Kata ganti orang pertama, kata ganti orang kedua, kata ganti orang ketiga,
Bahasa Ibu, Pemelajar Bahasa Jepang

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam penelitian yang telah kami lakukan sebelumnya berjudul Analisis Penggunaan
Kata Ganti Orang Pertama Watashi pada Kalimat Pembelajar Bahasa Jepang Baik Ragam
Tulis Maupun Lisan_Fokus pada Pembelajar di Warga Negara Indonesia Tingkat Menengah
ke Atas diketemukan bahwa tidak hanya ada kesalahan pada kata ganti orang pertama saja
pembelajar bahasa Jepang melakukan kesalahan, tetapi juga pada penggunaan kata ganti
orang kedua dan ketiga.
Dalam Bahasa Jepang penggunaan kata ganti orang pertama, kedua dan ketiga dalam
bahasa Jepang banyak sekali macamnya, tergantung situasi dan kondisinya. Misalnya untuk
kata ganti orang pertama: watashi, watakushi, atashi, atakushi, boku, ore, washi, ware dan

~ 59 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

lain-lain. Contoh kata ganti orang kedua antara lain: anata, kimi, omae, anta dan lain-lain,
sedangkan untuk contoh kata ganti orang ketiga antara lain: konokata, kare, kanojo, koitsu,
chichi, haha dan lain-lain. Ketika pembelajar sudah memasuki pelajaran dan komunikasi
yang lebih tinggi dan luas, mereka dihadapkan dengan perbedaan bahasa dan budayanya
sehingga tanpa disadari telah mempengaruhi pemahaman dan pemakaian penggunaan kata
ganti orang dalam berkomunikasi. Kesalahan-kesalaham yang kerapkali diketemukan dalam
kelas antara lain;
1.
(Watashi no chichi wa kaishain desu)
Ayah saya seorang karyawan.
2.

(Hajimemashite, boku wa Ari desu)


Perkenalkan, saya Ari
Pada contoh kalimat pertama kesalahan pada kata watashi no chichi. Chichi dalam bahasa

Jepang berarti ayah saya, sehingga pembicara tidak perlu lagi menambahkan dengan kata
watashi lagi. Kesalahan pada kalimat kedua adalah boku yang berarti saya yang biasanya
diucapkan oleh laki-laki dan biasanya diucapkan kepada seseorang yang sudah lama
dikenalnya atau merasa akrab dengan pendengarnya.
Adanya perbedaan penggunaan bahasa ibu dan budaya diperkirakan oleh peneliti sebagai
kendala untuk pembelajar bahasa Jepang tingkat pemula. Untuk membuktikan hipotesa
tersebut dan apakah ada penyebab lainnya sehingga pembelajar kesulitan, maka peneliti
melakukan penelitian ini dengan menganalis kesalahan-kesalahan pembelajar dalam
menggunakan kata ganti orang dalam bahasa Jepang.
1.2 Tujuan Penelitian
Orang Indonesia terbiasa menggunakan kata ganti orang pertama, orang kedua maupun
orang ketiga ketika melakukan aktifitas bahasa, seperti misalnya menggunakan kata saya,
kamu, dan dia. Hal ini pun berdampak kepada orang Indonesia yang sedang memelajari
Bahasa Jepang terutama pada saat membuat rangkaian kalimat baik dalam ragam tulis
maupun ragam lisan. Pemelajar seringkali menggunakan kata ganti orang yang tidak tepat
atau tidak sesuai dengan etika atau kaidah dalam bahasa Jepang.

~ 60 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Secara pragmatis, penggunaan kata ganti orang yang tidak tepat dapat menyebabkan
bahasa Jepang yang disampaikan menjadi tidak alami, serta dapat menimbulkan keraguan
dari lawan bicara.
Melalui penelitian ini kami mempunyai tujuan utama, Membuktikan adanya penggunaan
kata ganti orang pertama, orang kedua dan orang ketiga pada ragam kalimat yang dibuat oleh
pemelajar Bahasa Jepang di Indonesia dan apa saja yang menjadi penyebabnya serta
merumuskan langkah pengajaran yang tepat dengan menganalisis pemakaian kata ganti
orang antara bahasa ibu dengan bahasa yang sedang dipelajari, yaitu bahasa Jepang agar
pengajaran berbahasa berhasil dengan baik. Sehingga tujuan penelitian ini adalah
sebagaiberikut :
Membuktikan adanya penggunaan kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga pada
kalimat deskriptif yang di buat oleh pembelajar orang Indonesia.
Menelusuri faktor penyebab terjadinya hal tersebut.
Merumuskan langkah pengajaran yang tepat agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
pengertian tentang kata ganti orang pertama, kedua dan ketiga dalam bahasa Jepang.
1.3 Urgensi Hasil Penelitian
Penulis mengharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai referensi
untuk meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa dan membantu mahasiswa untuk
menyadari kesalahan berbahasa sehingga mahasiswa dapat menguasai bahasa yang sedang
dipelajari. Selain itu dengan penelitian ini penulis juga berharap adanya perubahan terhadap
pola pengajaran yang dilakukan oleh pengajar bahasa Jepang. Oleh karena itu penulis
menggangap penelitian ini sangat penting.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bukunya yang berisi penjelasan mengenai tata bahasa Jepang tingkat menengah
ke atas, Iori dkk menegaskan bahwa penggunaan kata ganti orang pertama dalam bahasa
Jepang bukan dihilangkan namun lebih tepat jika dikatakan dipastikan waktu
penggunaannya. Kata ganti orang pertama akan terdengar janggal pada jawaban untuk
kalimat pertanyaan yang membutuhkan jawaban ya atau tidak (yes/no question). Kemudian
kata ganti orang pertama juga akan terdengar janggal pada kalimat yang mengekspresikan
perasaan dari alat indera, contohnya sebagai berikut :

~ 61 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Selanjutnya adalah waktu komunikasi yang mengizinkan kemunculan kata ganti orang
pertama. Kata ganti orang pertama akan terdengar alami ketika mengekspresikan
perbandingan, sebagai contoh :

Dalam kalimat tersebut terkandung makna perbandingan bahwa kalau jadwal liburan milik
saya selama golden week adalah pergi ke Okinawa (mungkin jadwal orang lain akan
berbeda) .
Kemudian kemunculan kata ganti orang pertama juga akan dinilai alami pada kalimat
yang mengekspresikan kesimpulan, sebagai contoh :

Lalu kemunculan kata ganti orang pertama juga akan dinilai alami pada kalimat yang
menjelaskan tentang informasi asal usul yang berkaitan dengan penuturnya, sebagai contoh :

1974

10

Kata ganti sendiri dalam Bahasa Jepang tidak mengalami perunahan bentuk dan pada
umumnya kata ganti orang membedakan pengertian tunggal dan jamak. Kata ganti orang
dalam Bahasa Jepang juga mengandung perbedaan jenis laki-laki dan perempuan, tabel
berikut ini adalah tabel kata ganti orang orang dalam Bahasa Jepang :
Jenis Kata

Tunggal

Jamak

ganti

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki

Perempuan

Kata Ganti

Orang I

(Watashi)

(Watashi)

(Watashitachi)

(Watashitachi)

Kata Ganti

Orang II

(Anata)

(Anata)

(Anatagata)

(Anatagata)

(Anatatachi)

(Anatatachi)

~ 62 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Kata Ganti

Orang III

(kare)

(Kanojo)

(karera)

(Kanojotachi)

Disamping kata ganti renmi diatas terdapat juga kata ganti tidak resmi dalam bahasa
Jepang seperti Boku, Ore yang menunjukkan kata ganti orang pertama (Saya). Dan Kimi,
Omae menunjukkan kata ganti orang kedua (Kamu)
Bahasa Sopan untuk orang kedua tidak ada tapi langsung kata yang menunjukkan nama
+ San atau Jabatan atau perannya.

Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan

1. Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan


Berdasarkan tahap pemerolehan, bahasa dapat dibedakan menjadi 3, yaitu bahasa ibu
(bahasa pertama), bahasa kedua (ketiga dan seterusnya) dan bahasa asing.

(i)

Bahasa Ibu
Bahasa ibu merupakan padanan untuk istilah Inggris native language, yaitu satu sistem

linguistik yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibu atau keluarga oleh anak.
Sebagai contoh, bahasa ibu penduduk asli penduduk di lereng gunung merapi adalah bahasa
Jawa dan bahasa ibu penduduk asli di tepi danau batur adalah bahasa Bali.
Bahasa ibu tidak mengacu pada bahasa yang dikuasai dan digunakan oleh seorang ibu
(atau biasa disebut bahasa sang ibu), melainkan mengacu pada bahasa yang dipelajari
seorang anak dalam keluarga yang mengasuhnya. Sekarang ini di kota-kota besar seperti
Surabaya, Yogyakarta, Semarang dll, banyak terjadi orang tua menggunakan bahasa daerah
saat berkomunikasi berdua namun menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi
dengan anak mereka. Hal ini bisa dikatakan bahasa ibu si anak adalah bahasa Indonesia
sebab bahasa itulah yang dipelajari anak dari keluarganya.
Bahasa ibu biasa disebut bahasa pertama karena bahasa itulah yang pertama dipelajari
anak. Kalau kemudian si anak mempelajari bahasa lain yang bukan bahasa ibunya, maka
bahasa lain yang dipelajarinya itu disebut bahasa kedua. Sedangkan bahasa lain lagi yang
mungkin dipelajari anak setelah itu disebut bahasa ketiga, keempat dan seterusnya.

~ 63 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Pada penjelasan di atas telah disebutkan bahwa bahasa ibu tidak mengacu pada bahasa
yang dikuasai dan digunakan oleh seorang ibu (bahasa sang ibu), maka untuk menghindari
kesalahpahaman istilah, perlu dibedakan istilah antara bahasa ibu dengan bahasa sang ibu.
Bila bahasa ibu adalah bahasa yang dipelajari anak, maka bahasa sang ibu adalah bahasa
yang dipakai oleh orang dewasa pada waktu berbicara dengan anak yang sedang dalam
proses memperoleh bahasa ibunya. Istilah ini dipakai sebagai padanan istilah Inggris
motherese, parentese, atau child directed speech.

(ii) Bahasa Kedua


Di atas telah disebutkan bahwa bahasa lain yang bukan bahasa ibunya yang dipelajari
oleh anak, maka bahasa lain itu disebut bahasa kedua. Bahasa kedua ini bisa bahasa nasional,
bahasa resmi negara, bahasa resmi kedaerahan, atau juga bahasa asing (bukan bahasa asli
penduduk pribumi). Sebagai contoh, seorang anak yang tinggal di Yogyakarta mempelajari
bahasa Jawa sebagai bahasa pertama yang diajarkan orangtuanya, kemudian saat memasuki
bangku sekolah anak tersebut mendapat pengajaran bahasa Indonesia di sekolah, maka
dalam hal ini bahasa Indonesia dapak dikatakan sebagai bahasa kedua si anak.

(iii) Bahasa Asing


Bahasa asing merupakan bahasa yang tidak digunakan oleh orang yang tinggal di sebuah
tempat yang tertentu: misalnya, bahasa Indonesia dianggap sebagai sebuah bahasa yang
asing di Australia. Bahasa asing juga merupakan sebuah bahasa yang tidak digunakan di
tanah air / negara asal seseorang, misalnya; seorang penutur bahasa Indonesia yang tinggal
di Australia boleh mengatakan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa yang asing untuk dirinya
sendiri. Bahasa Asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah (Pasal 1
Angka 6 UU Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta
Lagu Kebangsaan). Bahasa Inggris di Indonesia secara umum diajarkan sebagai bahasa
asing. Istilah 'bahasa asing' dalam bidang pengajaran bahasa berbeda dengan 'bahasa kedua'.
Bahasa asing adalah bahasa yang yang tidak digunakan sebagai alat komunikasi di negara
tertentu di mana bahasa tersebut diajarkan. Sementara bahasa kedua adalah bahasa yang
bukan bahasa utama namun menjadi salah satu bahasa yang digunakan secara umum di suatu
negara.

~ 64 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

3. METODE PENELITIAN
Sebagai metodologi yang digunakan dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan
deskriptif, yaitu metode penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta
yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya
sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan
sifatnya potret : paparan seperti adanya (Sudaryanto, 1992 : 62).
Sebagai metode pengumpulan data akan penyebaran angket dengan berisi pertanyaanpertanyan yang menunjukkan asal responden sehingga terlihat pengaruh Bahasa ibu dan
angket yang berisi pertanyaan yang merupakan kemampuan penggunaan kata ganti orang
Bahasa Jepang.Penyebaran angket dan wawancara dilakukan dengan target responden
sebagai berikut :
92 orang yang merupakan warga negara Indonesia dengan lama belajar bahasa Jepang
minimal 2 tahun dan memiliki sertifkat kemampuan bahasa Jepang minimal level 4 (N4).
Kurang lebih 5 orang penutur asli bahasa Jepang sebagai acuan penggunaan bahasa yang
benar.
Untuk responden WNI, wawancara akan dilakukan dalam 2 bahasa, yaitu dimulai dengan
wawancara dalam bahasa Jepang dan dilanjutkan dengan wawancara dalam bahasa
Indonesia. Dalam wawancara, sebagai langkah awal, pembelajar akan diwawancara seputar
riwayat belajar bahasa Jepang dan kesulitan yang dihadapinya. Sementara untuk penutur asli
bahasa Jepang, akan diwawancara mengenai riwayat hidupnya selama di Indonesia (tujuan,
kesan pertama, adaptasi budaya dsb). Untuk mempermudah proses analisis data suara hasil
wawancara selanjutnya akan dirubah ke dalam bentuk tulisan.
Dari hasil wawancara yang sudah dirubah ke dalam bentuk teks, penulis akan mulai
analisis data dengan proses klasifikasi berdasarkan tingkat kemampuan bahasa Jepang
responden, status responden (WNI atau penutur asli) dan isi dari wawancara. Setelah itu,
proses analisis akan dimulai dengan hasil data dari penutur asli lalu dilanjutkan ke data
responden WNI. Dari analisi tersebut diharapkan hasil yang dapat membuktikan hipotesis
penulis mengenai penggunaan kata ganti pertama orang pertama, kedua, dan ketiga pada
sistem bahasa pembelajar atau pengajar bahasa Jepang di Indonesia.
Dalam proses pengumpulan data, sebagai rasa terima kasih penulis memberikan honor
kepada setiap responden. Dengan ini penulis berharap kedua belah pihak baik penulis

~ 65 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

sebagai peneliti dan responden sebagai nara sumber bisa menjalankan tugasnya dengan
nyaman dan baik.

4. HASIL YANG DICAPAI


Sebelum memaparkan hasil yang dicapai pada penelitian ini berikut ini adalah rincian
data responden sebanyak 92 responden yang terdiri dari pembelajar Bahasa jepang tingakat
menengah yang tersebar diseluruh Indonesia.

1. Data Responden

Data responden yang terkumpul merupakan data dari responden dengan latar belakang
sebagai berikut :

A.Gender responden

Gender Responden
Perempuan

35%
65%

Laki-laki

Laki-laki 35%
Perempuan 65%

B.Usia Responden

RENTANG usia
0%
26% 24%

50%

0-15 tahun
16-20 tahun

~ 66 ~

0 - 15 tahun

0%

16 - 20 tahun

24%

21 - 25 tahun

50%

Lebih dari 25 tahun 26%

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

C. Lingkungan tempat belajar Bahasa Jepang responden

Lingkungan belajar
Bahasa jepang
7%
5% 2%

SMU
Universitas
Kursus
lainnya

SMU
Universitas
Kursus

86%

Lainnya

D. Lama belajar Bahasa Jepang responden

Lama belajar bahasa


jepang
Kurang 1 tahun

3%
55%

21%
21%

1 tahun lebih namun


kurang dari 3 tahun
Kurang dari 4 tahun
Lebih dari 4 tahun

Kurang dari 1 tahun

3%

1 Tahun lebih namun kurang dari 3 tahun 21%


Lebih dari 3 tahun kurang dari 4

21%

Lebih dari 4 tahun

55%

E. Kemampuan berbahasa Jepang (level Ujian N5-N1)

~ 67 ~

2%
86%
5%
7%

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

KEMAMPUAN BAHASA
JEPANG
N1

N2

N3
1%

N4-N5

17%

48%
34%

N1

1%

N2

17%

N3

34%

N4 dan N5

48%

F. Bahasa ibu yang dipergunakan

Bahasa Ibu
Responden
8%

Bahasa
Indonesia

92%

Bahasa
Indonesia
Bahasa

Bahasa daerah

93%
8% yang terdiri dari Bahasa minang 3%,
Jawa 2% dan Sunda 1%

2. Hasil Analisis data penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua Anata dan
kata ganti orang ketiga kare (Dia laki-laki) atau kanojo (dia perempuan), pada

~ 68 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Kalimat deskripsi Bahasa Jepang.


Data terkumpul dari 92 responden. Dari 92 data, data yang valid dan bisa digunakan
adalah 85 data (persentasi data yang valid 92%). Definisi data yang valid dalam
penelitian ini adalah data yang dihasilkan dari proses pengisian terhadap pertanyaan
angket secara keseluruhan dan memiliki bagian wacana perkenalan diri dan keluarga
yang tertulis dalam bahasa Jepang. Adapun hasil analisis data tersebut dengan melihat
jumlah kejanggalan dengan mengacu pada bebarapa parameter yaitu sebagai berikut:

Lama belajar bahasa Jepang


Dari tabel berikut ini dapat diketahui bahwa semakin lama waktu belajar Bahasa
Jepang tingkat kejanggalan dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi"
kedua Anata dan kata ganti orang ketiga kare (Dia laki-laki) atau kanojo

Rata-rata Kesalahan

(dia perempuan), pada Kalimat deskripsi semakin kecil.

H U B U N G A N A N TA R A
J U M L A H K E JA N G G A L A N
DA N L A M A B E L A JA R

4
2
0
Kurang dari
1 tahun

1 tahun
lebih

Kurang dari Lebih dari 4


3 tahun
tahun

Lama Belajar Bahasa Jepang

Level bahasa Jepang (N1 N5)


Hubungan kemampuan berbahasa jepang dengan tingkat kejanggalan dalam
penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua Anata dan kata ganti
orang ketiga kare (Dia laki-laki) atau kanojo (dia perempuan), dll dari tabel
dibawah ini dapat diketahui bahwa semakin rendah kemampuan berbahasa Jepang
(N4-N5) maka tingkat kejanggalannya tinggi, sebaliknya semakin tinggi
kemampuan berbahasa Jepang responden tingkat kejanggalan dalam penggunaan
kata ganti orang pertama "Watashi" didalam kalimat perkenalan semakin rendah.

~ 69 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Rata-rata kesjanggalan

H U B U N G A N K E M A M PUA N
B E R BA H A SA J E PA N G D E N G A N
R ATA - R ATA K E JA N G G A L A N

1.5
1
0.5
0
N2

N3

N4 atau N5

Kemampuan Berbahasa Jepang

Lingkungan belajar Bahasa Jepang


Dari tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa lingkungan belajar Bahasa seseorang
mempengaruhi kemampuan dalam berbahasa.Dari data responden dapat diketahui
bahwa yang belajar bukan dari bangku sekolah atau universitas memiliki rata-rata
kejanggalan dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua Anata
dan kata ganti orang ketiga kare (Dia laki-laki) atau kanojo (dia perempuan),dll
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang belajar secara resmi baik di
kursus,SMU atau universitas.

HUBUNGAN RATA-RATA
KEJANGGALAN DENGAN
LINGKUNGAN BELAJAR
BAHASA JEPANG
15
10
5
0

Frekuensi akses responden ke media berbahasa Jepang


Dari tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa responden yang memiliki
"kejanggalan"sedikit dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua

~ 70 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Anata dan kata ganti orang ketiga kare (Dia laki-laki) atau kanojo (dia
perempuan), itu memiliki frekuensi akses ke media berbahasa Jepang lebih tinggi
dari pada responden yang banyak memiliki kejanggalan.

Rata-Rata Kejanggalan

HUBUNGAN RATARATA KEJANGGALAN


DENGAN FREKUENSI

1 minggu 1 kali

1 hari 1 kali

1 hari lebih dari 1


kali

Frekuensi Akses ke Media Bahasa Jepang

Pendapat responden terhadap tingkat kesulitan bahasa Jepang (Sulit, Lumayan, dsb)
Dari tabel berikut ini dapat diketahui secara menarik bahwa responden yang merasa
Bahasa Jepang itu mudah lebih

rendah tingkat kejanggalan dalam rata-rata

penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua Anata dan kata ganti
orang ketiga kare (Dia laki-laki) atau kanojo (dia perempuan) dalam kalimat
deskripsi dan responden yang merasa Bahasa Jepang itu lumayan mudah maupun
yang merasa sulit hanya memiliki perbedaan yang sangat tipis.

Rata-Rata Kejanggalan

1.5
1
0.5
0

1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

H U B U N G A N R ATA - R ATA K E J A N G G A L A N
D E N G A N R A S A T I N G K AT K E S U L I TA N

Lumayan mudah

Mudah

Sulit

Rasa Tingkat Kesulitan

~ 71 ~

Sangat sulit

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Tingkat usia
Dari tabel dibawah ini dapat jelas terlihat tingkat usia 16-20 tahun memiliki ratarata kejanggalan lebih tinggi dibandingkan dengan usia 21-25 namun usia 26 keatas
juga memiliki nilai rata-rata kejanggalan lebih tinggi dibandingkan dengan
responden usia 21-25 tahun.

Rata-Rata Kejanggalan

HUBUNGAN RATA-RATA
KEJANGGALAN DENGAN
TINGKAT USIA

2
1
0
16 - 20 tahun

21 - 25 tahun

26 tahun ke atas

TIngkat Usia

Bahasa Ibu
Dari tabel dibawah ini terdapat hal yang menarik dimana dapat terlihat responden
yang Bahasa ibunya Bahasa Indonesia memiliki kejanggalan lebih tinggi
dibandingkan dengan responden yang menggunakan Bahasa daerah sebagai Bahasa
Ibunya.

HUBUNGAN RATA-RATA
KEJANGGALAN DENGAN
1.2
1
0.8
0.6
Bahasa Indonesia

Bahasa Daerah

~ 72 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Dan yang lebih menarik lagi pengguna Bahasa daerah minang sebagai Bahasa ibu
memiliki tingkat kejanggalan paling tinggi dibandingkan dengan pembelajar Bahasa
Jepang yang menggunakan Bahasa jawa atau Bahasa sunda sebagai Bahasa ibu, terlihat
dalam tabel berikut ini.

KEJANGGALAN DALAM PENGGUNA


BAHASA DAERAH SEBAGAI BAHASA IBU
3
2
1
0
Padang

Jawa

Sunda

6. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan
Dari analisis data yang sudah dilakukan dibab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat kecenderungan bahwa semakin lama periode belajar dari pembelajar, maka
semakin kecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam produksi bahasa. Hal ini
merupakan hal yang wajar terjadi dan dapat dilihat dari jumlah kesalahan atau
kejanggalan dalam produksi bahasa pembelajar yang semakin mengecil pada
pembelajar dengan periode belajar yang lebih panjang. Hal ini dikarenakan seiring
dengan bertambahnya waktu atau periode belajar pembelajar maka semakin banyak dan
bervariasi juga perbendaharaan pola dan kata bahasa Jepang yang dikuasai oleh
pembelajar.
2. Kemudian relasi antara kesalahan atau kejanggalan produksi bahasa juga terlihat dalam
hal keminatan pembelajar terhadap budaya atau media yang menggunakan bahasa
Jepang. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang menggambarkan keminatan pembelajar
kepada media berbahasa Jepang dan frekuensi akses pembelajar terhadap jenis-jenis
informasi tersebut. Semakin banyak hal yang disukai dari budaya negara yang
pembelajar pelajari bahasanya dan semakin sering pembelajar mengakses informasi
mengenai hal tersebut maka semakin minim juga tingkat kesalahan atau kejanggalan
dalam produksi bahasanya.

~ 73 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

3. Dari hasil analisis juga kita dapat melihat bahwa pembelajar yang belajar di lingkungan
yang memiliki lebih banyak akses ke input bahasa Jepang maka semakin minim juga
tingkat kesalahan atau kejanggalan dalam produksi bahasanya.
4. Dari penelitian ini dapat terlihat juga bahwa pembelajar Bahasa Jepang yang
menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Minang sebagai Bahasa ibu memiliki
kejanggalan penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua Anata dan kata
ganti orang ketiga kare (Dia laki-laki) atau kanojo (dia perempuan) dalam kalimat
deskripsi dibandingkan dengan responden yang berbahasa ibu Bahasa jawa maupun
sunda.
5. Di akhir simpulan, kita dapat melihat dan membuktikan peranan besar-kecilnya input
dalam penggunaan bahasa Jepang dalam hal ini adalah penggunaan kata ganti orang
pertama "Watashi" kedua Anata dan kata ganti orang ketiga kare (Dia laki-laki)
atau kanojo (dia perempuan) dalam kalimat deskripsi.

6.2 Saran
Skala penelitian ini masih sangat kecil yaitu hanya menyoroti penggunaan kata ganti
orang pertama "Watashi" kedua Anata dan kata ganti orang ketiga kare (Dia laki-laki)
atau kanojo (dia perempuan) dalam kalimat deskripsi pada output pembelajar bahasa
Jepang baik lisan maupun tulisan. Dari penelitian ini kita dapat melihat sedikit gambaran
mengenai besarnya peranan input dalam proses pembelajaran bahasa Jepang. Semakin
banyak dan intens si-pembelajar menerima input bahasa maka semakin baik juga output
yang dihasilkan. Jika dianalogikan, pembelajar diibaratkan seperti mesin produksi di pabrik
yang menerima informasi bagaimana bentuk cetakan atau blueprint dari produk yang akan
dihasilkan. Jika informasi mengenai bagaimana bentuk cetakan atau blueprint dari produk
tersebut sangat detail dalam artian banyak atau memiliki frekuensi tinggi maka semakin baik
pula bentuk cetakan atau blueprint dari produk tersebut sehingga bisa menghasilkan output
dengan tingkat kesempurnaan produksi yang tinggi.
Dari hal ini kita bisa merefleksikannya dalam proses belajar-mengajar bahasa Jepang
dalam bentuk dengan mempriorotasikan banyak memberikan input bahasa berupa contoh
penggunaan daripada memberikan penjelasan gramatikal yang panjang. Dari hal tersebut,
pembelajar akan dapat mempelajari konteks bahasa secara langsung dan menemukan makna
bahasa dalam konteks tersebut.

~ 74 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Selain itu, kita juga sebagai pengajar dapat memotivasi pembelajar untuk lebih banyak
dan intens dalam mengakses informasi atau media yang menggunakan bahasa Jepang. Dari
saran sebelumnya mungkin hal ini yang akan direspon dengan sangat baik oleh pembelajar
karena dalam hal mempelajari bahasa Jepang kita bisa mengakses informasi atau media yang
berupa drama seri, serial animasi, komik, dan hal lain yang sifatnya menghibur. Namun kita
sebagai pengajar juga harus tetap memantau dan memberikan feedback atas akses atau
konsumsi informasi berbahasa Jepang yang dilakukan oleh pembelajar. Hal ini disebabkan
oleh banyak juga input, terutama dalam hal yang bersifat fiksi yang berkaitan dengan hal
non-kebahasaan seperti pembentukan karakter tokoh cerita dan sebagainya yang bisa
mengakibatkan penggunaan bahasa Jepang yang tidak lazim.
Dalam penelitian kali ini hanya ditampilkan hasil analisis dapat diperoleh gambaran
bahwa pengaruh Bahasa ibu dalam kejanggalan penggunaan kata ganti Bahasa Jepang,
meski didalam lampiran kami tampilkan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi namun
daalam penelitian selanjutnya diperlukan penelitian lanjutan mengenai analisis kesalahan
dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua Anata dan kata ganti orang
ketiga kare (Dia laki-laki) atau kanojo (dia perempuan) dalam kalimat deskripsi secara
lebih mendalam sehingga dapat dilihat kesalahan kesalahan apasaja yang ditemukan
sehingga menjadi acuan pengajar Bahasa jepang dalam pengajaran Bahasa.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, A. 2009. Psikolinguistik: kajian teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.


Iori Isao dkk. 2000. Shokyu wo Oshieru Hito no tame no Nihongo Bunpo Handbook. 3A
Network., Jepang
Ito Kosuke. 1997. Nihongo no Shukaku wo Hyouji suru Joshi no Kaisouteki Bunseki.
Ishikawa Nou Tankidaigaku Hou 27: 13-26
Ishizawa Hiroko. 2005. Minna no Nihongo I. 3A Network., Jepang 14
Ichikawa Yasuko. 2009. Shokyu Nihongo Bunpo to Oshiekata no Pointo. 3A Network.,
Jepang
Kudo Hiroshi. 1996. Nihongo Yousetsu. Hitsuji Shobo., Jepang

~ 75 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik. Gadjah Mada University Press., Indonesia


Tanaka Hiroshi. 2006. Hajimete no tame no Nihongo no Oshiekata Handbook.
Kokusaigogakusha., Jepang
Yoshioka Hideyuki dkk. 1992. Nihongo Kyouzai Gaisetsu Handbook

~ 76 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

MEIJI RESTORATION AND JAPANESE MIGRATION TO SOUTHEAST ASIA


AT THE END OF 19TH CENTURY UP TO PRE WORLD WAR II
Erni Puspitasari, Indun Roosiani
Sastra Jepang Fakultas Sastra
erwin.15821@yahoo.co.id, iroosiani@gmail

ABSTRACT
This study aimed to analyze about the linkage of policies made by Japanese during the Meiji
Restoration toward the massive migration of Japanese, especially to Southeast Asia and the
economical activities they performed in Southeast Asia. This study also to analyze the
influence of Japanese culture taking place in the Meiji era causes the massive migration and
prostitution performed by Japanese women to Southeast Asia.This study was the qualitative
research, that used literature and interviews method. The sample in this study were
interviewees. The sampling technique was purposive sampling, with consider the ability of
interviewees in terms of culture and history of Japan. Data collection was conducted by
interviewing with the competent persons, and with the literature. The terature used in this
research was has relevance to the theme of the research. Then the data obtained was
analyzed with a cultural theme and historical analysis.The results showed that the policies
made by Japan in the Meiji Restoration had a tight connection with the japanese migration
to Southeast Asia. The immigrants were mostly smuggled through Japanese cargo ships that
anchored at ports in Southeast Asia. The first wave of immigrants came from the lower
classes dominated by women. The research showed that Japanese culture and poverty to
drive Japanese women who migrated to Southeast Asia to become commercial sex workers
who were known as karayuki-san. Then Japanese immigrants who came to Southeast Asia
were dominated by traders and businessmans. Economic activities undertaken include
plantation, retail businesses, and export and import.
Key words : Meiji Restoration, Migration, Southeast Asia

1. PENDAHULUAN
Kekuasaan klan Tokugawa di Jepang yang berkuasa mulai dari awal abad 17 hingga
pertengahan abad 19 menyebabkan dilakukannya kebijakan isolasi (sakoku) . Pada masa ini
Jepang benar-benar membentuk dirinya sebagai bangsa yang memiliki kepribadian kuat dan
sangat menjunjung tinggi etika budaya yang didasarkan pada ajaran Konfusianisme, Budha
maupun Shinto. Pada masa ini kebudayaan nasional Jepang berkembang dengan baik.
Jepang relatif dalam masa damai, dengan jarangnya terjadi peperangan antar klan.

~ 77 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Seiring berjalannya waktu kebijakan ini tidak dapat dipertahankan, karena ancaman
secara militer dari Amerika akhir Jepang terpaksa mengizinkan kapal kapal Amerika untuk
berlabuh di beberap pelabuhan Jepang untuk mengisi bahan bakar, persediaan makanan dan
air. Hal ini dilakukan Jepang terhadap beberapa negara Eropa lainnya.
Perjanjian ini dilanjutkan dengan perjanjian perdagangan yang dikenal dengan perjanjian
Shimoda pada tahun 1856, yang hasilnya 4 pelabuhan Jepang yakni Nagasaki, Niigata,
Kanagawa dan Hyogo diperuntukkan untuk perdagangan bebas. Selain Amerika, negara lain
yang melakukan kontak dagang dengan Jepang adalah Perancis, Inggris dan Rusia. Dengan
dibukanya beberapa pelabuhan di Jepang, menandai babak baru dalam masyarakat Jepang,
yakni Restorasi Meiji.
Kebijakan yang ditempuh pemerintah baru Meiji tentu saja menimbulkan gejolak dan
perdebatan tersendiri di dalam negeri. Pihak-pihak yang tidak menyetujui langkah yang
ditempuh pemerintah kemudian melakukan pemberontakan dan perlawanan. Namun pada
akhirnya pihak-pihak yang menentang kebijakan tersebut malah berbalik mendukung
kebijakan pemerintah.
Restorasi Meiji yang berarti modernisasi di segala bidang kehidupan membawa dampak
yang kurang menguntungkan bagi sebagian masyarakat Jepang, terutama setelah terjadinya
industrialisasi yang menyerap tenaga kerja cukup banyak namun tidak didukung oleh
pendapatan yang layak. Bukan hanya itu saja, Restorasi Meiji juga berarti munculnya
golongan kapitalis baru yang memiliki modal besar. Akibatnya terjadi kesenjangan
kehidupan antara golongan kaya dan rakyat miskin.
Salah satu dampak yang paling terlihat dari adanya Restorasi Meiji adalah terjadinya
migrasi besar-besaran ke luar negeri. Migrasi biasanya dilakukan oleh mereka yang tinggal
di. Mereka melakukan migrasi ke luar Jepang karena kehidupan di dalam negeri Jepang
sudah tidak lagi memungkinkan bagi mereka untuk bertahan hidup. Hal yang unik dari
migrasi ini adalah tidak hanya dilakukan oleh penduduk pria, namun perempuan dan gadisgadis Jepang pun turut bermigrasi.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah, Apakah Restorasi Meiji, atau kebijakan
kebijakan yang dijalankan pemerintahan menjadi penyebab migrasi besar-besaran orangorang Jepang ke berbagai negara, salah satunya ke Asia Tenggara.
Bagaimana aktifitas orang orang Jepang di Asia Tenggara khususnya dalam bidang
ekonomi.Pada awal gelombang migrasi besar besaran yang dilakukan orang-orang Jepang

~ 78 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

ke Asia Tenggara, didominasi oleh perempuan, dan kebanyakan berprofesi sebagai pelacur
atau yang disebut dengan karayuki-san, bagaimana pandanga budaya Jepang terhadap
profesi ini, dan bagaimana aktifitas mereka di Asia Tenggra.
Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan bahwa Restorasi Meiji memiliki kaitan yang
erat dengan terjadinya migrasi besar-besaran orang orang Jepang ke Asia Tenggara,
penelitian ini juga berusaha untuk menulusuri aktifitas ekonomi orang-orang Jepang di Asia
Tenggara, serta keberadaan karayuki-san yang menjadi pelopor migrasi orang orang Jepang
ke Asia Tenggara serta aktifitas yang dilakukan di berbagai negara di Asia Tenggara.
Secara harfiah arti dari restorasi adalah tindakan atau proses kembali ke kondisi asli
dengan dengan melakukan perbaikan-perbaikan. Menurut Bradshaw dalam Urbanska,
restorasi adalah tindakan untuk mengembalikan keadaan atau posisi kepada keadaan semula,
atau kepada keadaan yang sempurna(Christina, M. Urbanska,1997: 8 )sedangkan Meiji
adalah nama jaman yang mengacu kepada nama kaisar yang saat itu sedang memerintah
Jepang yaitu kaisar Meiji. Jaman Meiji berlangsung antara tahun 1868 hingga tahun 1912.
Dengan demikian Restorasi Meiji adalah pembaharuan yang dilakukan oleh
pemerintahan baru Meiji yang terdiri dari kaisar, golongan bangsawan dan klan yang
berpengaruh pada jaman tersebut yakni klan Satsuma dan Chosu yang berkuasa antara tahun
1868 sampai 1912.
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat
ke tempat lain. Melewati batasan administratif. Agak sedikit berbeda dengan definisi di atas
Menurut Bakers dalam Hugh migrasi adalah tindakan bergerak dari satu spasial ke spasial
yang lain.( Davis Hugh, 1996 :28)
Orang Jepang adalah orang yang tinggal di seluruh kepulauan Jepang dan memiliki
bahasa ibu bahasa Jepang. Orang Jepang sekarang berasal dari percampuran antara orangorang Jomon yang berasal dari Asia Tenggara Australia dan Papua New Gunea dan hidup
10.000 tahun yang lalu dengan Orang Yayoi yang berasal dari Semenanjung Korea dan
hidup pada 2300 tahun yang lalu.( Steve Olson,2006:189)
Dengan demikian Migrasi orang-orang Jepang adalah perpindahan orang-orang Jepang
dari Jepang ke tempat lain. Migrasi ini dikenal dengan migrasi internasional, yaitu :
perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain. Dalam penelitian ini migrasi yang
dilakukan oleh orang-orang dari Jepang menuju negara-negara yang berada di kawasan Asia
Tenggara.

~ 79 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Dengan demikian Migrasi orang-orang Jepang adalah perpindahan orang-orang Jepang


dari Jepang ke tempat lain. Migrasi ini dikenal dengan migrasi internasional, yaitu :
perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain. Dalam penelitian ini migrasi yang
dilakukan oleh orang-orang dari Jepang menuju negara-negara yang berada di kawasan Asia
Tenggara.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi
instrumen penelitian adalah si peneliti itu sendiri, dalam hal ini maka yang menjadi
instrumen penelitian adalah penulis sendiri.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai dengan pihak yang
berkompeten , dan teknik pengumpulan data dengan dokumen. Dokumen yang dimaksud
dalam penelitian ini berupa tulisan dan gambar. Data yang telah diperoleh dari berbagai
sumber dan dengan menggunakan teknik yang beragam, kemudian dianalisis. Analisis data
adalah proses mencari dan menyusunnya data

secara sistematis. Analisis data yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis tema historis dan tema kultural, atau analisis
tema budaya, yang tujuannya mencari benang merah yang mengintegrasikan lintas domain
yang ada. Dengan ditemukannya benang merah dari hasil analisis domain tersebut, maka
akan tercipta suatu konstruksi bangunan situasi sosial, obyek penelitian yang sebelumnya
remang-remang setelah dilakukan penelitian menjadi lebih jelas.
Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan uji kredibilitas, yang terdiri dari
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman
sejawat

2. HASIL DAN PEMBAHASAN


Restorasi Meiji yang terjadi pada tahun 1868 merupakan tonggak sejarah baru bagi
kehidupan rakyat Jepang menuju negara industrialisasi. Pemerintah baru Meiji dengan
segera melakukan berbagai pembaharuan di segala bidang seperti pendidikan,sastra dan
budaya serta ekonomi Hal pertama yang dilakukan pemerintah untuk mengumpulkan modal
dalam rangka memperkuat ekonomi negara adalah pembaharuan pajak tanah. Pajak yang
sebelumnya dibayarkan dalam bentuk beras diganti dengan uang tunai dengan jumlah yang
lebih tinggi dari pajak sebelumya. Petani miskin yang tidak mampu membayar pajak dengan
terpaksa menjual tanahnya, dan bagi petani penggarap yang tidak memiliki tanah garapan
terpaksa harus menyerahkan setengah dari hasil panen kepada pemilik tanah. Dengan cara

~ 80 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

seperti ini pemerintah baru Meiji mampu melakukan berbagai kemajuan di segala bidang,
terutama industri dan militer, namun kehidupan rakyat Jepang tetap berada dalam
kemiskinan terutama sejak diberlakukannya Reformasi Pajak.
Revolusi industri yang dilakukan pemerintah berjalan dengan lancar, hal ini dibuktikan
dengan adanya ekspor benang katun dan sutra ke berbagai negara seperti Amerika, Cina dan
Korea. Selain itu pemerintah juga berhasil merampungkan pembangunan pabrik baja pada
tahun 1901 sehingga pembangunan industri berat yang bertumpu pada industri baja,
perkapalan dan permesinan dapat terealisasi.
Kemajuan di sektor industri membawa permasalahan baru bagi pemerintahan Meiji,
yakni munculnya kemiskinan baru dan lahirnya para kapitalis. Banyak penduduk miskin
yang kemudian beralih bekerja di pabrik-pabrik, namun karena upah yang diterima sangat
rendah dan kesejahteraan yang buruk, banyak diantara mereka yang memilih bermigrasi ke
luar negeri yakni ke Asia Tenggara untuk mencari penghidupan yang layak. Migrasi ke Asia
Tenggara sebagai akibat Restorasi Meiji tidak hanya didominasi oleh laki-laki, namun para
perempuan dan gadis Jepang pun banyak yang bekerja di sana. Banyak dari imigran Jepang
yang bekerja di sektor perkebunan, perikanan dan perdagangan. Tidak sedikit dari mereka
yang berhasil dan membangun komunitas tersendiri di luar negeri. Selain itu, perempuan
Jepang yang tidak memiliki keahlian apapun banyak yang melibatkan diri ke pekerjaan
prostitusi. Migrasi besar-besaran orang-orang Jepang ke Asia Tenggara yakni sekitar tahun
1880 hingga tahun 1910, didominasi oleh perempuan yang kebanyakan dari mereka kelak
berprofesi sebagai pelacur, atau lebih dikenal dengan karayukisan.Motif utama mereka
adalah faktor ekonomi. Pada awal migrasi orang-orang Jepang ke Asia Tenggara prostitusi
merupakan landasan sosial dan ekonomi komunitas Jepang di Asia Tenggara.

2.1 Aktifitas Ekonomi Komunitas Jepang di Hindia Belanda


Keberadaan komunitas Jepang di Hindia Belanda menurut catatan dari Konsulat Jenderal
di Hindia Belanda menyebutkan bahwa pada tahun 1897 terdapat 125 imigran Jepang yang
terdiri dari 100 orang perempuan dan 25 orang laki-laki. Diperkirakan jumlah ini melebihi
dari catatan yang sebenarnya, karena banyak diantara mereka yang datang ke Hindia Belanda
tanpa dokumen resmi dan tercatat di Konsulat setempat. Setelah Konsulat Jepang dibuka di
Batavia pada tahun 1909 populasi orang Jepang terus mengalami peningkatan hingga tahun
1916 dimana bertambah kurang lebih 500 orang/tahun. Sebelum tahun 1913 populasi ini

~ 81 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

didominasi oleh perempuan, namun setelah tahun 1914 didominasi oleh laki-laki. Sebagian
besar perempuan Jepang yang berada di Hindia Belanda ini bekerja di bisnis prostitusi.
Selain itu sektor lain yang banyak digeluti oleh para imigran Jepang di sini adalah di bidang
perikanan,perdagangan dan pertanian, meskipun sektor pertanian tidak sebesar yang
berkembang di Filipina dan Malaya.
Salah satu faktor yang menyebabkan para imigran Jepang mendatangi Hindia Belanda
adalah karena wilayah ini kaya akan sumber daya alam, ketersediaan tenaga kerja dan
memiliki letak yang strategis. Banyak perusahaan Jepang yang bergerak di bidang pertanian
dan pertambangan mendapatkan hak konsesi dan mulai beroperasi di Hindia Belanda. Salah
asosiasi komersil yang ditujukan untuk kepentingan ekonomi Jepang adalah Nanyo Kyoukai
yang didirikan pada tahun 1915, yang kemudian diikuti oleh beroperasinya Bank Jepang
dan pedagang besar.
Kegiatan perekonomian Jepang di Hindia Belanda dibagi menjadi 3 fase. Fase pertama
(1880-1905) kegiatan ekonomi hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan karayukisan
seperti bisnis sewa kamar, kedai makanan, salon kecantikan, perhiasan, pakaian, obi dan
kimono yang berbasis di Semarang, Batavia dan Surabaya. Fase kedua (1900-1910) kegiatan
pedagang yang menjajakan dagangannya secara berkeliling hingga ke pelosok daerah yang
berjualan alat tulis, obat-obatan, ikat pinggang dan barang kelontong lainnya. Fase ketiga
(1910-1920) para pedagang Jepang mulai membuka tokonya secara permanen.
Selain perdagangan, sektor lain yang digeluti oleh para imigran Jepang adalah pertanian
kopra di Minahasa dan Sangir Talaud. Setelah PD I aktifitas pertanian Jepang diwujudkan
dalam bentuk perkebunan tebu,gula,kopi, teh dan kelapa sawit di pulau Jawa. Dalam bidang
perikanan, setelah adanya teknik pendinginan yang baru maka sektor inipun meningkat,
terutama setelah didirikannya perusahaan perikanan Nichiren Gyogyo di Manado dan
Daisho Koshi di Batavia yang mengoperasikan 100 kapal nelayan dan mempekerjakan 790
nelayan Jepang ( Saya Shiraishi,1998:158).

2.2 Aktifitas Ekonomi Komunitas Jepang di Singapura dan Malaya


Masuknya komunitas Jepang ke Malaya diawali dengan keberadaan karayukisan pada
tahun 1870. 80% laki-laki yang datang ke Malaya adalah pedagang kecil yang menyediakan
kebutuhan karayukisan seperti penata rambut dan pedagang kelontong. Selan itu ada juga
yang bekerja di kantor,bank atau penjaga toko. Sebelum PD I terdapat 45 orang yang bekerja

~ 82 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

di sektor ini, tetapi pada tahun 1915 jumlahnya menjadi 106 orang dan meningkat menjadi
1.136 orang pada tahun 1920, dan 1.478 pada tahun 1921.
Setelah kemenangan Jepang dalam perang melawan Rusia (1904-1905) Jepang
memperluas aktifitas ekonominya dengan membuka perkebunan karet. Dapat dikatakan
bahwa 97% petani Jepang di Malaya terlibat dalam penanaman karet. Sementara itu, sector
perikanan Jepang lebih banyak ditujukan ke luar negeri. Pada tahun 1914 perusahaan
perikanan didirikan di Singapura yakni Eifuku Tora, yang mempekerjakan 150 nelayan
Jepang dengan 10 kapal motor dan 31 kapal nelayan. Sektor perdagangan pun berkembang
pesat di Malaya. Pada tahun 1924 terdapat 14 perusahaan Jepang di Singapura antara lain
Mitsui Co, Sendai Shokai, Mitsubishi Trading Co, Kawahara Shoten dan Suzuku Shoten.
Puncak perdagangan Jepang di Singapura dan Malaya terjadi pada awal abad 20 dalam
bidang jasa, perdagangan komoditas,usaha restoran, losmen dan bisnis hiburan.

2.3 Aktifitas Ekonomi Komunitas Jepang di Filipina


Aktifitas orang Jepang di Filipina diawali dengan keberadaan karayukisan, yang diikuti
dengan tenaga kerja yang bekerja pada pembangunan jalan antara Manila dengan Baguio.
Aktifitas ekonomi lainnya adalah tukang cukur, tukang kebun, pedagang permen dan tukang
photo.
Pada tahun 1907-1917 populasi orang Jepang sebanyak 30% dari seluruh total orang
Jepang yang berada di Asia Tenggara. Pada tahun 1940 angka ini meningkat menjadi 63.7%
dan populasi wanita mencapai 80%. Gelombang imigran Jepang kemudian melonjak
menjadi 3.096 pada tahun 1904, hal ini dikarenakan upah yang diterima pekerja lebih tinggi
bila dibandingkan dengan di Jepang. Sementara itu, profesi yang dilakukan oleh orang-orang
Jepang antara tahun 1903-1907 adalah tukang kayu, yakni 33% dari total pekerja pria. Para
tukang kayu ini banyak dipekerjakan untuk membuat barak-barak bagi pekerja yang
membangun jalan antara Manila-Baguio. Sebagian besar pekerja pria tidak menggantungkan
aktifitasnya pada kegiatan prostitusi, tetapi lebih kepada pekerjaan yang bergerak dalam
bidang kontruksi, permesinan dan pertukangan. Dalam bidang pertanian para imigran
banyak yang terlibat dalam penanaman abaka di Davao, sedangkan dalam bidang
perdagangan banyak yang bekerja sebagai pegawai perusahaan, pegawai bank, kerani dan
pegawai toko. Pada tahun 1918 diperkirakan sebanyak 5216 orang bekerja di sektor
pertanian dan 1540 orang di sektor perdagangan. Selain itu ada juga yang bekerja sebagai

~ 83 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

juru masak, bekerja di restoran dan bar. Komoditas perdagangan yang berkembang pada saat
itu adalah serat rami. Perusahaan Mitsui Co dan Daido Boeki terlibat dalam ekspor serat
rami ke Jepang pada tahun 1930.

2.4 Keberadaan dan AktifitasKarayukisan di Asia Tenggara.


Menurut Shimizu Hiroshi, ada 3 hal yang menyebabkan gadis Jepang menjadi
karayukisan, yakni pertama, mereka yang diculik oleh agen rumah bordil atau mucikari yang
sebelumnya diberikan janji-janji sebelum akhirnya diselundupkan ke kapal. Kedua, adalah
faktor kesuksesan karayukisan yang berhasil memperbaiki perekonomian keluarganya, dan
yang ketiga adalah mereka yang dijual oleh orang tuanya setelah terlebih dahulu diberikan
sejumlah uang sebagai pengganti anak gadisnya yang dibawa pergi.
Pada pertengahan jaman Meiji di setiap pelabuhan di Jepang terdapat kuchi-ireya yang
menjadi perantara antara pencari kerja dengan tempat bekerja yang mereka tuju. Melalui
kuchi ireya ini banyak dari pencari kerja yang memperoleh pekerjaan sebagai pembantu,
pegawai atau perawat. Namun keberadaan kuchi-ireya ini banyak disalahgunakan oleh para
mucikari atau pemilik rumah bordil untuk merekrut gadis-gadis Jepang untuk dijadikan
karayukisan. Melalui mucikari gadis-gadis yang telah dibeli tersebut kemudian dikumpulkan
di pelabuhan Nagasaki, Kobe dan Moji sebelum diberangkatkan ke berbagai negara di Asia
Tenggara.

2.5 Karayukisan di Hindia Belanda


Pada masa awal Meiji, sebenarnya Hindia Belanda bukan merupakan wilayah yang
menarik bagi imigran Jepang. Dengan demikian imigran Jepang yang datang ke Hindia
Belanda pada masa itu didominasi oleh mereka yang tidak memiliki keahlian atau modal
apapun untuk usaha, sehingga sebagian besar dari pendatang ini adalah karayukisan yang
masuk melalui Hongkong dan Singapura. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa
keberadaan karayukisan bukan hanya di rumah-rumah bordil, namun mereka juga menyebar
di beberapa restoran dan penginapan untuk menghindari sanksi sosial dan survey jenis
pekerjaan untuk orang asing.
Pada awal tahun 1920-an, keberadaan karayukisan ini banyak terkonsentrasi di kota-kota
yang menjadi pusat perekonomian Hindia Belanda seperti Medan, Batavia dan Surabaya.

~ 84 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Ketika itu salah satu jalan yang menjadi pusat hiburan di kota Surabaya dikenal dengan
sebutan Kembang Jepun, karena menjadi tempat berkumpulnya para karayukisan.
Keberadaan karayukisankemudian diikuti oleh imigran Jepang lainnya, terutama mereka
yang berprofesi sebagai pedagang yang menyediakan kebutuhan para karayukisan. Pada
akhirnya pelanggan mereka terus berkembang, tidak hanya terbatas pada orang Jepang
sendiri, tapi sudah mulai merambah ke orang Eropa maupun pribumi.
Karayukisan yang berada di Indonesia rata-rata bekerja di rumah bordil, tempat pelacuran
terselubung di restoran, kedai kopi, atau penginapan. Mereka yang bekerja sebagai pembantu
rumah tangga merangkap sebagai istri simpanan. Mereka kebanyakan melayani ekspatriat
dari Eropa khususnya Belanda dan Perancis yang saat itu banyak bekerja di daerah kolonial
kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda.

2.6 Karayukisan di Singapura dan Malaysia


Pada akhir tahun 1880 an setelah karayukisan dipaksa meninggalkan Singapura, mereka
mengalihkan tujuan mereka ke Cina dan Asia, sehingga pada awal abad 20 Singapura
menjadi pusat bisnis prostitusi bagi karayukisan. Ketika terjadi perang Jepang Rusia (19041905) sekitar 6000 karayukisan bekerja di Asia Tenggara, dan sekitar 700 bekerja di
Singapura. Dari jumlah 1835 orang penduduk Jepang yang tinggal di Singapura, 852 orang
adalah karayukisan dan 113 orang pemilik rumah bordil.
Tidak seperti perempuan Cina yang hanya melayani pelanggan orang Cina saja, atau
perempuan Eropa yang hanya semata-mata melayani orang Kaukakus, karayukisan
melayani pelanggan dengan tidak membedakan ras suku bangsa, sehingga karayukisan
menjadi paling popular dan mampu menjalankan bisnisnya dengan sukses( Tomoko
Yamazaki,1999:5) Karena ekspansi besar-besaran karayukisan ke luar negeri inilah jumlah
mereka yang terdaftar secara resmi bertambah menjadi 19.000 orang, dibandingkan yang
hanya 47.541 yang terdaftar secara resmi di dalam negeri. Dapat disimpulkan bahwa usaha
pemerintah Jepang untuk melarang bisnis prostitusi mengalami kegagalan karena hal ini
terbukti seperti yang terjadi di Shanghai pada tahun 1883. Hal ini dikarenakan pemerintah
Jepang sepertinya setengah hati dalam memberantas bisnis prostitusi, karena mereka
menyadari bahwa bisnis ini menjadi sumber devisa yang signifikan bagi negara Jepang.
(Yuki Tanaka, 2002:168)

~ 85 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Antara tahun 1907-1915 lebih dari setengah populasi orang Jepang di wilayah Singapura
dan Malaysia didominasi oleh wanita yang sebagian besar adalah karayukisan. Meskipun
ada pelarangan dalam aktifitas karayukisan,ada kondisi menarik yang perlu mendapat
perhatian, yakni adanya survey yang mencatat keberadaan wanita Jepang yang digolongkan
ke dalam pembantu rumah tangga. Pada tahun 1917 terdapat 18 wanita sebagai pembantu
rumah tangga. Namun pada tahun 1920 tiba-tiba tercatat 146 orang dan sesudah itu
jumlahnya berkisar antara 60 hingga 280 orang. Antara tahun 1924 dan 1925 jumlah
pembantu rumah tangga melonjak dari 65 menjadi 281 orang, tetapi antara tahun 1926 dan
tahun 1927 jumlah ini merosot dari 203 menjadi 101. Pada tahun 1924-1927 merupakan
tahun-tahun dimana pemerintah Jepang berusaha menekan munculnya kembali prostitusi
di Singapura. (Shiraishi, 1998:105).
Di Singapura kota di mana berbagai ras manusia berkumpul, karayukisan memiliki
berbagai macam pelanggan namun tanpa membedakan adanya perbedaan ras. Di antara
pelanggan, mayoritas berasal dari Cina dan India. Selain itu, ada juga yang berasal dari
Malaysia, Eropa dan pria Jepang. Untuk pelanggan Eropa, mayoritas mereka bekerja sebagai
pedagang, bisnisman dan personal militer. Mereka inilah yang memiliki kekuatan daya beli
yang tinggi, bila dibandingkan dengan orang Cina dan India. Lebih lanjut, para pelanggan
tersebut tidak hanya yang tinggal di Singapura, namun ada juga yang bekerja sebagai
pelancong atau awak kapal laut.

2.7 Karayukisan di Filipina


Mengenai populasi wanita di Filipina, sebagian besar yang termasuk dalam klasifikasi
wanita pekerja adalah karayukisan. Pada tahun 1903 terdapat 280 karayukisan, yakni 63%
dari populasi wanita. Pada tahun 1907 karena statistik untuk tahun itu tidak memasukkan
kategori penghibur,karayukisan, wanita pelayan dsb, maka diperkirakan karayukisan
dimasukkan ke dalam klasifikasi lain-lain pekerjaan, dimana terdapat 290 wanita di
dalamnya atau 67% dari populasi wanita.(Saya Shirashi, 1998:188)
Ada hal-hal unik yang terjadi berkenaan dengan pertumbuhan karayukisan di Filipina bila
dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Pertama, pada tahun 1900 jumlah
mereka hanya 64 orang, padahal di Singapura sudah mencapai 518 orang dan di Malaya ada
200 orang. Untuk di Hindia Timur Belanda tidak diperoleh data, namun sudah terdapat 100
wanita Jepang di wilayah tersebut pada tahun 1897. Kedua, populasi orang Jepang di tempat

~ 86 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

lain di Asia Tenggara ditandai dengan peningkatan jumlah karayukisan yang diikuti oleh
sedikit peningkatan populasi pria, namun di Filipina justru sebaliknya yakni populasi pria
meningkat lebih dahulu dan terus tetap melebihi populasi wanita. Hal ini disebabkan orang
Jepang di wilayah lain di Asia Tenggara terutama terlibat dalam pekerjaan yang tergantung
pada keberadaan prostitusi, sedangkan mayoritas pria Jepang di Filipina terlibat dalam
pekerjaan permesinan, kontruksi, pertukangan kayu dan pekerjaan lain yang tidak ada
hubungannya dengan prostitusi.
Mengenai jenis pekerjaan yang dijalani oleh perempuan Jepang di Filipina adalah
sebagian besar karayukisan. Pada tahun 1903 terdapat 280 karayukisan , 63% dari populasi
perempuan. Proporsi dari karayukisan sesuai dengan pola yang diperlihatkan oleh statistik
mengenai orang Jepang di bagian lain di Asia Tenggara. Dapat dikatakan bahwa hampir
sebagian besar aktifitas orang Jepang di Asia Tenggara berlatar belakang faktor ekonomi
(Hiroshi Hashiya dalam Shiraishi, 1998:189)
Untuk mendukung aktifitas karayukisan di Filipina maka dibukalah rumah bordil pertama
di Davao pada tahun 1910. Ketika terjadi ledakan perdagangan pada tahun 1917 terdapat 13
rumah bordil yang beroperasi di daerah ini.
Perkembangan prostitusi para karayuki-san lambat laun terhenti akibat larangan yang
diterapkan pemerintah colonial Amerika, hal ini dilakukan untuk melindungi moral tentara
Amerika dan mencegahnya berkembangnya penyakit kelamin, Meskipun demikian ada
beberapa karayuki-san yang tetap beroperasi secara illegal, dengan berkedok kedai minum.

3. KESIMPULAN DAN SARAN


Restorasi Meiji ternyata tidak serta membawa Jepang menjadi negara modern dengan
tingkatan kemakmuran yang merata. Kebijakan kebijakan yang dibuat pemerimtahan Meiji
antara lain reformasi pajak tanah dan industrialisasi justru menjadikan munculnya para
kapitalis dan di sisi yang lain menjadikan masyarakat miskin Jepang bertambah miskin.
Kemiskinan yang dihadapi orang-orang Jepang ini kemudian disikapi dengan migrasi
besar-besaran ke berbagai negara, termasuk ke negara negara di kawasan Asia Tenggara.
Secara keseluruhan motif dari migrasi ini adalah karena faktor ekonomi.
Kegiatan ekonomi orang orang Jepang di Asia Tenggara pada awalnya dilakukan sektor
non formal seperti protitusi, buruh, perdagangan dalam skala kecil. Kemudian orientasi

~ 87 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

aktifitas ekonomi orang orang beralih kepada sektor formal seperti usaha jasa perbankan,
ekspor impor, perikanan, perdagangan, dan perkebunan.
Migrasi yang dilakukan oleh para karayuki-san, selain karena motif ekonomi juga karena
faktor budaya Jepang yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak
menguntungkan. Walaupun perempuan wilayahnya hanya domestik, tetapi kenyataannya
perempuan-perempuan Jepang banyak yang menjadi tulang punggung keluarga dengan
menjadi pelacur. Kegiatan para karayuki-san ini tidak hanya dilakukan di rumah rumah
bordil, tetapi juga menjadi pelacur terselubung di rumah rumah laki-laki China, dan laki-laki
Eropa dengan menjadi istri simpanan. Biasanya mereka dikontrak untuk beberapa tahun.

Penelitian ini masih banyak memiliki keterbatasan, karena hanya menganalisis secara
global mengenai relevansi Restorasi Meiji dengan migrasi Orang-Orang Jepang ke Asia
Tenggara, aktifitas ekonomi orang orang Jepang di Asia Tenggara, dan aktifitas karayukisan di Asia Tenggara.Untuk itu masih diperlukan penelitian lanjutan yang lebih spesifik
mengenai kegiatan ekonomi orang orang Jepang atau aktifitas karayuki-san di Asia
Tenggara, sehingga gambaran secara utuh mengenai kegiatan ekonomi Jepang di berbagai
negara Asia Tenggara dapat dianalisis secara lebih spesifik.
Dengan segala kerendahan hati, kami menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna
untuk itu mohon saran dan kritiknya agar di masa yang akan datang kami dapat melakukan
dengan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Faisal,2002 Peran Karayukisan Bagi Pembangunan Komunitas Jepang di Malaya-Inggris


dan Hindia Belanda Sebelum Perang Dunia II. Skripsi Sarjana, Jurusan Asia Timur
Program Studi Jepang. Fakultas Sastra: Universitas Indonesia.
FletcherWilliamMiles, 1989The Japanese Business Community And National Trade 19201942, USA : The University of Carolina Press,.
Hirakawa Hitoshi, Shimizu ,Hiroshi, 1999, Japan and Singapore in The World Economy,
Japans Economic Advance Into Singapore 1870-1965, London : Routledge
Huff ,Gregg, 2003, Financial Transition in Pre World War II Japan and Southeast Asia,
Glasgow : university of Glasgow

~ 88 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Huff W.G., 1994, The Economic Growth of Singapore Trade and Development in the
Twentieth Century,Cambridge : Cambridge University Press
Kahin George, Shirashi Saya, Shiraishi Takahashi, 1993,The Japanese in Colonial Southeast
Asia. Tokyo : Cornel Southeast Asia Program.
Kyeung-eun PARK. A Study on Relationship Between Modern Japan and Southeast
Asia.Focus on The Network of Karayukisan and Their Real life. 20 Mei 2014.
asia.prj.nagasaki-u.ac.jp
Osaka Shoseki,Terj. Ed. I Ketut Surajaya,2001, Chugaku Shakai Rekishiteki Bunya ,Depok
: UI Press.
Olson Steve , 2006 Terj.Mapping Human History, Gen, Ras, dan Asal Usul Manusia. Jakarta
: Serambi Ilmu Semesta.
Peter Post, 1991 ,Characteristics of Japanese Entrepreneurship in Pre War Indonesian
Economy, Netherlands : Royal Netherlands Academy of Arts and Science
Shiraishi Saya dan Shiraishi Takashi,1998, Orang Jepang di Koloni Asia Tenggara.
(P.Soemitro, Penerjemah) Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Sugiyono,2006,Metode Penelitian Kuatitatif, Kualitatif, dan R &D Alfabeta Jakarta
:Serambi Ilmu.
Surajaya Ketut,2001,Pengantar Sejarah Jepang II Depok : UI Press.
Suryana, 200,Metodologi Penelitian,Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Tanaka Yuki,2002, Japans Comfort Women.Sexual Slavery and Prostitution During World
War II and The US Occupation. New York: Routledge.
Urbanska M. Chrystina,1997,Restoration Ekology on Sustainable Development , Cambridge
: Cambridge University Press.
Ubaldo Laccarino,2008 Manila as an International Entreport Chinese and Japanese Trade
with Spanish Philippines at the close of the 16TH century, Portugal :Universidade
Nova de Lisboa ,
Walter Walles Mc Laren, 2013, A Politic History of Japan During Meiji Era 1868 1912,
New York:Routledge
Wolf Mendl, 2001 Japan and South East Asia, New York :Routledge
YamakawaShuppansha, 1990,RyuugaseinoTamenoNihonshi, Tokyo : Tokyo University of
Foreign Studies.

~ 89 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Yamazaki,Tomoko ,1999, Sandakan Brothel No.8, an episode in the history of lower-class


Japanese

women.

Trans.Karen

Colligan-Taylor.

New

York:

M.E.Sharpe,Inc,Armonk.
Pangastoeti Sri. Dari Kyuushuu ke Ranin.Karayukisan dan Prostitusi Jepang di Indonesia.
Dalam Jurnal Humaniora Vol 21.Univ Gajah Mada: Program Studi Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya. 5 Mei 2014. www.etd.ugm.ac.id

~ 90 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

DISONANSI KOGNITIF, KONSEP DIRI DAN PEMBENARAN DALAM


HUBUNGANNYA DENGAN KECURANGAN AKADEMIK
Kurnia Idawati1), Rusydi M. Yusuf2), Widiastuti3)
1

kurniaidawati@rocketmail.com, 2 em_er_ye@yahoo.com, 3 widi_g@yahoo.co.id


Fakultas Sastra

ABSTRACT
This study discusses the attitude and behavior toward cheating / plagiarism, academic selfconcept, the level of cognitive dissonance, and internal and external justification. The results
of questionnaires from a sample of all students from Darma Persada University in the
academic year of 2013/2014, show that the majority of students agree that cheating in
examinations / tests are morally wrong. However, in practice, the students are permissive in
doing this kind of academic dishonesty. Therefore, not surprisingly, the majority (70.1%) of
the 315 respondents did not experience dissonance or their dissonance was very minimal.
Of the descriptive data there are also known that although the average level of the students
self-concept turned out to be more than moderate (65.9%) of the scale 100% (very high), it
was not enough to affect the magnitude of the dissonance. In addition, the students attitudes
toward academic dishonesty were low correlated with their behaviors towards the similar
issue. This means that although they agree that cheating is wrong, they still do it. Most of
the students have their internal justification for an excuse to do the academic dishonesty.
Keywords: academic dishonesty, cognitive dissonance, attitude, behavior

1. PENDAHULUAN
Persoalan menyontek dan plagiarisme tampaknya sudah menjadi fenomena yang biasa
dan di luar kemampuan kebanyakan perguruan tinggi untuk mengatasinya (Fawkner &
Keremidchieva, 2004). Sebagai gambaran umum, survey yang dilakukan oleh McCabe
(www.ojs.unisa. edu.au/index.php/IJEI/article/download/14/9) terhadap 51.611 mahasiswa
di Amerika Serikat dan terhadap 19.460 mahasiswa di Kanada, dari beberapa universitas,
dari tahun 2002 sampai dengan 2005, bila dijumlah mencapai 82 % untuk kasus menyontek
dengan berbagai cara pada saat test dan ujian. Sementara itu, persentase data tentang perilaku
menyontek dan plagiat di tingkat perguruan tinggi di Indonesia secara menyeluruh belum
ada kecuali di satu fakultas saja yang dilakukan oleh Friyatmi dalam penelitiannya pada
tahun 2009 tentang mahasiswa menyontek di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang
(www.journal.unp.ac.id/index.php /tingkap/article/download/23/21).Disebut-kan bahwa
62,7% mahasiswa menyalin jawaban dari teman-teman mereka atau membiarkan jawaban

~ 91 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

mereka untuk disalin, 58,8% berbagi jawaban atau berkonsultasi dengan teman-teman
mereka, dan 27,8% mengakses jawaban di luar ruangan. Pada kasus lain, Suwarjo dkk.
(2012) dalam penelitian survey mereka terhadap 1260 buah skripsi mahasiswa Fakultas Ilmu
Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta yang lulus tahun 2010 2011, menemukan
63,29% mahasiswa melakukan kutipan pada skripsi mereka tanpa menyatakan sumber yang
memadai, dan itu dinyatakan sebagai bentuk plagiat.
Tingkat kecurangan akademik dalam 30 tahun terakhir menunjukkan peningkatan,
diimbuhi dengan semakin meningkatnya mayoritas mahasiswa yang yakin bahwa
menyontek bisa diterima (Murdock & Anderman, 2006) dan bahwa menyontek tidak
melukai siapapun, sebagai sebuah bentuk penetralan sikap dari penyontek (Jordan, 2001).
Fakta itu menunjukkan adanya sikap permisif mahasiswa terhadap tindakan menyontek dan
plagiat yang sudah meluas. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Eisenberg (2004)
menunjukkan tidak adanya korelasi antara moralitas dengan tindakan menyontek karena
menurutnya, individu-individu yang memiliki tingkat perkembangan moral yang sama,
berdasarkan kerangka perkembangan moral Kohlberg, bisa memiliki interpretasi yang
berbeda terhadap suatu isu, kejadian atau perilaku. Jadi, beberapa orang akan menilai bahwa
menyeberang jalan secara sembrono merupakan sesuatu yang terkait dengan isu moral,
sementara yang lain akan melihatnya sebagai isu yang terkait dengan ketidaknyamanan. Hal
yang sama berlaku pada kasus menyontek. Sebagian mahasiswa akan memandang tindakan
menyontek dan plagiat dalam kerangka moral atau etika, sedangkan yang lain melihatnya
dengan menggunakan kerangka yang berbeda. Eisenberg lalu membedakan antara dimensi
moral dan dimensi konvensi sosial yang berupa tatanan sosial. Menurutnya, jika tata aturan
sosial tidak ada, maka tidak akan jelas lagi mana tindakan yang benar dan adil. Dimensi
moral berakar pada nilai-nilai yang berada di luar tata aturan sosial, sehingga tindakantindakan ketidak jujuran akademik akan terus berlangsung tanpa keberadaan konvensi dan
hukum yang spesifik. Eisenberg meneliti persepsi siswa terhadap menyontek sebagai isu
moral atau a-moral dan hasilnya adalah mereka yang memandang menyontek sebagai isu
moral tidak menyetujui tindakan menyontek.
Hasil penelitian tersebut kurang lebihnya dapat juga merepresentasikan keadaan di
lingkungan pendidikan di Indonesia. Karena itulah maka masih menjadi pertanyaan, apakah
mereka yang dalam sikapnya menentang ketidak jujuran akademik atau tidak menyetujui
tindakan menyontek dan mem-plagiat betul-betul tidak pernah menyontek dan atau tidak

~ 92 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

pernah melakukan plagiat? Sejauh ini, penelitian yang berkenaan dengan menyontek
ataupun plagiat di tingkat perguruan tinggi berkisar pada perspektif motivasi menyontek
(Murdock, 2006), faktor-faktor pendorong menyontek (Passow dkk., 2006; Ledesma, 2011),
pengaruh orang lain sebagai pendorong menyontek (Blachnio & Weremko, 2011), sampai
pada metode-metode menyontek (Witherspoon dkk., 2012). Keselarasan antara sikap dan
perbuatan terkait isu menyontek dan atau plagiarisme belum ditemukan. Psikolog sosial,
Allan W. Wicker (1969) menyebutkan bahwa sikap yang diekspresikan orang-orang hampir
tidak menggambarkan perilaku mereka. Sikap mahasiswa terhadap menyontek kurang
menunjukkan hubungan dengan tindakan mereka dalam menyontek. Oleh karena itu perlu
diteliti apakah mereka, dalam hal ini mahasiswa yang meyakini bahwa menyontek dan
plagiat adalah salah, dijamin tidak melakukan tindakan tersebut. Jika, misalnya karena
pengaruh teman, lingkungan, atau faktor-faktor lain yang akhirnya mendorong mereka
melakukan kecurangan akademik, apakah mereka merasa tidak nyaman atau merasa bersalah
sesudahnya? Seberapa tinggi atau rendahnya tingkat ketidak nyamanan itu?
Terkait dengan perasaan bersalah, ada sebuah konsep yang disebut sebagai disonansi
kognitif (cognitive dissonance), sebuah teori yang pertama kali dikemukakan oleh Leon
Festinger (1962), yang menyatakan bahwa jika seseorang mengetahui berbagai hal yang
secara psikologis tidak konsisten antara satu dengan yang lainnya, orang tersebut, dengan
berbagai cara, mencoba membuatnya konsisten. Dua hal yang tidak sejalan disebut dalam
relasi yang disonan. Dua hal itu bisa saja terkait dengan perilaku, perasaan, opini, hal-hal
dalam lingkungan, dan sebagainya. Kata kognitif sekedar menekankan bahwa teori itu
berhubungan dengan relasi di antara item-item. Jadi, disonansi kognitif adalah keadaan yang
memotivasi seseorang untuk memeroleh kesetimbangan psikologis dari perasaan tidak
nyaman atau tenang menjadi nyaman atau tenang kembali dengan cara mengubah opini atau
perilakunya, sebagaimana keadaan lapar mendorong seseorang untuk makan. Dengan kata
lain, disonansi kognitif adalah perasaan tidak nyaman yang disebabkan oleh tindakan
(perilaku)

yang

tidak

sesuai

www.socialemotiveneuroscience.org/

dengan

keyakinan

(Harmon-Jones

&

Mills,

download/hj_mills1999cogdis_intro.pdf).

Maka

menjadi penting untuk diteliti apakah ada pertentangan antara sikap dan perilaku mahasiswa
terhadap menyontek dan plagiat. Apakah terjadi disonansi kognitif di kalangan mahasiswa
terhadap isu menyontek? Seberapa tinggi tingkat (magnitude) disonansi kognitif mereka
seandainya terjadi? Tinggi atau rendahnya disonansi kognitif antara lain ditentukan oleh

~ 93 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

konsep diri mahasiswa. Seseorang yang memiliki konsep diri yang positif cenderung
mengalami disonansi (ibid). Dengan demikian maka perlu diketahui konsep diri mahasiswa
dalam hubungannya dengan disonansi kognitif.
Di samping itu, hal penting lainnya terkait dengan disonansi adalah upaya mereduksi
keadaan yang disonan menuju keadaan yang konsonan (kesetimbangan/ keselarasan).
Mengacu pada Festinger (1962) dan diperjelas oleh Metin dan Camgoz (2011) ada tiga cara
untuk mengurangi disonansi kognitif, yaitu mengubah sikap/perilaku sendiri, mencari
pembenaran dengan mengubah pandangan terhadap hal yang menimbulkan ketidak
nyamanan itu sebagai sesuatu yang tidak apa-apa atau baik-baik saja, dan mencari
pembenaran baru dari luar dirinya. Jika diringkas, hal di atas dapat dikategorikan sebagai
pembenaran yang bersifat internal dan pembenaran yang bersifat eksternal. Menurut
Aronson

(www.general.utpb.edu

/fac/hug/Aronson_7e_SG_ch06_CogDis(1).pdf),

pembenaran internal (internal justification) adalah pengurangan disonansi dengan


mengubah sesuatu tentang diri sendiri (mengubah sikap), sedangkan pembenaran eksternal
(external justification) adalah alasan atau penjelasan bagi perilaku pribadi yang disonan yang
diperoleh di luar diri individu. Maka menjadi penting pula untuk diketahui seberapa besar
kecenderungan mahasiswa yang mengalami disonan untuk menggunakan pembenaran
internal atau eksternal sebagai upaya mengurangi disonansi mereka.
Isu menyontek dan plagiat beserta variabel-variabel yang terlibat dengan isu tersebut,
menarik perhatian peneliti untuk melakukan investigasi keterlibatan mahasiswa-mahasiswa
Universitas Darma Persada (Unsada) terhadap kegiatan menyontek dan plagiat. Menyontek
didefinisikan oleh Jones ( 2001 & 2011) sebagai any deceitful or fraudulent attempt to
evade rules, standards, practices, customs, mores, and norms to gain an unfair advantage
or to protect someone who has done so. Sedangkan plagiarisme bermakna penggunaan
sebagian bahasa dan pendapat-pendapat pengarang lain atau penciptanya tanpa ijin dan
diakui sebagai karya pribadi (Ercegovac & Richardson Jr., 2004). Kedua jenis kegiatan
tersebut dikategorikan sebagai kecurangan akademik (academic dishonesty), seperti yang
dikutip dari Jones (ibid). Penelitian ini akan terkait dengan menyontek dan plagiat, dengan
menjadikan semua mahasiswa Unsada dalam periode satu semester sebagai populasi.
Berdasarkan paparan permasalah-an di atas, secara ringkas, penelitian ini bertujuan: 1)
meneliti sikap (attitude) mahasiswa terhadap menyontek dan plagiarisme, 2) meneliti
perilaku (behavior) mahasiswa terhadap menyontek dan plagiarisme, 3) meneliti apakah

~ 94 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

sikap terhadap menyontek dan plagiarisme berkorelasi dengan perilaku menyontek dan
plagiat, 4) meneliti apakah terjadi disonansi kognitif pada pelaku menyontek dan plagiat, 5)
jika terjadi disonansi, maka dilanjutkan dengan meneliti tingkat (magnitude) disonansi
kognitif terkait tindakan menyontek dan plagiat, 6) meneliti konsep diri mahasiswa, apakah
ada pengaruhnya terhadap tinggi atau rendahnya disonansi, dan 7) meneliti kecenderungan
mahasiswa menggunakan pembenaran internal (internal justification) dan pembenaran
eksternal (external justification) sebagai upaya mahasiswa mengurangi disonansi.

2. KAJIAN LITERATUR
2.1 Menyontek dan Plagiat
Menyontek dan plagiat yang disebut juga sebagai kecurangan atau ketidak jujuran
akademik (academic dishonesty) (Vandehey dkk., 2007; McCabe, 2005), merupakan dua
istilah yang sangat melekat dalam dunia pendidikan, dengan pelakunya, terutama adalah para
pelajar dan mahasiswa. Setidaknya itulah yang banyak dikaji dan diinvestigasi oleh para
peneliti dari berbagai disiplin ilmu (McCabe dkk., 2001; Hardigan, 2004; Murdock dan
Anderman, 2006; Vandehey dkk. 2007; Jones dkk., 2010; Miranda dan Freire, 2011) karena
persoalan menyontek dan plagiat telah sangat umum terjadi dengan kecenderungan yang
meluas dan meningkat (McCabe dkk., 2001). Meluas dalam pengertian melanda hampir ke
semua strata pendidikan dan semua disiplin ilmu, dan meningkat dalam pengertian jumlah
pelakunya, yakni 54% pada tahun 1984, 61% pada tahun 1994, dan dalam rentang 52-90%
sampai awal tahun 2000an (Vandehey dkk., 2007). Cara-cara menyonteknya pun semakin
bervariasi, dari yang tradisional seperti menggunakan catatan kecil yang sudah dipersiapkan
terlebih dahulu, melihat jawaban teman, memberikan jawaban atau membiarkan teman
menyalin jawaban saat ujian, dan sebagainya, sampai dengan cara-cara kontemporer dengan
memanfaatkan perangkat seluler canggih (Witherspoon dkk., 2012). Demikian pula,
semakin meluasnya jaringan internet, semakin memudahkan mahasiswa melakukan
plagiarisme, yaitu mengutip sebagian atau seluruhnya tanpa menyebutkan sumbernya atau
pengarangnya (Blachnio dan Weremko, 2011).
Menurut Baird (1980) dan Davis dkk. (1992), faktor-faktor yang mengarah pada tindakan
menyontek dan plagiat bisa datang dari unsur eksternal maupun pribadi pelaku. Dari sisi
eksternal antara lain susunan tempat duduk, pentingnya ujian, tingkat kesulitan ujian, ujian
yang tidak fair, pengawasan yang lemah saat ujian, kelas besar, pertanyaan pilihan berganda,

~ 95 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

dan keuntungan ekonomi. Sedangkan dari pribadi pelaku antara lain adalah kemalasan,
persaingan dengan teman sekelas, nilai yang rendah atau kegagalan pada ujian sebelumnya,
keinginan tertentu untuk berhasil, menolong teman, keengganan terhadap pengajar, dan
untuk memperoleh penerimaan secara sosial. Eisenberg (2004) menambahkan bahwa
tekanan untuk memeroleh nilai yang tinggi juga mendorong seseorang untuk menyontek dan
atau mem-plagiat, demikian pula pengaruh teman sekelas yang menyontek (Murdock dan
Anderman, 2006). Sementara itu Broeckelman & Pollock, Jr. (2006) dalam penelitian
mereka di Universitas Ohio, melaporkan bahwa penyebab mahasiswa melakukan ketidak
jujuran akademik adalah :time pressure to finish assignments, the perceived benefits of
cheating, a lack of knowledge about course material and proper approaches to source
citation, a lack of trust in relationships among students and between students and faculty,
and an overall culture that seems via its normative prevalence and the lack of serious
consequences to condone cheating. Namun Murdock dan Anderman (2006) menegaskan
bahwa tujuan-tujuan untuk berprestasi berhubungan dengan frekuensi menyontek yang
dapat diprediksi, yakni: pengejaran pada tujuan-tujuan keahlian berhubungan dengan
berkurangnya tindakan menyontek, sedangkan pengejaran pada performansi (the pursuit of
performance) dan tujuan-tujuan ekstrinsik berhubungan dengan semakin tingginya tingkat
menyontek.
2.2 Sikap dan Perilaku terhadap Menyontekdan Plagiat
Berdasarkan hasil beberapa penelitian, ternyata sikap terhadap menyontek dan plagiat
tidak konsisten dengan perilaku menyontek dan plagiat. Davis (2004) menemukan bahwa
meskipun perilaku menyontek diakui sebagai melanggar etika oleh 92% mahasiswa, 45%
dari mereka mengganggap bahwa menyontek merupakan perilaku yang bisa diterima secara
sosial. Demikian pula halnya dengan laporan McCabe, dkk. (2002) yang mengatakan bahwa
para mahasiswa mengakui ketidak jujuran akademik merupakan masalah serius tapi tetap
saja mereka menganggap menyontek itu adalah perilaku yang umum dan biasa di universitas
meskipun sudah ada larangan menyontek dan plagiat secara institusional. Mengacu pada
fakta itu, jelaslah bahwa sikap bisa tidak sejalan dengan perilaku. Hal ini juga didukung oleh
hasil review Wicker (1969) yang menyimpulkan bahwa sikap yang ditampakkan sulit
digunakan untuk memprediksi perilaku yang berbagai macam; student attitudes toward
cheating bore little relation to the likelihood of their actually cheating.

~ 96 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Di sisi lain, dalam penelitian yang dilakukan oleh Fishbein (1977) dan Ajzen (1982)
dalam

Bab

4,

Behavior

and

Attitudes

(http://highered.mcgraw-hill.

com/sites/dl/free/0070952027/ 363504/ Ch04_Myers3Ce.pdf) disebutkan bahwa saat


perilaku yang diukur bersifat umum, misalnya sikap terhadap orang-orang Asia, dan
perilakunya sangat spesifik, misalnya keputusan apakah akan menolong pasangan orang
Asia, maka tidak akan terjadi hubungan yang dekat antara kata-kata dan tindakan. Sikap bisa
memprediksi perilaku jika sikap yang diukur langsung terkait hal yang spesifik dan relevan
dengan perilaku yang diamati. Oleh sebab itu, menurut Ajzen (ibid), sikap, norma-norma
sosial dan pengendalian diri yang dihayati, bersama-sama menentukan maksud seseorang
yang mengarah kepada perilaku. Dengan demikian, maka hubungan antara sikap dan
perilaku bisa terentang dari tidak ada hubungan sampai dengan ada hubungan yang kuat,
tergantung dari kondisinya apakah pengaruh-pengaruh lain dikurangi/ditekan, sikap
menggambarkan hal yang spesifik yang mengarah pada tindakan, dan apakah sikap memiliki
daya, dalam pengertian apakah sikap terhadap suatu hal itu karena ada sesuatu yang
mengingatkan

kepada

hal

tersebut

ataukah

karena

pernah

mengalaminya.

(http://highered.mcgraw-hill.com/sites/ dl/free/0070952027/363504/Ch04 _Myers3Ce.pdf)

2.3 Disonansi Kognitif, Konsep Diri dan Pembenaran Internal dan Eksternal
Mengacu pada pendapat terakhir di atas, jika memang sikap dapat menggambarkan
perilaku, maka disonansi kognitif dapat terjadi karena yang bertentangan dengan perilaku
akan menimbulkan ketidak nyamanan secara psikologis. Berdasarkan teori disonansi
kognitif dari Leon Festinger (1962), dua kognisi (yakni antara sikap dan perbuatan/perilaku)
yang saling bertentangan akan memunculkan disonansi, sebuah perasaan yang tidak nyaman
karena adanya hal-hal yang mengganjal hati atau ketidak nyamanan psikologis.
Disonansi semakin kuat dalam situasi dimana konsep diri merasa terancam. Kebanyakan
individu menganggap dirinya bersusila dan sopan, yang tidak akan menyesatkan atau
menipu orang lain, dan jika ia melakukannya juga, akan muncul rasa bersalah atau tidak
nyaman (disonan). Konsep diri itu sendiri menurut Waugh (2000) adalah atribut ekamatra
(satu dimensi) yang laten yang melibatkan dua aspek yaitu bagaimana saya ingin menjadi
dan bagaimana saya sesungguhnya. Yang pertama lebih mudah diekspresikan
dibandingkan dengan yang kedua. Komponen dasar dari konsep diri meliputi diri yang ideal
(ideal self) yaitu individu yang ingin menjadi apa, misalnya menjadi orang yang baik,

~ 97 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

bermoral, dan dihormati; diri yang sebenarnya (real self), yaitu bagaimana individu melihat
dan menilai apa yang dirasakan oleh dirinya sendiri; dan diri di ruang publik (public self),
yaitu apa yang menurut individu terkait dirinya dari sudut pandang publik
(http://www.psychologicalselfhelp.org/Chapter14.pdf).
Konsep diri terdiri dari perilaku, sikap tentang diri sendiri, citra fisik (body image), harga
diri (self-esteem), dan informasi tentang kemampuan diri; the sum total of the ways in which
we think about ourselves (http://healthadmin.jbpub.com/borkowski/chapter3.pdf) atau
dengan definisi sebagai berikut:

The self-concept can be viewed as the knowledge a person has about him or her self.
This knowledge about the self may cover many different areas; for instance,
knowledge of the competencies one has and does not have, knowledge of ones
attitudes and values, and knowledge of ones likes and dislikes, and of what one
aspires to become. (van Knippenberg dkk. 2004)
Terkait dengan definisi di atas, maka konsep diri yang berhubungan dengan masalah yang
akan diteliti adalah konsep diri yang meliputi persoalan akademik sehingga disebut sebagai
konsep diri akademik. Konsep diri akademik mengacu pada pengetahuan dan persepsi
individu tentang diri mereka sendiri yang berhubungan dengan pencapaian prestasi
akademik (Ferla dkk., 2009).
Mereka yang memiliki konsep diri yang tinggi akan mengalami disonan jika mereka
berperilaku yang bertentangan dengan pendapat yang positif tentang diri mereka, dan
mereka akan mencoba dengan keras untuk mengurangi disonansi itu.

In a classic experiment, researchers predicted that individuals who had been given
a boost to their self-esteem would be less likely to cheat, if given the opportunity to
do so, than individuals who had a lower opinion of themselves (Aronson & Mettee,
1968). After all, if you think yourself as a decent person, cheating would be dissonant
with that self-concept.
(http://general.utpb.edu/fac/hughes_j/Aronson_7e_SG_ch06_cogDis.pdf)
Namun masih menjadi pertanyaan apakah benar individu yang memiliki konsep diri yang
positif tentang dirinya sendiri pasti akan mengalami disonan bila perilakunya bertentangan
atau

tidak

selaras

dengan

sikapnya

Aronson

(http://general.utpb.edu/fac/hughes_j/Aronson_7e_S_ch06_cogDis.pdf)sendiri memastikan

~ 98 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

bahwa ada faktor lain yang memengaruhi apakah seseorang mengalami disonan atau tidak.
Faktor itu adalah pembenaran (justification) yang sifatnya eksternal maupun internal dari
individu atas perilakunya yang tidak konsisten dengan sikapnya. Upayanya sekaligus juga
merupakan bentuk pengurangan disonansi atas ketidak nyamanan psikologis yang timbul.
Selanjutnya dikatakan bahwa:
These actions may or may not cause dissonance depending on whether we have
external justification for the behavior. External justification is a reason or an
explanation for dissonant personal behavior that resides outside the individual.
When you cant find external justification for your behavior, you will attempt to find
internal justification -you will try to reduce dissonance by changing something about
yourself (e.g., your attitude or behavior).
Perilaku mengurangi disonansi bisa bermanfaat untuk mengembalikan perasaan stabil
dan mempertahankan harga diri (self esteem) dan tindakan tersebut merupakan proses yang
tidak disadari. Di sisi lain, upaya mengurangi disonansi akan menghalangi individu untuk
belajar dari kesalahan sehingga kesalahan itu tersimpan dan mungkin berlanjut menjadi
kesalahan yang berikutnya.

3. METODE PENELITIAN
Subjek yang digunakan sebagai responden dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa
yang berkuliah di Universitas Darma Persada, yang sekaligus merupakan lokasi penelitian.
Responden berasal dari semua fakultas yang sampelnya diambil secara random. Responden
meliputi semua angkatan dari berbagai jurusan dalam masa belajar satu semester berlalu.
Data terkait penelitian adalah data kuantitatif, di antaranya berupa data tentang sikap yang
mengacu pada Attitude toward Cheating Scale (ATC) (Hardigan, 2004). ATC merupakan
instrument self-report yang terdiri dari 34 pertanyaan yang mengukur konstruk sebagai
berikut:
1) Contoh-contoh

yang

mungkin

atau

mungkin

tidak

dianggap

sebagai

menyontek/plagiat (misalnya, jika seorang mahasiswa ditawari fotokopi atau salinan


soal ujian, tawaran itu seharusnya ditolak);
2) Sikap terhadap moralitas menyontek/plagiat (misalnya, menyontek dalam ujian
secara moral adalah salah);
3) Sikap terhadap perilaku dosen (misalnya, jika dosen meninggalkan ruangan saat
ujian, itu pertanda boleh menyontek);

~ 99 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

4) Sikap terhadap pelaku menyontek/plagiat (misalnya, kebanyakan mahasiswa yang


menyontek adalah orang-orang yang tidak beretika);
5) Kemungkinan-kemungkinan yang dilakukan terkait dengan menyontek/plagiat
(misalnya, mahasiswa seharusnya melaporkan nama-nama mahasiswa yang
menyontek/ melakukan plagiat.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu menggunakan skala Likert. Instrumen ATC telah
diuji reliabilitas dan validitasnya pada penelitian sebelumnya oleh Gardner dan Melvin tahun
1998 (Hardigan, 2004). Sedangkan data perilaku diacu dari Newstead dkk. (1996), terdiri
dari 18 butir self report cheating.

Disonansi kognitif diukur dengan menggunakan empat skala untuk menentukan tingkat
(magnitude) disonansi yang terinspirasi dan diadaptasi dari Thomas (2010) dalam bentuk
pertanyaan pilihan. Disonansi minimal diberi kode 1, disonansi sedang diberi kode 2,
disonansi kuat diberi kode 3, dan disonansi paling kuat dengan kode 4.
Pengurangan disonansi yang berupa external & internal justification dilakukan dengan
cara memberikan pertanyaan terbuka kepada mahasiswa. Jawaban mereka nanti dimasukkan
dalam kategori pembenaran internal dan pembenaran eksternal, kemudian dihitung
frekuensinya masing-masing.
Konsep diri diadaptasi dari Academic Self-Concept dari Bong dan Skaalvik (2003) yang
terdiri dari unsur frame of reference (kerangka acuan), causal attributions (atribut
penyebab), reflected appraisals from significant others (menilai diri dari merefleksi sudut
pandang orang lain), mastery experiences (pengalaman yang membentuk diri), dan
psychological centrality (penilaian kualitas diri yang dianggap penting). Metode
pengukurannya berupa self-report. Butir-butir pernyataan yang digunakan untuk menilai
konsep diri akademik misalnya Tugas kuliah mudah bagi saya, Saya bisa mengerjakan
tugas kuliah, Dibandingkan dengan yang lain, saya bagus di hampir semua mata kuliah,
dan seterusnya. Respon setuju untuk pernyataan-pernyataan tersebut meng-gunakan skala
Likert yang terentang 1 5.
Untuk menguji hipotesis Sikap terhadap kecurangan akademik berkorelasi negatif
dengan perilaku menyontek dan plagiat, peneliti menjadikan konstruk sikap sebagai peubah
bebas dan konstruk perilaku sebagai peubah terikat, dengan menggunakan SPSS korelasi

~ 100 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Product Moment dilanjutkan dengan regresi tunggal. Sebelumnya dilakukan terlebih dahulu
uji deskriptif untuk masing-masing peubah.
Untuk menguji hipotesis perilaku menyontek dan plagiat tidak menimbulkan disonansi
kognitif, peneliti melakukan pembanding deskriptif antara perilaku dengan tingkat
disonansinya.
Untuk menguji hipotesis Disonansi kognitif lemah meskipun konsep diri positif tinggi,
peneliti mendeskripsikan konstruk konsep diri dan disonansi dalam persentasi dan grafik.
Selanjutnya yang terakhir, untuk menguji hipotesis pembenaran eksternal lebih
berpengaruh dibandingkan dengan pembenaran internal terhadap upaya pengurangan
disonansi kognitif, penghitungan dilakukan dengan menggunakan uji deskriptif.

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Jumlah mahasiswa Universitas Darma Persada (Unsada) tahun akademik 2013/2014

adalah 2168 orang dan sampel yang bisa dijadikan data penelitian berjumlah 315 responden,
diambil berdasarkan metode Slovin (Sevilla dkk. 1960) dengan batas kesalahan (error
tolerance) 5%. Sampel diambil dari semua fakultas yang ada di Unsada, yaitu Fakultas
Sastra (Sastra Inggris, Sastra Jepang, Sastra Cina, Jurusan Bahasa Inggris, dan Jurusan
Bahasa Jepang), Fakultas Ekonomi (Jurusan Marketing dan Jurusan Akuntansi), Fakultas
Teknik (Jurusan Teknik Mesin, Jurusan Teknik Industri, Jurusan Teknik Elektro, Jurusan
Teknik Informatika, dan Jurusan Teknik Sistem Informasi), dan Fakultas Perkapalan
(Jurusan Teknik Perkapalan dan Jurusan Teknik Sistem Perkapalan).
Dari hasil kuesioner tentang sikap mahasiswa terhadap kecurangan akademik, diketahui
bahwa dalam tataran nilai moral (idealisme) 73,9 % dari 315 mahasiswa mengakui bahwa
menyontek/plagiat secara moral adalah salah. Lebih dari separuh, 51,4% diantara mereka
juga setuju jika seorang mahasiswa ditawari fotokopi atau salinan soal ujian, tawaran itu
seharusnya ditolak. Demikian pula sebanyak 69,8% dari mereka menyetujui bahwa adalah
sebuah kebohongan jika mahasiswa yang menyontek tidak mengakui perbuatannya. Namun
mereka menolak menganggap mahasiswa yang menyontek itu tak beretika (53,7%), padahal
berdasarkan etika akademik, mahasiswa pastilah dilarang menyontek. Hanya 22,2% yang
setuju bahwa mahasiswa yang menyontek itu berarti mereka tak beretika. Mereka juga tidak
mau ditegur langsung saat menyontek ketika ujian (77,1%). Dan Jika selama ujian dua

~ 101 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

mahasiswa tampak saling melihat lembar jawaban dan bercakap satu sama lain, 59,3%
mahasiswa menginginkan dosen seharusnya tidak mengasumsikan mereka berdua sedang
menyontek. Bila digabungkan dari mereka yang menjawab mulai dari yang tidak tahu hingga
yang sangat tidak setuju maka 61,3% menginginkan mahasiswa tidak dikeluarkan dari
universitas bila menyerahkan makalah atau skripsi yang dibeli. Mereka (63,2%) juga
menganggap semua ujian seharusnya open book, karena dalam kehidupan nyata kita selalu
melihat dan membuka buku.
Intinya adalah, sebagai sebuah nilai, mahasiswa setuju bahwa menyontek/plagiat sama
sekali tidak dibenarkan. Namun mereka bersikap lunak (permisif) ketika terkait dengan
tindakan yang mengarah pada ketidak jujuran akademik. Artinya, kejujuran akademik
dianggap sebuah nilai yang siapapun pasti setuju untuk mendukungnya, sama seperti
ungkapan orang tidak boleh mencuri. Akan tetapi ketika sudah sampai pada tataran
prakteknya di lapangan, orang akan mempertimbangkan kondisi-kondisi yang memaksa
mengapa orang harus mencuri sehingga memunculkan sikap-sikap yang memaklumi.
Bahwa menyontek itu dilarang pastilah semua setuju tetapi kalau mahasiswa ketahuan
menyontek, yang bersangkutan jangan langsung ditegur karena akan mempermalukannya di
depan kawan-kawannya.
Pada kuesioner self-report tentang perilaku kecurangan akademik, menyontek yang
sering dilakukan para mahasiswa adalah menyontek dari mahasiswa lain saat ujian/tes
dengan sepengetahuan mahasiswa yang bersangkutan sebanyak 64,1% dan membantu
orang lain menyontek dalam ujian/tes sebanyak 50.2%. Kurang dari separuhnya atau 49,8%
melakukan kerjasama dengan mahasiswa lain untuk mendiskusikan jawaban soal selama
ujian atau tes. Persentasi ketiganya di atas akan semakin besar jika pilihan jawaban tindakan
menyontek/plagiat digabungkan antara sekali dan lebih dari sekali menjadi pernah
sehingga menjadi 91,4%, 85,4%, dan 82,8% untuk tiga kecenderungan menyontek seperti di
atas.
Sedangkan tindakan plagiat yang diekspresikan dalam pernyataan menjiplak materi
hampir kata demi kata dari sumber lain dan menganggapnya sebagai karya sendiri,
dilakukan oleh 45,08% dari seluruh responden atau 142 responden. Pernyataan menyalin
materi untuk tugas kuliah dari buku atau sumber publikasi lain tanpa menyebutkan
sumbernya diakui dilakukan oleh 41,2% (130) responden; dan menguraikan materi dari
sumber lain tanpa menyebutkan penulis/pengarang aslinya dilakukan oleh 43,2% (136)

~ 102 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

responden. Jika dirata-rata, hampir setengah dari seluruh responden pernah melakukan
plagiat. Kenyataan ini menunjukkan bahwa plagiarisme masih banyak dilakukan para
mahasiswa seandainya mereka lebih jujur mengakui. Tidak dimungkiri bahwa ada
kemungkinan para responden tidak mengisi kuesioner self-report terkait prilaku menyontek
dan plagiat ini dengan sesungguhnya atau yang sebenarnya karena pertimbangan rasa malu
atau khawatir.
Di sisi lain, konsep diri akademik (academic self concept) mahasiswa, dengan mengacu
pada perhitungan Prof.Dr. Sugiyono (2009), diperoleh nilai rata-rata tingkat konsep
mahasiswa Unsada sebesar 0, 6589 atau 65,9 %. Persentasi ini ditafsirkan bahwa nilai ratarata tingkat konsep diri mahasiswa Unsada berada pada rentang lebih dari cukup namun
kurang dari tinggi.

Dalam hal disonansi kognitif, yaitu semacam perasaan bersalah dan membutuhkan
pemenuhan untuk menghilangkan perasaan tersebut, mahasiswa diberikan pilihan kondisi
seperti yang dinyatakan di bawah ini:
a. Perasaan saya biasa saja setelah melakukan menyontek/plagiat.
b. Perasaan saya agak tidak enak setelah melakukan tindakan menyontek/ plagiat.
c. Saya merasa malu setelah melakukan tindakan menyontek/plagiat.
d. Saya merasa bersalah setelah melakukan tindakan menyontek/plagiat.
e. Saya merasa malu, marah dan kecewa terhadap diri saya sendiri setelah melakukan
tindakan menyontek/plagiat.
Setiap mahasiswa hanya boleh memilih satu dari 5 pilihan yang diberikan, dan hasilnya
dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Magnitude disonansi kognitif


Val tdk ada disonansi
id
disonansi minimal
disonansi sedang
disonansi kuat
disonansi sangat kuat
Total

~ 103 ~

Frekuensi

Persentasi

139

44.1

82
19
35
40
315

26.0
6.0
11.1
12.7
100.0

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Hampir separuh (44,1%) dari 315 mahasiswa merasa tidak bersalah setelah melakukan
tindakan menyontek/plagiat. Bahkan mayoritas gabungan antara a dan b (70,1%)
menunjukkan bahwa menyontek/plagiat itu sesuatu yang biasa dan nyaris tidak berdampak
pada perasaan bersalah (disonan). Sedangkan yang mengalami disonansi yang kuat sampai
dengan sangat kuat berjumlah 23, 8% saja dari seluruh responden. Jumlah ini
menggambarkan sedikit mahasiswa yang masih memiliki potensi kejujuran.
Mahasiswa biasanya memiliki alasan mengapa mereka menyontek/plagiat. Ini juga
merupakan upaya untuk mengurangi disonansi kognitif. Kepada mereka diberikan
pertanyaan terbuka agar mereka bebas menyatakan alasan mengapa mereka menyontek dan
apa pendapat mereka tentang alasan mahasiswa lain yang melakukan hal yang sama. Pada
dasarnya semua alasan dapat dikategorikan sebagai pembenaran yang bersifat internal yang
mengacu kepada kondisi diri sendiri, dan yang bersifat eksternal yang melihat kondisi di luar
diri sebagai sebab. Mayoritas mahasiswa (81,9% dan 85,7%) lebih melihat pada sisi diri
sendiri untuk melakukan pembenaran. Pada umumnya jawaban mereka atas pertanyaan
Menurut anda, apa alasannya seseorang sampai melakukan tindakan menyontek/ plagiat?
dan Apa alasan anda, jika anda menyontek/plagiat? hampir serupa, yaitu tidak siap ujian,
malas belajar, lupa pada materi yang dipelajari, dan tidak tahu jawaban ujian.
Jumlah mahasiswa yang mengalami disonan (dari rentang sedang sampai dengan kuat)
dikaitkan dengan upaya mereka mengurangi atau menghilangkan disonan melalui upaya
pembenaran bagi diri mereka sendiri diketahui hanya sejumlah 94 (29,84%). Upaya
mahasiswa dalam mengurangi atau menghilangkan disonansi lebih banyak berpusat pada
diri mereka sendiri dengan melakukan pembenaran internal (internal justification), misalnya
karena tidak belajar, malas, ingin mendapatkan nilai yang baik, yakni sebanyak 73 atau
77,65%. Hanya 21 responden yang menyatakan penyebab mereka menyontek karena faktor
eksternal, seperti soal ujian terlalu sulit, soal yang diujikan berbeda dengan yang diajarkan,
dan sejenisnya.
Hubungan disonansi kognitif dengan pembenaran bagi pelaku menyontek dapat dilihat
dalam bar chart di bawah ini:

~ 104 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 2. Grafik Disonansi Kognitif dengan pembenaran/justifikasi diri

Sedangkan pembenaran mahasiswa terhadap mahasiswa lain yang mengalami disonan


karena menyontek, 88,3% dari mereka memberikan pembenaran yang bersifat internal
dibandingkan dengan pembenaran eksternal.Dalam bentuk bar chart pada gambar di bawah,
jelas terlihat bahwa mahasiswa juga cenderung melakukan pembenaran yang dominan
mengacu pada diri mereka. Mereka tidak menyalahkan faktor luar sebagai motif mereka
untuk menyontek/ plagiat melainkan justru merekalah yang sangat berkepentingan dengan
menyontek disebabkan faktor-faktor internal mereka. Tidak ada yang mengatakan bahwa
mereka menyontek karena teman-teman mereka juga menyontek atau dosen tidak
mengawasi ujian dengan ketat, dan sebagainya.

Gambar 3. Grafik Disonansi Kognitif dan Pembenaran/justifikasi untuk Orang Lain

~ 105 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Hubungan antar variabel sikap terhadap menyontek dan plagiat dan perilakunya adalah
sebesar 0,228. Ini berarti bahwa hubungan kedua variabel ini positif meski rendah karena
berada pada interval 0,20 0,399. Kenyataan itu menunjukkan bahwa sikap mahasiswa yang
tidak mendukung terhadap tindakan menyontek dan plagiat sedikit sekali bahkan dapat
dikatakan tidak sejalan dengan tindakan mereka terhadap perbuatan menyontek dan plagiat.
Maka hipotesis yang menyatakan sikap terhadap kecurangan akademik berkorelasi negatif
dengan perilaku menyontek dan plagiat, ditolak. Sikap masih berhubungan dengan perilaku
namun korelasinya rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari besaran pengaruh sikap itu sendiri
terhadap perilaku mahasiswa yang melakukan tindakan menyontek dan plagiat. Dengan
koefisien determinasi (R square) yang menunjukkan bahwa pengaruh sikap terhadap
perilaku hanya sebesar 5,2%, sangat jelas menggambarkan inkonsistensi sikap dan perilaku
mereka. Terdapat 94,8% variabel lain yang tidak diteliti yang turut memengaruhi perilaku
kecurangan akademik tersebut. Sementara itu hasil uji anova menunjukkan bahwa model
regresi yang dibangun untuk mengukur pengaruh sikap terhadap perilaku dinyatakan
signifikan karena nilai signifikansinya 0,00 jauh di bawah nilai p-value 0,05.
Perilaku menyontek/plagiat juga sedikit sekali bahkan hampir tidak menimbulkan
disonansi kognitif. Kurang dari sepertiga (29,9%) jumlah responden mengalami disonan bila
melakukan tindakan ketidak jujuran akademik. Sebagian besarnya menganggap perbuatan
tersebut sesuatu yang biasa saja.
Meskipun diketahui bahwa konsep diri rata-rata responden berada pada level lebih dari
cukup atau 65,9% jika diketahui tolok ukur konsep diri 20% adalah sangat rendah, 40%
rendah, 60% cukup, 80% tinggi, dan 100% sangat tinggi, ternyata tidak berpengaruh
terhadap disonansi. Disonansi kognitif hampir tidak terjadi dengan frekuensi 221 dari 315
responden atau setara 70,1%. Ini berarti bahwa meskipun konsep diri para mahasiswa cukup
tinggi, perasaan bersalah mereka jika melakukan tindakan menyontek/plagiat sangat rendah
(26%) dan bahkan tidak merasa bersalah sama sekali (44,1%).
Perasaan bersalah menimbulkan ketidak nyamanan di hati (disonan). Itu disebabkan oleh
tindakan atau perilaku yang tidak sesuai dengan keyakinan (Harmon-Jones & Mills,
www.social emotiveneuroscience.org/download/hj_mills1999cogdis_intro.pdf) sehingga
untuk melenyapkan perasaan tidak nyaman tersebut dan terjadi kesetimbangan psikologis,
orang yang mengalami disonan akan mengubah opini atau perilakunya. Pada sisi
pengubahan opini, orang akan memunculkan pembenaran (justification) baik yang bersifat

~ 106 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

internal maupun eksternal dirinya. Dari sejumlah 315 responden yang diteliti, hanya
29,84%nya (94 responden) yang mengalami disonan dan lebih dari tiga perempat persennya
mengemukakan opini yang bersifat internal (77,65% to self dan 88,3% to others). Jika dilihat
dari keseluruhan responden yang sebagian besarnya nyaris tidak mengalami disonan
(70,16%), pembenaran yang dikemukakan secara mayoritas adalah pembenaran internal
(81,9% to self dan 85,7% to others). Dengan demikian maka asumsi sebelum penelitian
dilaksanakan bahwa pembenaran eksternal lebih berpengaruh dibandingkan dengan
pembenaran internal terhadap berkurangnya disonansi kognitif, tidak terbukti.

5. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa gambaran deskriptif kelima jenis
data berdasarkan frekuensi dan persentasi. Kesimpulan yang bisa diberikan berdasarkan data
di atas adalah bahwa 73,9 % dari 315 mahasiswa mengakui menyontek/plagiat secara moral
adalah salah, namun di sisi lain, mereka juga tidak mau ditegur langsung saat menyontek
ketika ujian (77,1%) dan 63,2% dari mereka juga menganggap semua ujian seharusnya
open book, karena dalam kehidupan nyata kita selalu melihat dan membuka buku. Jadi,
sebagai sebuah nilai, mahasiswa setuju bahwa menyontek/plagiat sama sekali tidak
dibenarkan. Namun mereka bersikap lunak (permisif) ketika terkait dengan tindakan yang
mengarah pada ketidak jujuran akademik. Artinya, kejujuran akademik dianggap sebuah
nilai yang siapapun pasti setuju untuk mendukungnya, sama seperti ungkapan orang tidak
boleh mencuri. Akan tetapi ketika sudah sampai pada tataran prakteknya di lapangan, orang
akan mempertimbangkan kondisi-kondisi yang memaksa mengapa orang harus mencuri
sehingga memunculkan sikap-sikap yang memaklumi.
Pada perilaku menyontek/plagiat, jika pilihan jawaban tindakan menyontek/plagiat
digabungkan antara sekali dan lebih dari sekali menjadi pernah maka 91,4% dari
seluruh mahasiswa menyontek dari mahasiswa lain saat ujian/tes dengan sepengetahuan
mahasiswa yang bersangkutan. 85,4% dari mereka membantu orang lain menyontek dalam
ujian/tes dan 82,8% melakukan kerjasama dengan mahasiswa lain untuk mendiskusikan
jawaban soal selama ujian atau tes. Ketiga cara menyontek di atas adalah yang paling umum
dilakukan para mahasiswa.
Perilaku menyontek di atas nyaris tidak menimbulkan rasa bersalah bagi mahasiswa
karena menurut data yang diperoleh, mayoritas mahasiswa (70,1%) menunjukkan disonansi

~ 107 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

kognitif yang sangat rendah bahkan hampir tidak berdampak ke arah disonansi. Di sisi lain,
mayoritas mahasiswa (81,9%

dan 85,7%) lebih melihat pada sisi diri sendiri untuk

melakukan pembenaran atas tindakan mereka dalam menyontek. Mahasiswa yang


mengalami disonan berjumlah 94 dari 315 atau setara 29,84% dan sebagian besar dari
mereka menggunakan pembenaran internal (internal justification) sebesar 77,65% bagi diri
mereka sendiri dan 88,3% untuk mahasiswa lain.
Sikap terhadap kecurangan akademik berkorelasi positif dengan perilaku menyontek dan
plagiat meskipun hubungan tersebut rendah (0,20 0,399). Pengaruh sikap terhadap perilaku
juga rendah (5,2%). Banyak faktor di luar penelitian ini (94,8%) yang berpengaruh terhadap
perilaku, bukan hanya sikap. Sikap yang positif yang menentang kecurangan akademik tidak
serta merta terejawantahkan dalam perilaku yang tidak melakukan kecurangan tersebut.
Maka tidak mengherankan perilaku menyontek dan plagiat tidak berdampak pada rasa
bersalah. Perilaku tersebut tidak menimbulkan disonansi kognitif pada sebagian besar
mahasiswa (70,1%). Meskipun, di sisi lain, konsep diri para mahasiswa berada dalam tingkat
lebih dari cukup (65,9% dalam skala 100% yang bermakna sangat tinggi), tetap saja tidak
menimbulkan disonansi kognitif secara signifikan. Dengan demikian jika disimpulkan
secara keseluruhan dari hasil penelitian ini, maka etika akademik masih jauh asap dari
panggangnya. Etika akademik barulah sebatas slogan yang dalam tataran implementasi, sulit
diterapkan karena belum adanya sanksi yang jelas, terukur dan konsisten.
6.

REFERENSI

Aronson, E., A theory of cognitive dissonance: a current perspective www.general.utpb.edu/


fac/hug/Aronson_7e_SG_ch06_CogDis(1).pdf)
Baird, J.S. Jr. (1980). Current trends in college cheating, Psychology in the School, 17, s.
515-522
Blachnio, Agata & Weremko, M. (2011). Academic cheating is contagious: the influence of
the presence of others on honesty. A study report, International Journal of Applied
Psychology, 1 (1): 14-19 DOI 10.5923/j.ijap.2011.0101.02
Bong, Mimi & Skaalvik, Einar M. (2003). Academic self-concept and self-efficacy: how
different are they really, Educational Psychology Review, Vol. 15, No. 1, March
Broeckelman, Melissa A. & Pollock, Jr. T.P., (2006). An Honest Look at Academic
Dishonesty at Ohio University, School of Communication Studies, Ohio University

~ 108 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Davis, S.F. Grover, C.A., Becker, A.H. & McGregor, L.N. (1992). Academic dishonesty:
prevalence, determinants, techniques, and punishment, Teaching of Psychology, 19,
1,S. 16 20
Eisenberg, J. (2004). To cheat or not to cheat: effects of moral perspective and situational
variables on students attitudes, Journal of Moral Education, Vol. 33, No. 2
Ferla, J., Valcke, M. & Cai, Y. (2009). Academic self-efficacy and academic self-concept:
reconsidering structural relationship, Journal Learning and Individual Differencies,
www.elsevier.com/locate/lindif
Festinger, Leon, (1962). Cognitive dissonance, Scientific American, October, Vol. 207, No.
4
Friyami, (2011). Faktor-faktor Penentu Perilaku Menyontek di Kalangan Mahasiswa,
Fakultas

Ekonomi

UNP

Vol.

7,

No.

2:

Tingkap,

www.journal.

unp.ac.id/index.php/tingkap/ article/download/23/21
Hardigan, Patrick C. (2004). First- and third-year pharmacy students attitudes toward
cheating behaviors, American Journal of Pharmaceutical Education, 68 (5) Article
110
Harmon-Jones, E. & Mills, J. (1999). An introduction to cognitive dissonance theory and
an overview of current perspectives on the theory. Cognitive Dissonance:
Perspectives on a Pivotal Theory in Social Psychology. American Psychological
Association, Washington, D.C.
Jordan, Augustus E. (2001). College student cheating: the role of motivation, perceived
norms, attitudes, and knowledge of institutional policy, Ethics & Behavior, 11 (3),
233 247
Ledesma, Rodolfo G. (2011). Academic dishonesty among undergraduate students in a
Korean university, Research in World Economy, Vol. 2, No. 2, October
McCabe, Donald L., Trevino, L.K., Butterfield, K.D. (2001). Cheating in academic
institution: a decade of research, Ethics & Behavior, 11 (3), 219 232, Copyright
2001, Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
McCabe, Donald L., (2005) www.ojs.unisa.edu.au/index.php/IJEI/article/download/14/9
Metin, Irem & Camgoz, S.M. (2011). The advances in the history of cognitive dissonance
theory, International Journal of Humanities and Social Science, Vol.1, No. 6, 131
136

~ 109 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Miranda, S.M.& Freire, C. (2011). Academic dishonesty- understanding how students think
and act, Challenges in Higher Education. ISATT 2011 Conference 04-08 July 2011
Murdock, Tamera B. & Anderman, Eric M. (2006). Motivational perspectives on student
cheating: toward an integrated model of academic dishonesty, Educational
Psychology, 41 (3), 129 145, Copyright2006, Lawrence Erlbaum Associates,
Inc.
Newstead, S.E., Franklyn-Stokes, A., & Armstead, P. (1996). Individual Differences in
student cheating. Journal of Educational Psychology, 88, 229-241
Park, C. (2003). In other (peoples words: plagiarism by university students-literature and
lesson, Assessment and Evaluation in Higher Education, 28 (5), 471 488
Passow, H.J., Mayhew, M.J., Finelli, C.J., Harding, T.S., Carpenter, D.D. (2006). Factors
influencing engineering students decisions to cheat by type of assessment,
Research in Higher Education, DOI: 10.1007/s11162-006-9010-y, 2006 Springer
Science+Business Media, Inc.
Sevilla, Consuelo G, et.al (2007). Research Methods. Rex Printing Company, Quezon City.
Sugiyono, Prof. Dr. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Penerbit
Alfabeta, Bandung.
Sujarwo, dkk. (2012). Identifikasi Bentuk Plagiat pada Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, Artikel Penelitian, 9 Desember 2012
Thomas, Anna L. (2010). Hooking up on Campus: Cognitive Dissonance and Sexual Regret
among College Students, A Thesis
Vandehey, Michael A., Diekhoff, George M., & LaBeff, Emily E. (2007). College cheating:
a twenty-year follow-up and the addition of an honor code, Journal of College
Student Development, Vol. 48, No. 4, July/August
van Knippenberg, Daan, dkk. (2004) Leadership, self, and identity: a review and research
agenda, The Leadership Quarterly, 15(2004) 825-856
Waugh, Russel F. (2000). Self-concept: multidimensional or multi-faceted, unidimensional.
Education Research and Perspectives, Vol. 27, No. 2
Wicker, Allan W. (1969). Attitudes versus actions: the relationship of verbal and overt
behavioral responses to attitude objects, Journal of Social Issues, Volume XXV,
No. 4

~ 110 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Witherspoon, M., Maldonado, N., & Lacey, C.H. (2012). Undergraduate and academic
dishonesty, International Journal of Business and Social Science, Vol. 3, No. 1;
January
http://general.utpb.edu/fac/hughes_j/Aronson_7e_SG_ch06_cogDis.pdf , The need to
justify our actions, Chapter 06.
http://healthadmin.jbpub.com/borkowski/chapter3.pdf
http://www.psychologicalselfhelp.org/Chapter14.pdf

~ 111 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ 112 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

PEMBELAJARAN SEMANGAT MULTIKULTURALISME DALAM KUMPULAN


CERITA PENDEK INDIAN SHERMAN ALEXIE
Agustinus Hariyana, Karina Adinda, Eka Yuniar Ernawati
Sastra Inggris - Fakultas Sastra
agustinus_hariyana@yahoo.com
ABSTRACT
As a country consisted of so many diverse culture, religion and ethnicity, it is uneasy for
Indonesian society to live together harmonically. Though it can enrich the national culture,
but in daily life there are some serious conflicts arising caused by the differential culture.
Through qualitative method, this research is aimed to get the richness of short stories written
by an outstanding Indian author, Sherman Alexie in relation with the multicultural spirit
done by the characters with different culture, religion, and ethnicity. After analyzing through
multicultural approach it can be found that this research shows the cultural diversity
especially in relation with the family, religion, and political life in Spokane Indian
reservation. This result can be part of learning multicultural spirit.
Keywords

: Sherman Alexie, multicultural learning, religion, diversity

1. PENDAHULUAN
Horatius, seorang pujangga besar Yunani, dalam bukunya Ars Poetica (dalam Teeuw,
1984:183) menyatakan bahwa tujuan penyair menulis sajak adalah memberi nikmat dan
berguna (dulce et utile) (Santosa: nd). Sesuatu yang memberi nikmat atau kenikmatan berarti
sesuatu itu dapat memberi hiburan, menyenangkan, menenteramkan, dan menyejukkan hati
yang susah. Selanjutnya ia menulis bahwa sesuatu yang berguna adalah sesuatu yang dapat
memberi manfaat, kegunaan, dan kehikmahan.

(Puji Santosa

http:// pusat bahasa.

kemdiknas.go.id / lamanbahasa / artikel/1132, akses 13 Okt 2014) Untuk menegaskan dan


melestarikan kegunaan itu maka wajar kalau karya sastra akan berkaitan erat dengan
pendidikan sastra. Salah satu keeratan antaranya dikemukakan oleh Siswanto (2008: 170)
yang menyatakan bahwa melalui sastra kita bisa mengembangkan peserta didik salah
satunya dalam hal keseimbangan antara spiritual, emosional, etika, logika, estetika,
kinestetika.
Selanjutnya Siswanto memaparkan secara rinci salah satu dari kegunaan sastra yakni
untuk mengembangkan kompetensi emosional. Menurutnya kompetensi ini merupakan
kompetensi untuk bisa memahami diri sendiri dan kemampuan untuk memahami orang lain.
Kemampuan untuk memahami orang lain terlihat dari kemampuan peserta didik untuk

~ 113 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

bekerja bersama dengan orang lain secara multicultural. Selain itu juga berupa kemampuan
seseorang untuk hidup bersama secara multikultural yang antara lain terlihat dari
kemampuan bermasyarakat secara multikultural, kecakapan bekerja, bertingkah laku, dan
bersopan santun secara multikultural, serta kemampuan menyesuaikan diri di tempat yang
berbeda-beda.
Berkaitan dengan paparan kegunaan sastra di atas penelitian ini berusaha mengungkap 9
(sembilan) cerita pendek karya Sherman Alexie. Pemilihan karya ini tidak terlepas dari latar
belakang kehidupan Alexie sebagai anggota salah satu etnis Amerika, yakni Indian Spokane,
yang dalam perjalanan sejarah bangsanya mengalami banyak konflik untuk bisa menjadi
bagian dari bangsa Amerika yang multi budaya dan etnis.
Jurnal Teaching American Literature: A Journal of Theory and Practice Summer 2013
mengupas tentang bagaimana kontroversialnya pengarang Indian Amerika, Sherman Alexie
yang melalui karya sastra menampilkan kebersamaan Indian dan kulit putih, yang
diistilahkan oleh Chacon sebagai multikulturalisme. Konsep yang dianggap baru ini menurut
mereka perlu dikembangkan kalau mengingat berbagai konflik antar sukubangsa dan
budaya yang berkali-kali terjadi. Konsep kemajemukan ataupun pluralisme yang selama ini
dianggap bisa menghindarkan terjadinya konflik terbuka akibat keberagaman sukubangsa
dan budaya ternyata masih menghasilkan seperti apa yang baru-baru ini terjadi, yakni baku
hantam. Di dalam konsep pluralisme itu terbukti dalam kenyataannya masih menampilkan
adanya penjejangan antar sukubangsa dan budaya sehingga hal itu mudah memicu lahirnya
konflik terbuka. Rasa superioritas dan inferioritas yang disertai dengan berbagai stereotip
negatif terhadap satu dengan lain biasa dijadikan picu untuk berseteru. Dari hasil penelitian
itu, diharapkan bisa diterapkannya pendidikan yang mengajarkan tentang multikulturalisme
demi kenyamanan hidup antar warga negara yang beragam dalam wadah nasional negara
kesatuan Indonesia. Karya sastra, diantaranya cerita-cerita pendek Sherman Alexie,
merupakan salah satu sumber pembelajaran semangat multikulturalisme.
Melalui karya sastra berupa cerita pendek Sherman Alexie menawarkan humor, satire
dan strategi narasi yang cerdas (Chacon, 2013:1). Sementara Connete (2010:1) mengungkap
bagaimana jadi diri penduduk asli Amerika ini bukanlah sebagai masyarakat yang tidak
mudah berasimilasi dengan para pendatang baru. Dalam karya sastranya Sherman Alexie
berusaha membalikkan pandangan seperti itu. Dalam keberbedaan agama, budaya, mereka
ditampilkan sang pengarang sebagai masyarakat yang siap menerima keberbedaan itu.

~ 114 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Adapun masalah dalam penelitian ini adalah, berdasarkan analisis beberapa cerita pendek
terpilih karya Sherman Alexie: 1. Bagaimanakah hubungan antar tokoh yang berbeda etnis
yang ditampilkan pengarang dalam karya-karyanya? 2. Apakah hubungan para tokoh yang
berbeda etnis itu merefleksikan semangat saling menghargai dalam keberbedaan etnisitas
maupun budaya? 3. Apakah semangat itu bisa menjadi bahan pembelajaran semangat
multikulturalisme bagi masyarakat Indonesia?
Tujuan

penelitian ini adalah: 1. Menganalisis untuk menemukan pola hubungan

kehidupan bersama baik dalam keluarga maupun masyarakat yang beragam ras maupun
budaya, 2. Menemukan semangat saling menghargai dalam keberagaman, 3. Memanfaatkan
semangat saling menghargai dalam keberagaman yang tertampil dalam karya sastra untuk
pembelajaran semangat multikulturalisme bagi para mahasiswa.
Selanjutnya manfaat yang diharapkan adalah: 1. Bagi jurusan Sastra Inggris Universitas
Darma Persada, untuk memperkaya materi pembelajaran Mata Kuliah Kritik Sastra dan
semangat saling menghargai antar sivitas akademika, 2. Bagi masyarakat umum, untuk
menambah wawasan semangat multikulturalisme yang ditampilkan melalui karya sastra, 3.
Bagi ilmu pengetahuan, untuk memperkaya jenis-jenis pendekatan sosiologis terhadap
karya sastra. Pembelajaran semangat ini melalui karya sastra sangat potensial bagi
tumbuhnya semangat saling menghargai dalam keberagaman para mahasiswa sebagai
generasi agen perubahan. Lembaga pendidikan, semisal kampus yang memiliki calon-calon
intelektual bisa menjadi tempat persemaian para agen perubahan penyadaran itu.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Seperti telah ditulis pada bagian latar belakang di atas, Jurnal Teaching American
Literature: A Journal of Theory and Practice Summer 2013 mengupas tentang bagaimana
kontroversialnya pengarang Indian Amerika, Sherman Alexie yang melalui karya sastra
menampilkan kebersamaan Indian dan kulit putih, yang diistilahkan oleh Chacon sebagai
multikulturalisme. Ideologi ini sangat menarik mengingat perjalanan penuh konflik antara
bangsa yang berbeda ras dan budaya demi terwujudnya sebuah Amerika yang merupakan
bangsa dari berbagai bangsa.
Kemenarikan semangat kebersamaan baru itu pula yang mengundang banyak sosiolog
atau antropolog membahas tentang hal itu, agar bisa menjadi bahan pembelajaran atau
masukan bagi bangsa yang beragam seperti Indonesia juga.

~ 115 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Prof. Parsudi Suparlan menyatakan bahwa multikulturalisme merupakan ideologi yang


mengagungkan

perbedaan

dalam

kesederajatan,

antar

individu

maupun

antar

kebudayaan(Suparlan, 2004:123). Menurutnya ideologi ini penting demi terwujudnya


pluralisme budaya, sehingga tercipta adanya kesamaan hak bagi golongan minoritas baik
secara hukum maupun secara sosial. Dengan demikian penggunaan primordialisme di
tempat umum yang menyebabkan tidak dihargainya perbedaan hak individu dan komuniti
dan yang tidak menekankan kebersamaan demi kesejahteraan bersama, ditolak. Ideologi ini
juga menafikan adanya stereotip, prasangka terhadap individu atau kelompok lain.
Perbedaan-perbedaan yang ada tidak lagi menjadi ancaman bagi yang lain, tetapi menjadi
kekayaan, mosaik yang indah. Senada dengannya Professor Gregory Jay dari Wincounsin
menyatakan bahwa multikulturalisme menjadi suatu gerakan yang menekankan bahwa
masyarakat Amerika tak akan pernah menjadi putih, tetapi dalam kenyataannya adalah
multirasial dan beragam. Gerakan ini bertujuan menjaga perbedaan etnis, ras, ataupun juga
budaya masyarakat tanpa berusaha mencampurnya ke dalam suatu kebudayaan umum(Jay:
2). Di Amerika menurutnya yang terjadi adalah adanya supremasi ras kulit putih.
Selanjutnya ia menulis bahwa ideologi ini yang menentang konsep melting pot yang selama
ini dikenal di Amerika. Chris Barker, mengutip C West, menampilkan multikulturalisme
sebagai salah satu strategi dalam mengatasi stereotip negatif terhadap orang kulit hitam di
Amerika. Strategi ini memerlukan citra positif namun tidak memberikan prasyarat bagi
asimilasi. Ideologi ini bertujuan untuk merayakan perbedaan (Barker, 2004: 379). Ini berarti
bahwa perbedaan bukan untuk dipertentangkan tetapi untuk disyukuri dan dirayakan. Ia
mencontohkan adanya pengajaran multi agama, pertunjukan makanan etnis.
Pendayagunaan karya sastra sebagai media pembelajaran,

yang merupakan proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar,
merupakan salah satu cara pemerolehan semangat saling menghargai dalam keberagaman.

3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan
dengan menghitung frekuensi penggunaan konsep atau kata yang menggambarkan semangat
multikulturalisme. Dalam pelaksanaannya penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yakni:
Pertama, pengumpulan data primer dan sekunder dari berbagai sumber pustaka (data tertulis)
baik di univiversitas Darma Persada maupun di Pusat Kajian Amerika Salemba. Data primer

~ 116 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

diambil dari dua buku kumpulan cerita pendek karya Sherman Alexie, sementara data
sekunder didapat dengan melakukan research terhadap berbagai tulisan tentang suku Indian
dan pengarang Indian yang relevan dengan masalah penelitian. Kedua, menganalisis karya
baik secara intrinsic maupun dengan menggunakan konsep multikulturalisme. Ketiga,
menarik kesimpulan berdasarkan dari hasil langkah ke dua.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Secara sekilas masing-masing cerita pendek yang dipilih adalah sebagai berikut:
Dalam cerita pendek The Search Engine Sherman bercerita tentang tokoh Corliss. Ia
adalah perempuan Indian Spokane yang gemar membaca puisi. Untuk perempuan Indian
Spokane, ia termasuk wanita maju karena berkuliah di sebuah universitas ternama. Nilai
yang didapatkan di sini adalah nilai kesukuan yang sangat kental dengan berbagi dan
mempunyai budaya lisan bercerita yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Kasih sayang juga ditunjukkan dengan memberi dorongan kepada anaknya
untuk sekolah. Terutama ayahnya sungguh berharap anaknya akan menjadi seorang yang
bisa menyelamatkan bangsanya setelah lulus kuliah.2 Tentu saja kenyataan ini berlawanan
dengan kebiasaan lama orang Indian yang tidak mau menyekolahkan anaknya ke sekolah
formal yang didominasi pendidikan ala orang kulit putih (mainstream). Sudah menjadi
rahasia mereka, apabila anak-anak bersekolah ke tempat itu maka mereka berubah dalam
sikap maupun agama yang menyebabkan anak tidak bisa diterima di masyarakatnya.
Dukungan ini tentu saja cerminan adanya semangat mau menerima budaya yang berbeda.
Selanjutnya dalam Lawywers League :tokoh saya adalah mempunyai darah campuran
Afrika Amerika dari ayahnya dan Indian Spokane dari ibunya.Ia terjun ke politik dan
merupakan petugas, penghubung dari Gubernur Gary Locke, yang merupakan gubernur
Amerika keturunan Cina pertama di Amerika. Tugas tokoh saya adalah sebagai penghubung
kepada kelompok orang-orang Indian.Tokoh saya mengalami kebingungan identitas dengan
asal usulnya yang campuran Afrika-Amerika dan Indian.
Can I Get A Witness : Adanya ledakan bom dengan saksi seorang wanita Indian. Wanita
itu terluka dan dibantu oleh seorang pria kulit putih. Dialog antara wanita Indian dan pria

Search Engines, 16

~ 117 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

kulit putih tersebut menunjukkan masih kentalnya pandangan yang salah terhadap orang
Indian.
Do Not Go Gentle : Satu keluarga Indian yang terdiri atas bapak, ibu dan anak lakilakinya yang kecil sedang bersedih karena anak tersebut sakit parah dan koma. Dengan
bantuan kelompok Indian mereka yang melakukan ritual penyembuhan, anak laki-laki
tersebut pada akhirnya pulih kembali. Sang ayah yang putus asa berusaha mencari cara lain
menyembuhkan anaknya. Meskipun anaknya dalam keadaan koma, ia tetap ingin
membelikan mainan. Dari gagasan ini ia mendapatkan inspirasi untuk menggunakan alat
bantu seks guna menyembuhkan anaknya secara non medis. Istrinya sendiri sampai lupa
mengurus penampilannya hingga menjadi bahan pembicaraan orang tua pasien-pasien
lainnya. Hal ini pula yang membuat ia mudah marah, kendati kemarahan itu ia pendam dalam
hati.
Flight Patterns : seorangwanita Indian Spokane, Marie menikah dengan William, yang
juga Indian Spokane. Mereka mempunyai seorang anak permpuan kecil. Keluarga kecil ini
mewakili keluarga Indian kelas menengah, dengan pekerjaan sebagai tenaga pemasaran yang
sukses.
The Life & Times of Estelle Walks Above :Tokoh saya adalah Indian Spokane yang
hanya tinggal dengan ibunya. Bapaknya telah lama tiada.Hubungan tokoh saya dan ibunya
sangat erat.Melaluiibunya pula, tokoh saya belajar tentang kebudayaan Indian.
Do You Know Where I Am : Tokoh saya adalah Indian Spokane dan istrinya Sharon
adalah Indian Apache. Mereka adalah kelompok kecil Indian yang sukses secara ekonomi
dan mempunyai kedudukan sosial yang baik di masyarakat.
What You Pawn I will Redeem : Tokoh saya yang Indian Spokane, berjuang untuk
mendapatkan mantel neneknya yang dijual di pegadaian. Berkat kebaikan hati seorang polisi
kulit putih dan pemilik toko pegadaian yang juga kulit putih, tokoh saya berhasil
mendapatkan mantel neneknya tersebut.
What Ever Happen to Frank Snake Church : Frank Spokane adalah seorang Indian
Spokane yang pada usianya yang ke 41 baru berhasil mewujudkan cita-citanya sebagai
pemain basket. Cita-cita tersebut harus ditebus dengan cedera di kakinya, namun Frank
sangat puas telah berhasil mencapai cita-citanya.
Saint Junior: Sherman Alexie menggambarkan tokoh Roman Gabriel Fury mengimani
bermacam-macam agama. Ia mengikuti semua ritual keagamaan yang ada di Spokane. Ia

~ 118 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

tidak membedakan antara ritual salmon, powwow, ritual basket (karena ia pemain basket
ternama) ataupun ritual agama besar lainnya. Seluruh hidupnya ia gunakan untuk mengejar
Tuhan namun belum pernah sekalipun ia bisa menangkapnya.3 All his life, Roman had been
chasing God and had never once caught sight of him or her. Ini menunjukkan bahwa ia
seorang yang sangat religius, senantiasa mencari Tuhan yang tidak berada di agama ini atau
agama itu. Kerinduannya akan Tuhan lebih didapat ketika ia mampu mencinta apa yang
dihadapi, yakni bermain basket, bukan di ritualitas agama tertentu.
The Sin Eaters: Beberapa keluarga Indian Spokane di mata Sherman Alexie merupakan
keluarga yang penuh kasih sayang kehangatan dan tanggung jawab. Dalam Sin Eaters,
Alexie menampilkan Joseph, Sara, dan Jonah Lot yang merupakan sebuah keluarga
monogami Spokane. Mereka bertangis-tangisan karena anaknya bermimpi buruk tentang
serangan terhadap reservasi yang dilakukan oleh pasukan berpayung Amerika. Usaha kedua
orang tuanya hingga berkeping-keping untuk menyelamatkan Joseph yang hendak diculik
dan dibawa ke kamp konsentrasi gagal. Joseph merasakan kehangatan dan kasih sayang
orang tuanya setelah mimpi buruk itu berakhir. 4 Kehangatan dan kasih sayang ibunya
mampu menyadarkan ketakutannya yang luar biasa. Meskipun hanya dalam mimpi namun
bagi orang Indian hal itu perlu direnungkan.Dalam tugas rahasia penculikan mencari ras
yang murni (full blood) tentara Amerika digambarkan sudah terkontaminasi. Untuk
mengatasi yang sudah tidak murni itu perlu mengambil orang Indian Spokane. Anak-anak
akan dijadikan patriot bangsa Amerika. Joseph yang tinggal di tempat penyingkiran,
reservasi ternyata juga menyimpan sesuatu yang akan dibutuhkan oleh mereka yang
menyingkirkannya. Para tentara yang terdiri dari berbagai etnik itu tidak mencuci otak anakanak berdarah campuran. Hanya Joseph dan seorang perempuan Apache yang terpilih untuk
menghasilkan generasi baru yang diharapkan oleh negaranya, Amerika.
Dear John Wayne: Lain halnya dengan pengalaman tokoh Etta Joseph tokoh utama dalam
cerita pendek Dear John Wayne. Dalam sebuah dialog antar suku (tribal dialogue) Alexie
menggambarkan bahwa mantan kekasih John Wayne ini berumur panjang, memiliki banyak
anak dan cucu, hingga hampir membentuk sebuah suku.

3
4

Saint Junior, 183


Sin eaters, 120

~ 119 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Class: Sherman Alexie tidak menggambarkan mata pencaharian orang-orang Spokane


sebagai pemburu, peladang atau petani. Para tokoh karya-karyanya hidup dari berbagai
macam profesi dengan jalan menjual jasa. Dalam cerita pendek Class selain menampilkan
tokoh Edgar Horse ia menampilkan seorang ibu rumah tangga bekas petarung guna
mendapatkan uang untuk ditabung sebagai bekal pindah ke kota. Ia kini menjadi wanita
yang romantis, berusaha meninggalkan kehidupan kerasnya. I good too much blood in my
life already. I like romance.

Ia mengubah matapencaharian berdarah yang merusak

kecantikannya dengan menjadi penjaga bar. Kendati sudah berubah ia masih tetap
menghadapi temannya, Junior, petarung jalanan yang mudah marah dan tersinggung karena
kemiskinannya. Ia berusaha melerai perkelahian antara Edgar yang tersinggung karena
anaknya yang sudah meninggal dianggap Teletubbies, melawan Junior yang tersinggung
karena merasa dilirik oleh Edgar yang kelihatan lebih kaya. Profesi wanita penjaga bar yang
tidak disebutkan namanya ini menunjukkan kemampuannya sebagai pekerja keras dan
berbahaya (Ia senantiasa menyiapkan senjata api untuk menghadapi hal-hal seperti itu).
Indian Country: Sherman menampilkan Marry sebagai seorang yang pandai. Begitu juga
dengan Roman Gabriel Fury yang nilainya di atas rata-rata, atau juga Corliss dan Sara
Polatkin. Sebagai mahasiswi yang pandai di sebuah college Jurusan yang dianggap adalah
susastra. Karena kecerdasannya itu ia dikagumi oleh laki-laki yang kini menjadi suaminya.
Di matanya Marry yang pandai itu sangat istimewa karena ia berasal dari reservasi yang
distereotipkan banyak anak bodoh. Meskipun kagum ia tak pernah mengakuinya. Hed
had plenty of time to wonder how an Indian from the reservation could be so smart..6 Lain
halnya dengan Sara Polatkin Ketika menjemput Low Smith Tracy bercerita tentang Sara
Polatkin mahasiswi jurusan hukum yang cerdas yang melebihi kepandaian Low Smith
seorang buku.7 Atau juga Roman Gabriel yang menduduki ranking kedua dalam test masuk
second-highest score ever for a Native American8 - tetapi hampir ditolak oleh presiden St
Jerome College karena harus lari menuju ke tempat test karena tidak memiliki uang cukup
untuk naik kendaraan umum. Roman Gabriel Fury dan Corliss direpresentasikan sebagai
orang yang berkemauan besar untuk maju dalam pendidikan. Mereka berusaha keras masuk

Class, 48
Assimilation, 10
7
Indian country, 137
8
Saint junior, 163
6

~ 120 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

perguruan tinggi atas dorongan orang tua maupun dengan cara-cara yang unik. Corliss
dengan mengumpulkan kaleng aluminium agar bisa ikut kursus SAT sehingga bisa diterima
di sekolah lanjutan.9 Marry Linn, Corliss, Roman Gabriel Fury, Sara Polatkin, dan Corliss
adalah orang-orang Indian Spokane yang pandai dan semangat bersekolah. Kepandaian
yang terkadang melebihi kemampuan mereka diakui oleh teman-teman kulit putihnya.
Tabulasi Data Tokoh dan Isu Cerita
Judul Cerpen

Tokoh Non
Isu Isi cerita
Indian
A Buku Kumpulan Cerita Pendek : THE TOUGHEST INDIAN
1 Assimilation
Marry Linn
Jeremiah
2 The Toughest
Wartawan Indian Kelompok
Penghargaan tradisi
Indian
Wartawan
wartawan berbeda etnis
Kulit Putih
3 Class
Edgar Ethan
Berusaha hidup Keberagaman agama
Joseph
di kota
pengacara
4 The Sin Eaters
Joseph, Sara, dan Masyarakat
Keberagaman agama
Jonah Lot
kulit putih
sekaligus Mix blood
Amerika
5 Indian Country
Sara Polatkin
Low Smith
Perkawinan lintas ras dan
konflik , Karyawan
microsoft
6 Saint Junior
Roman Gabriel
Masyarakat
Profesionalitas pemain
kulit putih
basket orang kulit putih
7 Dear John
Etta joseph
Kemurnian suku Indian dan
Wayne
adanya Tetua Indian bodoh
8 One Good Man
Sweetwater dan
Masyarakat
Keberagaman Agama
Wonder Horse Kristen
Beragam Suku Indian
tukang kayu
Amerika
B
TEN LITTLE INDIANS
1 The Search
Corliss
Mahasiswa
Kecerdasan mahasiswi
Engine
kulit putih
Indian di Univ. WSU
2 Lawyes League Orang pandai
Gubernur Gary Ketidaksukaan tokoh indian
penghubung
terhadap dunia politik
antar etnis
3 Can I Get A
Wanita Indian
Pria Penolong
Kesalahan pandangan
Witness?
berkulit putih
terhadap orang Indian oleh
orang kulit putih
4 Do Not Go
Penyembuh
Keluarga
Pernghargaan tradisi
Gentle
tradisional
Indian beranak pengobatan tradisional
kecil
Indian

Tokoh Indian

Search Engine, 7

~ 121 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Flight Patterns

Marie

William

The Life And


Times Of Estelle
Walks Above
What You pawn I
Will Redeem
What Ever
Happened To

Estelle

Ibu Estelle

7
8

Jackson
Seorang Indian
Spokane pewaris
mantel leluhur

Citra keluarga Indian kelas


menengah, sukses.
Kemauan mengerti tentang
kebudayaan Indian.
Kebebasan pilihan hidup

Polisi kulit
putih

Keberberhasilan
mewujudkan cita-cita
sebagai pemain basket

Pembelajaran Semangat Multikulturalisme Cerita Pendek Sherman Alexie

Rangkuman makna multikulturalisme adalah semangat saling menghargai dalam


keberagaman. Dengan perkataan lain inti dalam isme ini adalah penerimaan keberagaman.
Kerelijiusan Roman dalam hal agama berbeda dengan tokoh Joseph Eagle Runner.yang
oleh Alexie digambarkan sebagai seorang Katolik baptis. Ketika bertemu dengan seorang
gadis Katolik berkulit putih bernama Susan ia merasa tidak siap dengan jawaban atas
pertanyaan agama apa yang dianutnya. Pertanyaan ini dianggapnya berat. Bagi MacDermott
sepertinya hal itu sangat penting, maka ia mendesak meminta jawaban pasti. Now, quit
trying to change the subject. Tell me. Are you Catholic or are you not Catholic? 10(Alexie,
37). Karena kesamaan namun berbeda identitas agama itu mereka akhirnya menikah. Lain
halnya dengan tokoh Sidney Polatkin yang beragama Mormon. Presiden Spokan
Reservation ini perlu bertanya kepada Low Smith, teman putrinya, bagaimana pendapat
Yesus tentang perkawinan lesbian. Tell me, then, what do you think their Jesus would say
about lesbian marriage? (Alexie, 141) Polatkin perlu menanyakan itu karena putrinya, Sara
Polatkin, hendak menikah dengan seorang gadis kulit putih, Tracy. Kendati sudah membawa
keyakinannya ke dalam urusan pilihan hidup anaknya Sidney Polatkin gagal mencegah
anaknya pergi bersama Tracy.
Alexie juga menampilkan tokoh beragama Kristen lain, yakni Sweetwater dan Wonder
Horse melalui cerita pendek One Good Man. Dua tukang kayu yang sudah bersahabat selama
309 tahun ini berdebat tentang apakah Jesus sebagai tukang kayu Jesus was a carpenter,
(Alexie, 211) yang bisa berjalan di atas air. Sweetwater berulang kali menyebutnya dalam

10

Class , 137

~ 122 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

bahasa Inggris.Kalau bisa ia juga ingin menyebutkannya dalam bahasa Spanyol, Rusia dan
Jerman. Hal itu ia lakukan karena Wonder Horse sama sekali tidak peduli dengan apa yang
dikatakan temannya. Semua tokoh Indian Spokan di atas bukan tidak beragama. Mereka
beragama dengan kadar yang berbeda-beda, ada yang sangat religius, ada yang sekedar
formalitas dan juga ada yang bersikap kritis seperti dalam One Good Man
Dari sudut keluarga dalam cerita pendek Assimilation Alexia menggambarkan pasangan
Jeremiah berkulit putih, dan Marry Linn dari Indian. Setelah dikaruniai empat anak yang
biracial, timbul kebosanan Marry Linn. Ia ingin merasakan bagaimana bercinta dengan
orang Indian. Begitu juga Jeremiah tetap berhubungan dengan bekas pacarnya yang berkulit
putih. Penyelewengan itu seakan menggugat komitmen mereka ketika hendak menikah
dipertanyakan oleh teman-temannya atas perbedaan ras mereka. Namun demikian ternyata
mereka berdu sama-sama membutuhkan. Jeremiah takut ditinggalkan istrinya karena ia
berkulit putih, sementara Marry Linn takut ditinggalkan suaminya karena dimatanya
Jeremiah adalah orang yang baik. Keduanya sama-sama menerima perbedaan itu. Hanya saja
anak-anak mereka menjadi korban perbedaan ras itu. Anak-anak lelaki mereka, karena mirip
dengan orang Indian, lebih dekat dengan neneknya. Sementara putri tertuanya, karena
berkulit seperti ayahnya, lebih dekat dengan bapaknya.
Sama-sama menerima perbedaan, bahkan merupakan suatu keberuntungan, terjadi juga
pada keluarga Edgar Joseph Runner dalam cerita Class. Edgar dan Susan MacDermott
menikah karena persamaan agama seperti yang sudah dibahas di atas. Hanya saja
perkawinan ini terganggu karena kematian putranya sebelum lahir. Dalam cerita pendek ini
Alexie juga menggambarkan betapa senangnya ibu Edgar ketika putranya menikahi seorang
gadis kulit putih Susan MacDermott. Ibu yang berprofesi sebagai guru bagi anak-anak kulit
putih ini sangat berharap akan memiliki keturunan yang sudah tidak Indian lagi.
Sama-sama menerima perbedaan juga terjadi pada keluarga besar tokoh utama dalam
cerita pendek One Good Man. Tokoh utama, narrator, bercerai dengan istrinya bukan karena
ras, tetapi perbedaan pendapatan. Istrinya menikah dengan seorang konsultan berkulit putih.
Kendati mereka sudah berpisah, namun narrator yang berprofesi sebagai guru bahasa Inggris
ini tetap saling menyayangi. Bahkan ia berterima kasih karena anaknya bakal terjamin masa
depannya. Saudara-saudaranya juga menikah dengan orang yang berbeda sukubangsa.
Hanya saja dalam keluarganya tidak ada saudaranya yang menikah dengan orang kulit putih.
Tetapi anaknya menjadi anak tiri seorang konsultan berkulit putih.

~ 123 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Marry Linn dalam cerita pendek Assimilation.bekerja sebagai karyawan.Bersama dua


puluh dua teman sesama Indian ia bekerja di Microsoft dengan memanfaatkan priviledge
kebijakan affirmative action. Affirmative action telah memungkinkan dirinya sebagai bagian
dari kelompok minoritas mendapat posisi pekerjaan dalam masyarakat yng didominasi oleh
kulit putih. Perbedaan warna dan ras tereliminir oleh kebijakan itu. Sebaliknya suaminya
justru merasa menjadi korban dari kebijakan itu ketika hendak mencari makan di restoran
Tan Tan Asia. Hanya saja Alexie tidak menjelaskan macam pekerjaan yang ditangani oleh
Marry Linn yang didapat karena privilege itu.
Dalam cerita pendek The Toughest Indian in the World tokoh utama seorang wartawan
Indian. Ia menjadi bahan tertawaan teman-teman wartawan kulit putih dikantornya bukan
karena profesinya, tetapi terlebih karena ia mau memberi tumpangan kepada orang orang
Indian yang hendak pergi atau pulang ke reservasi.
Dalam cerita One Good Man berbagai macam profesi ditampilkan oleh Sherman Alexie.
Tokoh utama yang tidak disebut namanya berprofesi sebagai seorang guru bahasa Inggris.
Ayahnya sebelum sakit adalah guru balet di Universitas Negeri Washington. Saudaranya
menekuni berbagai bidang pekerjaan, ada yang sopir, truk, penebang kayu, akuntan,
pengkotbah, dan bahkan pemain gitar. Juga ada dua Indian temannya yang berprofesi
sebagai tukang kayu, mebel.
Persamaan dalam pendidikan terjadi di hampir semua cerita Sherman alexia tidak terjadi
pembedaan terhadap para mahasiswa dari reservasi. Marry Linn dikagumi, Corliss justru
digambarkan lebih pandai, Roman Gabriel Fury bahkan dalam test pendaftaran duduk di
ranking dua. Dalam hal politik Indian digambarkan sama sifatnya dengan orang kulit putih.
Mereka sama-sama korup dan tidak cukup cerdas. Anggota suku yang cerdas tidak akan mau
menjadi anggota tribal council. Begitu juga dengan orang kulit putih. Mereka yang cerdas
seperti Bill Gates tidak mau menjadi bagian dari birokrasi. Anggota council ini biasanya
menjabat sebagai penghormatan belaka, bukan karena kecerdasan mereka agar bisa ikut
melestarikan kebudayaan suku. Hal ini dikatakan oleh Etta Joseph.

5. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah, dari hasil analisis struktural
karya sastra terlihat adanya berbagai macam hubungan baik antar tokoh maupun antar tokoh
dengan masyarakat yang berbeda agama, etnis maupun ras. Sebagian besar interaksi itu

~ 124 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

terjadi melalui hubungan kawin campur antar ras. Kendati sudah terikat dalam perkawinan
bukan berarti persoalan perbedaan asal-usul itu tak bermasalah. Keturunan yang hadir
menjadi biracial yang bisa memicu adanya konflik. Selain konflik model ini juga dalam hal
hidup beragama ikut memberi warna interaksi. Begitu juga dengan kehidupan
bermasyarakat. Kendati dalam keberbedaan dan berlatar belakang konflik sebelumnya,
namun tetap saling membantu dalam beberapa kasus hidup bermasyarakat. Pola hubungan
itu menunjukkan adanya interaksi dari yang bersifat pertentangan (konflik) hingga interaksi
yang menunjukkan adanya sikap saling menghargai. Interaksi ini tidak hanya terjadi dalam
kehidupan berkeluarga, pendidikan, agama, ekonomi, namun juga dalam kehidupan politik.
Keberagaman budaya disertai konflik namun tetap berakhir dengan sikap saling menghargai
baik dalam ranah keluarga maupun sosial merupakan pembelajaran yang bisa ditarik dari
karya-karya Sherman Alexie ini. Bila mengacu pada makna pembelajaran sebagai proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
maka penggunaan sumber belajar yang berupa cerita pendek karya Sherman Alexie menjadi
terpenuhi, tidak hanya proses, sumber, namun juga lingkungan pembelajaran, jurusan sastra.
Institusi-instusi penyiap generasi baru perlu menggali potensi pembelajaran semangat
multikulturalisme melalui berbagai jenis karya sastra (tertulis, film, atau bentuk lainnya).
Mereka adalah para calon atau pelaku (agen) perubahan menuju ke kebersamaan saling
menghargai keberagaman dalam kesetaraan.

6. UCAPAN TERIMA KASIH


Penyadaran akan pentingnya semangat penting bagi masa depan Indonesia yang beragam.
Oleh sebab itu penting juga dorongan dan bantuan dari pihak yang berkompeten untuk
mewujudkan idealism. Untuk itu terima kasih kepada LP2MK yang menjadi jembatan
antara dosen (kami) dan Dikti yang peduli dan sekaligus senantiasa memprovokasi para
dosen untuk meneliti hal-hal yang berarti bagi kemajuan negri yang beragam budaya yang
sering rawan terjadi benturan ini. Terima kasih juga kepada perpusatakaan Unsada, KWA,
maupun Kedubes Amerika yang bersedia menyediakan data-data pustaka.

DAFTAR PUSTAKA
Alexie, Sherman.2004. The Toughest Indian in the World. New York: Grove Press
-------- 2000. Ten Little Indian. Great Britain: Vintage

~ 125 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

BARKER, Chris. 2004. Cultural Studies.Teori dan Praktek. Jakarta: Kreasi Wacana hal 378379
Hooks, bell.1999. A Revolution of Values: The Promise of Multiculturalism dalam The
Cultural Studies Reader. New York: Routledge page 230-240
ISAAC, Harold R.1993. Idols of Tribe: Group Identity and

Political Change. Atau

Pemujaan terhadap Kelompok Etnis. Jakarta : Obor hal.269-297


JAY, Gregory. 2002. What is Multiculturalism? Milwauke: Univ. of Winconsin
SCHLESINGER, Arthur. 1991. The Disuniting of America. New York: WW Norton
Company. Page 73-95
SUPARLAN, Parsudi. 2004. Hubungan Antar Budaya. Jakarta:YPKIK hal117-127.

Online service

Ahmar, DAP.2012. Hakekat Pembelajaran. http://eprints.uny.ac.id/8597/3/bab%202%20%2008108249131.pdf akses 1 Januari 2015


Chacon, RosaMaria, 2013.Teaching American Literature: A Journal of Theory and
Practice Summer 2013 (6:2) 39
Connette, Tracey L.2010. SHERMAN ALEXIES RESERVATION: RELOCATING THE
CENTER OF INDIAN IDENTITY semi theses
Santosa, Puji .--- Sastra sebagai Hiburan

http:// pusat bahasa. kemdiknas.go.id /

lamanbahasa / artikel/1132, akses 13 Okt 2014

~ 126 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS ON UNITED STATES FOREIGN POLICY


TOWARDS INDONESIA THROUGH THE PRESIDENT BARACK OBAMAS
SPEECH USING THREE LEVELS OF TEXT ANALYSIS:
MACRO STRUCTURE, SUPERSTRUCTURE, AND MICRO STRUCTURE
Fridolini
Sastra Inggris - Fakultas Sastra
Fivienf@gmail.com
ABSTRACT
This research focuses on textual analysis of the official transcript of President Barack
Obama's speech at University of Indonesia, published by the White House. Speech is an
interesting case to be analyzed. It is because the messages contained in the speech show the
speakers demeanor. A policy, especially a foreign policy is absolutely identical to a
country's political outlook. It portrays how a state imposes their policy to other countries.
Thus, a speech of a country leader may be used as a reference of the country's political
gesture on its foreign policy Hence, I am interested in analyzing the speech of President
Barack Obama at University of Indonesia in order to comprehend the messages which
attempt to be conveyed by President Barack Obama towards Indonesia. The theory used in
this research is Critical Discourse Analysis of Teun A. van Dijk. Critical Discourse Analysis
(CDA) is a type of discourse analytical research that primarily studies the way social power
abuse, dominance. In addition, Critical Discourse Analysis pays much attention to power
relation and ideology, which are precipitated in discourse, and force the reader or listener to
perceive reality in a specific, biased way. However, in this project, I do not analyze the whole
dimensions. The concentration is only on the text analysis. Text analysis consists of multiple
structures or levels that every part is supporting one another. Henceforth, there are three
levels of text analysis: macro structure, superstructure, and micro structure. The method used
in conducting this research is a method of qualitative which is a procedure of the research
which produces the descriptive data in the form of written words or oral from people and the
behavior can be watched closely.
1.

BACKGROUND OF THE PROBLEM


As social beings, humans naturally communicate with each other. Their way to do so is

by using language. Language as the medium for communication means an instrument for
delivering ideas, opinions, and thoughts of a persons social life. Put at its simplest, a
language is a set of signals by which we communicate. Indeed, there are many ways of using
language. We indubitably know that human language is not only a vocal system of
communication. It can be expressed in writing, with the result that it is not limited in time or
space. Moreover, we can even adjust those methods of communicationvocal and writing, by
applying them into a speech. Speech as a part of the language is derived from peoples notion
that systematically poured into writing then delivered orally to the public. Arifin and Tasai

~ 127 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

state Menulis naskah pidato pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan ke dalam bentuk
bahasa tulis yang siap dilisankan. Writing the speech is essentially a form of expressing
ideas into written language that is set to be vocalized. Conversing about speech of course
cannot be separated from the discussion of policy contained in it. The policy itself must
surely be beneficial for the political parties involved. Consequently, a policy reflects a
political posture of a certain individual, institution, or government. As written in Oxford
Advanced Learners Dictionary, policy is a plan of action agreed or chosen by a political
party, a business, etc.
A policy, especially a foreign policy is absolutely identical to a country's political outlook.
It portrays how a state imposes their policy to other countries. Thus, a speech of a country
leader may be used as a reference of the country's political gesture on its foreign policy.
According to Holsti Kebijakan luar negeri adalah aksi-aksi atau ide-ide yang dibuat oleh
para pembuat keputusan untuk memecahkan masalah atau mengembangkan beberapa
perubahan di dalam lingkungan yaitu dalam kebijakan, sikap, tindakan, dan aksi negara.
Foreign policy is actions or ideas made by the decision makers to solve problems or develop
some changes in the environment namely in the policies, postures, actions, and state
demeanors. Based on the elucidation above, I have a readability to analyze a speech. As for
the object to be studied is the speech of U.S. President Barack Obama at the University of
Indonesia in 2010. Furthermore, this research will explicate United States foreign policy
towards Indonesia through the Presidents speech.

2. IDENTIFICATION OF THE PROBLEM


Speech is an interesting case to be analyzed. It is because the messages contained in the
speech show the speakers demeanor. Hence, I am interested in analyzing the speech of
President Barack Obama at University of Indonesia in order to comprehend the messages
which attempt to be conveyed by President Barack Obama towards Indonesia.

3. LIMITATION OF THE PROBLEM


This research focuses on textual analysis of the official transcript of President Barack
Obama's speech at University of Indonesia, published by the White House.

~ 128 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

4. STATEMENT OF THE PROBLEM


Based on the limitation above, the problem of this research can be stated as follows:
1. What is the topic of the President Barack Obama's speech?
2. How does the text scheme on the President Barack Obama's speech?
3. What are the messages contained in the text of President Barack Obama's speech?

5. AIM OF THE RESEARCH


The purpose of this research is expected to meet the research statement above, namely:
1. Acquiring the topic of the President Barack Obama's speech.
2. Knowing the text scheme on the President Barack Obama's speech.
3. Obtaining the messages contained in the text of President Barack Obama's speech.

6. BENEFIT OF THE RESEARCH


This research is expected to impart some benefits with recent information and possible to
be useful for:
1. Learners who desire to comprehend analyzing speech text using Critical Discourse
Analysis of Teun A. van Dijk.
2. Society who wish to grasp the messages in the President Barack Obamas speech.

7.

METHODS OF THE RESEARCH


The method used in conducting this research is method of qualitative. Bodgan and Taylor

define that the qualitative method is as a procedure of the research which produces the
descriptive data in the form of written words or oral from people and behaviour can be
watched closely. Under this method, the steps that I conduct in order to run this research,
namely:
1. Determining the focus of research
My interest towards speech makes this field is enticing to be studied. It is because the
speech itself contains messages that full of meanings. Therefore, I decide to examine the
text of President Barack Obama's speech at the University of Indonesia while he was
visiting Indonesia in 2010.
2. Collecting the data

~ 129 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

After knowing the focus of research, I start to collect data related to this research. The data
are picked from various sources, namely: books, journals, internet, and theses.
3. Analyzing the data
I subsequently analyze all the data. In order to examine the speech text, I use theory of
Critical Discourse Analysis of Teun A. van Dijk.
4. Concluding the research
In this final stage, the research results are concluded after analyzing the speech text that has
been done successfully. Assuredly, it will denote every message contained in the speech.

8. THEORETICAL FRAMEWORK
The theory used in this research is Critical Discourse Analysis of Teun A. van Dijk.
Critical Discourse Analysis (CDA) is a type of discourse analytical research that primarily
studies the way social power abuse, dominance, and inequality are enacted, reproduced, and
resisted by text and talk in the social and political context. There are several approaches of
this Critical Discourse Analysis. They can be commonly summarized as follows:
1. Critical Linguistics
The essence of Critical Linguistics idea is to see how the grammatical language carries
position and meaning of certain ideology. This ideology on the general level denotes how
a group attempting to win public support, and how another group is trying to be
marginalized through the use of the particular language and grammatical structures.
2. Socio Cognitive Approach
Socio cognitive approach elucidates that the discourse production process certainly
includes a process known as social cognition.
Discourse Historical Approaches
3. The discourse is called historic because it includes the historical context of how a
discourse is portrayed.
In addition, Critical Discourse Analysis pays much attention to power relation and
ideology, which are precipitated in discourse, and force the reader or listener to perceive
reality in a specific, biased way. Hereinafter, in the book Analisis Wacana: Pengantar
Analisis Teks Media by Eriyanto, explains that Van Dijk describes discourse have three
dimensions/buildings: text, social cognition, and social context. The essence of Van Dijk's
analysis is to combine the three discourse dimensions into a single entity. In the text

~ 130 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

dimension, the conducted research is how the text structures and discourse strategies are
used to emphasize a particular theme. At the social cognition level is examined the
production process of the text news that involves individual or journalist cognition.
Meanwhile, the third aspect studies an issue at the growing discourse in society. Eriyanto
distinctly defines the Critical Discourse Analysis of Van Dijk as follow:

Struktur
Hal yang diamati
Wacana
Struktur Makro Tematik: Tema/topik yang dikedepankan
dalam suatu berita.
Superstruktur
Skematik: Bagaimana bagian dan urutan berita
diskemakan dalam teks berita utuh.
Struktur Mikro Semantik: Makna yang ingin ditekankan
dalam teks berita. Misal dengan memberi detil
pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi
dan mengurangi detil sisi lain.

Elemen
Topik
Skema
Latar, Detil, Maksud,
Praanggapan,
Nominalisasi

Sintaksi: Bagaimana kalimat (bentuk, susunan Bentuk kalimat


yang dipilih)
Stilistik: Bagaimana kata yang dipakai dalam Leksikon
teks
Retoris: Bagaimana cara penekanan dilakukan Grafis,
Ekspresi
Discourse
Structure
Macro Structure

Object Observation

Element

Thematic: theme/topic in the text.

Topic

Superstructure

Schematic: How the parts and Scheme


sequences of news are schemed in the
text.
Stylistic: How the choice of words is Lexicon
applied in the text
Rhetoric: How
conducted

the

~ 131 ~

emphasis

is Graphic,
Expression

Metafora,

Metaphor,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

a. Macro Structure
In the book of Introduction to Discourse Studies, Jan Renkema remarks that macro
structure is the global meaning of discourse.Therewith, Eriyanto also states it as: Makna
global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks.
The global meaning of a text that can be observed from the topic/theme raised by the text.
Thematic
Van Dijk explains that the text construction in a discourse is indubitably linked to one
another and if it is traced will form a general topic. In the book Analisis Wacana: Pengantar
Analisis Teks Media, Eriyanto explains:
Gagasan penting Van Dijk, wacana umumnya dibentuk dalam tata aturan
umum (macro rule). Teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan suatu
pandangan tertentu atau topik tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang
koheren. Van Dijk menyebut hal ini sebagai koherensi global (global
coherence), yakni bagian-bagian dalam teks kalau dirunut menunjuk pada
suatu titik gagasan umum, dan bagian-bagian itu saling mendukung satu
sama lain untuk menggambarkan topik umum tersebut.
a.

Superstructure
Superstructure is conventionalized schemas that provide the global form for the macro

structural content of a discourse. In other words, macrostructures deal with the content and
superstructures with the form. Furthermore, superstructure is also defined by Eriyanto as:
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan.

Schematic
A discourse is usually produced by having a plot from the introduction to the end. The

plot will indicate how the text structure establishes a meaning. As explained by Eriyanto:
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari
pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagianbagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan
arti

~ 132 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

b. Micro Structure

Jan Renkema defines that micro structure denotes the relations between sentences and
sentence segment. In addition, Eriyanto also says micro structure as:
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya yang
dipakai oleh suatu teks

9. ANALYSIS OF THE RESEARCH


Since then the ties between the people of the two countries have remained strong. The
United States has been an indispensable partner in Indonesias economic recovery efforts as
well as in the ongoing democratization and political reforms in Indonesia since 1998.
Indonesia as a democratic and pluralistic country, and at the same time has the largest
Moslem population in the world, has the same objective with the United States and other
pluralistic societies to promote tolerance, harmony, and moderation among its people and
human kind in general. Cooperation between relevant security agencies in Indonesia and the
US has made major contribution to Indonesias success in crushing the terrorist network
within its territory. The US is also assisting Indonesia to enhance its capacity to deal with
other kind of transnational threats including on maritime security. As members of the UN
Security Council, Indonesia and the US are also working closely to address various global
issues such as on nuclear non-proliferation measures, middle-east conflict as well as on other
threats to international peace.
This research is basically carried out to answer the three questions on the Statement of
the Research in Chapter I. Accordingly, the results to be achieved are specifically to ascertain
the topic, scheme, and the messages contained in the speech. In order to obtain it, the research
pervades the analysis of macro structure, superstructure, and micro structure by using
Critical Discourse Analysis theory of Teun A. van Dijk. At the macro structure analysis, the
obtained result is the speech topic. President Barack Obama in his speech clearly discusses
3 major things, which are development, democracy, and religious faith, that primarily
directed to Indonesia. Thus, it can be concluded that the topic of the speech is "the United
States view towards Indonesia in the area of development, democracy, and religious faith.
Thereafter on the superstructure analysis, this speech genuinely contains 50 paragraphs
divided by plot of introduction, content, conclusion, and cover. Moreover, this research finds

~ 133 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

out if the speech is dominated by the content plot. The content plot possesses 46 paragraphs,
begun from paragraph 3 to 48. While the introduction plot has only two paragraphs:
paragraph 1 and 2. Afterwards, the conclusion and cover plot get one paragraph each:
paragraph 49 and 50. Based on these results, the speech certainly contains full of messages
and they can be ascertained from domination of the content plot. Eventually at the
microstructure analysis, the conducted analysis is performed on 12 analyses, namely:
analysis background, detail, purpose, presupposition, nominalization, sentence form,
coherence, pronoun, lexicon, graphic, metaphor, and expression. Overall, these analyses are
run in order to get the whole messages both implicitly and explicitly expressed in the speech.
As mentioned before, the speech focuses on three major areas: development, democracy,
and religious faith. Of course, the acquired messages on the micro structure analysis are
indeed related to those three areas. Starting with the area of development, the development
progress achieved by Indonesia attracts the United States attention to participate and gain
benefit on it. Through its president, the United States expresses its desire to increase the
cooperation with Indonesia. Hence, some policies are conveyed in order to strengthen it,
namely: encouraging the business sector enhancement, urging the adoption of green
technologies, doubling the number of student exchange, and expanding the research
collaboration of the two countries. In addition, there are also some negative matters
highlighted by the United States, such as: the lack of good governance, the poor of
transparency and accountability, the rampant corruption, as well as the unfulfilled of
development equity in Indonesia. Whereas on the area of democracy, United States instead
appreciates the activities of human rights and democracy run by Indonesia though there are
still some drawbacks in some points, such as the unresolved case on the political turmoil
happened in the 1960s. Nevertheless, United States assesses the journey of Indonesian
democracy is on the right track while several issues need to be more. noted that are the
equality, freedom, and human rights of its citizens. In addition, United States is also urged
Indonesia to participate in playing its diplomacy on the circumstances of human rights and
democracy in ASEAN, especially in Burma which its recent election is deemed neither free
nor fair by the United States. Thereafter on the area of religious faith, the current lack
relationship between United States and Islam becomes President Barack Obama's priority to
deal with. Consequently, some strategic policies are uttered, namely: the commitment in
building security and decent government in Afghanistan, the large-scale repatriation of

~ 134 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

United States troops in Iraq, and the re-establishment of peace negotiation between Israel
and Palestine. Besides, the issue of terrorism is presented as well. Obama explicitly mentions
if the United States is not hostile to Islam but the terrorists. He also appreciates the
achievement of Indonesia in the terrorism eradication while keeps encouraging them to root
out every terror activity that may arise. Last but not least, this research finds some enticing
things about how President Barack Obama conveys his messages in order to be accepted
easily by the audiences. In the speech, he often inserts his experience while he lived in
Indonesia. Obama seems to portray how meaningful Indonesia for his life. He frequently
uses the terms in Bahasa Indonesia during the speech too. All of them are used not only to
get a positive image but also to raise support for every policy he uttered. Thereunto, he even
applies certain words, which possess negative in meanings, to depict the party that is contrary
to him.

10. REFERENCES
Deborah Schiffrin, Deborah Tannen and Heidi E Hamilton, the Handbook of Discourse
Analysis, (Oxford: Blackwell, 1993b), p. 131.
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKis, 2012), p.
224
Jan Renkema, Introduction to Discourse Studies, (Amsterdam: John Benjamins, 2004), p.
283.

~ 135 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ 136 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

ANOTASI KEGAGALAN PRAGMATIK


DALAM TERJEMAHAN KE DALAM BAHASA INDONESIA
NOVEL THE DA VINCI CODE
Tommy Andrian
Sastra Inggris Fakultas Sastra
tommy_andrian@yahoo.com
ABSTRACT
An annotated translation is a translation, which is supported by annotations or notes with
the purpose of delivering logical reasoning on the equivalence chosen. It does not only aim
at the application of various theories formerly studied, but also at the the translators
responsibility for the independent translation he or she has accomplished. The search for
equivalence through the annotated translation of novel the Da Vinci Code into Bahasa
Indonesia, has been done pragmatically as well as sociolinguistically by looking up in
dictionaries, thesaurus, and encyclopaedia, and visiting some websites on the internet. The
independent translation is further carried out by referring to the basic theories of
translation, which consists at least of methods, procedures, and techniques. The difference
between the source language and the target language culture makes a word, term, and
expression, cannot be explicitly translated. Thus, the use of translation techniques becomes
inevitable.
Key words: annotated translation, pragmatics, pragmalinguistics, and sociopragmatics

1. PENDAHULUAN
Penerjemahan adalah kegiatan yang dapat membuktikan dengan jelas tentang peran
bahasa dalam kehidupan sosial (Hatim & Mason 1990). Melalui kegiatan penerjemahan,
seorang penerjemah menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain. Penyampaian
ini bukan sekadar kegiatan penggantian, kerena penerjemah dalam hal ini melakukan
kegiatan komunikasi baru melalui hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada, yakni dalam
bentuk teks, tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek sosial di mana teks baru itu akan
dibaca atau dikomunikasikan. Dalam kegiatan komunikasi baru tersebut, penerjemah
melakukan upaya apa yang disebut Machali (2009:27) membangun jembatan makna
antara produsen TSu dan pembaca TSa.
Banyak orang mengatakan bahwa penerjemahan adalah seni. Jadi, penerjemahan
didasari oleh kiat yang bertujuan memperoleh padanan bagi bahasa sumber (BSu) sehingga
pesan yang terkandung dalam BSu dapat diungkapkan kembali di dalam bahasa sasaran

~ 137 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

(BSa). Akan tetapi, hal di atas tidak cukup. Penerjemahan harus ditempatkan dalam konteks
komunikasi, khususnya komunikasi kebahasaan. Nida dan Taber (1974:1) mengemukakan
bahwa penerjemahan merupakan upaya mengungkapkan kembali pesan yang terkandung
dalam bahasa sumber di dalam bahasa penerima. Pengungkapan kembali itu dilakukan
dengan menggunakan padanan yang wajar dan terdekat. Akan tetapi, masih perlu kita
pertanyakan apa yang dimaksud dengan padanan. Padanan adalah unsur bahasa sasaran
bahasa yang mengandung pesan yang sama dengan unsur bahasa sumber. Akan tetapi, masih
perlu dicatat bahwa sepadan tidak berarti sama. Kesepadanan adalah keserupaan pesan
yang diterima, di pihak satu oleh penerima dalam bahasa sumber dan di pihak lain oleh
penerima dalam bahasa sasaran. Ini berarti bahwa kesepadanan diukur tidak hanya dengan
makna unsur bahasa yang bersangkutan, tetapi dengan pemahaman suatu terjemahan oleh
penerimanya. Nida dan Taber (ibid.) juga mengemukakan bahwa Correctness must be
determined by the extent to which the average reader for which a translation is intended will
be likely to understand it correctly. Uraian dan pernyataan Nida dan Taber di atas dapat
kita pahami dan dapat kita jabarkan selanjutnya sebagai berikut :
1. Sebelum mulai mengalihbahasakan sebuah teks, penerjemah harus memahami pesan
yang terkandung dalam teks tersebut,
2. Siapa pengirim pesan itu, ditujukan kepada siapa, dan siapa calon pembaca BSa?
3. Makin jelas (terbatas) calon pembaca hasil terjemahan kita, makin mudah kita
membuat keputusan tentang pilihan bentuk bahasa dalam proses penerjemahan kita,
4. Benar tidaknya suatu terjemahan berkaitan dengan apakah pesan dalam BSu diterima
secara sepadan dalam BSa.
Seperti telah dikemukakan di atas, kita tidak dapat mengingkari bahwa ada unsur seni
dalam kegiatan penerjemahan, bahkan tidak kurang bakat juga turut menentukan
kemampuan kita dalam menerjemahkan. Akan tetapi, apa yang dikemukakan di atas tidak
menutup kemungkinan untuk menyajikan metode agar kegiatan penerjemahan kita dapat
lebih efisien dan efektif. Kita harus membedakan dua jenis penerjemahan, yaitu
penerjemahan tertulis dan penerjemahan lisan. Yang akan kita bicarakan di sini hanyalah
penerjemahan tertulis, yang pada dasarnya metodenya berbeda dengan penerjemahan lisan.
Dalam bahasa Inggris penerjemahan tertulis disebut translating, sedangkan penerjemahan
lisan disebut interpreting. Orangnya disebut translator (penerjemah) dan interpreter (juru
bahasa).

~ 138 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Penerjemah melihat penerjemahan sebagai sebuah proses, tidak seperti pembaca yang
melihatnya sebagai sebuah produk. Seorang penerjemah harus melalui tahap-tahap tertentu
hingga terciptanya hasil akhir penerjemahan. Penerjemah senantiasa menanyakan kepada
dirinya sendiri prosedur apa yang harus dilewatinya, metode apa yang digunakan dan
mengapa memilih metode itu, mengapa memilih suatu istilah tertentu untuk menerjemahkan
suatu konsep dan bukannya memilih istilah lain dengan makna yang sama, dan sebagainya.
Hal terpenting dalam penerjemahan menurut penulis ada dua, yaitu: 1) Pengalaman, dan
2) Teori Terjemahan. Pengalaman yang baik dalam hal ini adalah pengalaman
menerjemahkan yang menahun. Namun pertanyaannya adalah Apakah mahasiswa secara
relatif memiliki pengalaman menahun itu? Tentu jawabnya adalah Tidak. Jawaban
tidak tersebut tersebut sekaligus mempertegas peranan krusial dari hal terpenting ke dua,
yaitu: Teori Terjemahan.
Kuantitas novel terjemahan di rak-rak buku berbagai toko buku besar di Jakarta terlihat
makin banyak walaupun belum diimbangi dengan kualitas terjemahan yang memadai.
Makalah ini memaparkan masalah kualitas terjemahan dengan analisis kesalahan mutlak dan
kegagalan pragmatik di dalam terjemahan novel The Da Vinci Code karya Dan Brown
(2003) dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia yang dapat dijadikan contoh novel
terjemahan yang kualitasnya diragukan.
Setelah berkecimpung dengan pengajaran mata kuliah terjemahan selama kurang lebih
satu dekade, penulis menilai mahasiswa masih kesulitan menerjemahkan karya sastra
khususnya cerita pendek (cerpen). Keterbacaan dan keberterimaan terjemahan cerpen oleh
mahasiswa masih berada pada tahap betul, tetapi belum baik. Kenyataan itulah yang
membuat penulis tergerak untuk memberikan contoh konkret aplikasi pengetahuan dasar
penerjemahan yang betul dan baik melalui anotasi kegagalan pragmatik dalam
terjemahan ke dalam bahasa Indonesia novel the Da Vinci Code.
Dalam peneitian ini penulis akan melakukan sebuah penelitian kebahasaan dalam bidang
linguistik terapan kekhususan penerjemahan dengan metode kualitatif. Data-data pendukung
diperoleh melalui kunjungan ke berbagai perpustakaan di Jakarta dan Jawa Barat dan melalui
wawancara dengan praktisi penerjemah.

2. METODOLOGI PENELITIAN

~ 139 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Anotasi terjemahan di sini berbentuk analisis kesalahan teks terjemahan di dalam ranah
pragmatik dengan membandingkan novel The Da Vinci Code dalam bahasa Inggris (Bahasa
Sumber = BSu) dengan terjemahan novel The Da Vinci Code dalam bahasa Indonesia
(Bahasa Sasaran = BSa) untuk mencari kegagalan pragmatik. Sumber data penelitian:

TSu

TSa

The Da Vinci Code

Dan Brown

New York: Doubleday,

(pengarang)

2003

Isma B.

Jakarta: Serambi Ilmu

The Da Vinci Code Koesalamwardi


(penerjemah

Semesta (Cetakan XVII),

489 hlm.

629 hlm.

2005

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Dalam hal ini, data-data
tertulis dianalisis secara kualitatif untuk dikembangkan; teori dijabarkan secara lebih rinci
dan diperkaya dengan contoh-contoh aplikatif dalam ragam teks yang terlibat.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN


Kuantitas novel terjemahan di rak-rak buku berbagai toko buku besar di Jakarta terlihat
makin banyak walaupun belum diimbangi dengan kualitas terjemahan yang memadai.
Makalah ini memaparkan masalah kualitas terjemahan dengan analisis kesalahan mutlak dan
kegagalan pragmatik di dalam terjemahan novel The Da Vinci Code (DVC) karya Brown
(2003) dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia yang dapat dijadikan contoh novel
terjemahan yang kualitasnya patut dipertanyakan.
3.1 Hakikat Pragmatik dan Penilaian Terjemahan
Pragmatik antarbudaya dapat diterapkan di dalam ranah linguistik terapan, seperti
pemerolehan bahasa kedua dan penerjemahan (Blum-Kulka 1997:56). Hubungan antara
pragmatik dan penerjemahan dapat juga dijelaskan melalui pemahaman bahwa teks
terjemahan (lisan atau tulisan) merupakan salah satu bentuk tindak komunikasi antarbahasa
dan antarbudaya.

~ 140 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Penerjemahan bukan sekadar mengalihkan pesan dari teks sumber (TSu) ke dalam teks
sasaran (TSa), tetapi juga mencipta-ulang dan mengungkapkan kembali pesan yang serupa,
baik dalam hal makna yang dikandung maupun gaya bahasa di dalam teks sebagai usaha
untuk mencari perpadanan dinamis (alih-alih perpadanan formal) yang dicapai jika derajat
respons sidang pembaca TSa setara dengan derajat respons sidang pembaca TSu dengan
memperhatikan situasi komunikasi teks tersebut, peserta tutur (penutur dan petutur), dan
konteks budaya (Nida & Taber 1974:24). Relativitas penilaian benar-salah teks terjemahan
bergantung kepada kepada dimensi untuk siapa terjemahan itu dibuat dan dimensi untuk
tujuan apa terjemahan itu dihasilkan (Hoed 2006:51). Terjemahan yang memadai juga harus
memenuhi 3 kriteria: ketepatan, kejelasan, dan kewajaran (Larson 1984:485).

3.2 Kesalahan Mutlak dan Kegagalan Pragmatik di dalam Terjemahan


A. Kesalahan Mutlak
Ada dua jenis kesalahan mutlak yang dikemukakan Newmark (1988:189), yaitu
kesalahan referensial dan kesalahan bahasa. Kesalahan referensial adalah kesalahan
pemberian makna acuan untuk TSu yang mengacu kepada fakta (nama tempat, nama benda,
peristiwa sejarah) dan isi proposisi (pernyataan yang kebenarannya secara logika sebenarnya
dapat dinilai secara langsung, seperti Indonesia dipimpin oleh seorang raja yang pandir atau
Bogor ada di sebelah utara Jakarta, misalnya). Kesalahan referensial juga mencakupi
ketidaktahuan penerjemah akan bidang-bidang tertentu di dalam teks terjemahan. Kesalahan
mutlak jenis kedua, kesalahan bahasa, meliputi kesalahan mengartikan kata, frasa, atau

~ 141 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

klausa, kesalahan mengalihkan bentukbentuk idiom dan kolokasi, serta kesalahan


mengalihkan pronomina. Kesalahan mutlak mutlak melihat TSa sebagai kata, frasa, atau
kalimat yang harus benar secara gramatikal atau referensial dan kesalahan di dalam ranah
ini menjadikan TSa dikategorikan salah (kegagalan pragmalinguistik mengakibatkan ada
bagian pesan TSu yang bisa dikategorikan meleset (misfire) ketika dialihkan ke TSa. Ada
empat jenis kesalahan mutlak di dalam penerjemahan yang ternyata banyak ditemukan di
dalam terjemahan DVC (Taryadi 2003).

3.2.1 Kesalahan mengartikan kata, frasa, atau kalimat dan mengalihkannya kedalam TSa.

No.
1
2

3
4
5
6

7
8

TSu
the Crown of Thorns
(hlm. 137)
convert the masses to
Christianity (hlm. 31)
a hundred dollars
(hlm. 123)
The secret lives (hlm.
165)
through bloodshed
(hlm. 31)
Hes turning right on
Pont
des Saints-Pres (hlm.
70)
Here is the decryption
(hlm. 51)
in French (hlm. 63)

TSa
mahkota singgasana
(hlm. 237)
mengembalikan
rakyat ke agama Kristen
(hlm. 63)
satu dolar Amerika
(hlm. 211)
Kehidupan rahasia (hlm.
282)
dengan coretan darah
(hlm. 63)
Dia kembali ke Pont des
Saints-Pres (hlm. 127)

Suntingan TSa
Mahkota Duri

Ini deskripsinya (hlm.


96)
di Prancis (hlm. 93)

Ini dekripsinya

mengkristenkan
masyarakat
seratus dolar Amerika
Rahasia terjamin
melalui pertumpahan
darah
Dia berbelok ke kanan di
Pont des Saints-Pres

dalam bahasa Prancis

The Crown of Thorns atau Mahkota Duri adalah ranting berduri yang dianyam
membentuk lingkaran yang ditaruh ke kepala Yesus sebelum Ia disalibkan. Mahkota duri
diameternya lebih kecil dari kepala Yesus sehingga menyebabkan luka dan rasa sakit yang
amat sangat. Mahkota duri ialah lambang kemiskinan. Adanya mahkota duri pada waktu
Yesus disiksa itu dicatat dalam Injil Matius 27:29, Injil Markus 15:17, dan Injil Yohanes 19:

~ 142 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

2, 5 serta sering disinggung oleh para Bapa Gereja mula-mula, seperti Klemens dari
Aleksandria, Origen, dan lain-lain. Mahkota Duri sudah menjadi istilah dalam penerjemahan
Kitab Injil ke dalam bahasa Indonesia.

3.2.2 Kesalahan menerjemahkan kata-kata yang berpolisemi atau yang berhomonim.


No.

TSu

the official device (hlm.


95)
before I retire (hlm.
218)

TSa

Suntingan TSa

alat resmi (hlm. 208)

lambang resmi

sebelum saya pensiun


(hlm. 368)

sebelum saya tidur

3.2.3 Kesalahan menerjemahkan idiom.


No.
1
2

TSu
to be in your shoes
right now (hlm. 345)
Very well, I will walk you
through it (hlm. 285)

TSa
menjadi merek
sepatumu (hlm. 576)
Baiklah, aku akan
mengantar kalian ke sana
(hlm. 476)

Suntingan TSa
berada di posisimu
Baiklah, saya akan
menjelaskannya kepada
anda

3.2.4 Kesalahan penggunaan tanda baca.


No.
1

TSu
the Son of God and
the Light of the World
was born on December
25, died, was buried in a
rock tomb, and then
resurrected in three days
(hlm. 196)

TSa
Putra Tuhan dan
Cahaya Dunia lahir
dan mati pada 25
Desember, dikubur
dalam sebuah makam
batu, dan kemudian
dibangkitkan dalam tiga
hari (hlm. 332)

Suntingan TSa
Putra Tuhan dan
Cahaya Dunia lahir 25
Desember,
mati, dikubur dalam
sebuah makam batu, dan
kemudian dibangkitkan
dalam tiga hari

3.3 Kegagalan Pragmatik


Kegagalan pragmatik (Thomas 1983:91) adalah kegagalan peserta komunikasi untuk
memahami apa yang dimaksud dengan yang dikatakan. Penyebab kegagalan pragmatik
dalam mengalihkan pesan dalam berkomunikasi, termasuk dalam terjemahan, dapat
dijelaskan mulai dari aspek pragmalinguistik sampai ke aspek sosiopragmatik (Thomas
1983:99) yang merupakan dua ujung kontinuum dari kemampuan pragmatik seseorang.

~ 143 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Kemampuan pragmalinguistik mencakupi kemampuan penutur dan petutur untuk


menggunakan bentukbentuk bahasa yang terkait dengan fungsi pragmatik sebuah tuturan
atau daya ilokusionernya, seperti tindak tutur dan percakapan rutin. Di sisi lain, kemampuan
sosiopragmatik mencakupi kemampuan peserta komunikasi untuk memilih dan
menggunakan bentuk-bentuk bahasa berdasarkan pengetahuan sosial budaya yang terkait
dengan hubungan antarpeserta tutur yang mencakupi kuasa, jarak sosial, dan berat atau
tidaknya isi pesan, serta kaidah-kaidah interaksional yang lazim digunakan, seperti strategi
giliran bicara (turn-taking strategy) dan strategi kesantunan (politeness strategy).
Dalam praktik penerjemahan sebenarnya yang diperlukan adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Masalah praktis yang dihadapi ada dua, yakni (1) kita
tidak paham makna kata atau kalimat atau paragraf sehingga tidak memahami pesannya, dan
(2) kita mengalami kesulitan untuk menerjemahkannya meskipun sudah memahami TSunya. Pemecahan masalah itu dilakukan dengan menggunakan cara-cara tertentu. Sebut saja
kiat untuk pemecahan masalah penerjemahan. Oleh karena itu, dalam praktik
menerjemahkan kita diminta untuk mengikuti prosedur yang diharapkan akan menjamin
ketelitian dari pekerjaan kita dan hasil yang optimal. Prosedur yang biasanya harus ditempuh
adalah apa yang dikenal dengan tiga langkah penerjemahan (Nida dan Taber 1974: 33).
Prinsip dasarnya adalah bahwa penerjemahan tidak boleh dilakukan dengan satu langkah
saja. Nida danTaber (1974:33) mengemukakan bahwa penerjemahan yang hati-hati harus
menempuh tiga langkah, yakni analisis [memahami TSu], transfer [mengalihbahasakan
dalam pikiran], dan restrukturisasi [menerjemahkan]. Di bawah ini akan diuraikan prosedur
langkah demi langkah yang bertolak dari Nida dan Taber (1974: 33), tetapi diberi tambahan
pada proses langkah tertentu.
Pada langkah pertama (analisis) TSu harus dibaca secara keseluruhan dan dipahami isi
pesannya (maksudnya) meskipun hanya secara garis besar. Bagian-bagian yang dianggap
penting atau bermasalah perlu diberi tanda. Langkah ini disebut analisis mencakupi aspek
struktur, semantik, gaya bahasa, dan pesan. Dalam langkah ini penerjemah tidak jarang
menemukan berbagai masalah pemahaman yang tidak dapat dipecahkan pada tataran teks,
tetapi yang harus dicari jawabannya di luar teks: ia harus mencari di berbagai sumber, seperti
teks peraturan perundangan lain, ensiklopedi, kamus ekabahasa, atau narasumber. Proses
analisis ini menyangkut pembaca pada tataran teks dan tataran luar teks (referensial) (lihat
Newmark 1988: 22). Analisis bertujuan agar penerjemah memahami dengan baik pesan yang

~ 144 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

dibawa oleh TSu serta cara pengungkapannya secara kebahasaan.


Pada langkah kedua kita mulai menerjemahkan di dalam pikiran dan kalau perlu mulai
dituliskan. Langkah ini disebut transfer. Di sini kita pun masih perlu mencari pemecahan
masalah dengan melihat ke luar dari teks seperti pada langkah satu. Dalam langkah kedua
ini kita kemudian harus melakukan apa yang disebut deverbalisasi, yakni melepaskan diri
dari ikatan kalimat-kalimat TSu untuk menangkap isi pesannya secara lebih terperinci
(biasanya, paragraf demi paragraf atau pasal demi pasal, tergantung pada pertimbangan kita
masing-masing). Deverbalisasi dikemukakan oleh Lederer (1994:22) sebagai prosedur
dalam proses penerjemahan lisan. Namun, ini dapat dimanfaatkan dalam penerjemahan tulis
pada langkah transfer. Dalam langkah ini kita belum menerjemahkan secara pasti, tetapi
melakukannya dalam pikiran kita disertai dengan membuat catatan-catatan. Deverbalisasi
merupakan kegiatan kognitif yang bermanfaat sebelum langkah transfer dimulai.
Namun, di pihak lain kita tidak bermaksud melakukan penerjemahan bebas. Oleh karena
itu, tidak boleh ada satu unsur semantis pun yang terlepas dalam terjemahan kita. Perlu
dicatat bahwa deverbalisasi akan dapat berisiko kita kehilangan sesuatu dalam proses
penerjemahan. Maka setelah kita memahami sebuah teks sumber dan melakukan
deverbalisasi, kita tetap harus kembali kepada teks sumber (secara fisik), yakni dengan
melakukan apa yang disebut cloze translation: mencari satuan terkecil yang dapat dicermati
untuk diterjemahkan (lihat Gambar).
Deverbalisasi dan Cloze Translation dalam Transfer
Deverbalisasi

Teks Sumber (TSu)

Teks Sasaran (TSa)

3
Dengan demikian, dari deverbalisasi (1) kita harus kembali mengamati secara cermat dan
mencari satuan penerjemahan pada teks sumber (2). Baru setelah itu kita menggunakan hasil
deverbalisasi untuk mengalihbahasakan satuan terjemahan yang bersangkutan ke dalam

~ 145 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

bahasa sasaran (3).


Dalam langkah ketiga dan terakhir (restrukturisasi), kita melakukan penerjemahan yang
sebenarnya dan mulai mengatur susunan kalimat-kalimat secara teliti. Langkah ketiga ini
dalam buku Nida dan Taber disebut restructuring. Maksudnya, penerjemahan adalah
mengubah struktur (dalam arti struktur gramatikal dan semantik) BSu menjadi BSa. Pada
langkah ini kita melihat secara terperinci apakah terjemahan kita sudah sesuai dengan
audience design dan needs analysis. Apakah terjemahan kita sudah sesuai dengan metocle
yang kita pilih. Perlu diketahui bahwa setiap langkah tidak harus hanya dilakukan sekali.
Terutama langkah kedua dan ketiga biasanya dilakukan berkali-kali sampai kita yakin bahwa
yang kita lakukan sudah betul. Dalam langkah ini pulalah kita harus melihat apakah teks
terjemahan yang kita buat sudah memenuhi syarat keterbacaan oleh klien dan apakah bahasa
yang digunakan sudah sesuai dengan tuntutan kewajaran bahasa yang diharapkan. Hasil
ideal yang diharapkan adalah agar reaksi pembaca terjemahan serupa (sepadan) dengan
reaksi pembaca bahasa sumbernya. Nida dan Taber (1974: 200) menyebutnya dynamic
equivalence yang harus diperoleh dalam TSa. Dari apa yang diuraikan di atas, kita melihat
pentingnya kehati-hatian dan pemanfaatan sumber-sumber di luar teks.

3.3 Contoh Kegagalan Pragmalinguistik


3.3.2 Kegagalan mengalihkan frasa dan klausa yang berpotensi menyampaikan ilokusi
TSa yang berbeda dengan ilokusi TSu.
No.
1

TSu

TSa

Suntingan TSa

He cant know youve

Dia tak tahu Anda telah

Dia tidak boleh tahu

found it (hlm. 72)

menemukannya. (hlm.

Anda

95-96)

telah menemukannya.

TSu memiliki ilokusi melarang, sedangkan TSa memiliki ilokusi pernyataan.

No.
2

TSu

TSa

Suntingan TSa

You would have driven

Kau seharusnya

Jika ya, kau seharusnya

us back to the bank (hlm.

membawa kami kembali

telah membawa kami

227)

ke bank (hlm. 293)

kembali ke bank.

~ 146 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

TSu memiliki ilokusi pengandaian, sedangkan TSa memiliki ilokusi pernyataan atau
penegasan.
No.

TSu

TSa

Suntingan TSa

Your first meeting was to


be tonight? (hlm. 23)

Pertemuan pertama
kalian terjadi malam ini,
bukan? (hlm. 35)

Jadi, pertemuan pertama


kalian malam ini?

TSu berimplikasi bahwa penutur sebelumnya yakin bahwa petutur sudah pernah bertemu
dengan korban pembunuhan sebelumnya sehingga penutur merasa terkejut saat petutur
mengakui bahwa malam itu seharusnya menjadi malam pertama dia bertemu dengan korban.
TSa berimplikasi bahwa penutur yakin bahwa malam itu seharusnya menjadi pertemuan
pertama petutur dengan korban.
No.
4

TSu
There has been enough
killing already (hlm.
388)

TSa
Jangan ada pembunuhan
lagi (hlm. 500)

Suntingan TSa
Sudah terlalu banyak
pembunuhan

TSa merupakan tindak tutur tidak langsung yang mengandung ilokusi melarang petutur
membunuh orang lagi, sedangkan TSu merupakan tindak tutur langsung dengan ilokusi
melarang secara santun
No.
5

TSu
Which way is it? (hlm.
427)

TSa
Ini jalan ke arah mana?
(hlm. 551)

Suntingan TSa
Ke arah mana sekarang?

TSu mengandung implikasi bahwa di depan penutur terdapat banyak jalan dan dia ingin tahu
jalan mana yang seharusnya ditempuh, sedangkan TSa mengandung implikasi bahwa di
depan penutur hanya ada satu jalan dan dia ingin tahu jalan itu menuju ke mana.

3.3.3 Kegagalan mengalihkan ungkapan rutin


No.
1

TSu

TSa

I beg your pardon? (hlm. Maaf? (hlm. 27)

Suntingan TSa
Maksud Anda?

16-17)
Di dalam TSu, ungkapan-ungkapan seperti I beg your pardon?, Pardon?, Im sorry?, dan
Sir? berfungsi sebagai permintaan agar petutur mengulang kembali ucapannya yang

~ 147 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

mungkin tidak dapat ditangkap dengan jelas, atau karena penutur merasa terkejut dengan
ucapan petutur.

No.
2

TSu
Of course (hlm. 46)

TSa
Tentu saja (hlm. 63)

Suntingan TSa
Baiklah

Di dalam TSu, konteks situasi ujaran of course (yang serupa dengan certainly dan sure) dan
mengisyaratkan bahwa ungkapan itu berfungsi sebagai ungkapan santun penutur terhadap
atasannya yang memintanya melakukan sesuatu.

3.3.4 Kegagalan mengalihkan deiksis


No.
1

TSu

TSa

Suntingan TSa

Did you mount her?

Anda pernah menaiki

Anda pernah

(hlm. 16-17)

perempuan ini? (hlm. 27)

menaikinya?

Di dalam TSu, her mengacu kepada Menara Eiffel yang terlihat oleh penutur dan petutur
dari kejauhan. Di dalam TSa, her mengacu kepada perempuan dan menggunakan deiksis
pronominal demonstratif ini yang biasa digunakan untuk benda yang berada dekat dari
penutur. Menara di dalam bahasa Indonesia tidak pernah diacu sebagai seorang perempuan.

No.
2

TSu
My grandfather called
me this afternoon (hlm.
84)

TSa
Kakekku menelponku
kemarin siang (hlm. 111)

Suntingan TSa
Kakekku menelponku
tadi
siang

Konteks situasi TSu menunjukkan bahwa peristiwa Kakek Sophie meneleponnya dan Sophie
berbicara dengan Langdon berlangsung di hari yang sama. Untuk itu, yang paling sepadan
adalah tadi siang.

No.
3

TSu
Most people did in those
days (hlm. 277)

TSa
Banyak orang
melakukannya hari-hari
ini (hlm. 357)

~ 148 ~

Suntingan TSa
Banyak orang
melakukannya di zaman
itu

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Di dalam TSu, penutur menggunakan pronomina demonstratif those (atau that) yang
sepadan dengan itu di dalam BSa untuk menggambarkan kejadian yang terjadi di masa
lampau. Berbeda dengan ini (this atau these) di dalam TSa yang biasanya mengacu kepada
rentang waktu yang dekat dengan waktu ujaran
3.4 Contoh Kegagalan Sosiopragmatik
3.4.1 Kegagalan mengalihkan honorifik petutur

No.
1

TSu
How much do you know,
my dear? (hlm. 248)

TSa
Sebanyak apa yang telah
kau ketahui, Nona? (hlm.
320)

Suntingan TSa
Sebanyak apa yang telah
kau ketahui, anakku?

Di dalam TSu, frasa my dear digunakan penutur sebagai sapaan yang mengakrabkan
(mendekatkan jarak) penutur dengan petutur (strategi kesantunan positif). Dalam TSa, Nona
justru menjauhkan jarak penutur dengan petutur (strategi kesantunan negatif). Suntingan TSa
yang memadai adalah sayangku atau anakku (jika penutur lebih tua usianya daripada
petutur).

No.
2

TSu
Are you certain you want
Silas to carry out this
task? (hlm. 388)

TSa
Kau yakin Silas yang
harus melakukan tugas
ini? (hlm. 500)

Suntingan TSa
Bapak yakin Silas yang
harus melakukan tugas
ini?

Di dalam konteks situasi TSu, pronomina you mengacu kepada majikan penutur. Di dalam
BSa, bawahan biasanya menyapa majikannya dengan menggunakan pronomina formal
leksem tertentu seperti tuan dan nyonya, leksem kekerabatan seperti bapak dan ibu yang
biasanya diikuti dengan nama depan, leksem jabatan dengan nama keluarga (last name)
seperti yang biasa berlaku di dalam BSu, misalnya Kapten Fache; atau leksem jabatan
dengan nama depan seperti yang lazim berlaku di BSa, semisal, Kopral Jono .

No.
3

TSu
Im afraid His Holiness
no longer cares to meet
with you (hlm. 448)

TSa
Aku kira Paus tidak mau
bertemu denganmu lagi.
(hlm. 578)

~ 149 ~

Suntingan TSa
Saya kira Yang Mulia
Paus tidak mau bertemu
dengan Anda lagi.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Sri Paus adalah otoritas tertinggi gereka Katolik. Untuk itu, semua pengikutnya, terutama
sekretaris Vatikan yang sedang berbicara, akan menggunakan bentuk honorifik lebih tinggi
dari sekadar Paus.

No.

TSu

TSa

Thank you, Father (hlm.

Terima kasih, Bapak

63)

(hlm. 84)

Suntingan TSa
Terima kasih, Romo

Di dalam konteks situasi TSu, father digunakan untuk mengacu seorang pastur Katolik. Di
dalam TSa, seorang pastur Katolik biasanya sering disapa dengan romo (atau Bapa).

3.4.2 Kegagalan mengalihkan pagar (hedges) yang berfungsi sebagai pemarkah pelindung
penutur yang tidak yakin atas proposisi tuturannya. Pagar adalah pemarkah strategi
kesantunan negatif untuk melindungi muka penutur (Brown & Levinson 1987:145-172)

No.
1

TSu

TSa

Suntingan TSa

at about ten-thirty

pada pukul setengah

kira-kira pada pukul

(hlm. 74-75)

sebelas malam (hlm. 99)

setengah sebelas malam

Di dalam TSu, pemarkah pagar about (seperti juga approximately dan around) memiliki
implikasi bahwa penutur tidak seratus persen yakin atas kebenaran proposisi ujarannya,
sedangkan di dalam TSa, implikasi tuturan yang tanpa menggunakan pagar adalah bahwa
penutur yakin sekali dengan kebenaran proposisi ujarannya.

No.
2

TSu

TSa

Suntingan TSa

They may want to trade

Mereka ingin menukar

Mereka mungkin ingin

Leigh for the password

Leigh dengan kata kunci

menukar Leigh dengan

(hlm. 433)

(hlm. 558)

kata kunci

Di dalam TSu, modal may digunakan sebagai pagar karena penutur tidak terlalu yakin atas
kebenaran proposisi ujarannya, sedangkan ujaran TSa berimplikasi bahwa penutur yakin atas
kebenaran proposisi ujarannya

~ 150 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

4 KESIMPULAN
Hasil analisis kesalahan mutlak dan kegagalan pragmatis membuktikan bahwa
terjemahan DVC belum memenuhi salah satu atau malah semua kriteria penerjemahan yang
baik, yaitu ketepatan, kejelasan, dan kewajaran. Analisis dan kesimpulan tiap-tiap data di
dalam penelitian kecil ini membuktikan bahwa kualitas terjemahan DVC patut
dipertanyakan. Dari makalah ini, setiap penerjemah harus menyadari bahwa terjemahannya
berpotensi untuk mengandung kesalahan mutlak dan/atau kegagalan pragmatik. Implikasi
lain dari makalah ini adalah bahwa bidang pragmatik hendaknya juga harus dikuasai
penerjemah, selain bidang linguistik murni, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik yang selama ini dijadikan andalan penerjemah.

DAFTAR PUSTAKA
Blum-Kulka, Shoshana. 1997. Discourse Pragmatics dalam Teun A. van Dijk, ed. Discourse
as Social Interaction. London: Sage. 38-63.
Catford, J.C. 1974. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press.
Garner, Bryan A. 1999. Blacks Law Dictionary. New Pocket Edition. Texas: West Law
Publishing.
Good, C. Edward. 1989. Mightier Than the Sword. Charlottesville.
Hatim, Basil dan Ian Mason. 1992. Discourse and the Translator. London: Longman.
____. 1997. The Translator as Communicator. London: Routledge.
Hatim, Basil. 2001. Teaching and Researching Translation. London: Longman.
Hervey, Sndor dan Ian Higgins. 1992. Thinking Translation. New York: Routledge.
Hoed, Benny H., Tresnati S. Solichin, dan Rochayah M. 1993. Pengetahuan Dasar Tentang
Penerjemahan. Jakarta: Pusat Penerjemahan FSUI.
Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Bandung: Pustaka Jaya.
Hoed, Benny. Semiotika & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.
Hornby, Marry Snell. 1995. Translation Studies. An Integrated Approach. Amsterdam: Jon
Benjamin Publishing Co.
Larson, Mildred L. 1989. Meaning Based Translation, A Guide to Cross-language
Equivalence. Terj. Kencanawati Taniran. Jakarta: Penerbit Arcan.
Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah. Bandung: Mizan Pustaka.

~ 151 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Mann, Richard A. dan Barry S. Roberts. 1999. Business Law and the Regulation of Business.
Boston: West Publisher.
Newmark, Peter. 1981. Approaches to Translation. New York: Pergamon.
____. 1988. A Textbook of Translation. New York: Prentice Hall.
Nida, E.A. dan Charles R. Taber. 1974. The Theory and Practice of Translation. Leiden:
E.J. Brill.
Sarcevic, Susan. Legal Translation and Translation Theory: A Receiver-Oriented Approach,
www.tradulex.com/Actes2000/sarcevic.pdf. Diakses 11 Januari 2013.
Stephen,

Cheryl.

1990.

What

is

Really

Wrong

with

Legal

Language?,

http://www.plainlanguagenetwork.org/legal/wills.html. Diakses 11 Januari 2013.


Taryadi, Alfons. 2003. Kualitas Terjemahan, Siapa yang Bertanggung Jawab? Diskusi HPI.
Jakarta (11 Oktober).
Thomas, Jenny A. 1983. Cross-Cultural Pragmatic Failure. Applied Linguistics, 4:2: 91-112.
Tiersma, Peter M. 1999. Legal Language. London: The University of Chicago Press.
Venuti, Lawrence. 2004. The Translation Studies Reader. New York: Routledge.
Williams, Henny dan Andrew Chesterman. 2002. The MAP. A beginners Guide to Doing
Research in Translation Studies. Manchester: St. Jerome Publishing.
Wilss, Wolfram. 1982 (1977). The Science of Translation: Problems and Methods.
Tbingen: Narr.

~ 152 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

PENGARUH DOSEN NATIVE ENGLISH TEACHER DALAM MENINGKATKAN


MOTIVASI MAHASISWA BERBICARA BERBAHASA INGGRIS
(PENELITIAN TERHADAP MAHASISWA TINGKAT V DAN VII
PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS UNSADA)
Yoga Pratama
Sastra Tinggris Fakultas Sastra
yoga_toshi@yahoo.com
ABSTRACT
Recently English language is becoming general and common in education world in
Indonesia, a lot of people start from school student, university student and worker has been
speaking English fluently, but there are still some problem specifically for the university
student to speak English, some school and university which have English Department try to
find the solution so when they are graduated, they will be excellent in speaking English. the
solution is hiring native English teacher to improve the students motivation to speaking
English, but the question is can the native English teacher gives big influence to the student,
and how good are they if we compare them with the Indonesian native English teacher. This
research was made to analyze how well the native English teacher can give influence to the
students specifically Darma Persada University students that majoring in English Literature
and in English Department. This research will show is hiring Native English teacher is a
good idea or it isnt.
Key words: native, English, teacher, research, English Department

1. PENDAHULUAN
Bahasa Inggris di era yang serba modern ini berkembang menjadi bahasa wajib yang
harus dikuasai oleh masyrakat di berbagai negara termasuk di Indonesia. Hampir setiap
lembaga pendidikan baik yang formal maupun informal dari mulai sekolah sampai tingkat
universitas selalu meningkatkan kualitas institusi mereka dengan adanya pelajaran bahasa
Inggris, ataupun jurusan bahasa inggris baik itu sastra Inggris ataupun pendidikan bahasa
Inggris. Beberapa membuat perbedaan dalam institusinya dengan mendatangkan langsung
pengajar asing dari negara Inggris atau lebih dikenal dengan native speaker.
Di universitas Darma Persada native Teacher mulai diadakan sejak tahun 2008 dengan
tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Native Teacher didatangan dengan tujuan agar
mahasiswa lebih berani untuk mengimprovisasi diri dan
Native Teacher didatangan dengan berbagai alasan dari mulai meningkatkan kualitas
pendidikan sampai ingin menaikan prestisi dari institusinya karena dianggap pengajar asing

~ 153 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

terlihat lebih meyakinkan dibandingkan dengan dosen atau guru bahasa inggris local atau
sorang indonesia. Tapi pada dasarnya mahasiswa dan siswalah yang tahu efek dan poengaruh
dari pengajar asing atau native speaker ini sendiri. Apakah native Teacher mampu
meningkatkan kualitas dan kemampuan para mahasiswa atau tidak itu bisa dibuktikan lewat
penelitian yang akan saya lakukan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia cara diartikan sebagai jalan, aturan, sistem yang
dilakukan seseorang untuk berbuat sesuatu. Setiap orang mempunyai cara yang berbedabeda satu sama lain dalam mengekspresikan kemampuannya karena cara merupakan
karakter dari pemiliknya, yang dalam hal ini adalah cara yang digunakan oleh seorang
pengajar (dosen).
Di dalam masyarakat modern, proses pengajaran dan pembelajaran diuruskan dengan
cara yang lebih sistematik terutamanya dalam kaedah pengajaran dan pembelajaran. Tanpa
proses pengajaran yang sistematik, pengajaran dan pembelajaran berkesan tidak mungkin
dapat dilaksanakan. Menurut Khalid (1993), pembelajaran berkesan bermakna satu usaha
yang teratur, bersistem, tertib serta optimum yang menyatu padukan dan memanfaatkan
semua komponen pembelajaran untuk mendapatkan hasil yang baik.

2. PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah diatas maka saya merumuskan masalah yang akan saya
analisis adalah:
-

Apakah terdapat pengaruh dosen native teacher terhadap dalam meningkatkan


kemampuan mahasiswa memahami novel atau text berbahasa Inggris?

3. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Universal Grammar Chomsky tersebut diatas muncul istilah competence dan
performance. Chomsky (1960) mengatakan bahwa: Competence: What we know - Our deep
structure - What we are capable of doing while Performance: What we show - Our surface
structure - What we do (Elliot, 1996:7-9). Dalam pengertian lain bisa juga dikatakan bahwa
yang disebut dengan kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung
secara tidak disadari, sedangkan performasi merupakan kemampuan memahami dan
melahirkan atau menerbitkan kalimat-kalimat baru (Chaer, 2003:167). Sehingga ketika
seseorang memiliki kompetensi berbahasa yang baik dan benar maka sudah bisa dipastikan

~ 154 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

orang tersebut akan sukses dalam performasinya (spoken&written language), kecuali orang
tersebut mengalami language disorders seperti dyslexia dan aphasia.

b. Teori Mengajar
Tyson dan carol (1970) mengemukakan bahwa mengajar adalah a way working with
students, a process of interaction, the teacher does something to student, the students do
something in return. Dari defines tersebut tergambar bahwa mengajar adalah sebuah cara
dan sebuah proses hubungan timbal balik anntara siswa dan guru yang sama-sama aktif
melakukan kegiatan.
Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam
dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam Grendel 1991: 5 (Hamzah Uno, 2006:4).
Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi
yang di dalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu
atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari,
dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas teori adalah
seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep,
prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.
Salah satu Metode pembelajaran yang efektif adalah ceramah adalah penerangan secara
lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Seperti ditunjukkan oleh Mc Leish
(1976), melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan. Dengan metode ceramah, guru
dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi pendengarnya. Gage dan Berliner (1981:457),
menyatakan metode ceramah cocok untuk digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri
tertentu. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika
bahan belajar tersebut sukar didapatkan.

4. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, saya bertujuan menganalisis dan menunjukan
bahwa judul yang tepat untuk penelitian ini Pengaruh Dosen Native Teacher dalam
meningkatkan kemampuan mahasiswa memahami Novel atau text berbahasa Inggris
(penelitian terhadap mahasiswa tingkat V dan VII program studi sastra Inggris UNSADA)

~ 155 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Untuk mencapai tujuan ini saya akan melakukan tahapan-tahapan dan sejumlah penelitian
sebagai berikut :
-

Membuktikan apakah terdapat pengaruh dosen native teacher terhadap dalam


meningkatkan kemampuan mahasiswa memahami novel atau text berbahasa Inggris?

5. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian kali ini yang akan menjadi respondennya adalah mahasiswa UNSADA
jurusan sastra Inggris semester V dan VII kelas pagi dan malam yang jika di total jumlahnya
menjadi 45 sampai 50 orang. Jika menggunakan purposive sampling saya akan mencoba
memaksimalkan semua responden untuk membuktikan penelitian yang saya lakukan ini.
Pada penelitian ini saya memfocuskan penelitian saya pada jenis penelitian PretestPosttest Control Group Design Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara
acak/random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan
antara kelompok eksperimen dan kelompok control dimana para mahasiswa dievaluasi dan
di teliti secara kelompok dalam ruang lingkup yang terkendali
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen. Adapun analisis yang
dilakukan adalah dengan membandingkan keadaan sebelum dan sesudah diberikan
perlakuan berupa dosen native. Dari hasil perbandingan ini nantinya akan dianalisis ada
tidaknya perbedaan yang signifikan motivasi belajar mahasiswa sebelum dan sesudah diajar
oleh dosen native. Dalam hal ini ada kelompok eksperimen dan kelompok control. Ada pun
paradigma dari penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut.

O1

O2

Berdasarkan gambar tersebut dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Eksperimen


dilakukan dengan membandingkan hasil observasi O1 dan O2. O1 adalah skor motivasi
belajar mahasiswa sebelum diajar oleh dosen native, sedangkan O2 adalah skor motivasi
belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native. Efektivitas dosen native diukur dengan
cara membandingkan antara skor O2 dengan O1. Bilai skor O2 lebih besar daripada O1,
maka keberadaan dosen native tersebut efektif.

~ 156 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

6. HASIL DAN PEMBAHASAN


6.1 Deskripsi Data
Deskripsi data merupakan gambaran kondisi variabel berdasarkan data penelitian yang
telah terkumpul. Dalam penelitian ini data yang dimaksud adalah kondisi motivasi belajar
mahasiswa sebelum dan setelah diajar oleh dosen native speaker, sebagaimana tujuan
dilakukannya penelitian. Kondisi variabel yang dimaksud dilakukan untuk mengetahui
kecenderungan jawaban responden yang meliputi rentangan data, rata-rata, median, modus
dan standar deviasi. Tabel 4.1 berikut ini ditampilkan deskripsi statistik dari hasil
perhitungan dan pengujian yang dilakukan dengan bantuan komputer melalui program
aplikasi SPSS 15., serta analisis dan intepretasinya.

Tabel 4.1. Deskripsi Data Penelitian


Statistics

N
Mean
Median
Mode
St d. Dev iation
Variance
Minimum
Maxim um
Sum

Valid
Missing

Motiv asi
Sebelum
Diajar Dosen
Nativ e
58
0
52.2241
40.0000
40.00
18.34852
336.668
40.00
86.00
3029.00

Motiv asi
Setelah Diajar
Dosen Nat iv e
58
0
78.7069
86.0000
86.00
11.03584
121.790
62.00
91.00
4565.00

1. Analisis Data Motivasi Mahasiswa Sebelum Diajar oleh Dosen Native Speaker
Skor motivasi belajar mahasiswa sebelum diajar oleh dosen native speaker yang diperoleh
dari para responden mempunyai rata-rata 52,22 dengan simpangan baku 18,35; median
40,00; modus 40,00; skor minimum 40,00 dan skor maksimum 86,00. Banyaknya butir
pernyataan dalam instrumen ini adalah 20 butir dengan skor maksimum tiap butir pertanyaan
adalah 5, maka skor rata-rata tiap pernyataan adalah 2,611 atau 52,22%, hal ini menunjukkan
bahwa rata-rata motivasi belajar mahasiswa berada ditengah-tengah (tergolong sedang).
Gambaran ini menunjukkan bahwa motivasi belajar mahasiswa biasa-biasa saja.
Skor simpangan baku 18,35 atau sama dengan 35,14% dari rata-rata, menunjukkan
perbedaan jawaban antar responden termasuk besar. Hal ini menunjukkan bahwa data skor

~ 157 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

motivasi belajar mahasiswa dari responden banyak beragam. Dengan kata lain ada
mahasiswa yang memiliki skor tinggi dan ada juga mahasiswa yang memiliki skor yang
rendah. Berdasarkan analisis deskrpitive, nilai terendah (40,00) berjumlah 38 responden
(65,5%). Sementara itu nilai tertinggi (86,00) berjumlah 11 responden (19,00%) dan sisanya,
skor 62,00 berjumlah 4 responden (6,9%) dan 63,00 berjumlah 5 responden (8,6%).
Selanjutnya, untuk lebih jelas dalam menggambarkan rentangan data yang ada mengenai
variabel minat belajar siswa dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

Motivasi Sebelum Diajar Dosen


Native
40

Frequency

30

20

10

0
40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

Motivasi Sebelum
Diajar Dosen Native

Mean
=52.22
Std. Dev.
=18.349
N =58

Gambar 1. Histogram Dan Polygon Data Motivasi Belajar Sebelum Diajar


Dosen Native

6.2 Analisis Data Motivasi Mahasiswa Setelah Diajar oleh Dosen Native Speaker
Skor motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native speaker yang diperoleh
dari para responden mempunyai rata-rata 78,71 dengan simpangan baku 11,04; median
86,00; modus 86,00; skor minimum 62,00 dan skor maksimum 91,00. Banyaknya butir

~ 158 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

pernyataan dalam instrumen ini adalah 20 butir dengan skor maksimum tiap butir pertanyaan
adalah 5, maka skor rata-rata tiap pernyataan adalah 3,94 atau 78,71%, hal ini menunjukkan
bahwa rata-rata motivasi belajar mahasiswa tergolong baik. Gambaran ini menunjukkan
bahwa motivasi belajar mahasiswa mengalami peningkatan setelah diajar oleh dosen native.
Skor simpangan baku 11,04 atau sama dengan 7,13% dari rata-rata, menunjukkan
perbedaan jawaban antar responden tidak banyak beragam. Jika ditinjau berdasarkan
deskripsi data, jawaban mahasiswa terfokus di angka 86,00 yakni sebanyak 37 mahasiswa
(63,8%). Sementara itu, skor terendah adalah sebesar 62,00 dengan jumlah 10 mahasiswa
(17,2%). Skor tertinggi sebesar 91,00 sebanyak 1 mahasiswa 91,7%). Selanjutnya, untuk
lebih jelas dalam menggambarkan rentangan data yang ada mengenai variabel minat belajar
siswa dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

Motivasi Setelah Diajar Dosen


Native
40

Frequency

30

20

10

0
60.00

70.00

80.00

90.00

Mean
=78.71
Std. Dev.
100.00 =11.036
N =58

Motivasi Setelah
Diajar Dosen Native

Gambar 2 Histogram Dan Polygon Data Motivasi Belajar Setelah Diajar


Dosen Native

~ 159 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

b. Pengujian Hipotesis Penelitian


Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis one
sample t test. Uji ini digunakan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata populasi yang
digunakan sebagai pembanding dengan rata-rata sebuah sampel. Dari hasil uji ini akan
diketahui apakah rata-rata populasi yang digunakan sebagai pembanding berbeda secara
signifikan dengan rata-rata sebuah sampel, jika ada perbedaan, rata-rata manakah yang lebih
tinggi. Dengan menggunakan program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel. Hasil One Sample T Test
One-Sample Statistics
N
Motiv asi Setelah
Diajar Dosen Nativ e

Mean
58

78.7069

Std. Dev iation

Std. Error
Mean

11.03584

1.44908

One-Sample Test
Test Value = 52.22

t
Motivasi Setelah
Diajar Dosen Native

18.278

df

Sig. (2-tailed)

Mean
Diff erence

.000

26.48690

57

95% Confidence
Interv al of the
Diff erence
Lower
Upper
23.5852

29.3886

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

1. Menentukan Hipotesis
Ho :

Rata-rata motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native tidak
berbeda dengan motivasi belajar mahasiswa sebelum diajar oleh dosen native.

Ha :

Rata-rata motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native berbeda
dengan motivasi belajar mahasiswa sebelum diajar oleh dosen native.

2. Menentukan tingkat signifikansi


Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi

= 5%. Tingkat

signifikansi dalam hal ini berarti kita mengambil risiko salah dalam mengambil
keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-banyaknya 5% (signifikansi
5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam penelitian).

~ 160 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

3. Menentukan t hitung
Dari tabel di atas didapat nilai t hitung adalah 18,278

4. Menentukan t tabel
Tabel distribusi t dicari pada

= 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan

(df) n-1 atau 58-1 = 57. Dengan pengujian 2 sisi (signifikansi = 0,025) hasil diperoleh
untuk t tabel sebesar 2,00. atau dapat dicari di Ms Excel dengan cara pada cell kosong
ketik =tinv(0.05,57) lalu enter.

5. Kriteria Pengujian
Ho diterima dan Ha ditolak jika -t tabel < t hitung < t tabel
Ho ditolak dan Ha diterima jika -t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
Berdasar probabilitas:
Ho diterima jika P value > 0,05
Ho ditolak jika P value < 0,05

6. Membandingkan t hitung dengan t tabel dan probabilitas


Nilai t hitung > t tabel (18,278 > 2,00) dan P value (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak

7. KESIMPULAN
Setelah melakukan research lewat angket dan menganalisa hasilnya maka dapat saya
simpulkan bahwa terbukti adanya pengaruh dosen native English teacher terhadap motivasi
mahasiswa dalam berbicara bahasa inggris. Dosen native English teacher memberikn
pengaruh yang sangat besar terhadap keberanian mahasiswa untuk mencoba menunjukan
seberapa baik vocabulary mereka dalam bahasa Inggris lalu mereka beranikan diri untuk
mempraktikannya langsung berbicara dengan native English teacher.
Karena nilai t hitung > t tabel (18,278> 2,00) dan P value (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak,
artinya bahwa rata-rata motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native berbeda
dengan motivasi belajar sebelum diajar oleh dosen native. Hasil t hitung positif menunjukkan
bahwa motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan sebelum diajar oleh dosen native.

~ 161 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis di atas maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan motivasi belajar mahasiswa sebelum dan setelah diajar
oleh dosen native. Motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native (78,71) lebih
tinggi dibandingkan sebelum diajar oleh dosen native (52,22).

DAFTAR PUSTAKA

Brown, H.Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching. New York:
Addison Wesley Longman.
Jeremy harmer. 1998. How to Teach English. Pearson longman.
Herudjati ,Purwoko. 2000. Penelitian Tindak Kelas Dalam Bahasa Inggris. INDEKS
John, Willy. 2000. Collin cobult students dictionary. Target press.
Prof. Sugiono. 2008. Metode penelitian pendidikan. ALFABETA.
Sri Esti Wuryani Djiwandono. 2006. Psikologi Pendidikan, GRASINDO.
Richards, Jack C and Theodore S. Rodger. 2001. Approaches and Methods in Language
Teaching. UK: Cambridge University Press.

Sumber dari Internet

Doff, A. Web Only Chapter: Drills, Dialogues, and Role Plays taken from
www.press.umich.edu.pdf/0472032038-web.pdf.2008
Gay,

Greg

Conceptual

Tempo

and

Learning

Disability.

Taken

from

http://www.unt.edu/honors/eaglefeather/2005 Issue/Marks3.shmtl.
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/jurnal-kediklatan/511-pengajaran-readingmembaca-melalui-pendekatan-konstruktivisme-sebagai-sebuah-alternatif.html

~ 162 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

PATRIARCHAL SOCIETY AND THE SELF- PERCEPTION


OF INDONESIAN WOMEN
Albertine Minderop
English Department, Faculty of Letters,
University of Darma Persada
ABSTRAK
Tujuan disusunnya penelitian ini untuk menunjukkan terdapat keterkaitan antara masyarakat
Indonesia yang patriarkal dengan persepsi diri perempuan Indonesia. Metode penelitian yang
digunakan adalah paradigma kualitatif. Data yang menunjang penelitian ini adalah beberapa
literatur yang relevan dengan topik penelitian. Model penelitian adalah menginterpretasi dan
menganalisis data dengan menggunakan konsep-konsep terkait. Hasil dari pembahasan
ditemukan bahwa patriarchal society terbentuk karena adanya males self- perception dan
females self-perception yang hadir karena pengaruh budaya yang turun-temurun dan ajaran
agama. Akibat dari self-perception ini memunculkan gender inequality dan gender role
antara pria dan wanita yang kadang-kadang bisa diterima dan bisa ditolak oleh beberapa
kelompok masyarakat perempuan. Mereka yang menerima kondisi ini karena mereka
memiliki self-perception tertentu dengan alasan sudah merupakan tradisi. Demikian pula
dengan mereka yang menolaknya dengan alasan independensi. Namun demikian, banyak
perempuan tidak mempermasalahkan patriarchal society, gender inequality, atau gender
role karena fungsi perempuan sebagai ibu rumah tangga atau wanita karir tetap mulia.
Kata kunci: patriarchal society, self-perception, gender inequality, gender role.

I.

INTRODUCTION
Patriarchal society such as Indonesia, means patriarch controls a monopoly or dominance

system of decision-making at every level of government and power. Belief system that
legitimizes patriarch is male dominance and gender discrimination (Hubeis, 2010:4).
According to Kate Millett (1934-) patriarch is created by men and as the culture of men
(biological mother, family based on marriage and heterosexual). According to Bouchier
(1983) marriage is the institutional source of the real exploitation (Jones, 2009: 131).
As sexual relationships between men and women should be in the form of an official
marriage, then for the Indonesian people, marriage is officially the relationship between men
and women and generally acceptable. Especially for women, official marriage put women
more respectable, both according to religion, culture and society.
The condition of most women in Indonesia are highly influenced by the teachings of
traditions, cultural values, and customs, then this experience is attached to the heartstrings

~ 163 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

of many Indonesian women, so that this perception affects their view of themselves. This
self-perception is of course affect their behavior. If they do not behave in accordance with
local practice, then they will have trouble being as individuals, as family members, and as
members of society.
Dr. Abdul Rahman in his book Social Psychology - Perception: Understanding Ourselves
(2013), quoting from Leary, McDonald and Tangney (2003) explained the concept of self.
Self is the completeness of psychological self-reflection that is possible to affect the
experience of consciousness which underlies all kinds of perceptions, beliefs and feelings
about themselves that allows ones to regulate their behavior (page 46).
Perception is the meaning of the stimulus. As a process, perception always requires an
object. The object of perception is very diverse, one of which is the self. As the object of
perception, the self is not a single object, but the object that has aspects that are very complex.
Aspects of the self can be categorized into four aspects: physical, psychological, sociocultural, and spiritual (Dr. Abdul Rahman, 2013: 48).
According to the etiquette of Indonesian People, Indonesians are known for their
attitudes; they are very polite and courteous and do not like to offend others. They are always
trying to make others feel good. Indonesian people respect older people, and Indonesian
women are accustomed to respect their husbands because of tradition and religion, especially
in Islam. In addition to respect for elders and their husbands, Indonesians respect for others
also based on status and aristocracy.
How to talk and how to dress even be a concern. Speaking softly but clear with somewhat
subdued tone is recommended, speaking too loud are considered rude, especially for women.
Women who talk too much and use the irreverent vocabulary are unwelcome, especially
those who like to argue. Thus, women are required to perform a smooth manner, gentle, and
courteous. In the tradition of people like this, it is difficult for most Indonesian women to
argue in order to maintain their principles in a variety of ways. As a result, they live with
passivity, resignation, and do not have the courage to change the conditions.

A. The Objective Of Research


The purpose of this study begins with a research question: is there any relation between the
patriarchal society and the self-perception of Indonesian women? Based on the research

~ 164 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

question, the objective of this research is to show that there is a relation between patriarchal
society and self-perception of Indonesian women.

B. Reading Review

1.

The Stereotype of Gender Values


According to Hubeis, (2010), women in Indonesia and other countries in the world has

always connoted as a creature that is gentle and emotional so it needs to be protected;


whereas men as gallant figure and protector. As a result, women have been socialized since
childhood to perform domestic tasks - housekeeping, child care, and serve their husband.
Men are socialized to perform the role of a universal (public), protect and provide the need
for their family. As a result, occurred asymmetrical relations, women do the monotonous
job and men do the dynamic work and ultimately the situation happens that women serve
men; and men are to protect anyone female (pp.72). Because women take care of the
household and serving families, then the clock work of women is very long, ranging sunrise
to sunset (sunset father's eyes) (pp. 73).

2.

The Role of Gender Inequality


Thus, there needs to be a re-perception and re-image refers to a recognition that a man or

woman as a figure of a human being is equal in terms of responsibility to the family and also
the ability to perform outside the home. According to statistics, the population of women is
larger than men, so a disregard for the potential they represent a waste of human potential
strategic resources. Development planning needs to provide opportunities for women to
work outside the home as a productive strategic potential workforce. Development planning
by involving the role of women in the harmonious relationship of equality with men requires
a gender approach that puts women equally, have the right, the position and the opportunity
to participate equally (pp. 74-75). To change the image of women is not easy and requires
socialization of value that must be started from the concern of the holders of power, that in
fact, they are generally men. The man argued as the head of the family (the bread winner of
the family) that need to be given privileged comfort and outside the home as earner needs to
be served on arrival at home.

~ 165 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Based on Hubeis argue, my study is to find out the relation between patriarchal society
and self-perception of Indonesian women.

C.

The Method Of Research


Based on the objective of the research, this research is being conducted in qualitative

paradigm. Qualitative research conducted with the aim of simplifying and organizing data
in accordance with the discussion contained in the research objectives (Creswell, 1994: 2123). I will use some literatures relating to this topic. The model of research is
analysis/interpretation of data through related literatures; they are: books, journals, articles,
research papers from previous researchers by using content analysis. I will analyze the data
that I collected from the primary source Hubeis (2010), and as secondary sources I use
some reference relating to this topic. To analyze the data I use some appropriate theories and
concepts. The Benefit Of The Research The result of this research is to show that there is a
relation between patriarchal society and self-perception of Indonesian women. This research
is also expected to provide an idea of the condition of women in Indonesia and the barriers
they face in the effort to develop their skills to participate in the development.

II. RESULT AND DISCUSSION


The relations between patriarchal society and women are very influential to womens
self-perception. The perception of one's self can be derived from herself or from outside.
The influence in this context can be either positive or negative impact. When the influence
gives a positive impact, then women have a positive perception about them; but if it is a
negative influence, it can be detrimental to women's perceptions of women's lives further.
Woman's perception is her influence on her role as an individual, as a family member, and
as a member of society.

A. Patriarchal Society In Indonesia


Patriarchal Society occurs in most societies in the world, including in Indonesia.
According to Kate Millett (1934 -), quoted by Hubeis (2010), patriarchal societies due to
male domination and discrimination against women. Patriarch is created by men and as the
culture of men (biological mother, family based on marriage and heterosexual).

~ 166 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

1. Males Self Perception


Most people believe that between women and men are not equal. In this case, men often
find themselves more superior than women. The most significant difference is physical.
Accoridng to Dr. Abdul Rahman (2013), perception is the meaning of the stimulus. As a
process, perception always requires an object. The object of perception is very diverse, one
of which is the self. As the object of perception, the self is not a single object, but the object
that has aspects that are very complex. Aspects of the self can be categorized into four
aspects: physical, psychological, socio-cultural, and spiritual (pp. 48). Perceptions related to
self-concept as stated below. Physically, of course men are stronger than women. From this
difference can lead to a lot of tasks that men can do and women can not. However, in terms
of psychological, sociological, socio-cultural, and spiritual aspects is not necessarily so.
From this view comes the concept of gender.
Hubeis (2010) says that gender is a social construction which refers to differences in the
nature of women and men are not based on biological differences, but the socio-cultural
values that define the role of women and men in personal life and in every area of society
that produce gender roles. Gender refers to the relationship between women and men as well
as the manner and process of implementation of gender is constructed in society (pp. 79).
With respect to gender roles, the roles of men and women clearly divided. The man or the
husband has a role as family protector, breadwinner for the family, responsible for the lives
of all family members, and are in the public space. Thus, a man or a husband worthy of being
the head of the family. As the head of the family, they have a special place in the family with
obtaining special treatment. They should be well served by their wife and they expect
harmonious conditions and happy home. Child's growth and education is the responsibility
of the wife. Thus, it is not impossible if the wifes task is just to take care of housekeeping.
Because of the position of the husband who is responsible for all members of the family,
sometimes they feel reasonable when all the decisions in the household and the family set
out by husband. Even personal issues involving his wife and child rights become husband
authority to assign. Moreover, the problem of education and employment opportunities are
preferred to boys.
Appropriate gender roles for men and women distinguished and determined and valued
by a particular community. Male employment leads to more productive jobs, better paid,
more prestigious, more organized and be counted in national statistics.

~ 167 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

2. Perceptions of Men Against Women


Based on the above, it is a common view that man is essentially a man in many ways has
many advantages compared to women. Mens duty is to protect women, wives, family,
mother, and others bacause women are not as strong as men in many ways. Thus, the home
is suitable for women; they take care of housekeeping and family; while men on duty outside
the home to earn a living. Thus, it is not surprising that many husbands forbid their wives to
work outside their house, except for some reason. For example, economic problems or
because the wife has a high enough education so that she becomes a career woman. However,
many wives accept the rules laid down by the husband even if they are educated enough and
be able to work outside because of their obedience to husband. Compliance is not spared
from the Patriarchal culture.

B. The Self Perception Of Indonesian Women


Self concept is how a woman or a man, to feel himself as the "What" and Who ". The
reflection is influenced by interactions with themselves and outsiders (family and
community). Various studies in the field of communication indicates the difference between
self-concept in women and men. Women are more oriented towards self-image in the
assessment; while men in social comparison. It depends also on the role played by women
(pp. 69).
Society's perception of women, not only limited to the perception of men, but also the
perception of society in general that has been embedded in their minds and have lasted
throughout the history of life. We can see how the perception of women about themselves.
It is not surprising if there are women or wives who can not express their views and ideas
within the family, especially in making decision. Of course, this perception of women do not
occur in Indonesian society in general, but there are still women who suffer from this
condition. As a result of the patriarchal society, women, wives, and daughters always under
the control of the dominant ones. They are not only the dominant male or a husband, but also
other women who support the principle of patriarchal society. They think so, because it is a
cultural patriarchal values that applicable in some communities in Indonesia. Women's
perceptions of themselves shaped by the existence of patriarchal society and supported by
agreed cultural values .

~ 168 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

For example, the general consensus for the role of a mother is caring for the children and
a family is still alive. These two roles in relation to a series of behavioral consequences and
social values. If deemed inappropriate, such as the mother does not treat the children or father
does not support the family, then society will give social sanction, like mom and dad are
not responsible (pp. 81). According to the biological reference, the difference between male
and female roles is given and can not be changed, such as: women menstruate, have
pregnancy and uterus. According to the role differences between men and women, these all
is a reflection of the socially constructed and not nature, therefore can be changed, for
example, women and men should work. Reference biological and social learning does not
have a clear dividing line (pp. 89).

1. Some Women "Accept" Gender Inequality


Gender inequality is a timeless topic in most regions of the world, but it is not surprising
if a lot of women or wife or daughter can understand this situation. The reason, they have
been taught about the culture during their life time. Hubeis argue, women's work is more on
domestic and reproductive work, not paid, seasonal, part-time, are not recognized, routine
and monotonous. Gender inequality is compounded by the following: a. Powerlessness of
women in action to gain gender equality. This helplessness caused by many things, such as
the inability of women relating to the tradition and culture, education, opportunity, and
others. b. Lack of appreciation of the workload of women with non-availability of work
dimensions that can encapsulate a wide range of activities that can not always be converted
in units of currency values. Indeed, the task of the women in the household is quite heavy.
She must manage all the needs of the family members, manage finances, taking care of
familys good health, educational success for children, mental development of children, so
that later they become useful for society and the state; and the most important task is the
responsibility of family harmony. c. The work of women in the household are considered
liabilities and invisible in nation building. A famous English writer, Henrik Ibsen says in his
play entitled The Pillar of Community that women are indeed the pillars of community. This
means that good or bad of a community lies in the presence of women. This expression
means women should behave and give good example to all members of the family, especially
to the children, so that the family can create a generation that benefit for people and the
environment. Women workers are required to remain a role in the domestic sphere, in

~ 169 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

addition to the public realm, they run the dual roles. d. Background of patriarchal and
hierarchical cultural values that have been embedded and entrenched in the community.
Issues of cultural values that are deeply rooted in the community is not easy to be
reconsidered. Attempts to change the values of culture can be considered a social offense
and could even be considered sinful especially when associated with religious teachings.
Therefore, only certain and very independent women who dared to oppose this tradition. In
the present era, there are many women that lead to this view, they are sometimes called
modern women. e. Subjective interpretation of religious values also subordinating women
about sex roles, strengthening covert oppression continues from generation to generation
(pp. 78). The debate on the problem of understanding the religious teachings about the
position of women endlessly discussed all the time. There are women who have their own
views on this debate, but there are also women who completely accept the teachings of the
wrong understanding of religion by reason of fear considered sinful. Women in Indonesia
and other countries in the world has always connoted as a creature that is gentle and
emotional so they need to be protected; whereas men as gallant figure and protector. As a
result, women have been socialized since childhood to perform domestic tasks housekeeping, child care, and serve husband and father. While men are socialized to perform
the role of a universal (public), protect and provide for the family. The result is an
asymmetrical relation, monotonous work and very long time that women do. Men do the
dynamic work. Ultimately happen the situation that put women serve men and men to protect
women.

2. Receiving Roles That Defined By People


Universally, (Hubeis, 2010) gender roles for women were classified into three principal
roles: reproductive (domestic), productive (public) and social roles (community). The role
is a dynamic aspect of a status that has been patterned and being around certain rights and
obligations (pp. 81). a. The role associated with the status of a person in a particular group
or a particular social situation that is influenced by a set of other people's expectations of
behavior that should be displayed by the person concerned. There are many women who do
not dare to break with tradition that is inherent in the Community because they fear a
negative view of society and they are also afraid criticized and isolated. b. The
implementation of a role is influenced by the image that is to be developed by someone.

~ 170 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Thus, the role of culture is the overall pattern that is associated with the status of the
individual concerned. c. Assessment of the performance of a role it comes to good and bad,
high and low, and a little or a lot. Gender roles imposed on a person or group of people in a
society is determined by their situation as women and or men who have covered aspects of
assessment.
In Indonesia this universal role is agreed by the majority of women in Indonesia. They
generally live in rural areas and those who living in cities, for some reasons they do not
mind accepting this role. a. The role of reproductive (domestic) is the role played by a person
to maintain human resource, which takes care of the household (food, health, education,
etc.). The role of educated women or those who are not educated, or economically rich or
poor are not objected to the role of a housewife with a variety of reasons. b. Productive Role:
regarding jobs that produce goods and services for consumption and commercial use
(farmers, fishermen, consultants, services, business, and entrepreneurship). This role can be
done by men and women to obtain the reward. c. Public services are conducted by volunteers
and are usually done by women. For examples: helping health care for aging and children,
preparing the food for the social events.

III. CONCLUSION
Patriarchal society can be accepted by most women in Indonesia because it has become a
cultural value and religious teaching that is passed down from generation to generation.
However, that does not mean women or wives absolutely should not be making decisions
for the household affairs. There are so many housewives who can make decisions and this
would help her husband whose primary task is to make a living. As long as the household
and all its interests can be discussed by all members of the family and agreed upon, it is not
a problem. Wheteher self-perception of women make them feel inferior or problematic,
depending on how women perceive it. Relating to the role of women, then their role as
housewives or those who work outside the home, both places put women in a place of honor.
In my opinion this cultural acceptance can make some women may feel comfortable with
their position as housewives who do not bother to make a living outside the home, as long
as the husband can meet the needs of the household. With a lot of time taking care of and
educating children and serving their husband, can make them totally responsible for
domestic affairs. For husband whose wife stays at home will be happier bercause domestic

~ 171 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

affairs can be handled completely by his wife. Even children feel more protected because
they can be continuously monitored by the mother.
However, there are some wives, especially those living in cities, have enough education,
and want to help support the family, would be more fun for them if they can work outside
the home. Usually the management of household of career woman turned over to parents,
close relatives, or to the housekeeper. When children are able to take care of themselves,
sometimes a household does not need the help of others, because all the homework can be
done by all members of the family even though the husband and wife work outside the home.
All the problem lies in the shared commitment.
The difficulty arises when the wife is not able and not allowed to work outside for living,
while the husband cannot meet the needs of the household. Similarly, the wife who is able
to work outside the home for the needs of the household, but she is not allowed by her
husband for various reasons, while the husband cannot meet the needs of the household, she
will be very upset.
In conclusion, the problem of patriarchal culture and perception of women about her, lies
in the collective agreement between husbands, wives, and even children. All family members
should understand the importance of which should come first, and no family members feel
aggrieved on the aggrement.

BIBLIOGRAPHY
Ari Ujianto (editor). (2010). The Identity Of Indonesian Women (translated). Depok:
Desantara Foundation.
Creswell, John W. (1994). Research Design - Qualitative and Quantitative Approaches.
California 91320: Sage Publication.
Davis, Miranda (ed). (1994). Women and Violence. New Jersey: Zed Book Limited.
Hubeis, Aida Vitalaya S, (2010). Pemberdayaan Perempuan Dari Masa Ke Masa, Cetakan
Kedua. Bogor: PT Penerbit IPB Press.
Jones, Pip. (2009). Introducing Social Theory. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Simanjuntak, Bungaran Antonius. (2013). Harmonious Family. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.

~ 172 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Ari Ujiantodan Muhammad Nurkhoiron(ed.) (2010). Identitas Perempuan Indonesia, Status


Pergeseran Relasi Gender, dan Perjuangan Ekonomi Politik, Depok: Desantara
Foundation.
Husain Haikal, Prof. Dr.,MA. (2012). Wanita Dalam Pembinaan Karakter Bangsa,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saparinah Sadli, Prof. Dr. (2010). Berbeda Tapi Setara Pemikirian tentang Kajian
Perempuan. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Schultz, Duane, D. (1991). Growth Personality the Secrets of Leadership (trans).
Yogyakarta: Kanisius.
Jugianti G. Isa Kayoga. (2011). Ibu Perkasa, Dari Dapur ke Hak Perempuan dan Aktualisasi
Diri. Jakarta: Kata Hasta Pustaka.

~ 173 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ 174 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

PENGARUH SISTEM FONOLOGI BAHASA PERTAMA TERHADAP


PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA:
STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG
Apriliya Dwi Prihatiningtyas, Santi Prahmanati Mardikarno
Fakultas Sastra, Universitas Darma Persada
liya_moudiva@ymail.com, santi.mardikarno@ymail.com
ABSTRACT
Learning a second language or other language after the first language acquisition can cause
many problems. The issue arises because of differences in the system of grammatical or
phonological system may be quite significant compared to the first language. In Japanese
native speakers who learn Indonesian as a second language found that they have many
problems in phonological factors, while the grammatical factor hardly find any problems.
Once examined, the findings indicate that the sounds of the dominant Indonesian
indistinguishable in pronunciation are [] and [u], [r] and [l], nasal sounds such as [n],
[m], [], [n], and a sound approximation [h] followed by the vowel [u]. In addition to hard
to distinguish the pronunciation of sounds, also found difficulty in pronouncing condition
Indonesian syllable patterns, i.e. VKK, KKV, KKVK, KKVKK, KKKV, and KKKVK. In this
study proved that the Japanese speakers are difficult to pronounce the sounds of the
unexpected and difficult is to distinguish the pronunciation. Testing is done by trying to map
phonological contrasts Japanese with Indonesian and Japanese syllable patterns contrasted
with the Indonesian language support. Based on the result, conducted field trials to test the
pronunciation of a set of words that contain the sounds that unexpected and unpredictable
to Japanese native speakers who learn Indonesian language. Results are expected to be used
as a guidance to teachers in teaching the structure of Indonesian pronunciation to Japanese
native speakers.
Keywords: phonological system, first language, syllable patterns, sounds of language,
pronunciation.

1. PENDAHULUAN
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing ditemukan kondisi bahwa
penutur bahasa Jepang sulit melafalkan bunyi-bunyi tertentu bahasa Indonesia. Setelah
dicermati, bunyi-bunyi yang dominan sulit diucapkan adalah [] dan [u], [r] dan [l], bunyibunyi nasal seperti [n], [m], [], [], dan bunyi hampiran [h]. Mereka sulit membedakan
bunyi-bunyi tersebut sehingga seringkali terjadi kesalahpahaman dan ketidakakuratan dalam
melafalkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia. Selain itu, mereka hampir tidak dapat
mengucapkan beberapa pola suku kata, yakni KVK, VKK, KKV, KKVK, KVKK, KKVKK,
KKKV, dan KKKVK.

~ 175 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Kondisi ini kerap menimbulkan masalah dalam komunikasi, khususnya dalam ragam
formal. Penutur jati bahasa Indonesia yang tidak terbiasa mendengar penutur bahasa Jepang
melafalkan bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia akan kesulitan memahami gagasan yang
ingin disampaikan oleh penutur bahasa Jepang. Oleh karena itu, melalui kegiatan ini akan
coba dicermati hal-hal yang membuat penutur bahasa Jepang mengalami kesulitan dalam
melafalkan bunyi-bunyi tersebut dengan mengontraskan peta fonologi bahasa Jepang
dengan peta fonologi bahasa Indonesia dan memperhatikan sistem fonotaktik kedua bahasa
tersebut. Keadaan ini juga tak jarang membuat pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa
asing yang tidak berbahasa Jepang kesulitan dalam mengajarkan bunyi-bunyi bahasa
Indonesia tersebut.

2. TUJUAN DAN MANFAAT


Melalui penelitian ini pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dapat mengetahui
seberapa besar pengaruh sistem fonologis bahasa pertama terhadap pembelajaran bahasa
kedua. Hal ini akan membuka wawasan pengajar dalam mengajar bahasa Indonesia kepada
penutur bahasa Jepang sehingga dapat menyiasati kegiatan pembelajarannya.
Pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing juga mendapatkan pengetahuan
mengenai alasan yang membuat penutur bahasa Jepang sulit melafalkan bunyi-bunyi tertentu
bahasa Indonesia saat mereka mempelajarinya. Hal ini akan membuat pengajar bahasa
Indonesia sebagai bahasa asing dapat mempersiapkan materi ajar yang sesuai untuk melatih
pelafalan dan mencari strategi yang dapat diterapkan di dalam kegiatan pelafalan sehingga
dapat menyiasati kesulitan yang mungkin terjadi di dalam kelas. Penelitian ini juga akan
memperkaya bahan kepustakaan bagi studi linguistik dan bahan ajar bidang fonologi bagi
institusi pendidikan terkait.

3. METODE PENELITIAN
Observasi lapangan dilakukan untuk mendeteksi bunyi-bunyi yang sulit dilafalkan oleh
penutur jati bahasa Jepang. Setelah itu studi pustaka akan dilakukan untuk melihat serta
mengontraskan peta fonologi bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, sekaligus mencermati
sistem fonotaktik kedua bahasa tersebut. Berdasarkan data kedua sistem fonologis dan
fonotaktik ini, kemudian disusun daftar kata yang memuat bunyi-bunyi bahasa Indonesia
yang sulit dilafalkan atau diduga sulit dilafalkan oleh penutur bahasa Jepang. Untuk

~ 176 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

mendapatkan hasil akurat terkait bunyi-bunyi yang sulit dilafalkan ini maka daftar kata yang
telah tersusun diujicobakan kepada penutur bahasa Jepang yang sedang belajar bahasa
Indonesia atau yang tidak belajar bahasa Indonesia. Hasil ujicoba ini akan disandingkan
dengan peta fonologi kedua bahasa tersebut sehingga terlihat bunyi-bunyi yang membuat
penutur bahasa Jepang menemui kesulitan dalam melafalkannya. Studi kepustakaan
digunakan sebagai pendukung observasi lapangan yang seyogyanya membantu menajamkan
analisis dan penilaian terhadap observasi lapangan yang telah dilakukan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik objek penelitian ini adalah:
1. Orang Jepang yang tinggal di Indonesia lebih dari 10 tahun;
2. Orang Jepang yang tinggal dan belajar di Indonesia selama lebih dari enam bulan;
3. Orang Jepang yang tinggal dan belajar di Indonesia selama kurang dari enam bulan.
Para penutur jati bahasa Jepang ini terdiri dari delapan laki-laki dan tujuh orang
perempuan. Sebagian besar dari para narasumber pada saat diobservasi tidak memiliki dasar
pengetahuan bahasa Indonesia sebelumnya atau belum pernah belajar bahasa Indonesia.
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing ditemukan kondisi bahwa
penutur bahasa Jepang sulit melafalkan bunyi-bunyi tertentu bahasa Indonesia. Setelah
dicermati, bunyi-bunyi yang dominan sulit diucapkan adalah [] dan [u], [r] dan [l], bunyibunyi nasal seperti [n], [m], [], [], dan bunyi hampiran [h]. Mereka sulit membedakan
bunyi-bunyi tersebut sehingga seringkali terjadi kesalahpahaman dan ketidakakuratan dalam
melafalkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia.
Dalam kegiatan observasi, peneliti mengujicobakan bunyi-bunyi yang dominan sulit
diucapkan oleh penutur jati bahasa Jepang saat belajar bahasa Indonesia. bunyi-bunyi
tersebut antara lain adalah bunyi [] dan [u], [r] dan [l], bunyi-bunyi nasal seperti [n], [m],
[], [], dan bunyi hampiran [h] yang diikuti oleh vokal [u]. Mereka sulit membedakan
bunyi-bunyi tersebut sehingga seringkali terjadi ketidakakuratan dalam melafalkan bunyibunyi bahasa Indonesia yang mengakibatkan kesalahpahaman. Selain itu, mereka hampir
tidak dapat mengucapkan beberapa pola suku kata, yakni KVK seperti bunyi mam pada
kata demam, rap pada kata harap, atau dar pada kata dadar , VKK seperti bunyi eks
pada kata teks, KKV seperti bunyi sta pada kata stasiun atau bunyi stu pada kata
studio, KKVK seperti bunyi stem pada stempel, atau bunyi khas pada kata khas

~ 177 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

KKVKK seperti bunyi pleks pada bunyi kompleks, KKKV seperti bunyi stra pada kata
strategi, dan KKKVK.seperti bunyi struk pada kata struktur.
Kondisi ini kerap menimbulkan masalah dalam komunikasi, khususnya dalam ragam
formal. Penutur jati bahasa Indonesia yang tidak terbiasa mendengar penutur bahasa Jepang
melafalkan bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia akan kesulitan memahami gagasan yang
ingin disampaikan oleh penutur bahasa Jepang. Kata yang dilafalkan penutur jati bahasa
Jepang ini ada yang kebetulan ada dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia sehingga
menimbulkan kesalahpahaman atau ada yang tidak ada sehingga menimbulkan kebingungan
pada lawan bicara.
Kegiatan observasi dilakukan dengan merekam pembicaraan formal dengan narasumber,
menyimak kemudian mencatat kata yang sulit dilafalkan oleh narasumber saat belajar,
mengobrol atau menyajikan lisan tulisan deskripsinya, menguji kembali bunyi-bunyi yang
dominan sulit diucapkan, kemudian menganalisis data-data temuan tersebut dengan
menyandingkan peta fonologi bahasa Indonesia dengan peta fonologi bahasa Jepang.
Dari daftar kata yang diambil dari ucapan mereka dalam keseharian yang terekam oleh
peneliti, terdapat 150 kata yang kerap salah dilafalkan dengan kesalahan lafal lebih dari 150
karena pada satu kata bisa terjadi lebih dari satu kesalahan pelafalan. Dari daftar kata tersebut
terlihat kecenderungan yang sangat besar terjadi pada tertukarnya bunyi sengau [m], [n]. []
sebanyak 38 kasus, menyusul tertukarnya bunyi [] dengan [u] sebanyak 32 kasus, sulit
melafalkan suku mati sebanyak 25 kasus, berbeda sedikit dengan tertukarnya bunyi [l]
dengan [r] dengan 24 kasus, sulit melafalkan bunyi hampiran [h] pada posisi akhir sebanyak
17 kasus, sisanya kurang dari 10 kasus seperti sulit membedakan bunyi [] dengan [],
melafalkan dengan bunyi bahasa Inggris, sulit melafalkan bunyi hampiran [h], sulit
melafalkan vokal ganda dengan jeda yang tepat, kemungkinan kesalahan karena spontanitas
mengucapkan masing-masing sebanyak dua kasus, sulit melafalkan konsonan klaster
sebanyak sembilan kasus, melafalkan bunyi [] dengan vokal pendek, sulit membedakan
suku mati satu kasus, salah menerapkan jeda bunyi enam kasus, sulit melafalkan konsonan
[g] setelah bunyi sengau [] sebanyak delapan kasus, sulit melafalkan bunyi [kh] sebanyak
tiga kasus, melafalkan bunyi [a] dengan vokal pendek sebanyak satu kasus, tertukar bunyi
[s] dengan [sh] sebanyak satu kasus, sulit melafalkan bunyi [au] sebanyak satu kasus.
Tertukarnya bunyi sengau [n], [m], dan [], disebabkan bunyi-bunyi ini di dalam bahasa
Jepang merupakan satu fonem yang tidak membedakan makna sehingga penutur bahasa

~ 178 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Jepang mempersepsikan setiap bunyi sengau/nasal itu sama. Tertukarnya bunyi [] dan [u]
menduduki peringkat ke dua. Hal ini disebabkan bunyi [] yang pengucapannya mirip
dengan [u] ini tidak ada dalam bahasa Jepang. Sulit melafalkan suku mati juga menjadi
masalah bagi penutur bahasa Jepang karena dalam sistem fonologi bahasa Jepang tidak ada
pelafalan suku mati. Tertukarnya bunyi [l] dan [r] menduduki peringkat keempat dari
kesulitan pelafalan penutur bahasa Jepang. Hal ini disebabkan dalam system fonologi bahasa
Jepang bunyi [l] dan [r] ini merupakan satu fonem, sementara dalam bahasa Indonesia bunyibunyi ini dua fonem. Kesulitan melafalkan bunyi hampiran [h] pada posisi akhir menduduki
peringkat ke lima. Hal ini disebabkan bunyi [h] pada sistem fonologi bahasa Jepang biasanya
tidak menempati posisi akhir. Kesulitan pelafalan yang lain juga terjadi karena perbedaan
sistem fonologi bahasa pertama dengan bahasa ke dua.
Melihat hasil temuan ini, pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing yang tidak
memiliki dasar pengetahuan bahasa Jepang dapat menyiasati pengajaran struktur lafal
dengan beragam strategi. Pada tingkat dasar, pengajaran struktur lafal ini dapat diberikan
jam khusus agar memiliki cukup waktu dalam memajankan bunyi-bunyi yang relatif sulit
dilafalkan penutur bahasa Jepang. Mendiktekan bunyi-bunyi pasangan minimal yang berisi
bunyi-bunyi yang masuk dalam daftar di atas dapat dilakukan oleh pengajar bahasa
Indonesia bagi penutur bahasa Jepang. Menulis kata yang didiktekan pengajar dapat
mendeteksi besarnya peluang keakuratan atau ketidakakuratan bunyi yang mereka simak.
Latihan ini juga dapat mendeteksi persepsi bunyi yang mereka simak. Strategi lain yang
dapat dilakukan di dalam kelas adalah dengan menirukan bunyi yang mereka simak lalu
menuliskannya kembali. Lakukan hal ini berulang-ulang sehingga penutur bahasa Jepang
dapat mencermati bahkan membedakan bunyi-bunyi yang tidak ada dalam sistem fonologi
bahasa mereka. Latihan membaca nyaring juga dapat membantu penutur bahasa Jepang
mencermati dan membedakan bunyi-bunyi yang cenderung sulit dilafalkannya. Pengajar
dapat memperbaiki lafal yang salah dengan memberi contoh membaca nyaring terlebih
dahulu sementara pembelajar menyimak atau memberi kesempatan pembelajar membaca
nyaring terlebih dahulu lalu pengajar mengulangnya. Pengajar dapat memberi tekanan pada
bunyi-bunyi yang salah pelafalannya, mengulangnya kembali sementara pembelajar
menyimak. Dalam latihan meniru bunyi, pengajar dapat memperbaiki pelafalan yang salah
atau hanya memberikan petunjuk atau kode bahwa bunyi tersebut tidak tepat. Dengan

~ 179 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

demikian, pembelajar dapat mengenali kesalahan pelafalan tersebut berdasarkan


pemahaman dan pengalamannya saat mengulang atau memperbaiki lafal tersebut.

5. KESIMPULAN
Penutur jati bahasa Jepang mengalami banyak kesulitan dalam melafalkan bunyi-bunyi
bahasa Indonesia. Tertukarnya bunyi sengau [m], [n]. [] menduduki peringkat pertama
dalam kesulitan pelafalan bunyi, yakni sebanyak 38 kasus, menyusul tertukarnya bunyi []
dengan [u] sebanyak 32 kasus, sulit melafalkan suku mati sebanyak 25 kasus, berbeda sedikit
dengan tertukarnya bunyi [l] dengan [r] dengan 24 kasus, sulit melafalkan bunyi hampiran
[h] pada posisi akhir sebanyak 17 kasus, sisanya kurang dari 10 kasus seperti sulit
membedakan bunyi [] dengan [], melafalkan dengan bunyi bahasa Inggris, sulit melafalkan
bunyi hampiran [h], sulit melafalkan vokal ganda dengan jeda yang tepat, kemungkinan
kesalahan karena spontanitas mengucapkan masing-masing sebanyak dua kasus, sulit
melafalkan konsonan klaster sebanyak 9 kasus, melafalkan bunyi [] dengan vokal pendek,
sulit membedakan suku mati satu kasus, salah menerapkan jeda bunyi enam kasus, sulit
melafalkan konsonan [g] setelah bunyi sengau [] sebanyak delapan kasus, sulit melafalkan
bunyi [kh] sebanyak tiga kasus, melafalkan bunyi [a] dengan vokal pendek sebanyak satu
kasus, tertukar bunyi [s] dengan [sh] sebanyak satu kasus, sulit melafalkan bunyi [au]
sebanyak satu kasus.
Lima peringkat pertama merupakan kesulitan tertinggi yang dialami oleh penutur bahasa
Jepang dalam melafalkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia karena bunyi sengau [m], [n]. []
ternyata satu fonem di dalam sistem fonologi bahasa Jepang. Kasus tertukarnya bunyi []
dengan [u], sulit melafalkan suku mati, tertukarnya bunyi [l] dengan [r], sulit melafalkan
bunyi hampiran [h] pada posisi akhir alasannya kurang lebih sama. Bunyi [] tidak ada
dalam sistem fonologi bahasa Jepang sehingga bunyi ini dianggap satu fonem dengan bunyi
[u]. Demikian juga dengan bunyi [l] dan [r] yang merupakan satu fonem. Karena di dalam
sistem fonologi bahasa Jepang tidak ada suku mati atau bunyi hampiran [h] pada posisi akhir
maka penutur bahasa Jepang sulit melafalkan bunyi-bunyi ini.
Pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing yang tidak memiliki dasar pengetahuan
bahasa Jepang dapat menyiasati pengajaran struktur lafal dengan beragam strategi. Pada

~ 180 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

tingkat dasar, pengajaran struktur lafal ini dapat diberikan jam khusus agar memiliki cukup
waktu dalam memajankan bunyi-bunyi yang relatif sulit dilafalkan penutur bahasa Jepang.
Mendiktekan bunyi-bunyi pasangan minimal yang berisi bunyi-bunyi yang masuk dalam
daftar di atas dapat dilakukan oleh pengajar bahasa Indonesia bagi penutur bahasa Jepang.
Menulis kata yang didiktekan pengajar dapat mendeteksi besarnya peluang keakuratan atau
ketidakakuratan bunyi yang mereka simak. Strategi lain yang dapat dilakukan di dalam kelas
adalah dengan menirukan bunyi yang mereka simak lalu menuliskannya kembali.
Mengulang latihan ini dapat membuat penutur bahasa Jepang cermat dalam membedakan
bunyi-bunyi yang tidak ada dalam sistem fonologi bahasa mereka. Latihan membaca nyaring
juga dapat membantu penutur bahasa Jepang mencermati dan membedakan bunyi-bunyi
yang cenderung sulit dilafalkannya. Pengajar dapat memperbaiki lafal yang salah dengan
memberi contoh membaca nyaring terlebih dahulu sementara pembelajar menyimak atau
memberi kesempatan pembelajar membaca nyaring terlebih dahulu lalu pengajar
mengulangnya. Pengajar dapat memberi tekanan pada bunyi-bunyi yang salah pelafalannya,
mengulangnya kembali sementara pembelajar menyimak. Dalam latihan meniru bunyi,
pengajar dapat memperbaiki pelafalan yang salah atau hanya memberikan petunjuk atau
kode bahwa bunyi tersebut tidak tepat. Dengan demikian, pembelajar dapat mengenali
kesalahan pelafalan tersebut berdasarkan pemahaman dan pengalamannya saat mengulang
atau memperbaiki lafal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Catford, J.C. 1994. A Practical Introduction to Phonetics. Oxford: Oxford University Press.
Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Gleason, H.A. 1961. An Introduction to Descriptive Linguistics. USA: Holt, Rineehart and
Winston, Inc.
Jones, Daniel. 1962. The Phoneme: Its Nature and Use. Cambridge: W.Heffer&Sons Ltd.
Jones, Daniel. 1983. An Outline of English Phonetics. Cambridge: Cambridge University
Press.
Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RMT lauder. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal
Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tjandra, Sheddy N. 2004. Fonologi Jepang. Jakarta: Universitas Indonesia.

~ 181 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ 182 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

TELAAH BENTUK DAN MAKNA


KALIMAT EKSKLAMATIF BAHASA MANDARIN
DALAM CERITA Hng Lu Mng
Yulie Neila Chandra, Gustini Wijayanti
Program Studi Cina, Fakultas Sastra
ync_phoenix@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian kualitatif deskriptif ini mengupas beragam bentuk kalimat eksklamatif dalam
bahasa Mandarin, serta makna yang terkandung di dalam kalimat tersebut. Korpus data
hng lu mng

diperoleh dari cerita klasik romantis Hng Lu Mng ( ). Dalam ragam tulis,
pengungkapan eksklamatif ditandai oleh penggunaan tanda seru (!). Dalam ragam lisan,
pengungkapannya diucapkan dengan intonasi menurun. Berdasarkan bentuk atau
fi zh wi

strukturnya, pada umumnya kalimat eksklamatif berbentuk kalimat tunggal minor (


zh wi j

) dan kalimat tunggal mayor ( ) yang dibentuk dari kalimat deklaratif. Namun,
ditemukan juga kalimat eksklamatif berbentuk kalimat majemuk. Unsur yang dapat
memarkahi kalimat eksklamatif selain penggunaan tanda seru (!) adalah interjeksi, adverbia,
adjektiva, pronomina penanya, dan partikel modalitas/fatis. Berdasarkan maknanya, kalimat
eksklamatif dapat mengandung nilai rasa positif dan negatif, seperti menyatakan kesenangan
(kegembiraan), kekaguman (pujian), kekagetan, kemarahan, kesadaran, penghinaan,
menyalahkan, dan lain-lain.
gn tn j

fi zh wi j

Kata Kunci: Eksklamatif (), Kalimat Tunggal Minor (), Kalimat Tunggal
zh wi j

tn

q zh c

Mayor (), Interjeksi (), Partikel Modalitas/Fatis ()


1. PENDAHULUAN
Pengungkapan ekslamatif di dalam setiap bahasa memiliki keunikan masing-masing,
yang dapat dilihat berdasarkan penggunaan penanda eksklamatif, seperti interjeksi, partikel,
dan sebagainya. Dalam ragam tulis, kalimat ekslamatif dapat ditandai oleh penggunaan tanda
seru (!). Misalnya dalam kalimat eksklamatif bahasa Mandarin, ! zhli
dume njng a! Alangkah tenangnya di sini! menggunakan pronomina dume,
partikel fatis (partikel modalitas) a, serta tanda seru di belakang kalimat tersebut. Kalimat
eksklamatif dalam contoh di atas menyatakan keterkejutan atau kekagetan. Penggunaan
interjeksi di awal kalimat juga dapat menunjukkan kalimat eksklamatif dalam bahasa

~ 183 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Mandarin. Contoh kalimat ! ! oyo! ho tng a! aduh! Sakit nih! menggunakan


interjeksi oyo, adverbia ho, serta partikel fatis (partikel modalitas) ya.
Kedua contoh kalimat eksklamatif dalam bahasa Mandarin di atas menunjukkan struktur
kalimat yang berbeda, begitu pula makna yang muncul dari kalimat tersebut. Kalimat
pertama berbentuk kalimat tunggal mayor berpredikat adjektival; sedangkan kalimat kedua
berbentuk kalimat tunggal minor.
Dalam bahasa Indonesia, kalimat eksklamatif disebut juga kalimat interjeksi atau kalimat
seru (kalimat seruan). Sementara itu, kalimat eksklamatif dalam bahasa Mandarin disebut
gntnj. Kalimat eksklamatif ini termasuk salah satu bentuk kalimat yang
menunjukkan fungsi atau amanat wacananya. Contoh: Wah, cantik sekali kamu!. Pada
contoh tersebut, terlihat unsur interjeksi yang menunjukkan kalimat tersebut merupakan
kalimat eksklamatif yang menyatakan kekaguman, yakni interjeksi wah di awal kalimat dan
tanda seru di akhir kalimat. Namun, kalimat tersebut juga mengandung makna keterkejutan
si penutur. Selain penanda interjeksi, penggunaan tanda seru (!) juga jelas memperlihatkan
pengungkapan eksklamatif.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat dikatakan bahwa kalimat eksklamatif pada
umumnya digunakan untuk mengungkapkan perasaan spontan, baik yang bernilai positif
maupun negatif. Perasaan spontan atau reaksi mendadak dapat muncul karena keterkejutan
atau kekagetan; atau pun perasaan tertentu seperti sedih, marah (emosi), dan lain-lain.
Keanekaragaman pengungkapan eksklamatif dalam pelbagai bahasa itulah yang
menggugah penulis ini untuk menilik, mencermati kalimat eksklamatif dalam bahasa
Mandarin.

2. PERUMUSAN MASALAH
Pada umumnya pengungkapan eksklamatif di dalam pelbagai bahasa di dunia memiliki
keunikan sendiri. Namun, secara umum dapat dipaparkan bahwa pemarkah eksklamatif
dalam bahasa tulis yang berupa tanda seru (!) tampaknya sudah disepakati. Selain itu, unsur
lain yang menjadi pemarkah eksklamatif tidaklah sama, begitu pula dengan struktur atau
bentuk kalimatnya. Bahkan, makna eksklamatif itu juga akan berbeda. Dalam Penelitian ini,
penulis ini akan mencermati, menelaah kalimat eksklamatif bahasa Mandarin dalam cerita

~ 184 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

terkenal yang berjudul Hng Lu Mng () Impian Kamar Merah. Dengan demikian,
masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana struktur kalimat eksklamatif bahasa
Mandarin?; (2) pemarkah atau unsur (kata) apa saja yang dapat menunjukkan eksklamatif?;
dan (3) bagaimana pula makna kalimat eksklamatif bahasa Mandarin, khususnya dalam
cerita romantis Hng Lu Mng

3. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Harimurti (1999), kalimat eksklamatif adalah kalimat yang mengandung
adverbia seruan, seperti alangkah, mudah-mudahan, atau ditandai oleh interjeksi, seperti
aduh, wah, amboi, dan sebagainya. Menurutnya, ada kalimat eksklamatif yang berintonasi
deklaratif, dan ada pula yang berintonasi interogatif.
Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2000), dikemukakan bahwa kalimat
eksklamatif ialah kalimat yang secara formal ditandai oleh kata alangkah, betapa, atau
bukan main pada kalimat berpredikat adjektival. Kalimat eksklamatif dinamakan juga
kalimat seru atau kalimat interjeksi. Kalimat ini digunakan untuk menyatakan perasaan
kagum atau heran. Dalam buku TBBI (2000) juga dijelaskan bahwa kalimat eksklamatif
dibentuk dari kalimat deklaratif, yakni (1) membalikkan urutan subjek dan predikat; (2)
menambahkan partikel nya pada predikat adjektiva; dan (3) menambahkan kata seru
alangkah, bukan main, atau betapa di depan predikat jika dianggap perlu.
Sejalan dengan Hasan Alwi, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M.
Moeliono dalam buku TBBI (2000), Zaenal Arifin, Bambang Sumadyo, dan Dewi Indah
juga memaparkan empat jenis kalimat menurut bentuk/fungsi isinya. Mereka menyebutkan
bahwa kalimat eksklamatif adalah kalimat seruan yang berisi ungkapan perasaan yang
spontan atau reaksi mendadak berupa rasa senang, emosi, dan sedih. La Ode Sidu (2013)
mengemukakan bahwa kalimat interjeksi yang dimaksud tidak lain adalah kalimat
eksklamatif, yakni kalimat yang berisi pernyataan seruan sebagai ekspresi perasaan saat itu
kepada diri sendiri, kepada siapa saja, bahkan kepada Tuhan.
Selanjutnya, telaah mengenai kalimat dalam bahasa Mandarin dimulai dari Li Dejin dan
Cheng Meizhen (1988). Menurut kedua ahli itu, kalimat berdasarkan fungsinya terdiri atas
chn sh j

y wn j

empat macam, yaitu (1) (kalimat deklaratif); (2) (kalimat interogatif); (3)

~ 185 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

sh

gn tn j

(kalimat imperatif); dan (4) (kalimat eksklamatif). Menurut mereka, kalimatkalimat tersebut pada umumnya berbentuk kalimat tunggal. Berdasarkan strukturnya,
kalimat deklaratif dapat diwujudkan oleh semua kalimat, seperti kalimat berpredikat verbal,
kalimat berpredikat adjektival, kalimat berpredikat nominal, kalimat tak bersubjek, dan lainlain.
Menurut kedua ahli bahasa ini, kalimat eksklamatif ialah kalimat yang menyatakan
kekaguman, kesukaan, kejutan, yang ditandai oleh intonasi seru (!). Pada umumnya kalimat
eksklamatif memiliki ciri gramatikal: (1) menggunakan adverbia yang menunjukkan tingkat
ti

zhn

tinggi seperti , , dan lain-lain yang berfungsi sebagai keterangan (adverbial); (2)
menggunakan adverbia yang menunjukkan tingkat tinggi, tetapi berfungsi sebagai

le

komplemen (pelengkap); (3) menggunakan partikel atau ; dan (4) diucapkan dengan
intonasi menurun.
Telaah mengenai kalimat eksklamatif juga dipaparkan oleh Zhang Wu (2000).
Menurutnya, kalimat eksklamatif adalah kalimat yang menyatakan seruan. Perasaan yang
dinyatakan oleh kalimat eksklamatif tersebut sangat beragam, yakni dapat menunjukkan
perasaan suka, apresiasi, kagum, terkejut/kaget. Kalimat ini berkaitan dengan perasaan atau
emosi si penutur. Bila tingkat perasaan berbeda, akan menyebabkan kalimat yang berbeda
pula. Penggunaan interjeksi, partikel, dan adverbia tertentu dapat menunjukkan perbedaan
tersebut.

4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN


Penelitian ini bertujuan menelaah (menganalisis) bentuk (struktur) dan makna kalimat
eksklamatif bahasa Mandarin, khususnya di dalam cerita bergambar Hng Lu Mng (
). Melalui analisis tersebut, penulis ini dapat memahami bentuk (struktur) dan makna
kalimat eksklamatif bahasa Mandarin.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai sintaksis bahasa
Mandarin, khususnya bagi pemelajar bahasa Mandarin mengenai kalimat eksklamatif yang
cukup beragam. Selain itu, kemaknawian penelitian ini juga diharapkan dapat memberi
sumbangan dalam sintaksis dan semantik bahasa Mandarin.

~ 186 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

5. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif, yang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu
pengumpulan dan pengamatan data, analisis data, dan penyajian data. Korpus data diperoleh
dari cerita Hng Lu Mng. Data ditelaah dengan menggunakan metode telaah distribusional.
Telaah bentuk dalam penelitian ini meliputi struktur kalimat, fungsi sintaktis, kata-kata yang
digunakan, serta pemarkah lain yang menunjukkan eksklamatif, Sementara itu, telaah makna
mencakupi makna pemarkah eksklamatif (interjeksi), serta makna kalimat secara
menyeluruh untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam pengungkapan eksklamatif.

6. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan bentuk atau strukturnya, kalimat eksklamatif bahasa Mandarin dapat
dn j

berbentuk beragam jenis kalimat, yakni kalimat tunggal (), baik kalimat tunggal mayor
zh wi j

shung b

fi

(kalimat lengkap// ) maupun kalimat tunggal minor (kalimat taklengkap/


zh wi j

dn b

/); dan juga kalimat majemuk (). Berikut beberapa contohnya:


(1)

! ! ho shn! ho shn! Indahnya gunung ini!

(2)

ho ge suzi! Indahnya tempat ini!

(3)

mio j! Hebat!

(4)

! xiozzhng! Bajingan!
fi zh wi j

Keempat kalimat eksklamatif di atas berbentuk kalimat tunggal minor () yang


d

berunsur satu (baik kata maupun frase), yang disebut juga . Kalimat eksklamatif
contoh (1) dibentuk oleh adjektiva ho baik/bagus/indah dan nomina shn gunung.
Kalimat eksklamatif pada contoh (2) dibentuk oleh adjektiva ho baik/bagus/indah; kata
penggolong ge; dan nomina suzi tempat/daerah. Kedua kalimat tersebut
berbentuk frase subordinatif nominal karena memiliki induk nomina. Sementara itu, kalimat
eksklamatif pada contoh (3) dibentuk oleh adjektiva mio hebat dan adverbia sebagai
komplemen (pelengkap) yang menunjukkan tingkatan, sehingga membentuk frase adjektiva
komplemen. Sementara itu, kalimat eksklamatif (4) dibentuk oleh sebuah adjektiva xio
kecil dan nomina zzhng hibrida. Kedua unsur tersebut membentuk frase

~ 187 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

subordinatif nominal xiozzhng yang dalam konteksnya dapat diterjemahkan


menjadi suatu umpatan atau makian kepada seseorang yang perbuatannya atau prilakunya
sangat buruk, yakni bajingan.

Berdasarkan maknanya, contoh (1), (2), dan (3) kalimat eksklamatif di atas menunjukkan
bioshxyudegntnj

rasa senang/bahagia (). Namun, kalimat (1), (2), dan (3) juga bermakna
bioshznshngdegntnj

rasa kagum atau pujian (). Ketiga kalimat eksklamatif tersebut memiliki
nilai rasa positif. Sebaliknya, kalimat eksklamatif pada contoh (4) memiliki nilai rasa negatif,
yakni menyatakan kemarahan () dan juga penghinaan (
).
Selain kalimat tunggal minor, kalimat eksklamatif bahasa Mandarin dapat berbentuk
kalimat tunggal mayor, contoh:
(5)

! n ti xio kn rn! Kau terlalu menghina orang!

(6)

! jntian zhn b w q s le! Hari ini benar-benar membuatku


gila!

(7)

! xn yning li le! Selir baru datang!


Berdasarkan strukturnya, ketiga kalimat eksklamatif (5), (6), dan (7) berbentuk kalimat

tunggal mayor (). Keempat kalimat tersebut berpredikat verbal, yakni , , dan
. Pada kalimat (25), pronomina n kamu berfungsi sebagai subjek; nomina rn
orang berfungsi sebagai objek; sedangkan adverbia ti terlalu berfungsi sebagai
keterangan (adverbial). Pada kalimat (5), nomina jntian hari ini berfungsi sebagai
subjek; adverbia zhn sungguh dan frase preposisional b w berfungsi sebagai
keterangan; dan verba berfungsi sebagai komplemen/pelengkap akibat. Kemudian, pada
kalimat (7), adjektiva xn baru berfungsi sebagai pewatas dari subjek yning bibi
yang di dalam konteksnya merujuk pada selir. Selain penggunaan tanda seru (!), pemarkah
lainnya dapat berupa adverbia ti terlalu dan zhn sungguh seperti pada contoh (5)
dan (6). Adverbia tersebut merupakan adverbia yang menunjukkan tingkatan.
Berdasarkan maknanya, kalimat eksklamatif (5) dan (6) mengandung nilai rasa negatif.
bioshfnndegntnj

Kedua kalimat tersebut bermakna menyatakan kemarahan (), sekaligus

~ 188 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

bioshchzdegntnj

juga bermakna menyalahkan (). Sementara itu, kalimat eksklamatif (7)


bioshjngydegntnj

menunjukkan kekagetan atau keterkejutan ().


Selanjutnya, kalimat eksklamatif bahasa Mandarin dapat pula berbentuk kalimat
majemuk, contoh:
(8)

, ! w ji dng ng, zi b jirn! Aku mau jadi biksuni saja,


tidak mau menikah lagi!

(9)

, zo tng rn yj hu, y b gn yu jntian Kalau


kau mendengarkan nasihat orang, pasti tidak menderita seperti hari ini!

(10) , tin xi shnshu du zhe ne, n nli du zhdao!


Begitu banyak gunung dan sungai di dunia ini, di mana pun kau tahu!
Kalimat eksklamatif (8), (9), dan (10) berbentuk kalimat majemuk. Ketiga kalimat
tersebut terdiri atas dua klausa. Kalimat (8) dan (10) merupakan kalimat majemuk
koordinatif yang makna klausanya menunjukkan hubungan berurutan. Kalimat (9)
merupakan kalimat majemuk suordinatif yang makna klausanya menunjukkan hubungan
kondisional. Pronomina w saya menjadi subjek dalam kalimat (8); n kamu
menjadi subjek dalam kalimat (10) (klausa kedua); sedangkan subjek dalam kalimat (9)
dilesapkan.
Berdasarkan maknanya, ketiga kalimat eksklamatif di atas mengandung makna deklaratif.
Bentuk eksklamatif ditunjukkan oleh tanda seru (!) di akhir kalimat. Ketiga kalimat
eksklamatif di atas mengandung nilai rasa positif. Kalimat eksklamatif (8) bermakna
bioshxngwdegntnj

menyatakan kesadaran ( ). Kalimat eksklamatif (9) bermakna


bioshchzdegntnj

menyalahkan (). Kalimat eksklamatif (10) menyatakan kekaguman atau


bioshznshngdegntnj

pujian ().
Penggunaan interjeksi di depan atau di awal kalimat sebagai pemarkah eksklamatif sering
dijumpai, seperti contoh dalam kalimat berikut ini:
(11) ! ! iy! w li de b qio le! Aduh! aku datang tidak pada
waktunya!
(12) ! ! i! zogo! zogo! Ah! Gawat! Gawat!

~ 189 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Interjeksi iy dan i dalam kalimat di atas menunjukkan makna kekagetan atau


bio sh jng y

keterkejutan, yang juga mengakibatkan kalimat tersebut menyatakan kekagetan (


de gn tn j

). Kedua kalimat di atas mengandung nilai rasa negatif.


Penggunaan leksikon yang menunjukkan religi juga sering digunakan di dalam kalimat
eksklamatif, misalnya:
(13) , ! Amtuf, k do le ji le! Amitaba, akhirnya sampai di
rumah!
Kalimat eksklamatif di atas memiliki makna positif, yakni menyatakan kesenangan (
).
Penggunaan pronomina penanya seperti n mana, / zn/znme bagaimana,
rh bagaimana, shnme apa, dan lain-lain, sering dijumpai di dalam kalimat
eksklamatif, misalnya:
(14) ! zn b shngxn! Bagaimana tidak sedih!
(15) ! n yu zh dng sh! Mana ada masalah seperti ini! (betapa luar biasa
masalah ini!)
(16) ! w rh xiod! Bagaimana aku tahu!
Ketiga kalimat eksklamatif di atas juga berbentuk kalimat tunggal. Kalimat (14) menyatakan
bio sh bi shng de gn tn j

kesedihan ( ); kalimat (15) menyatakan keterkejutan atau kekagetan


bioshjngydegntnj

( ); sedangkan kalimat (16) dapat menunjukkan kesadaran


bioshxngwdegntnj

().
Pemarkah eksklamatif lainnya adalah penggunaan adverbia du atau dume
(dumo) yang dapat dipadankan dengan kata sangat, sungguh, betapa atau alangkah
dalam bahasa Indonesia. Contoh:
(17) ! du mfan n le! Betapa merepotkanmu!
Selain interjeksi, adverbia, dan pronomina penanya, partikel modalitas (partikel fatis)
seperti , , , , , dan lain-lain, dapat muncul di akhir kalimat eksklamatif. Pada
umumnya, penggunaan partikel tersebut untuk memperhalus serta menekankan eksklamatif.
Contoh:

~ 190 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

(18) , ! Bo xingdi, d x ya! Saudara Bao, selamat ya!


(19) ! n zhn sh zu s ne! Itu benar-benar cari mati!
Berikut penjabaran struktur (bentuk) dan makna kalimat eksklamatif bahasa Mandarin dalam
bentuk tabel 1.

Tabel 1 Struktur (Bentuk) dan Makna Kalimat Eksklamatif


Kalimat Eksklamatif Bahasa Mandarin
Strukur (Bentuk)

Kalimat tunggal minor


yang berunsur satu
d

Pemarkah

(kata/frase) ()

Kalimat tunggal mayor

Kalimat majemuk

Tanda seru (!)


zhn

ti

du

du me

ho

ho

Kekagetan/keterkejutan
jng y

( )

hi

Adjektiva: , ,

fn

dll.

Kemarahan/marah ()

Pronomina Penanya:

Kesedihan/sedih ( )

Menyalahkan ()

Partikel Fatis: , ,

Penghinaan ()

dll.

Kesadaran ()

shn me

bi shng

zn me

, , , dll.

zn

Kekaguman/pujian (
shng

Interjeksi: , ,
, dll.

yu

()

Kesenangan/kegembiraan
x

Adverbia: , , ,
, , dll.

Subjek dapat
dilesapkan

Makna

ya

ne

ch

sh

xng w

7. KESIMPULAN DAN SARAN

Kalimat eksklamatif bahasa Mandarin termasuk salah satu kalimat yang unik di dalam
bahasa Mandarin. Hal itu disebabkan banyaknya bentuk yang dapat menunjukkan
eksklamatif. Selain itu, makna yang terkandung dalam kalimat eksklamatif juga sangat
beragam.
Berdasarkan strukturnya atau bentuknya, pada umumnya kalimat eksklmatif dapat
berbentuk kalimat tunggal minor yang berunsur satu, yakni dapat berupa kata atau frase.
Kalimat eksklamatif bahasa Mandarin juga dapat dibentuk dari kalimat deklaratif, dan diberi

~ 191 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

intonasi final interjeksi. Oleh karena itu, bentuk kalimatnya juga dapat berbentuk kalimat
tunggal mayor (berunsur subjek predikat) dan kalimat majemuk dengan dua klausa. Unsur
yang memarkahi eksklamatif antara lain interjeksi, adverbia yang menyatakan tingkatan, dan
sebagainya.

Berdasarkan maknanya, kalimat eksklamatif dapat mengandung nilai rasa positif dan
negatif, serta lebih menunjukkan ekspresi penutur, seperti rasa senang, kagum, sedih, marah,
kaget, sadar, hina, dan sebagainya. Makna kalimatnya pun harus merujuk pada konteksnya
sehingga dapat terlihat keberagaman makna yang terkandung dalam kalimat eksklamatif.
Penelitian mengenai berbagai kalimat di dalam bahasa Mandarin saling terkait satu
dengan lainnya. Misalnya, seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa kalimat eksklamatif
antara lain dibentuk dari kalimat deklaratif sehingga terdapat ikatan antara kalimat
eksklamatif dan deklaratif, begitu pula dengan kalimat lainnya. Namun, mengingat ruang
lingkup dan keterbatasan waktu, masalah tersebut belum dapat ditelaah secara komprehensif.
Karenanya, perlu dilakukan penelitian lebih lebih lanjut mengenai hal itu.

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, Anton M. Moeliono, Hans Lapoliwa, dan Soenjono Dardjowidjojo. 2000. Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, Zaenal, Bambang Sumadyo, dan Dewi Indah Susanti. 2013. Sintaksis Bahasa
Indonesia. Tangerang: PT. Pustaka Mandiri.
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chen Xinxiong, et.al. 1989/2005. Yuyanxue Cidian. Taipei: Sanmin Shuju.
Fang Yuqing. 1992. Shiyong Hanyu Yufa. Beijing: Beijing Yuyan Xueyuan Chubanshe
Fu Zhunqing. 1985. Xiandai Hanyu Cihui. Beijing: Beijing Daxue Chubanshe.
Gu Yande. 1999. Hanyu Yuyixue. Beijing: Beijing Daxue Chubanshe.
Li, Charles N. dan Sandra A. Thompson. 1981. Mandarin Chinese: A Functional Reference
Grammar. Berkeley: University of California Press.
L Shuxiang. 2010. Xiandai Hanyu Babai Ci. Beijing: Shangwu Yinshuguan.
________. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
________. 1999. Tata Wacana Deskriptif Bahasa Indonesia. Depok: Fakultas Sastra
Universitas Indonesia.

~ 192 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Qian Nairong. 1995. Hanyu Yuyanxue. Beijing: Beijing Yuyan Xueyuan Chubanshe.
Sidu, La Ode. 2013. Sintaksis Bahasa Indonesia. Kendari: Unhalu Press.
Zhang Wu. 2000. Jianming Xiandai Hanyu. Beijing: Zhongyang Guangbo Dianshi Daxue
Chubanshe.
_______. 2000. Xiandai Hanyu Juzi. Shanghai: Huadong Shifan Daxue Chubanshe.

~ 193 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ 194 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

PENERAPAN TEKNOLOGI IT UNTUK GREENHOUSE


Herianto1, Adam Arif Budiman2, Aep Saepul Uyun3, Kamaruddin Abdullah4
1 & 2 Dosen Teknik Informatika, 3 & 4 Dosen Teknik Mesin
ABSTRAK
Pertanian dengan menggunakan teknologi saat ini baru dikembangkan di Tohoku University,
Jepang dengan nama Tohoku-Smart Agriculture Laboratory (T-SAL). Hal ini merupakan
upaya sekolah Pascasarjana Bidang Pertanian dengan IIS (Intelligent Information System
Research Center) dari Tohoku University. Adapun tujuan dibangunnya T-SAL adalah untuk
memperbaiki kondisi sektor pertanian Jepang terutama bagian Distrik Tohoku yang terkenan
Tsunami. Melalui Teknologi IT diharapkan petani dapat dibantu untuk meningkatkan
pendapatannya. Telah dibangun di UNSADA suatu Green House ukuran 3m x 4m x 2.5 m
yang terdiri atas lantai semen dengan dinding dari film plastic tahan UV. Di dalamnya
ditanam sayuran atau bunga potong yang mempunyai harga tinggi, dengan sistem pengairan
tetes. Di dalam bangunan dipasang beberapa sensor untuk memonitor parameter:
temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan suhu tanah. Telah berhasil dilakukan
percobaan uji sensor dan monitor melalui website terhadap beberapa parameter di atas.
Penelitian masih perlu dilanjutkan untuk memasang sensor di dalam green house untuk dapat
memonitor pertumbuhan tanaman yang akan ditanam dalam pot pot yang sudah tersedia.
Keyword : Tohoku-Smart Agriculture Laboratory (T-SAL), Green House, uji sensor

1.

LATAR BELAKANG
Pertanian dengan menggunakan teknologi saat ini baru dikembangkan di Tohoku

University, Jepang dengan nama Tohoku-Smart Agriculture Laboratory (T-SAL), merupaka


upaya sekolah Pascasarjana Bidang Pertanian dengan IIS (Intelligent Information System
Reseerach Center) dari Tohoku University. Adapun tujuan dibangunnya T-SAL adalah
untuk memperbaiki kondisi sektor pertanian Jepang terutama bagian Distrik Tohoku ynag
terkenan Tsunami. Melalui Teknologi IT diharapkan petani dapat dibantu untuk
meningkatkan pendapatannya. Aktivitas yang dikembangkan terdiri atas :a) Model
Agribusiness, b).Pengontrolan dengan kamera, c).Pengurangan biaya buruh, d). Konservasi
dan biaya energi rendah.
Selama ini Kelompok Nanzankai (Kelompok Orang Jepang pensiunan tamatan beberapa
perguruan tinggi terkenal) yang selama ini berupaya membantu UNSADA melalui diskusi
dengan menggunakan Skype, telah berhasil menghubungkan UNSADA dengan T-SAL.
Dalam waktu dekat atas kebaikan Prof.Omura dari T-SAL akan dikirim suatu sistem sensor

~ 195 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

untuk tujuan kontrol pada Screen House yang akan dibuat di UNSADA. Gbr. 1. adalah
rencana sistem sensor yang datanya dapat dikomunikasikan dengan Jepang.
Adapun tema kerjasama riset meliputi:1). Standar untuk sensor data base, 2).Sistem
komunikasi antar terminal cloud, 3).Aplikasi Android untuk terminal architecture,4). Sistem
pengambilan data sensor module/sensor network secara bersama.

2.

TUJUAN
1) Penerapan teknologi IT untuk pertanian Green/Screen House
2) Mengetahui manfaat teknologi IT untuk produksi pertanian
3) Memberdayakan kemampuan IT UNSADA

3.

MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah : Melalui Teknologi IT diharapkan petani dapat dibantu

untuk meningkatkan pendapatannya.

4.

RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimana rancangan sistem untuk

memonitor objek pertanian pada Green House.

5.

LANDASAN TEORITIS

5.1 Sekilas Tentang Microcontroller Raspberry Pi


Raspberry Pi (juga dikenal sebagai RasPi) adalah sebuah SBC (Single Board Computer)
seukuran kartu kredit yang dikembangkan oleh Yayasan Raspberry Pi di Inggris (UK)
dengan maksud untuk memicu pengajaran ilmu komputer dasar di sekolah-sekolah.
Raspberry Pi menggunakan system on a chip (SoC) dari Broadcom BCM2835, juga sudah
termasuk prosesor ARM1176JZF-S 700 MHz, GPU VideoCore IV dan RAM sebesar 256
MB (untuk Rev. B). Tidak menggunakan hard disk, namun menggunakan SD Card untuk
proses booting dan penyimpanan data jangka-panjang.

~ 196 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 1. Raspberry Pi Model B

Ada 2 model Raspberry Pi yang dikeluarkan oleh yayasan tersebut yaitu Raspberry Pi Model
A dan Model B dengan perbedaan spesifikasi sebagai berikut :

Tabel 1.1 : Perbedaan Spesifikasi Raspberry model A dan Model B


Model A

Model B

SoC:

Broadcom BCM2835 (CPU, GPU, DSP, and SDRAM)

CPU:

700 MHz ARM1176JZF-S core (ARM11 family)

GPU:

Broadcom VideoCore IV, OpenGL ES 2.0, MPEG-2 & VC-1 (dengan


lisensi), 1080p30 h.264/MPEG-4 AVC high-profile decoder dan encoder

Memori (SDRAM):
USB 2.0 ports:

256 MB (berbagi-pakai dengan GPU)


1

2 (melalui USB hub)

Composite RCA (PAL & NTSC), HDMI (rev 1.3 & 1.4), raw LCD Panels via
Luaran video:

DSI 14 HDMI resolutions from 640350 to 19201200 plus various PAL and
NTSC standards.

Luaran Audio:

3.5 mm jack, HDMI

Media penyimpan:

SD / MMC / SDIO card slot

Jaringan:
Periferal:
Daya:
Catu daya:

None

10/100 Ethernet (RJ45)

8 GPIO, UART, IC bus, SPI bus with two chip selects, +3.3 V, +5 V,
ground
300 mA (1.5 W)

700 mA (3.5 W)
5 volt via MicroUSB or GPIO header

~ 197 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Ukuran:

85.60 53.98 mm (3.370 2.125 in)

Berat:

45 gram

Sistem Operasi:

Debian GNU/Linux, Fedora, Arch Linux ARM, RISC OS

Melalui Yayasan tersebut untuk Raspberry Pi juga menyediakan distribusi Debian dan
Arch Linux ARM. Selain itu juga tersedia beberapa tools untuk mendukung pemrograman
bahasa utama Python, yang mendukung BBC BASIC (menggunakan tiruan Brandy Basic)
dan Perl.

5.2 Sistem sensor untuk pertanian berbasis IT

Gambar 2. Sistem sensor untuk pertanian berbasis IT

6.

KEGIATAN DAN HASIL PENELITIAN

6.1 KEGIATAN PENELITIAN


Telah dibangun di UNSADA suatu Green House ukuran 3m x 4m x 2.5 m yang terdiri
atas lantai semen dengan dinding dari film plastic tahan UV. Didalamnya akan ditanam
sayuran atau bunga potong yang mempunyai harga tinggi, dengan sistem pengairan tetes.
Tempat tanaman terbuat dari pot-pot yang berisi tanah untuk disiram dengan air dan nutrisi.
Di dalam bangunan akan dipasang sensor elektronik yang datanya dapat dikirim ke Jepang

~ 198 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

melalui sistem internet. Percobaan akan dilakukan untuk mengontrol suhu, RH, nutrisi
tanah, kadar CO2, kondisi pertumbuhan tanaman dll.

Gambar 3. Rancangan Green house


Didalam bangunan dipasang beberapa sensor seperti terlihat pada Gbr.2.

Gambar 4. Sensor

6.2 HASIL PENELITIAN

6.2.1 Arsitektur Sistem

~ 199 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 5. Arsitektur Sistem

6.2.2 Uji sensor dan pembuatan green house

Tim peneliti telah berhasil melakukan percobaan uji sensor dan monitor dan hasilnya
dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada tahap ini greenhouse sudah berhasil dibuat beserta
isinya seperti terlihat pada Gbr. 4-6 berikut

~ 200 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 6. Hasil greenhouse yang sudah dibuat.

Gambar 7. Pemandangan didalam green house dimana terdapat tangki temapai menyimpan
air dan pupuk, lampu penerangan , meja tempat instrument monitor dan kipas

Gambar 8. Gambar menunjukkan letak pot tempat tanaman yang dilengkapi dengan pipa
untuk mengaliri air dan pupuk.

~ 201 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

6.2.3 Program monitoring


Sampai saat ini akese kontrok terhadap webcam sudah jadi kemudian juga akese untuk
monitoring kondisi cuaca dan pertumbuhan tanaman telah berhasil dibuat. Sekarang dengan
program yang telah dikembangkan sudah berhasil diakses dari jauh termasuk dari Tohoku
University seperti terlihat pada Gbr. 9 berikut.

Gambar 9. Hasil tampilan monitoring dalam greenhouse


7.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Telah berhasil dibangun suatu green house dengan ukuran 3 m x4mx 2.5 m dan berisi
tangki untuk penyiraman air dan pupuk, pot tanaman, kipas untuk mengontrol suhu
ruangan.
2. Telah berhasil diinstal alat monitor pertumbuhan tanaman dengan teknologi IT dan
dapat diakses dari jauh bahkan dari Jepangpun.
3. Penelitian masih perlu dilanjutkan untuk memasang sensor didalam green house untuk
dapat memonitor pertumbuhan tanaman yang akan ditanam dalam pot pot yang sudah
tersedia.

~ 202 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

8.

DAFTAR PUSTAKA

Mubarok, M.H., Sistem Kontrol Via Web dengan CGI, PHP, dan AJAX, 2011, Elex Media
Komputindo, jakarta
Munir, M. Syahrul, Rancangan Smart Greenhouse Dengan Teknologi Mobile Untuk
Efisiensi Tenaga, Biaya dan Waktu Dalam Pengelolaan Tanaman,2010, Program
Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Jawa Timur
Odom, Wendell, Computer Networking First-step.2004, Cisco Systems Inc
Smith, Bob., Hardin, John., Philips, Graham., Pierce, Bill., Linux Appliance Design, A
hands-on Guide to Building Linux Appliance, 2006, No Starch Press, San Fransisco

~ 203 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ 204 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENILAIAN SKRIPSI


MENGGUNAKAN PEMODELAN BERORIENTASI OBJEK
(Studi Kasus Jurusan Sistem Informasi Universitas Darma Persada)
Mira Febriana Sesunan
Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknik
mirafebrianasesunan@yahoo.com
ABSTRAK
Pengembangan sistem informasi pada perguruan tinggi merupakan suatu tuntutan tersendiri,
mengingat penggunaanya berjangka panjang dan masalah yang dihadapi tidaklah sederhana,
salah satunya adalah pengolahan data skripsi mahasiswa. Oleh karena itu dirasa perlu
dilakukan pengolahan terhadap data skripsi agar lebih mudah dalam pemeriksaan,
pengolahan dan penilaian tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan skripsi tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah memfasilitasi serta mempermudah dalam proses pengolahan
data dosen pembimbing, data mahasiswa penyusun skripsi, data criteria penilaian, data
persyaratan ujian proposal, data persyaratan ujian skripsi, penjadwalan sidang ujian, serta
pengolahan nilai skripsi. Sistem informasi penilaian skripsi ini dirancangan dengan metode
perancangan sistem berorientasi objek menggunakan Unified Modelling Language (UML).
Perancangan sistem dituangkan dalam bentuk diagram-diagram UML meliputi use case
diagram, activity diagram, class diagram dan sequence diagram. Hasil dari perancangan
sistem ini dapat memperbaiki kelemahan yang terdapat pada sistem manual. Dengan sistem
terkomputerisasi, data tidak akan mudah hilang ataupun rusak serta proses pengolahan data
skripsi menjadi terintegrasi dalam satu sistem yang tentunya dapat mempermudah proses
pengolahannya.
Keywords: penilaian skripsi, metode, perancangan, objek, UML

1. PENDAHULUAN
Sebelum menyelesaikan studinya, setiap mahasiswa diwajibkan untuk menyelesaikan
Skripsi/Tugas Akhir (TA). Pada hakekatnya Skripsi merupakan kegiatan akademik yang
dirancang untuk melatih kemandirian dan tanggung-jawab ilmiah mahasiswa sebagai calon
ilmuwan, mulai dari pemilihan topik dan penyusunan rencana penelitian, pelaksanaan
penelitian, evaluasi hasil penelitian, hingga penulisan laporan Skripsi.
Untuk program studi sistem Informasi di Universitas Darma Persada (Unsada), skripsi
berupa Penelitian dengan bobot 4 sks. Kegiatan Skripsi diakhiri dengan penulisan hasil
penelitian dalam bentuk Laporan Skripsi, yang akan dievaluasi oleh tim penguji yang
dibentuk oleh ketua jurusan. Sebelum melaksanakan penelitian diwajibkan untuk menyusun
usulan/proposal penelitian terlebih dahulu untuk memenuhi bobot 2 sks dalam mata kuliah

~ 205 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

seminar skripsi. Dalam pelaksanaan kegiatan Skripsi, mahasiswa dibimbing oleh 1 (satu)
orang dosen pembimbing.
Ada tahapan proses yang dilakukan oleh mahasiswa Skripsi, yaitu ujian isi serta ujian
akhir/kompre. Untuk setiap tahap tersebut mahasiswa melakukan pembimbingan secara
berkelanjutan kepada dosen pembimbing. Apabila pembimbing menyatakan telah
menyetujui Skripsi, maka pembimbing akan menandatangani naskah persetujuan ujian.
Dokumen Skripsi yang sudah ditandatangani pembimbing diserahkan kepada ketua program
studi. Kemudian ketua program studi menyusun jadwal ujian dan dosen penguji. Setelah
jadwal ujian dan dosen penguji telah ditentukan, nantinya mahasiswa akan melaksanakan
ujian sesuai dengan jadwal, kemudian pada saat ujian dosen penguji memberikan penilaian
sesuai dengan borang evaluasi ujian Skripsi dan hasil penilaian diarsipkan pihak program
studi untuk didokumentasikan.
Permasalahan yang timbul dalam pengelolaan data Skripsi yang dilakukan secara manual
adalah data Skripsi masih terdokumentasikan dalam bentuk kertas sehingga memiliki resiko
kerusakan data ataupun kehilangan data, selain itu juga dalam proses pencarian data
memungkinkan memakan waktu, dikarenakan pencarian data yang dilakukan lembar demi
lembar.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada, diperlukan suatu sistem yang mampu
mengatasi permasalahan yang timbul pada sistem pengelolaan manual, untuk itu sistem
pengelolaan yang terkomputerisasi dapat menjadi solusi dalam mengatasi masalah yang ada,
akan tetapi dibutuhkan suatu konsep perancangan yang baik agar sistem yang dihasilkan
sesuai dengan kebutuhan. Salah satu metode perancangan perangkat lunak adalah dengan
metode berorientasi objek. Metode berorientasi objek adalah metode untuk menganalisa dan
merancang sistem dengan pendekatan objek, yang mana objek dapat diartikan sebagai suatu
entitas yang memiliki identitas, state dan behavior, (Mathiassen. 2000).
Metode berorientasi objek memiliki beberapa keunggulan, diantaranya modularity fungsi
yang terdapat pada sistem (Booch. 1994). Artinya dengan dipecahnya suatu fungsi menjadi
modul-modul sehingga lebih efisien dalam penulisan coding.
2. HASIL DAN PEMBAHASAN

~ 206 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Berdasarkan metode penelitian yang digunakan maka dibuat suatu rancangan sistem
dalam bentuk diagram-diagram UML meliputi use case diagram, activity diagram, class
diagram dan sequence diagram.
1.

Glossary

Daftar kata-kata yang digunakan pada use case dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Glossary
Istilah
Dosen
Mahasiswa
Borang
Detail Borang
TA
Jadwal
Penguji
Penilaian

Deskripsi
Dosen yang ditugaskan sebagai pembimbing dan penguji skripsi
Mahasiswa yang mengambil matakuliah tugasakhir
Daftar kriteria penilaian untuk skripsi
Deskripsi lebih detail tentang borang penilaian skripsi
Skripsi mahasiswa yaitu meliputi ujian proposal dan ujian skripsi
Pengaturan waktu ujian dan tempat serta penugasan dosen penguji
tugas akhir
Dosen yang ditugaskan sebagai penguji
Pengisian nilai dan hasil review dosen penguji terhadap skripsi
mahasiswa sesuai dengan borang nilai yang telah ditetapkan

2. Use Case Diagram


Use case diagram sistem penilaian skripsi ini terdapat dua aktor yang berhubungan dengan
sistem yang dirancang. Adapun use case diagram sistem yang dirancang ini pada gambar 1.

Gambar 1. Use Case Diagram Sistem Penilaian Skripsi

~ 207 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

3. Activity Diagram

Activity diagram dibuat berdasarkan scenario use case diagram, activity diagram
menggambarkan hubungan antara actor dengan sistem yang dirancang. Activity diagram
pada menu administrator dapat dilihat pada Gambar 2 dan Activity diagram pada menu
administrator dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Activity Diagram Menu Administrator

Gambar 3. Activity Diagram Menu Penguji

~ 208 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

4.

Class Diagram dan Sequence Diagram


Class diagram dirancang berdasarkan use case diagram dan activity diagram. Class

diagram dapat mendeskripsikan class-class yang digunakan dalam system informasi skripsi
yang dirancang. Sedangkan sequence diagram menggambarkan aliran pesan yang terjadi
antar class yang didefinisikan pada class diagram.

4.1 Class Diagram dan Sequence Diagram untuk lihat Jadwal


Gambar 4 dan Gambar 5 merupakan class diagram dan sequence diagram untuk proses
lihat jadwal.

Gambar 4.Class Diagram untuk lihat Jadwal

: Administrator

: lihatJadwalUI

: lihatJadwalC

: jadwal

createlihatJadwal
showJadwal
*getJadwal
getPem bimbing
getDosen

Gambar 5. Sequence Diagram lihat jadwal

~ 209 ~

: Dosen

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

4.2 Class diagram dan Sequence Diagram untuk Penilaian Skripsi


Gambar 6 dan Gambar 7 merupakan class diagram dan sequence diagram untuk
peniliaian skripsi.

Gambar 6. Class diagram untuk Penilaian Skripsi

: PengujiTA

: PenilaianUI

: PenilaianC

index

: Jadwal

: Borang

: Nilai

viewJadwal

s electJadwal
createNilai
add
*viewAllBorang
s electBorang

*add
s howDBorang
*add

createNilai
ins ertDnilai
addNilai
counter

Gambar 7. Sequence diagram untuk Penilaian skripsi

~ 210 ~

: DNilai

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

4.3 Class diagram untuk lihat nilai

Gambar 8 merupakan class diagram untuk lihat nilai

Gambar 8. Class diagram lihat nilai

4.4 Class diagram gabungan untuk Stereotype Entity


Gambar 9 merupakan class diagram gabungan untuk Stereotype Entity

~ 211 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 9. Class Diagram gabungan untuk Stereotype Entity


5. KESIMPULAN
Penggunaan perancangan sistem berorientasi objek, akan lebih mempermudah dalam
pengembangan sistem penilaian skripsi, semua data dan fungsi di dalam paradigma ini
dibungkus dalam kelas-kelas atau objek-objek serta karakteristik dari sistem beroreientasi
objek yang reusable sehingga menjadikan sistem ini dinilai lebih mudah dan fleksibel dalam
penerapannya karena terintegrasi dalam satu sistem.

6. SARAN
Perlu penambahan actor mahasiswa pada sistem, dengan tujuan agar mahasiswa dapat
melihat data mahasiswa lainnya yang sedang mengambil skripsi beserta jadwal sidangnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anhar. 2010, Panduan

Menguasai

PHP

dan

Mysql Secara Otodidak.

Jakarta : Mediakita
Booch, Grady., 1994, Object-Oriented Analysis and Design, Addison-Wesley.
Jogiyanto. 2005, Analisis & Desain.Yogyakarta:Andi Offset
Kadir,Abdul.2003.Pengenalan Sistem Informasi.Yogyakarta:Andi Offset
Mathiassen, Lars., 2000, Object Oriented Analisys and Design, Marko Publisher.
Munawar.2005, Pemodelan Visual dengan UML.Yogyakarta:Graha Ilmu
Sakur, Stendy B., 2011,

PHP 5 Pemrograman Berorientasi Objek : Konsep Dan

Implementasi, Andi Publisher, Yogyakarta:

~ 212 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

SOLUSI SISTEM INFORMASI ALIH KREDIT PADA JURUSAN SISTEM


INFROMASI UNIVERSITAS DARMA PERSADA
Endang Ayu Susilawati, Nur Syamsiyah
Sistem Informasi - Fakultas Teknik
ABSTRAK
Sistem alih kredit merupakan pengakuan satuan nilai kredit yang telah dicapai sebelum
menjadi mahasiswa Universitas Darma Persada yang ditetapkan berdasarkan jenjang dan
bidang ilmu yang melatarbelakangi pendidikan yang dapat ditransfer dan /atau disetarakan
sebagai pengganti beberapa mata kuliah tertentu yang terdapat dalam kurikulum Universitas
Darma Persada khususnya pada Jurusan Sistem Informasi. Rancangan sistem informasi alih
kredit didesain dengan mengintegrasikan pihak-pihak yang terkait dengan proses
penerimaan mahasiswa baru alih kredit yaitu ketua jurusan program studi dan Panitia
penerimaan mahasiswa baru(PPMB). Penelitian ini mencangkup tahap-tahap perencanaan,
analisa dan perancangan sistem menggunakan perancangan sistem berorientasi objek yaitu
Usecase diagram dan Activity Diagram. Perancangan database menggunakan Entity
relationship diagram. Diharapakan dengan rancangan sistem ini kegiatan administrasi alih
kredit menjadi lebih mudah, cepat, transparan, tertib, terpadu, akurat, dan efisien sehingga
dapat meningkatkan pelayanan program studi dalam melakukan alih kredit bagi mahasiswa
baru yang berdampak pada peningkatan jumlah mahasiswa dalam rangka mendukung
program kerja Universitas Darma Persada dalam hal target peningkatan jumlah mahasiswa
baru setiap tahunnya.
Kata kunci:. Alih kredit, penyetaraan, sks.

1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sistem alih kredit merupakan pengakuan satuan nilai kredit yang telah dicapai sebelum
menjadi mahasiswa Universitas Darma Persada yang ditetapkan berdasarkan jenjang dan
bidang ilmu yang melatarbelakangi pendidikannya, yang dapat ditransfer dan /atau
disetarakan sebagai pengganti beberapa mata kuliah tertentu yang terdapat dalam kurikulum
Universitas Darma Persada khususnya pada Jurusan Sistem Informasi.
Potensi jumlah mahasiswa baru melalui alih kredit sangatlah besar dalam penerimaan
mahasiswa baru setiap tahunnya pada Universitas Darma Persada khususnya dalam program
studi sistem informasi sehingga diperlukannya pelayanan alih kredit yang cepat, terpadu dan
efesien, yang akan berdampak pada peningkatan jumlah mahasiswa baru alih kredit
Universitas Darma Persada.

~ 213 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Rancangan sistem

informasi alih kredit

didesain berbasis web sehingga

mengintegrasikan pihak-pihak yang terkait dengan proses penerimaan mahasiswa baru alih
kredit yaitu ketua jurusan program studi, Panitia penerimaan mahasiswa baru(PPMB) dan
Dekan fakultas. Dengan demikian dapat dilaksanakannya kegiatan administrasi alih kredit
dengan mudah, cepat, transparan, tertib, terpadu, akurat, dan efisien. Pada pengembangan
lebih lanjut, Sistem informasi alih kredit ini dapat digunakan oleh program studi lainnya
yang ada pada Universitas Darma Persada sehingga dapat meninggkatkan pelayanan
program studi dalam penerimaan Mahasiswa baru alih kredit.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Alih kredit mahasiswa baru yang berjalan pada proses penyetaraan oleh program studi
saat ini tidak memiliki keseragaman waktu penyelesaiannya sehingga pelayanan kepada
mahasiswa baru alih kredit tidak optimal, yang berdampak calon mahasiswa harus
menunggu dengan waktu lebih dari seminggu bahkan lebih hanya untuk mendapatkan
informasi jumlah kredit yang diakui oleh program studi.

Oleh karena itu,

untuk

meminimalkan waktu, transparan, tertib, terpadu, akurat, dan efisien rancangan Solusi
Sistem Informasi Alih Kredit studi kasus pada Jurusan Sistem Informasi Universitas Darma
Persada.
1.3 BATASAN MASALAH
(a) Perancangan sistem menggunakan tools Unified Modelling language berupa Use
case diagram dan Activity diagram
(b) Merancang sistem informasi alih kredit dengan pembagian akses level yang terdiri
dari PMB, Ketua Jurusan dan Dekan sebagai pihak-pihak yang terkait pada proses
penerimaan Mahasiswa baru alih kredit
(c) Perancangan Basis data menggunakan Entity Relationship diagram.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah memberikan solusi untuk alih kredit berupa:
(a) Untuk mendapatkan perancangan sistem informasi alih kredit yang dapat diterapkan
pada aplikasi berbasis web dengan studi kasus pada Jurusan Sistem Informasi
(b) Perancangan basis data sistem informasi alih kredit
1.5 URGENSI
Arti Penting penelitian ini:

~ 214 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

(a) Meningkatkan pelayanan program studi dalam melakukan alih kredit bagi mahasiswa
baru sehingga berdampak pada peningkatan jumlah mahasiswa baru dalam rangka
mendukung program kerja Universitas Darma Persada dalam hal target peningkatan
jumlah mahasiswa baru setiap tahunnya
(b) Mengefisiensikan waktu penyelesaian alih kredit bagi mahasiswa baru oleh ketua
jurusan, PMB dengan memberikan solusi sistem informasi alih kredit berupa kegiatan
administrasi alih kredit dengan mudah, cepat, transparan, tertib, terpadu, akurat, dan
efisien.

2 STUDI PUSTAKA
2.1 STATE OF THE ART:
Penelitian ini mengacu pada prosedur dan sistem berjalan yang dilakukan pada
Universitas Darma Persada dalam penerimaan mahasiswa alih kredit .
2.2 KONSEP DASAR SISTEM
Menurut

Jogiyanto(2005) suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-

prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu


kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Dan memiliki suatu sistem
mempunyai karakteristik atau sifat-sifat tertentu.
2.3 UNIFIED MODELING LANGUAGE (UML)
Dalam penelitian ini, alat pendukung analisis data adalah dengan menggunakan Object
Oriented Programming (OOP) yaitu dengan Unified Modeling Language (UML).
Menurut Munawar (2005) UML adalah hasil dari konsorsium berbagai oragnisasi yang
berhasil dijadikan sebagai standar baku dalam OOAD (Object Oriented Analysis & Desain).
Orientasi objek merupakan teknik pemodelan sistem riil yang berbasis objek.
2.3.1

USE CASE DIAGRAM

Use Case Diagram bersifat statis. Diagram ini memperlihatkan himpunan use case dan
aktor-aktor. Use case menggambarkan external view dari sistem yang akan dibuat
modelnya.
2.3.2 ACTIVITY DIAGRAM (DIAGRAM AKTIVITAS)
Diagram aktivitas bersifat dinamis. Diagram aktivitas adalah tipe khusus dari diagram
status yang memperlihatkan aliran dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya dalam satu sistem.

~ 215 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

2.4 ENTITY RELATIONSHIP DIAGRAM (ER-D)


Menurut Jogiyanto (2005) Diagram hubungan entitas atau yang lebih dikenal dengan
sebutan ER-Diagram adalah notasi grafik dari sebuah model data atau sebuah model jaringan
yang menjelaskan tentang data yang tersimpan (storage data) dalam sistem secara abstrak.
3. METODE PENELITIAN
3.1 METODE
Tahapan pelaksanaan penelitian ini menggunakan System Development Life Cycle
(SDLC), metode ini memiliki enam tahap diantaranya Requirement & Planning, analisis
sistem, design, development dan implementasi. Siklus hidup pengembangan sistem System
Development Life Cycle (SDLC) dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
5
Implementation

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada proses penyetaraan matakuliah yang berjalan masih dilakukan secara manual,
sehingga membutuhkan waktu bagi Ketua Jurusan dalam memeriksa satu persatu matakuliah
yang akan disetarakan berdasarkan transkrip nilai. Hal ini juga menyebabkan lambatnya
calon mahasiswa dalam menerima info jumlah sks yang diterima. Permasalahan yang terjadi
pada Program Alih Kredit pada Jurusan Sistem Informasi saat ini adalah tidak adanya
aplikasi khusus menangani alih kredit sehingga menjadi tidak efektif dan efesien.
Sistem yang akan dikembangkan dirancang menggunakan Unified Modeling Language
(UML), adalah alat bantu yang sangat handal di dunia pengembangan sistem yang
berorientasi objek .

~ 216 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

4.1 Skema prototipe arsitektur sistem aplikasi alih kredit


Sistem informasi alih kredit dirancang untuk diimplementasikan pada aplikasi Web
Based System. Perancangan sistem dibagi menjadi akses level PMB, Akses level Kajur dan
Akses Level Dekan.

Gambar 2 Site Map konfigurasi Sistem Informasi Alih Kredit

4.2 Sistem Desain Database


4. 2.1 Hasil Rancangan Model Entity Relationship Diagram
Data yang akan dikelola oleh sistem informasi alih kredit ini terbagi menjadi data master
dan data transaksi. Data master meliputi data mahasiswa, data matakuliah, data ketuajurusan
dan data transaksi meliputi data hasil konversi.

Gambar 3 Entity Relationship Diagram Alih kredit

~ 217 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

4.2.2 Hasil Perancangan Database Relational


Perancangan database menghasilkan tabel data relational dan struktur database.

Tabel Matakuliah
Tabel Login

kode_mk

id_username

nama_mk

username

sks_mk

password

semester_mk

level

+ tambah

nama
telp

+ ubah
+ hapus

Tabel Matkul Pindahan


kode_mp
nama_mp
sks_mp
grade_mp
semester_mp
id_mhs
+ tambah
+ hapus
+ ubah

+ tambah
+ ubah

Tabel Mhs Pindahan

Tabel Penyetaraan

Tabel Fakultas
id_mhs

id_fak

kode_penyetaraan

nama_mahasiswa

nama_fak

kode_mp1

tempat_lahir

kode_mk1

tanggal_lahir

kode_mp2

univ_asal

kode_mk2

tahun_masuk
id_mhs

Tabel Jurusan

program_studi

id_jur

program_studi_u

nama_jur

gelar_kesarjanaan

jenjang

trans

tgl_setara
+ tambah
+ hapus
+ ubah

status

id_fak

keterangan
notif
Tabel Transkrip

id_username

id_trans

jmlh_sks

file_trans

jmlh_mp

id_mhs

no_ijazah

+ tambah
+ hapus
+ ubah

jenjang_unsada

propinsi

nim
+ tambah
+ ubah
+ hapus

Gambar 4 Rancangan relasi antar table

4.3 Hasil Perancangan Sistem pada Use Case Diagram


4.3.1 Hasil rancangan Use Case Sistem pada Akses level Ketua jurusan(kajur)

~ 218 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Login

Kajur
<<include>>
<<include>>

Klik Pengaturan

<<include>>

<<include>>

Klik Home

Klik Matakuliah
UNSADA

Klik Mahasiswa

<<extends>>

<<extends>>

Klik Data
Login

Klik Data SMS

<<extends>>

<<extends>>
Melihat Data
Mahasiswa Setara

Melihat Data
Mahasiswa Belum
Setara

<<extends>>

<<extends>>
Melihat Pesan
Terkirim

Melihat Pesan
Gagal

Gambar 5 use case akses level Kajur


Pada akses level kajur, informasi penyetaraan didapat dari akses level PMB melalui menu
Data belum setara. Setelah kajur melakukan penyetaraan maka informasi otomatis dapat
diaksen oleh PMB dan Dekan sebagai pemberitahuan telah selesainya penyetaraan.

<<include>>

Login

<<include>>

<<include>>

Klik Logout

<<include>>

PMB
Klik Home

Klik Mahasiswa

Klik Pengaturan
<<include>>

<<extends>>
Melihat Data
Mahasiswa
Setara

<<extends>>

Klik Data
SMS

Melihat Data
Mahasiswa Belum <<extends>>
Setara
Melihat Pesan
Terkirim

<<extends>>
Melihat Pesan
Gagal

Gambar 6 use case akses level PMB

4.4 Hasil Perancangan Sistem pada Activity Diagram


4.4.1 Hasil rancangan Activity diagram pada Akses level PMB

~ 219 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 6 Activity diagram akses level PMB


Penerimaan
Mahasiswa Baru

Login

Aplikasi Alih Kredit

Database

Login berhasil

Melihat tampilan
menu utama

Menampilkan
menu utama
Menyimpan data
matakuliah calon
mahasiswa

Pilih Menu
mahasiswa
pindahan belum
setara

Menampilkan data
calon mahasiswa
pindahan belum
setara

Melihat data
calon mahasiswa
pindahan belum
setara
Input data
matakuliah
calon
mahasiswa

Simpan

Data berhasil
disimpan?

Tidak

Ya
Menampilkan data
matakuliah calon
mahasiswa yang
sudah diinput

Pilih Kirim
SMS

Form Kirim
SMS

Kirim

Pesan Dikirim

Ubah
Rincian
data

Simpan

Pilih Hapus

Hapus

Pilih Unduh

Unduh

Pilih
Logout

Menyimpan data
SMS

Menampilkan
data calon
mahasiswa
pindahan

Pilih Ubah

Menyimpan
perubahan data
matakuliah calon
mahasiswa
Menghapus data
matakuliah calon
mahasiswa

Logout

Gambar 7 Activity diagram akses level PMB Menu status belum dilakukan penyetaraan

~ 220 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Penerimaan
Mahasiswa Baru

Login

Melihat tampilan
menu

Aplikasi Alih Kredit

Database

Login berhasil

Menampilkan
menu utama

Menampilkan data
calon mahasiswa
pindahan sudah
setara

Membuka data
mahasiswa
pindahan

Melihat data
calon mahasiswa
pindahan sudah
setara

Menampilkan
rincian hasil
penyetaraan calon
mahasiswa

Pilih Rincian
Hasil
Penyetaraan

Pilih Cetak

Cetak

Pilih
Logout

Logout

Mengambil data
calon mahasiswa
untuk dicetak

Gambar 8 Activity diagram akses level PMB Menu status telah dilakukan penyetaraan
oleh Kajur
4.4.2 Hasil rancangan Activity diagram pada Akses level Kajur
Ketua Jurusan

Aplikasi Alih Kredit

Login

Login berhasil

Melihat tampilan
menu utama

Menampilkan
menu utama

Pilih Menu data


mahasiswa
pindahan

Database

Menampilkan data
calon mahasiswa
pindahan belum
setara

Melihat data
calon mahasiswa
pindahan belum
setara

Pilih
Setarakan

Menampilkan
form input
penyetaraan

Menyimpan data
penyetaraan
calon mahasiswa

Input
Penyetaraan
Simpan
Input data
matakuliah calon
mahasiswa

Menyimpan data
matakuliah calon
mahasiswa

Simpan
Data berhasil
disimpan?

Tidak

Ya
Menampilkan data
matakuliah calon
mahasiswa yang
sudah diinput

Menampilkan
data calon
mahasiswa
pindahan

Pilih Ubah

Ubah
Rincian
data

Pilih Hapus

Pilih Unduh

Pilih
Logout

Simpan

Menyimpan
perubahan data
calon mahasiswa

Hapus

Menghapus data
calon mahasiswa

Unduh

Logout

Gambar 9
Activity diagram akses level Kajur Menu status belum dilakukan penyetaraan oleh Kajur

~ 221 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Ketua Jurusan

Database

Aplikasi Alih Kredit

Login berhasil

Login

Melihat tampilan
menu utama

Menampilkan
menu utama

Pilih Menu data


mahasiswa
pindahan

Menampilkan data
calon mahasiswa
pindahan sudah
setara

Melihat data
calon mahasiswa
pindahan sudah
setara

Pilih Rincian
Hasil
Penyetaraan

Menampilkan
rincian data
penyetaraan

Pilih Edit
Penyetaraan

Menampilkan data
penyetaraan

Ubah
Penyetaraan

Menyimpan
perubahan data
penyetaraan

Simpan

Menampilkan data
penyetaraan yang
akan dicetak

Pilih Cetak

Kirim SMS

Form SMS

Kirim

Menyimpan data
pesan terkirim

Menampilkan data
mahasiswa yang
akan diubah

Pilih Ubah

Ubah
Rincian
data
Pilih Hapus

Simpan

Hapus

Pilih Unduh

Unduh

Pilih
Logout

Logout

Menyimpan
perubahan data
penyetaraan
Menghapus data
calon mahasiswa

Gambar 10 Activity diagram akses level Kajur Menu status telah dilakukan penyetaraan

5 KESIMPULAN
Rancangan sistem informasi alih kredit didesain untuk mengintegrasikan pihak-pihak
yang terkait dengan proses penerimaan mahasiswa baru alih kredit yaitu ketua jurusan
program studi dan Panitia penerimaan mahasiswa baru (PPMB). Dengan demikian dapat
dilaksanakannya kegiatan administrasi alih kredit dengan mudah, cepat, transparan, tertib,
terpadu, akurat, dan efisien. Pada pengembangan lebih lanjut, Sistem informasi alih kredit
ini dapat digunakan oleh program studi lainnya yang ada pada Universitas Darma Persada
sehingga dapat meninggkatkan pelayanan program studi dalam penerimaan Mahasiswa baru
alih kredit.

DAFTAR PUSTAKA

Al Fatta,Hanif.2010.Analisis dan Perancangan Sistem

Informasi

Untuk Keunggulan

Bersaing Perusahaan dan Organisasi Modern.Yogyakarta:AMIKOM


Anhar.2010.Panduan Menguasai PHP dan Mysql Secara Otodidak. Jakarta: Mediakita
Jogiyanto.2005.Analisis & Desain.Yogyakarta:Andi Offset
Kadir,Abdul.2003.Pengenalan Sistem Informasi.Yogyakarta:Andi Offset
Munawar.2005.Pemodelan Visual dengan UML.Yogyakarta:Graha Ilmu

~ 222 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Widodo,Puji Prabowo dan Herlawati. 2011. Menggunakan UML. Bandung: Informatika


Syafii,M.2004.Membangun

Aplikasi

Berbasis

PHP

dan

Mysql.Yogyakarta:Andi

Yogyakarta
Edison,Tarigan Daud.2012.Membangun SMS Gateway Berbasis Web dengan Codeigniter.
Yogyakarta:Lokomedia
Munawar.2005.Pemodelan Visual dengan UML.Yogyakarta:Graha Ilmu
Syafii,M.2004. Membangun Aplikasi Berbasis PHP dan Mysql.Yogyakarta: Andi
Yogyakarta
Edison,Tarigan

Daud.2012.Membangun

SMS

Codeigniter.Yogyakarta:Lokomedia

~ 223 ~

Gateway

Berbasis

Web

dengan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ 224 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

KAJIAN STRATEGI PENURUNAN EMISI GAS BUANG DARI KAPAL


DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK
Arif Fadillah*) Augustinus Pusaka K.*) Moch. Ricky Dariansyah*)
*) Jurusan Teknik Perkapalan, Fak. Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada
e-mail: arif_fadillah@yahoo.com
ABSTRAK
Tingginya mobilisasi barang dengan menggunakan transportasi laut, berdampak pada
tingginya emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan ke atmosfir. Ketika kapal mendekati
pelabuhan, kapal motor mencemari udara di sekitar pelabuhan. Bahkan selama kapal berada
di kawasan pelabuhan, kapal motor tetap menyalakan mesin untuk memenuhi beberapa
kebutuhan terutama listrik. Selama mesin beroperasi, berarti selama itu pula kapal
mengeluarkan polutan ke udara.Dalam studi ini dilakukan kajian strategi penurunan emisi
gas buang dari kapal di Pelabuhan Tanjung Priok. Pengumpulan data, baik primer dan
sekunder pada lokasi Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Hasil studi menghasilkan strategi
untuk menurunkan emisi di pelabuhan dengan Skenario Business as Ussual (BAU), Skenario
Penggunaan Listrik Pelabuhan, Skenario Efesiensi Turn Round Time (TRT), Skenario
Penggunaan CNG Sebagai Pengganti BBM Kapal. Skenario Peningkatan Kualitas BBM
untuk menekan emisi Sox, Skenario Penerapam Teknologi Pada Permesinan Kapal untuk
menekan emisi Nox.
Kata Kunci: Emisi gas buang kapal, Penurunan emisi gas buang kapal, Pencemaran udara
transportasi laut.

1. PENDAHULUAN
Transportasi laut yang menggunakan kapal motor sebagai penggerak, merupakan salah
satu sumber pencemar udara. Kapalkapal motor, mulai dari ukuran yang kecil sampai yang
besar, umumnya menggunakan minyak diesel atau solar sebagai bahan bakar motor. Minyak
diesel atau solar yang dibakar di mesin kapal mengeluarkan sejumlah gas, seperti NOx, SOx,
atau CO2. Semua gas tersebut menjadi penyebab pemanasan global, yang memicu terjadinya
perubahan iklim.
Tingginya mobilisasi barang menggunakan transportasi laut, berdampak memacu
percepatan pemanasan global, polutan dari kapal di laut juga dapat menimbulkan hujan
asam. Ketika kapal mendekati pelabuhan, kapal motor mencemari udara di sekitar
pelabuhan. Bahkan selama kapal berada di kawasan pelabuhan, kapal motor tetap
menyalakan mesin untuk memenuhi beberapa kebutuhan, terutama listrik. Selama mesin
beroperasi, berarti selama itu pula kapal mengeluarkan polutan ke udara.

~ 225 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Pencemaran lingkungan laut dari kapal di pelabuhan merupakan isu nasional yang perlu
segera ditangani, hal ini dibutuhkan untuk menentukan langkahlangkah yang diperlukan
dalam menentukan kebijakan pengendalian pencemaran udara. Pengumpulan data, baik
primer dan sekunder pada lokasi Pelabuhan Tanjung Priok.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka Kajian Strategi Penurunan Emisi Gas
Buang dari Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok sangat diperlukan dalam pengambilan
kebijakan dan memperkuat keputusan pembangunan transportasi laut dan penyeberangan
saat ini maupun yang akan datang.Hasil studi menghasilkan strategi untuk menurunkan
emisi di pelabuhan dengan Skenario Business as Ussual (BAU), Skenario Penggunaan
Listrik Pelabuhan, Skenario Efesiensi Turn Round Time (TRT), Skenario Penggunaan CNG
Sebagai Pengganti BBM Kapal. Skenario Peningkatan Kualitas BBM untuk menekan emisi
Sox, Skenario Penerapan Teknologi Pada Permesinan Kapal untuk menekan emisi Nox.
1.1 Maksud dan Tujuan Studi
Studi ini dimaksudkan untuk menganalisis dan mengevaluasi upaya penurunan emisi gas
buang dari kegiatan kapal di pelabuhan. Adapun tujuan dari pekerjaan studi ini adalah
memberi masukan kepada pihak pelabuhan untuk mengantisipasi keluarnya kadar emisi gas
buang oleh kapalkapal yang singgah di pelabuhan, agar tidak terjadi pencemaran di atas
ambang batas.
1.2 Manfaat Penelitian
Selain bermanfaat bagi pengembangan transportasi laut dan penyeberangan pada kapal
kapal dalam negeri yang beroperasi, secara khusus pekerjaan studi ini juga bermanfaat
sebagai landasan penyusunan program kerja, acuan serta arahan bagi stakeholder dan
instansi terkait, seperti pelabuhan, angkutan laut atau kapal, dan pemerintah.

2.

METODOLOGI PERHITUNGAN EMISI


Dalam rangka pengukuran emisi gas buang dari kegiatan kapal di pelabuhan dilakukan,

baik untuk mesin utama dan mesin bantu kapal dengan memperhitungkan sejak kedatangan
kapal (time arrival), kegiatan bongkar muat termasuk didalamnya waktu tunggu kapal
sampai dengan waktu keberangkatan kapal (time departure) pada pintu pelabuhan atau
dikenal dengan TRT (Time Round Time) kapal di pelabuhan, seperti terlihat dalam Gambar
1.

~ 226 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Pandu
turun

Pandu naik
ke kapal
Kapal tunda
siap

Kapal
Tiba

Pandu naik
ke kapal

Kapal tunda
selesai

Kapal tunda
siap

Pandu
turun
Kapal tunda
selesai

Kegiatan
Bongkar / Muat

Waktu tunggu

Approach Time

Kapal
Berangk
at

Waktu Tambat

Approach Time

Turn a Round Time

Gambar 1. Turn Round Time Kapal di Pelabuhan (1)

Kegiatan kapal di pelabuhan adalah sebagai berikut:


1. Approach Time (AT) : Waktu terpakai untuk kapal dari lokasi lego jangkar sampai ikat
tali di tambatan dermaga pelabuhan atau sebaliknya.
2. Berth Time (BT) : Waktu tambat sejak first line sampai dengan last line.
3. Turn Round Time (TRT) : Waktu sejak kedatangan kapal berlabuh jangkar di kolam
pelabuhan, dilanjutkan bongkar muat dermaga serta waktu keberangkatan kapal atau
Time arrival sampai dengan Time departure.

Sedangkan estimasi gas emisi buang dari kapal di pelabuhan juga dengan
memperhitungkan dari jenis kapal, dimana:
a. Olah Gerak Kapal di Pelabuhan dengan Sistim Propulsi Sendiri
Untuk perhitungan gas emisi buang dari kegiatan kapal di pelabuhan dengan
memperhitungan seluruh emisi yang ditimbulkan dari mesin utama kapal (MU/ME) dan
mesin bantu kapal (MB/AE) selama beroperasi di pelabuhan. Jenis kapal ini adalah ferry,
kapal tunda, supply boat dan sejenisnya.
b. Olah Gerak Kapal di Pelabuhan Tidak dengan Sistim Propulsi Sendiri
Untuk perhitungan gas emisi buang dari kegiatan kapal di pelabuhan dengan
memperhitungan seluruh emisi yang ditimbulkan dari mesin bantu kapal (MB/AE) dan

~ 227 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

emisi yang ditimbulkan emisi dari tug boat dan kapal bantu lainnya. Jenis kapal ini adalah:
kapal barang, tanker, bulk carrier dan sejenisnya.
Estimasi emisi gas buang dari mesin utama kapal mengikuti persamaan berikut ini dari
Trozzi,et al,
= jklmEijklm

(1)

Eijklm = Sjkm(GT)tjklmFijklm

(2)

Ei

dimana,
i

Polutan
:

Jenis: bahan bakar

Pengelompokan
:
kapal

Tipe:mesin

Mode
: operasi kapal

Ei

Total: emisi polutan i

Eijklm

Total emisi polutan i saat menggunakan bahan bakar j dengan tipe


:
kapal k dan jenis mesin l pada m

Fijklm

Rata-rata emisi faktor polutan i dari bahan bakar j dengan tipe kapal k
:
dan mesin I dalam m

Sjkm
(GT)

Konsumsi harian bahan bakar j oleh jenis kapal k saat m dengan


:
menggunakan fungsi GT

Perhitungan konsumsi bahan bakar dari mesin bantu dilakukan melalui persamaan dari
Ishida, et.al.
f = 0,2 x O x L

(3)

dimana :
f : konsumsi bahan bakar (kg/kapal/jam)
O : rated output (PS/engine)
L : faktor beban (crusing :30%, hotelling (tanker) : 60%, (other ship) : 40% dan
maneuvering : 50%)

Sedangkan estimasi emisi gas buang kapal dihitung berdasarkan Trozzi, et.al, dimana
dalam penelitiannya menggunakan perhitungan konsumsi bahan bakar mesin dari setiap

~ 228 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

jenis kapal diperoleh dari analisis regresi linier konsumsi bahan bakar terhadap tonase kotor
seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Kapal dan Konsumsi Bahan Bakar

Konsumsi Bahan Bakar (ton/day) Dengan

Jenis Kapal

Menggunakan Fungsi Gross Tonnage (GT)

Solid Bulk

Cjk = 20.1860 + 0.00049 GT

Liquid Bulk /Tanker

Cjk = 14.6850 + 0.00079 GT

General Cargo

Cjk = 9.8197 + 0.00143 GT

Container

Cjk = 8.0552 + 0.00235 GT

Ro-Ro Cargo

Cjk = 12.8340 + 0.00156 GT

Passenger

Cjk = 16.9040 + 0.00198 GT

High Speed Ferry

Cjk = 39.4830 + 0.00972 GT

Inland Cargo

Cjk = 9.8197 + 0.00143 GT

Sail Ship

Cjk = 0.4268 + 0.00100 GT

Tugs

Cjk = 5.6511 + 0.01048 GT

Fishing

Cjk = 1.9387 + 0.00448 GT

Other Ships

Cjk = 9.7126 + 0.00091 GT

Selain itu, emisi gas buang dihitung dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti
mesin dan jenis bahan bakar serta mode operasi dari kapal seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Faktor Emisi Pada Kapal (kg/ton)


Mode

Cruising

Manoeu

Engine / Bahan

NOx

CO

CO2

VOC

PM

SOx

SSD/BFO

87

7.4

3200

2.4

1.2

60

MSD/BFO

57

7.4

3200

2.4

1.2

60

HSD/MDO

70

3200

1.5

20

SSD/BFO

78

28

3200

3.6

1.2

60

Bakar

~ 229 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

vering

Hotelling

MSD/BFO

51

28

3200

3.6

1.2

60

HSD/MDO

63

34

3200

4.5

1.5

20

SSD/BFO

35

99

3200

23.1

1.2

60

MSD/BFO

23

99

3200

23.1

1.2

60

HSD/MDO

28

120

3200

28.9

1.5

20

SSD = Slow Speed Diesel Engine


Particulate Matter

BFO = Bunker Fuel Oil

PM =

VOC = Volatile Organic Compound

MDO

= Marine Diesel Oil


MSD = Medium Speed Diesel Engine

3.

HSD = High Speed Diesel Engine

PELABUHAN TANJUNG PRIOK


Pelabuhan Tanjung Priok tergolong pelabuhan umum merupakan pelabuhan yang relatif

lengkap dengan disediakan terminal penumpang, terminal peti kemas maupun terminalterminl curah. Pelabuhan Tanjung Priok berada di Kotamadya Jakarta Utara, Propinsi DKI
Jakarta dengan posisi koordinat antara 06 - 06' - 00'' LS dan 106 - 53' - 00 BT dengan
kedalaman alur -5 sampai dengan -14 mLWS dan kedalaman kolam PLB antara -5 sampai
dengan -14 mLWS. Gambar 2. Memperlihatkan dan lokasi dan layout Pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta.

LAYOUT PELABUHAN EKSISTING 2010

KOMPLEK
TNI-AL

JL. ALOR

PT. BSA
EX KSJ

CK

PT. DKB

Terminal Peti Kemas KOJA

EX PT PERINTIS
ASPALINDO

CAR TERMINAL
CURAH CAIR

DOCK
B&C

EX AKR

ADHIGUNA

DERMAGA CURAH CAIR/

PT. GRAHA
SEGARA

Ex Roro Sam

Ex PT Jelajah
Laut Nusantara

JL. ALAS

Ex. PT UCL

CURAH CAIR

JL. BITUNG

Ex. PT PRIMANATA

JL. PANAITAN

JL. PADAMARANG

JL. TEMBUS

JL. BANGKA

JL. KALIMANTAN

Ex. PT AGUNG RAMA

PT MTI

Ex. B & C

KBN

KARANTINA

KANTOR

MASJID

PMK

KANTOR ARSIP

EX. GESSU RY LLOYD

JL. AYUNG

Ex. PMK
EX. R UMAH MAKAN

EX. VTP

TKBM

PT. LBS
KANTOR

KANTOR

PT. PUL
KANTOR

POOL

II
JL. NUSANTARA

JL. PALIAT

LAPANGAN
PENUMPUKAN
LAPANGAN
PENUMPUKAN
INDUSTRI
POLYMER

MASAJI KARGOSENTRA TAMA

PT. SABINDO
VEEM

GUDANG
CDC

LAPANGAN

KARANTINA
IKAN

GD LAP

PERKANTORAN

PERKANTORAN
JL. ENGGANO
PMC

API

AIR

ETA
. KER
STA

I
PT HARAPAN JAYA

PT.

PKL

INSTA
NSI

MULTIPURPOSE

PT MBL

N&
UKA RI
NU
UMPA
. PEN EK
ANG
LAP PT.
GUD

CURAH CAIR

CURAH
KERING

JL. NUSANTARA

YACHT
CLUB

EX. PRIMANATA

DLN

TA
ADINA
MART
. RE
LAKS
JL.

EX PT INGGOM

PT. DKB

CURAH
KERING

LAHAN REKLAMASI

PEME
RINT
AH

luas 106.215,13 m2

DEPO

DOCK

KANTOR

KANTOR
YON

DOCK

PT PELINDO II

PT ADIPURUSA

JL. BANGKA

GUPER
KANTIN

KARANTINA
HEWAN

Ex. PT. J as a Nurani


Serv ice

EX PT. TSJ

E X PT JBY

JL. AMBON SELATAN

EX AD MIRA L LINES

JL. KALIMANTAN SELATAN

ORGANDA

KANTOR

EX PT DAHAN

DM SWEATER

KANTOR

JL. PABEAN

KANTOR

PT DHU
/ BCA
PT.DJAKARTA LLOYD

PT. SARI
JASA

TERMINAL

Sum atera

Ex PT. Enggano
Samosir

PENUMPUKAN CURAH CAIR


(BBM)

KESEHATAN

KANTOR CABANG

BANK
BUMI PUTRA

EX PT DAHAN

GD
LAP
PT. R AMA ADI
PUTRA

PT TJETOT

GD

Ex PT. Djasa

LAP

PT. DKP

DOCK

JL. PENJALAI

LAP . EX OFFICE
CENTRE
Office Area

JL. PANAITAN

KANTOR

PT. SARI
JASA

JL. PADAMARANG

KANTOR
SAMUDRA

Ex. PT PELOPOR /
005 X

DOCK

LAP .EX. PT GLORIUS/


003 X

JL. DIGUL

KOLINLAMIL

JL. PALMAS

PT. PELNI
KANTOR

GRAHA

INDUSTRI

PLTU

PLTU

LAP. PENUMPUKAN &


GUDANG

CURAH CAIR
DOCK

JL. SINDANG LAUT

LAPANGAN

JL. ACEH

CC

JL. AMBON

PT. PBI

JL. POMBO

EX PT Dwipahasta Utamaduta

ALAM

JL. ALAS

JL. PANAMBANGAN

GD LAP

LAP. PENUMPUKAN

KOMPLEK
AIRUD

DOCK

INDUSTRI
LAP. PENUMPUKAN &
GUDANG
DOCK

ANCOL

KANTOR INSTANSI
PEMERINTAH

TERMINAL KONVENSIONAL / MULTI PURPOSE


TERMINAL PETI KEMAS

JAKARTA INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL


AREA KANTOR / DAGANG (PORT BUSSINESS AREA)

TERMINAL MOBIL (CAR TERMINAL)

AREA PEMERINTAHAN (GOVERMENT RELATED AREA)


OTHER AREA
DOCK YARD

PENGOLAHA
INDUSTRI

GAN
PERGUDAN

TERMINAL CURAH KERING


TERMINAL CURAH CAIR
TERMINAL PENUMPANG

50 km

Gambar 2. Posisi dan Layout Pelabuhan Tanjung Priok (1)

~ 230 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Fasilitas terminal peti kemas yang dimiliki pelabuhan Tanjung Priok terdiri atas terminal
konvensional yang memiliki fasilitas pelayanan petikemas yang terdiri atas fasilitas gudang
yang memiliki luas 169.956 M2 dan lapangan penumpukan seluas 423.678 M2.Terminal peti
kemas yang ada terdiri atas CFS seluas 8.096 M2 dan lapangan container seluas 60.92 M2.

Sedangkan waktu pelayanan kapal, baik untuk kapal dari luar dan dalam negeri mulai
tahun 2009 sampai dengan 2013 ditunjukan dalam Tabel 3. Waktu pelayanan kapal di
Pelabuhan Tanjung Priok, baik kapal untuk angkutan dalam negeri maupun luar negeri.

Tabel 3 Waktu Pelayanan Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok

KINERJA PELAYANAN
1. KINERJA PELAYANAN KAPAL
NO

URAIAN

1
1

SATUAN
3

REALISASI REALISASI REALISASI REALISASI REALISASI


TAHUN
TAHUN
TAHUN
TAHUN
TAHUN
2009
2010
2011
2012
2013
4
5
6
7
8

KAPAL LUAR NEGERI


a Turn Round Time (TRT)
b Waiting Time (WT)
c Approach Time (AT)
d Postpone Time (PT)
e Berthing Time (BT)
f
Non Operating Time (NOT)
g Berth Working Time (BWT)
h Effective Time (ET)
I
Idle Time (IT)

Jam
Jam
Jam
Jam
Jam
Jam
Jam
Jam
Jam

36.72
1.00
1.00
1.00
33.72
3.71
30.01
28.83
1.18

40.43
1.00
1.00
1.00
37.43
4.57
32.85
30.08
2.77

41.97
1.00
1.00
1.00
38.97
4.28
34.68
32.41
2.27

76.14
38.57
1.00
36.57
1.00
35.57
3.88
31.69

38.88
0.40
1.00
1.00
36.48
3.30
33.18
30.22
2.96

KAPAL DALAM NEGERI


a Turn Round Time (TRT)
b Waiting Time (WT)
c Approach Time (AT)
d Postpone Time (PT)
e Berthing Time (BT)
f
Non Operating Time (NOT)
g Berth Working Time (BWT)
h Effective Time (ET)
I
Idle Time (IT)

Jam
Jam
Jam
Jam
Jam
Jam
Jam
Jam
Jam

41.14
1.00
1.00
1.00
38.14
6.78
31.36
28.19
3.17

39.13
1.00
1.00
1.00
36.13
4.99
31.15
28.02
3.13

42.41
1.00
1.00
1.00
39.41
6.27
33.14
29.25
3.89

77.88
39.44
1.00
37.44
1.00
36.44
6.17
30.27

32.06
0.42
1.00
1.00
29.64
2.80
26.84
24.00
2.84

Sedangkan lalulintas kapal, baik untuk kapal luar dan dalam negeri mulai tahun 2009
sampai dengan 2013 ditunjukan dalam Tabel 4. Total lalulintas kapal memperlihatkan
kenaikan lebih dari 10% setiap tahunnya untuk Gross Tonage dan unit kapal yang
berkunjung.

~ 231 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Tabel 4 Waktu Pelayanan Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok

REALISASI
TAHUN
2009
4

REALISASI
TAHUN
2010
5

REALISASI
TAHUN
2011
6

REALISASI
TAHUN
2012
4

REALISASI
TAHUN
2013
6

Unit
GT
Unit
GT
Unit
GT
Unit
GT
Unit
GT
Unit
GT
Unit
GT
Unit
GT
Unit
GT

387
6.261.192
4.121
55.203.840
4.508
61.465.032
12.004
29.550.484
158
563.384
12.162
30.113.868
16.670
91.578.900

336
5.279.088
4.351
62.674.010
4.687
67.953.098
12.582
33.878.444
188
670.826
12.770
34.549.270
17.457
102.502.368

944
13.720.112
3.545
59.425.468
4.489
73.145.580
14.199
39.194.606
226
912.991
14.425
40.107.597
18.914
113.253.177

1.854
32.184.448
2.734
46.022.098
4.588
78.206.546
14.072
40.760.227
172
641.817
14.244
41.402.044
18.832
119.608.590

2.566
45.703.615
1.962
33.909.750
4.528
79.613.365
13.566
44.346.132
189
810.468
13.755
45.156.600
18.283
124.769.965

NO

UR A I A N

SATUAN

1.

Pelayaran Luar Negeri :


a. Reguler
b. Non Reguler
Jumlah 1

2.

Pelayaran Dalam Negeri

3.

Pelayaran Rakyat

4.

Pelayaran Perintis

5.

Kapal Negara / Tamu


Jumlah 2 s/d 5
Jumlah 1 s/d 5

4. Analisa dan Pembahasan


Gambar 3. Memperlihatkan emisi gas buang dari pelayanan kapal dan pelayaran kapal
dalam dan luar negeri di Pelabuhan Tanjung Priok dengan proyeksi emisi yang terjadi
sampai dengan tahun 2030. Pada skenario ini tidak dilakukan intervensi apapun atau
Business As Ussual (BAU). Pada tahun 2030, total emisi untuk NOx = 1.221 ton, CO =
5.233 ton, CO2 =139,6 103 ton, VOC = 1.260 ton, PM = 65,41 ton dan SOx = 872,20 ton

Gambar 3. Emisi Pelayanan Kapal, Pelayaran Kapal Dalam dan Luar Negeri Skenario
BAU

~ 232 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 4 menunjukan skenario penggunaan listik pelabuhan sebagai pengganti mesin


bantu kapal pelayaran dalam dan luar negeri di pelabuhan. Pada tahun 2030, total emisi untuk
NOx = 267 ton, CO = 1.144 ton, CO2 =30,50 103 ton, VOC = 275,60 ton, PM = 14,30 ton
dan SOx = 190,73 ton.

Gambar 4. Emisi Pelayanan Kapal, Pelayaran Kapal Dalam dan Luar Negeri Skenario
Listrik Pelabuhan

Gambar 5 memperlihatkan skenario Compressed Natural Gas (CNG) pada kapal


pelayanan di pelabuhan sebagai pengganti penggunaan BBM pada mesin utama kapal
khususnya tugboat. Pada tahun 2030, total emisi untuk NOx = 604,85 ton, CO = 2.592 ton,
CO2 = 69,10 103 ton, VOC = 624,30 ton, PM = 32,40 ton dan SOx = 432,00 ton.

Gambar 5. Emisi Pelayanan Kapal Skenario Compressed Natural Gas (CNG)

Sesuai dengan peraturan International Maritime Organization (IMO) tentang pembatasan


kandungan sulfur pada BBM atau dengan kata lain peningkatan kualitas BBM, sehingga

~ 233 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

apabila diterapkan pada industri pelayaran di Indonesia akan dapat mengurangi dampak dari
emisi gas buang dari kapal terutama akibat kandungan sulfur dalam BBM. Gambar 6
menunjukan perbandingan emisi sulfur antara Skenario BAU dengan Skenario Kualitas
BBM.
Pada tahun 2030, apabila dilakukan intervensi peningkatan kualitas BBM untuk kapal
pelayanan dipelabuhan menjadi SOx = 214,00 ton dan apabila tidak dilakukan intervensi
nilai emisi SOx = 648,50 ton atau menurun sebesar 33% demikian juga untuk kapal pelayaran
dalam dan luar negeri menurun sebesar 30%.

Gambar 6. Emisi Gas Buang Kapal Skenario Peningkatan Kualitas Bahan Bakar Minyak
(BBM)

Demikian juga dengan pembatasan dari NOx di kapal dengan dasar putaran mesin kapal
sesuai dengan ketentuan dari IMO. Sehingga apabila diterapkan dapat menurunkan emisi
gas buang kapal khususnya emisi NOx. Gambar 7 menunjukkan perbandingan emisi gas
buang NOx antara skenario BAU dengan skenario peningkatan penerapan teknologi pada
permesinan kapal.
Pada tahun 2030, apabila dilakukan intervensi penerapan teknologi pada permesinan
kapal untuk kapal pelayanan dipelabuhan menjadi NOx = 467,75 ton dan apabila tidak
dilakukan intervensi nilai emisi NOx = 748,40 ton atau terjadi penurunan emisi gas buang
NOx lebih dari 60% demikian juga untuk kapal pelayaran dalam dan luar negeri.

~ 234 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 7. Emisi Gas Buang Kapal Skenario Penerapan Teknologi Pada Permesinan Kapal

Berdasarkan penelitian terdahulu, rata-rata waktu TRT kapal asal luar dan dalam negeri
dari tahun ke tahun meningkat dan pada saat ini TRT di Pelabuhan Tanjung Priok berkisar
diatas 40 jam atau kurang lebih sejak kedatangan kapal sampai dengan kapal berangkat
selama 2 (dua) hari. Gambar 8 menunjukkan emisi gas buang kapal dengan menggunakan
skenario efesiensi turn round time (TRT) kapal di pelabuhan, emisi kapal pelayanan tersebut
tidak dimasukan.
Dalam kajian ini diasumsikan efesiensi waktu dalam skema TRT sebesar 10% yang
dilakukan dapat menurunkan tingkat emisi gas buang kapal dibandingkan dengan skenario
BAU. Dengan memperhitungkan bahwa tingkat TRT kapal di Pelabuhan masih sangat
terbuka luas, sehingga penurunan tersebut seharusnya dapat dilakukan lebih dari 10%.

Gambar 8. Emisi Gas Buang Kapal Skenario Efesiensi Turn Round Time (TRT)

~ 235 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

5. KESIMPULAN

a.

Total kunjungan kapal luar negeri ke Pelabuhan Tanjung Priok menunjukkan trend yang
meningkat demikian juga dengan kedatangan kapal dalam negeri, baik dari sisi jumlah
maupun gross tonagge kapal.

b.

Akibat dari kenaikan kunjungan kapal di Pelabuhan Tanjung Priok juga meningkatkan
total pemakaian BBM untuk kapal mengalami trend kenaikan dari tahun ketahun dan
dari perhitungan terlihat bahwa konsumsi BBM terbesar adalah untuk kapal angkutan
luar negeri.

c.

Perhitungan emisi yang dilakukan adalah untuk polutan NOx, CO, CO2, VOC, PM dan
SOx.. Hasil kajian memperlihatkan kenaikan emisi gas buang dari kapal yang cukup
besar sehingga hal ini dapat mengganggu kesehatan manusia dan ekologi lingkungan
pelabuhan.

d.

Strategi untuk menurunkan emisi dibandingkan dengan skenario strategi business as


ussual (BAU) adalah strategi pemakaian listrik pelabuhan, efesiensi turn round time
(TRT), skenario penerapan kualitas BBM, penerapan teknologi pada permesinan kapal,
dan skenario penggunaan compressed natural gas (CNG) sebagai bahan bakar
pengganti.

DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Perhubungan, Informasi Geo-Spasial Transportasi, 2011
Ishida,T., Emission of Estimate Methods of Air Pollution and Green House Gases from
Ships, J. Jap. Inst. Mar. Eng., 37(1). 2003
Trozzi,C., Vaccaro,R., Methodologies For Estimating Air Pollutant Emission From Ships,
Techne Report MEET RF98b., 1998.
UNECE/EMEP, Group 8, Other Mobile Sources and Machinery, in EMEP/CORINAIR
Emission Inventory Guidebook-third ed., Update (Technical Report no.30), 2002
A Report on Research Concerning the Reduction of CO2 Emission from Vessels, Ship and
Ocean Foundation, Japan, 2000.
Marpol 73/78 Annex VI: NOX and SOX Control, International Maritime Organization
(IMO), The United Nation, 2004.

~ 236 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Guidelines for National Greenhouse


Gas Inventories: Reference Manual, 1996.
Arif Fadillah dan Moch. Ricky Dariansyah, Kajian Emisi Gas Buang Dari Kapal di
Pelabuhan Tanjung Priok, 2013, Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester
Genap 2013/2014, Tahun II/No.2/Agustus 2014, Universitas Darma Persada.

~ 237 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ 238 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

LANJUTAN ANALISIS KESELAMATAN & KEAMANAN TRANSPORTASI


PENYEBERANGAN LAUT DI INDONESIA, STUDI KASUS: PENYEBERANGAN
ANTAR NEGARA DI INDONESIA-MALAYSIA
Danny Faturachman
Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada
fdanny30@yahoo.com
ABSTRAK
Transportasi merupakan urat nadi perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia.
Aktivitas perkembangan transportasi di Indonesia, khususnya transportasi laut semakin
meningkat. Hal in imerupakan dampak dari aktivitas perekonomian dan aktifitas sosial
budaya dan masyarakat. Penelitian ini merupakan lanjutan penelitian terdahulu yang
mengambil topik penyeberangan laut antara Batam dan Singapura, meskipun lokasi di
Indonesianya sama, tetapi objek penelitiannya berbeda dan keterbaruannya adalah akan
dilihat apakah keinginan penduduk Batam dan terutama penduduk Malaysia untuk
menggunakan penyeberangan ferry lintas Negara ini cukup besar disbanding antara BatamSingapura. Selain itu akan diketahui perbandingan antara terminal dan pelabuhan di
Malaysia dengan di Batam, jenis kapal penyeberangannya, termasuk juga dalam hal
keselamatan dan keamanan penumpang pada kapal (alat-alat keselamatan) karena jarak
tempuh Batam-Johor lebih jauh dari Batam-Singapura dan pelabuhan penyeberangan yang
ada di Malaysia (dalam hal memberikan kenyamanan dan keamanan kepada penumpang)
dibandingkan dengan pelabuhan di Batam. Selain itu keterbaruan penelitian ini adalah dalam
rangka mempersiapkan ASEAN Connectivity di tahun 2015. Karena ketersambungan antar
negara ASEAN tersebut, dinilai merupakan bagian penting dalam rangka mewujudkan
terselenggaranya Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015 yang ditandai dengan pasar
terbuka di Asia Tenggara. Kalau melalui jalur darat antara Indonesia Malaysia sudah
berlangsung dengan baik di perbatasan Kalimantan, tetapi jalur laut perlu dikembangkan
lagi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif studi kasus (case study) dan teknik
pengumpulan data menggunakan studi literatur dan penelitian langsung melihat fakta di
lapangan. Diharapkan dengan adanya 2 penelitian yang sekarang dan penelitian terdahulu,
dapat dilihat bahwa faktor keselamatan dan keamanan khususnya pada terminal
penyeberangan di 3 negara ASEAN akan sangat penting untuk mendukung terbukanya pasar
bebas di ASEAN tahun 2015 ini.
Katakunci: Batam, ferry, keselamatan&keamananpenyeberanganlaut, Malaysia

1. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai sebuah Negara Kepulauan terdiri dari ribuan pulau dan memiliki
wilayah laut yang luas sehingga moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan
laut sebagai sarana mobilitas dan penggerak pembangunan ekonomi nasional. Transportasi
merupakan urat nadi perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia. Aktivitas

~ 239 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

perkembangan transportasi di Indonesia, khususnya transportasi laut semakin meningkat.


Hal ini merupakan dampak dari aktivitas perekonomian dan aktifitas sosial budaya dan
masyarakat.
Dalam rangka keselamatan & keamanan transportasi penyeberangan laut khususnya
antara Indonesia dan Malaysia akan dilihat bagaimana keadaan kondisi kapal-kapal
penyeberangan yang melintas antara Indonesia dan Malaysia. Selain itu juga akan dilihat
bagaimana standar keselamatan yang mengacu kepada SOLAS berupa alat-alat keselamatan
sudah dipenuhi dan terdapat pada kapal-kapal tersebut. Selain itu juga akan dilihat kondisi
terminal penyeberangan di pelabuhan Batam dan pelabuhan Stulang Laut, Johor, Malaysia
dari segi keamanan apakah sudah memadai dan layak bagi para penumpang.
Di samping itu, perairan Indonesia selain sebagai penghubung antar kota dan pulau, juga
antar Negara. Sebagai perbatasan di pulau Sumatera, kota Batam menjadi penghubung antara
Indonesia dengan Singapura dan Malaysia. Untuk kesemuanya itu diperlukan pengamanan
terutama terhadap pelayaran di wilayah Indonesia karena keselamatan maritim sangat
mempengaruhi usaha pembangunan kelanjutan terutama aktivitas transportasi laut. Kota
Batam masuk dalam provinsi Kepulauan Riau. Provinsi Kepulauan Riau terletak pada lokasi
yang sangat strategismengingat berada di wilayah perbatasan antar negara, bertetangga
dengansalah satu pusat bisnis dunia (Singapura) serta didukung oleh adanya
jaringantransportasi laut internasional dengan lalu lintas yang ramai.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN PERATURAN
Dalam UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dinyatakan bahwa:
a) Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan
keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan,
dan lingkungan maritim.
b) Kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan
kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat,
pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal,
manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen
keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.

~ 240 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

c) Keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material,


konstruksi, bangunan permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta
perlengkapan, alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan
sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
Untuk mengendalikan keselamatan pelayaran secara internasional diatur dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a International Convention for the Safety of Live at Sea (SOLAS), 1974, sebagaimana
yang telah disempurnakan dan aturan internasional ini menyangkut ketentuanketentuan sebagai berikut:
Konstruksi (struktur, stabilitas, permesinan dan instalasi listrik, perlindungan api,
detektor api dan pemadam kebakaran);
Komunikasi radio, keselamatan navigasi;
Perangkat penolong, seperti pelampung, sekoci, rakit penolong;
Penerapan ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan
pelayaran termasuk di dalamnya penerapan International Safety Management
(ISM) Code, dan International Ship and Port facility Security (ISPS) Code.
b International Convention on Standards of Training, Certification, and Watch keeping
for Seafarers, tahun 1978 dan terakhir diubah tahun 1995.
c International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979.
d International Aeronautical and Maritime Search and Rescue Manual (IAMSAR).

2.2 PERMASALAHAN
Penelitian di pulau Batam meskipun lokasinya sama, tetapi objek penelitiannya berbeda
dan keterbaruannya adalah akan dilihat apakah keinginan penduduk Batam dan terutama
penduduk Malaysia untuk menggunakan penyeberangan ferry lintas Negara ini cukup besar
dibanding antara Batam-Singapura. Selain itu akan diketahui perbandingan antara terminal
dan pelabuhan di Malaysia dengan di Batam, jenis kapal penyeberangannya, termasuk juga
dalam hal keselamatan dan keamanan penumpang pada kapal (alat-alat keselamatan) karena
jarak tempuh Batam-Johor lebih jauh dari Batam-Singapura dan pelabuhan penyeberangan
yang ada di Malaysia (dalam hal memberikan kenyamanan dan keamanan kepada
penumpang) dibandingkan dengan pelabuhan di Batam. Untuk itulah dalam penelitian

~ 241 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

lanjutan kali ini akan dilihat apakah penyeberangan Indonesia Malaysia juga sudah
berjalan dengan baik, terutama kondisi kapal dan pelabuhannya.
Selain itu keterbaruan penelitian ini adalah dalam rangka mempersiapkan ASEAN
Connectivity di tahun 2015. Karena ketersambungan antar negara ASEAN tersebut, dinilai
merupakan bagian penting dalam rangka mewujudkan terselenggaranya Masyarakat
Ekonomi ASEAN tahun 2015 yang ditandai dengan pasar terbuka di Asia Tenggara. Kalau
melalui jalur darat antara Indonesia Malaysia sudah berlangsung dengan baik di perbatasan
Kalimantan, tetapi jalur laut perlu dikembangkan lagi. Dengan adanya 2 penelitian ini dapat
dilihat bahwa faktor keselamatan dan keamanan khususnya di 3 negara ASEAN ini akan
sangat penting untuk mendukung terbukanya pasar bebas di ASEAN tahun 2015 mendatang.
Diharapkan sebenarnya ada dukungan terhadap penelitian ini dikarenakan untuk
mendukung ASEAN Connectivity tersebut pemerintah RI sudah berniat untuk
mengembangkan 2 lagi penyeberangan lintas Negara Indonesia - Malaysia yaitu Dumai
Melaka dan Belawan Penang. Tetapi dengan adanya kendala terutama di masalah biaya
yang sangat minim, peneliti juga merasa kesulitan untuk dapat melanjutkan penelitian
terutama di 2 lintasan yang akan mendukung ASEAN Connectivity tersebut.

2.3 TINJAUAN KOTA BATAM


Kota Batam adalah salah satu kotamadya yang berada di provinsi Kepulauan Riau yang
terletak pada 0 259 - 11500 Lintang Utara dan 1033435 - 104264 Bujur Timur.
Kota Batam memiliki luas wilayah perairan mencapai 1.570 km. Luas wilayah daratan
tersebut dihuni oleh 988.55 penduduk2, sehingga kepadatan penduduk di kota tersebut
sebanyak 38.661 jiwa/km. Populasi ini merupakan populasi ketiga terpadat di Pulau
Sumatera setelah kota Medan dan kota Padang. Kota Batam terdiri dari 12 kecamatan,
diantaranya adalah Batu Ampar, Belakang Padang, Bulang, Galang, Lubuk Baja, Sei Beduk,
Batu Aji, Segulung, Bengkong, Batam Kota dan Sekupang. Kota Batam merupakan sebuah
pulau yang terletak sangat strategis karena terletak di jalur pelayaran internasional dengan
batas-batas wilayah sebagai berikut:
Utara Singapura dan Malaysia
Selatan Kabupaten Lingga
Barat Kabupaten Karimun
Timur Pulau Bintan dan Tanjung Pinang

~ 242 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

(Sumber: Batam dalam angka 2010)


Kota Batam tidak memiliki sumber daya alam yang berlimpah, oleh karena itu kegiatan
ekonomi Kota Batam mayoritas tergantung pada sektor sekunder dan tersier. Hal ini
tercermin dari target pertumbuhan ekonomi pemerintah kota Batam yang didorong oleh
pertumbuhan di sektor industri dan pariwisata. Batam yang dianggap sebagai daerah tropis,
dengan suhu rata-rata berkisar dari 24 hingga 35 derajat Celcius (77 ke 95 derajat
Fahrenheit). Kelembaban di wilayah ini berkisar dari 73% menjadi 96%. Secara umum
musim hujan dimulai dari November hingga April dan musim kering dari Mei hingga
Oktober. Rata-rata curah hujan tahunan sekitar 2600 mm.
Transportasi merupakan sarana penunjang mobilitas, dimana masyarakat Batam dapat
menggunakan fasilitas kendaraan umum seperti taksi, bis, ojek. Selain transportasi darat,
Batam yang merupakan daerah kepulauan, transportasi laut merupakan salah satu sarana
yang penting. Penggunaan jalur laut yang menghubungkan Batam dengan pulau-pulau
disekitar maupun dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, membuat
pembangunan dan sarana transportasi laut cukup lengkap, seperti kapal ferry (kapal
penyebrangan).

3. TINJAUAN UMUM TENTANG TERMINAL FERRY


3.1 Pengertian Terminal Ferry
Terminal ferry terdiri dari dua kata yaitu terminal dan ferry. Terminal merupakan titik
dimana penumpang dan barang masuk dan keluar dari sistem dan merupakan komponen
penting dalam sistem transportasi (Morlok,Edward K, Pengantar Teknik dan Perancangan
Transportasi, Erlangga, Jakarta 1991, Hal 269). Sedangkan ferry merupakan sebuah kapal
transportasi jarak dekat. Jadi, terminal ferry yaitu wadah yang dapat menampung aktifitas
keluar masuk penumpang dari angkutan kapal jarak dekat atau kapal penyeberangan.
Terminal juga sebagai wadah bagi aktifitas proses perpindahan penumpang dari sub
sistem angkutan ke sub sistem angkutan lain yang berbeda karakteristik. Dengan kata lain
berarti dari angkutan laut ke sarana angkutan darat. Dilihat dari sudut sistem lingkup
pelabuhan, terminal penumpang feri adalah sebagai suatu komponen sub system pelabuhan
yang berfungsi mewadahi kegiatan pelayanan bagi penumpang antar pulau dengan sarana
kapal laut.

~ 243 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

3.2 Komponen Terminal Ferry:


Komponen terminal penumpang kapal laut antara lain terdiri dari:
1. Area Dermaga

Dermaga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk merapat dan menambatkan kapal
yang melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang. Bentuk dermaga
tergantung kegunaan pelabuhan dan kedalaman alur pelayaran, yaitu:
Memanjang : dermaga yang posisinya sejajar atau paralel dengan garis pantai terutama
untuk alur pelayaran yang cukup dalam untuk kapal-kapal oleh gerak (maneuvering
ship).
Wharf : dermaga yang posisinya menjorok ke tengah laut atau tegak lurus garis pantai.
Hal ini dibuat bilamana kedalaman alur perairan pelabuhan kurang dalam untuk kapalkapal masuk dan melakukan maneuvering ship.
Pier : antara dermaga dan pantai dihubungkan dengan jembatan penghubung sebagai
penerus dari pergerakan barang.
Klasifikasi dermaga menurut jenis sandar kapal yang terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
1. Dermaga plengsengan adalah jenis dermaga yang paling sederhana,menggunakan
landasan beton berbentuk parabolik.
2. Dermaga ponton adalah jenis dermaga yang menggunakan pontoon sebagai landasan bagi
pintu akses muatan. Ponton tersebut bergerak mengikuti naik-turunnya permukaan air
laut.
3. Dermaga dengan moveable bridges adalah jenis dermaga yang paling modern. Dermaga
ini menggunakan jembatan beton yang digerakkan secara elektronis-hidraulis disesuaikan
dengan ketinggian dasar penutup akses muatan yang telah dibuka. Proses loading dan
unloading dengan menggunakan moveable bridge dapat dilakukan dengan cepat.

Kriteria pemilihan dermaga:


- Manuver dari feri
- Kecepatan dan kenyamanan pelayanan

Persyaratan dermaga:

~ 244 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

1. Dermaga harus dapat bergerak vertikal sebagai jawaban atas pasang surutnya
air laut.
2. Dermaga harus dapat menahan beban horizontal yang diakibatkan oleh
tumbukan kapal.

Sehingga untuk mengetahui dimensi dermaga, perlu diketahui :


1. Kedalaman alur pelayaran
2. Tinggi lantai dermaga terhadap laut normal
3. Perbedaan pasang surut permukaan air

2. Area Pelayanan Umum

Area pelayanan umum mencakup antara lain:


Bangunan terminal
Area parkir kenderaan penumpang

3. Dimensi Dermarga

Panjang dermaga menentukan daya tampung banyaknya kapal yang bersandar dan
bertambat.
Lebar dermaga tergantung pada aktifitas pelayanan dermaga terhadap jenis dan
ukuran kapal. Secara teknis minimal lebar dermaga adalah 3-25 meter.
Ketebalan dermaga (pavement) tergantung daya dukung yang harus dipikul karena
beban konstruksi dan beban hidup yang bergerak di atasnya.
4. Fasilitas Dermaga

Terutama untuk kepentingan kelangsungan perjalan kapal antara lain : saluran air minum/air
bersih, fuel/bahan bakar kapal, dan lain-lain.

5. Bangunan Terminal

~ 245 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Merupakan wadah prosessing penumpang dan barang bawaan yang akan embarkasi atau
debarkasi dari kapal penumpang. Sebagaimana telah diuraikan bahwa terminal penumpang
kapal laut adalah komponen dari sub sistem pelabuhan, maka aktifitas pokoknya disini
adalah pelayanan kepada masyarakat pemakai jasa angkutan laut. Fasilitas wadah kegiatan
tersebut meliputi :
Pelayanan pra dan pasca perjalanan penumpang.
Pelayanan informasi dan penjualan tiket.
Pelayanan prossesing penumpang dan barang bawaan.
Pelayanan penunjang untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan penumpang.

6. Area Parkir Kendaraan Penumpang

Untuk mewadahi kendaraan penumpang sebagai penunjang terminal ferry antara lain: taxi,
mobil pribadi, ojek, angkutan umum dan lain-lain. Parkir kendaraan dibedakan menjadi:
1. Dari tempat yang dipergunakan
Parkir lapangan terbuka
Parkir pada bangunan tertutup
2. Dari yang memakai/menggunakan
Parkir penumpang/ pengantar/ penjemput
Parkir pegawai / petugas terminal penumpang
Parkir kendaraan umum

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4. 1. TERMINAL FERRY BATAM CENTER, BATAM
Terminal ini merupakan salah satu dari 5 terminal internasional ferry yang ada di Batam
dan merupakan terminal yang paling sibuk karena melayani rute dari Batam menuju
Singapura dan Juga Malaysia. Lokasinya berada di pusat kota dan pusat administrasi kota
Batam, tepatnya di Jalan Engku Puteri, Batam dan berdekatan dengan hotel, mal, Pusat
Promosi Sumatera, kantor Otorita Batam, Walikota, kantor imigrasi, BI, DPRD, dan kantor
pusat pemerintahan lainnya di Batam.

~ 246 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Yang menarik lainnya dari terminal ini adalah adanya jembatan penghubung dengan mal
yaitu Mega Mall, salah satu dari mal terbesar di Batam, sehingga para turis yang dating dari
Singapura atau Malaysia dapat langsung berbelanja di sana.

Gambar 1. Suasana di dalam Terminal ferryBatam Center

Gambar 2. Jembatan penghubung antara terminal dan mal

Terminsl ferry Batam Center merupakan terminal ferry yang baru direnovasi
pemerintah. Pelabuhan ini juga dijadikan sebagai salah satu pelabuhan pariwisata yang
ada di kota Batam. Selain itu digunakan untuk dapat berangkat dari Batam ke Johor Bahru
Malaysia, sedangkan dari Johor Bahru Malaysia kita harus memakai Pelabuhan Stulang
Laut (di Malaysia, Pelabuhan Laut disebut juga dengan Jetty).
Waktu Perjalanan dari Batam (Pelabuhan Batam Center) ke Johor Bahru Malaysia
(Pelabuhan Stulang Laut) adalah sekitar 90 menit atau sekitar 1,5 Jam. Harga tiket Kapal
Ferry yang berangkat dari Ferry Terminal Batam Center ke Ferry Terminal Stulang Laut
Johor Bahru adalah Rp. 385.000,- (updated Agustus 2013) untuk perjalanan Two Way
atau PP (Pulang pergi). Harga tersebut sudah termasuk Pajak Pelabuhan Batam Center,
tetapi tidak termasuk Pajak Pelabuhan Ferry Terminal Stulang Laut Johor Bahru sebesar
RM 15,-(updated Agustus 2013). Berikut ini adalah Jadwal keberangkatan Kapal

~ 247 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

dari Batam (Pelabuhan Batam Center) ke Johor Bahru (Pelabuhan Stulang Laut) adalah
sebagai berikut :

Dari Pelabuhan Batam Center (Batam) ke Stulang Laut Johor Bahru Malaysia (Waktu
Indonesia Barat)
06.30 WIB, 07.15 WIB, 08.00 WIB, 08.45 WIB, 09.30 WIB, 10.15 WIB, 11.00 WIB,
11.45 WIB, 12.30 WIB, 13.15 WIB, 14.00 WIB, 14.45 WIB, 15.45 WIB, 16.45 WIB,
17.45 WIB
Dari Stulang Laut Johor Bahru (Malaysia) ke Pelabuhan Batam Center Batam-Indonesia
(Waktu Malaysia):
07.13 Waktu Malaysia, 08.00 Waktu Malaysia, 08.45 Waktu Malaysia, 09.30 Waktu
Malaysia, 10.15 Waktu Malaysia, 11.00 Waktu Malaysia, 11.45 Waktu Malaysia,
12.30 Waktu Malaysia, 13.15 Waktu Malaysia, 14.00 Waktu Malaysia, 14.45 Waktu
Malaysia, 15.30 Waktu Malaysia, 16.30 Waktu Malaysia, 17.30 Waktu Malaysia,
18.30 Waktu Malaysia

4.2 KLASIFIKASI KAPAL FERRY


Kapal ferry memiliki beberapa jenis dan diklasifikasikan berdasarkan cara pendaratan
dan juga cara bongkar muat sebuah kapal ferry.
1. Berdasarkan cara pendaratan.
Cara pendaratan terdiri dari dua macam:
1) Kapal ferry yang langsung mendarat di pasir yang dinamakan dengan LCM
(Landing Craft Manual) atau LST (Landing Site Tank). Akses muatan kapal berada
di bagian hulu dan buritan serta memiliki kapsitas angkut yang lebih besar.
2) Kapal ferry yang mendarat di dermaga. Kapal ini memerlukan dermaga untuk
sandar. Akses muatan terdapat di lambung,hulu, dan buritan tetapi akses di lambung
jarang dipergunakan karena memakan tempat pada saat merapat di dermaga. Akses
penumpang berada di samping,langsung menuju dek samping.
2. Berdasarkan cara bongkar muat.
Secara garis besar teknologi bongkar muat pada kapal feri dapat dibedakan sebagai
berikut :
a.Lo/Lo (Lift On/ Lift Off), yaitu kapal dengan pemindahan muatan secara vertical;

~ 248 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

b.Ro/Ro (Roll On/ Roll Off), yaitu kapal dengan pemindahan muatan secara horizontal;
c Hisap (suction), yaitu jenis kapal curah yang penenganan muatannya dengan cara
menghisap/memompa melalui pipa, biasanya dikombinasikan dengan peralatan ban
berjalan (conveyor belt);
d Khusus, yaitu jenis kapal yang menangani satu jenis muatan. Untuk kapal ferry,
karena jenis muatannya yang berupa orang dan kendaraan sehingga tidak
membutuhkan peralatan bongkar muat khusus, tipe yang cocok adalah Ro/Ro.
Yang termasuk dalam kapal jenis Ro/Ro :
1. Short Distance Vessel
2. Intermediate Distance Vessel
3. Long Distance Vessel

Jenis kapal yang berlayar antara Batam-Johor, Malaysia adalah short distance vessel atau
disebut juga fast ferry (ferry cepat). Kapal ini bisa disebut fast ferry karena kecepatannya
dalam membelah pantai dan selat. Biasanya kapal-kapal jenis ini dipakai didaerah perairan
atau laut yang tidak bergelombang tinggi. Sehingga sangat cocok untuk transportasi pantai
sungai dan danau yang tak bergelombang kuat.
Kapal-kapal jenis ini banyak dipakai oleh maskapai-maskapai kapal penumpang yang
menghubungkan pulau-pulau kecil. Seperti halnya Batam-Singapura, Batam-Malaysia,
Batam-Tanjung Pinang, dan Batam-Riau daratan.

Gambar 3. Contoh Fast FerryBatam-Johor

~ 249 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 4. Peralatan Keselamatan di Ferry


Ferry ini hanya memuat penumpang dan bagasi penumpang saja. Jangan harap bisa
bawa mobil, motor atau barang-barang besar lainnya dikapal ini, karena ukurannya kecil.
Arus sirkulasi penumpang pada pelabuhanferryBatam Center, yaitu:
1. Keberangkatan:

~ 250 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 5. Alur Sirkulasi Penumpang Berangkat di Pelabuhan Batam Center


2. Kedatangan:

Gambar 6. Alur Sirkulasi Penumpang Datang di pelabuhan Batam Center

4.3 PELABUHAN FERRYSTULANG LAUT, JOHOR, MALAYSIA

Gambar 7. Pelabuhan Stulang Laut, Johor, Malaysia

Ada 2 jenis tempat penambatan kapal yang mengapung serta 4 jenis penambatan regular
lainnya di pelabuhan Stulang laut sehingga suatu waktu dapat mendukung berlabuh dan
berlayarnya kapal di pelabuhan Stulang Laut. Pelabuhan ini dapat menampung sampai 8
ferry per jam.Ia merupakan pelabuhan resmi dan pelabuhan internasional sebagai pintu
masuk di Malaysia Selatan dengan menyediakan layanan ferry ke berbagai destinasi
internasional termasuk Batam dan kepulauan Bintan di Indonesia.

~ 251 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 8. Tempat penjualan TiketFerry Pelabuhan Stulang Laut

Gambar 9. Tempat Penambatan Ferry (berth) Pelabuhan Stulang Laut

Gambar 10. Suasana Antrian di Imigrasi Pelabuhan Stulang Laut

Gambar 11. Suasana ruang penumpang kapal ferry Stulang Laut

~ 252 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 12. Schedul keberangkatan kapal dan harga tiket dari pelabuhan Stulang Laut

Gambar 13. Rute Pelayaran dari Batam ke Singapura dan Stulang laut, Johor

5. KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan:
1. Kota Batam pada umumnya dan pelabuhan Batam Center pada khususnya memiliki
sarana dan fasilitas fisik berstandar internasional, penguasaan teknologidan jarak yang
lebih dekat ke Johor, Malaysia sebagai kekuatan yang dimiliki agar dapat dioptimalkan
penggunaannya dalam meningkatkan jumlah penumpang yangdapat dilayani sehingga
akan menambah pendapatan daerah dan bisa menyaingi rute Batam_Singapura.
2. Fasilitas keselamatan di kapal pada dasarnya cukup tersedia dimana baju keselamatan
(life jacket) tersedia cukup dan diletakkan di bawah kursi penumpang sehingga dapat

~ 253 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

segera digunakan bila terjadi kecelakaan, begitu juga dengan adanya rakit keselamatan
yang terletak di luar kapal sehingga sewaktu-waktu terjadi kecelakaan bisa langsung
digunakan.
3. Untuk kapal-kapal cepat yang melayari rute Batam Johor, Malaysia pp khususnya di
pelabuhan Batam Center telah tertata dengan baik dan beroperasi sesuai jadwal.
Meskipun hanya ada 2 pelabuhan yang melayani kepergian ke Malaysia yaitu Batam
Center dan yang baru adalah Harbour Bay tetapi terlihat bahwa minat wisatawan untuk
berkunjung dari dan ke Batam semakin meningkat.
4. Pelabuhan Batam Center memiliki fasilitas yang layak sebagai terminal ferry
internasional dimana telah memisahkan antara keberangkatan dan kedatangan
penumpang dan juga telah memiliki prosedur keamanan yang cukup baik serta terhubung
dengan jembatan yang langsung menuju mal sehingga wisatawan bisa langsung
berbelanja dan tidak merepoykan sehingga tidak kalah dengan pelabuhan ferry baik di
Malaysia maupun Singapura.
5. Pelabuhan Stulang Laut, Johor, Malaysia adalah pelabuhan modern yang bersebelahan
dengan mal bebas pajak (duty free) sehingga meudahkan turis yang memang ingin
berbelanja barang dengan harga yang murah.

DAFTAR PUSTAKA

Batam Industrial Development Authority, 2010. Development Progress of Batam,


FirstSemester of 2010, Batam.
ICT Expo Langkah Menuju Batam Digital Island, Tribun Batam - Senin, 18 Oktober 2010,
diakses dari http://batam.tribunnews.com.
Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan.
UU RI Nomor 44 Tahun 2007
YJ Naim, 2011. Batam Layak DapatInsentif Pertumbuhan EkonomiTinggi, Antara
NewsKepulauan Riau, 6 Januari2011, diambil darihttp://kepri.antaranews.com.

~ 254 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

KAJIAN PENGGUNAAN FLOW METER UNTUK MONITORING PEMAKAIAN


BAHAN BAKAR MINYAK DI KAPAL TUG BOAT MILIK PT. X
Muswar Muslim, Danny Faturachman
Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada
ABSTRAK
Many ships are not furnished with an apparatus to bosun and crew of a ship will be able to
measure and monitor the use of fuel when the ship sailing. A system in a ship must include
the ability to monitoring the fuel use rates are burned from the bridge of a ship. Including
speed (the use of) fuel that is burned on each main engine help, or machines as well as high
in the surface of fuel tanks. The measurement of fuel flow is very important in ship fuel
management process. An instrument for measuring of the flow called flow meter. This device
serves to determine how the amount of fluid that are needed in the process of continuous and
how a fluid will distributed, and the fluid referred to is fuel oil in a ship. Viewed in terms of
thoroughness, then the method of measurement direct more carefully that compares with a
method indirect. But flow meter indirect had a bigger benefits, because a stream that in
measuring instrument converted into electrical signals, so flow meter indirect according to
monitor and governing process in the industry. In this paper we could see the application of
flow meter in tug boat and since the flow meter had erected in tugboat, they could made all
the fuel consumption will be maintained and its oil discharging could be lowered.
KATA KUNCI: flow meter.kapal, konsumsi bahan bakar, tug boat

1.PENDAHULUAN
Bahan bakar atau biasa disebut juga bahan bakar minyak (bbm) merupakan salah satu
barang kebutuhan yang penting bagi masyarakat dan memegang peranan sangat vital dalam
semua aktifitas ekonomi. Ada tiga pengguna utama bbm yaitu rumah tangga, industri dan
transportasi. Bahan bakar digunakan manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks)
dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen di
udara. Proses lain untuk melepaskan energi dari bahan bakar adalah melalui reaksi
eksotermal dan reaksi nuklir (seperti fisi nuklir atau fusi nuklir). Hidrokarbon (termasuk di
dalamnya bensin dan solar) sejauh ini merupakan jenis bahan bakar yang paling sering
digunakan oleh manusia. Bahan bakar lainnya yang juga bisa dipakai adalah logam
radioaktif.
Banyak kapal-kapal laut yang tidak dilengkapi dengan suatu peralatan agar Nakhoda dan
awak kapal mampu mengukur dan memantau penggunaan bahan-bakar saat kapalnya
berlayar. Suatu sistem yang optimum di kapal harus termasuk kemampuan untuk setiap saat

~ 255 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

bisa memantau tingkat penggunaan bahan-bakar yang dibakar dari anjungan kapal.
Termasuk kecepatan (penggunaan) bahan-bakar yang dibakar di masing-masing mesininduk atau mesin-mesin bantu, sekaligus tinggi permukaan bahan bakar dalam tangki-tangki.
Pemantauan yang proaktif ini akan memungkinkan awak kapal untuk membuat keputusankeputusan yang secara positif memengaruhi tingkat dan efisiensi (penggunaan) bahan bakar.
Pengukuran aliran bahan bakar sangat penting dalam proses pengelolaan bahan bakar di
kapal. Alat untuk mengukur aliran tersebut disebut dengan flowmeter. Alat ini berfungsi
untuk menentukan berapa jumlah fluida yang dibutuhkan dalam proses kontinyu dan
bagaimana suatu fluida di distribusikan, fluida yang dimaksud adalah bahan bakar minyak
di kapal.

2. PERMASALAHAN
Di kapal, pemborosan bahan bakar minyak merupakan kenyataan yang perlu
diperhatikan, karena itu akurasi/ketelitian pengukuran bahan bakar yang diterima serta
jumlah bahan bakar yang betul-betul digunakan di kapal, merupakan bagian yang penting
dalam mengefisiensikan penggunaan bbm di kapal.
Flowmeter harus dipasang pada saluran-saluran pipa transfer bahan bakar sehingga data
penggunaan bbm (fueling) bisa dicatat. Data ini selanjutnya bisa dibandingkan dengan
dengan jumlah bahan bakar yang dibakar (burn rates) untuk menetapkan apakah ada bahanbakar yang digunakan secara boros bahkan ditransfer keluar kapal secara sembunyisembunyi.
Dalam penelitian ini, perusahaan X mempunyai beberapa kapal tug boat, kapal kecil yang
fungsinya menarik atau mendorong kapal besar di pelabuhan. Selain itu kapal ini juga
berfungsi untuk menarik tongkang-tongkang berisi batu bara yang berasal dari tempat
pengolahan batu bara untuk dibawa ke pelabuhan tempat dibongkarnya batu bara tersebut
untuk dibawa oleh truk pengangkut.
Pada kapal besar biasanya sudah dipasang flowmeter sejak dibangun di galangan untuk
monitoring pemakaian bbm. Pada kapal kecil biasanya memang tidak/ belum dipasang
flowmeter dikarenakan harganya yang mahal, biasanya pengukuran hanya menggunakan
menggunakan sistem paket. Sistem paket ini banyak kelemahannya karena tidak adanya
acuan pemakaian bbm di lapangan dan hanya mengandalkan kejujuran laporan jam kerja
mesin dari crew kapal saja.

~ 256 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

PT X juga sudah meminta penawaran harga kepada beberapa kontraktor sensor flowmeter
yang ada di pasaran, tetapi memang harganya sangat tinggi (sudah termasuk alat flowmeter
dan sistem instalasi) yaitu dengan rentang Rp 800 juta Rp 1,3 milyar. Untuk alat flowmeternya sendiri tidak terlalu mahal, tetapi sistem intalasinya yang sangat mahal. Untuk itulah PT
X merancang desain sistem instalasi sendiri yang sangat murah dan dapat berkontribusi
untuk mengefisiensikan pemakaian bbm di kapal-kapal mereka.
Awal beroperasinya kapal pada bulan Maret 2011 bahkan sempat beberapa bulan
diterapkan pemakaian bbm per paket yang sangat tinggi mencapai 200 liter per jam. Hal ini
diharapkan agar kecepatan kapal dapat sesuai target yang diinginkan., tetapi pada bulan
Desember 2011 dilakukan perubahan dengan penurunan pemakaian bbm 150 liter per jam.
Baru kira-kira berjalan 4 bulan terjadi gejolak di lapangan (oleh crew kapal) dikarenakan
tidak adanya acuan aturan penggunaan ukuran pemakaian bbm sehingga pada bulan April
2012 dilakukan perubahan dengan menaikkan sedikit pemakaian bbm menjadi 160 liter per
jam dan berjalan sampai bulan Mei 2014. Pada awal bulan Juni 2014 dilakukan program
efisiensi pemakaian bbm dan pemasangan alat flowmeter beserta sistem instalasinya yang
mana dari hasil pemasangan tersebut dapat menurunkan konsumsi pemakaian bbm per paket
menjadi 140 liter per jam dalam dalam sehari dapat menekan konsumsi pemakaian bbm
hingga 480 liter dan dalam 1shipment dari Bengkulu ke Pelabuhan Ratu bisa menghemat
pemakaian bbm sampai 5000 liter
Selain adanya penurunan pemakaian bbm, pemakaian flowmeter juga dapat menambah
efisiensi waktu berlayar (steaming time). Setelah dipasang flowmeter, semua laporan kapal
akan menjadi apa adanya (actual time). Laporan waktu tiba tidak dapat ditambah-tambah
lagi oleh crew kapal, dan juga waktu keberangkatan tidak ada manipulasi lagi. Crew kapal
menambah waktu berlayar di laporan harian (daily report) karena untuk menambah jam
kerja mesin sehingga mereka akan mendapatkan kelebihan bbm dari actual time yang
sebenarnya.

3. PEMASANGAN FLOW METER


Saat penelitian dilakukan (sampai Juli 2014) jumlah kapal yang sudah dipasang flowmeter adalah 6 kapal dari rencana 14 kapal (6/14= 43% completed) dan sisa kapal yang
belum terpasang flow-meter adalah 8 kapal (8/14= 57% planning).

~ 257 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 1. Jadwal Pemasangan Flow meter

Gambar 2. Persentase Jadwal Pemasangan Flow meter

4. METODOLOGI PENELITIAN
Menggunakan metode deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data berupa
penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian di lapangan dengan melakukan
survey langsung ke kapal untuk melihat flowmeter di kapal dan jika memungkinkan bias
melihat langsung proses pemasangannya. Dari monitoring penggunaan flowmeter tersebut
akan dilihat dan dilakukan pengolahan data dengan perhitungan apakah ada penurunan
pemakaian bbm sesuai target dari yang telah ditentukan sehingga didapatkan penurunan
penggunaan bbm . Dengan adanya pemasangan flowmeter ini juga akan dapat dilihat apakah
ada efisiensi waktu berlayar (steaming time). Hal ini penting untuk mencegah pemborosan
pemakaian bbm oleh crew kapal.

~ 258 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Tahapan penelitian dilakukan dengan cara melakukan pencarian data-data tentang


beberapa kapal yang sudah dipasang flowmeter yang akan dijadikan objek penelitian.
Dikarenakan terbatasnya anggaran, maka peninjauan ke lapangan dilakukan dengan melihat
langsung ke kapal untuk monitoring data pemakaian flowmeter serta menghitung apakah ada
penurunan pemakaian bbm sebelum dan sesudah dipasang flowmeter.
Sejatinya kapal-kapal yang akan digunakan sebagai objek penelitian milik PT X berada
di Batam, Bengkulu dan Pelabuhan Ratu, dan lokasi kantor perusahaan PT X di Jakarta.
Dikarenakan terbatasnya anggaran karena sudah dikurangi 50% dari yang diusulkan, maka
data-data hanya akan diambil di kantor di Jakarta dan pengamatan ke lapangan dilakukan di
lokasi yang terdekat dengan Jakarta yaitu di Pelabuhan Ratu saja.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Konsumsi bahan bakar semua kapal bulan Juli 2014 :
Berikut ini Monthly Management Report bulan Juli mengenai pemakaian BBM untuk
Shipment Pelabuhan Ratu pada setiap kapal mulai April s/d Juli, yang mana di bulan Juli ini
rata-rata pemakaian BBM untuk setiap kapal ada peningkatan diatas target yang diinginkan
disebabkan dominan adalah faktor cuaca dan lamanya antrian sandar di Pelabuhan Ratu,
berikut ini data dan grafik- nya:
Tingkat pemakaian minyak tinggi-redahnya tergantung dari kegiatan kapal, makin
banyak gerakan kapal maka makin banyak tingkat pemakaian minyaknya.

~ 259 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 3. Sejarah Pemakaian Bahan Bakar dari bulan Maret 2011 sampai bulan April
2014

Tabel 1. Konsumsi Bahan Bakar Bulan Juni 2014

Gambar 4. Grafik Konsumsi Bahan Bakar bulan Juni 2014

Tabel 2. Konsumsi Bahan Bakar bulan Juli 2014

~ 260 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 5. Grafik Konsumsi Bahan Bakar bulan Juli 2014

Gambar 6. Penyimpangan Konsumsi Bahan Bakar

Gambar 7. Penyimpangan Konsumsi Bahan Bakar

Untuk semua Kapal bulan Juli 2014

1. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 01 bulan Juli 2014:


Tidak melebihi 140 liter per jam karena sudah dipasang flow meter.

~ 261 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 8. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 01 bulan Juli

2. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 03 bulan Juli 2014:


Pada dasarnya stbil tetapi beberapa kali melebihi 140 liter per jam karena pengaruh cuaca
buruk.

Gambar 9. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 03 bulan Juli

3. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 05 bulan Juli 2014:


Tidak melebihi 140 liter per jam karena sudah dipasang flow meter.

Gambar 10. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 05 bulan Juli

4. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 07 bulan Juli 2014:


Pada dasarnya stbil tetapi beberapa kali melebihi 140 liter per jam karena pengaruh cuaca
buruk.

~ 262 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Gambar 11. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 07bulan Juli

5. Konsumsi Bahan Bakar KapalTitan 09 bulan Juli 2014:


Tidak melebihi 140 liter per jam karena sudah dipasang flow meter.

Gambar 12. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 09 bulan Juli

6. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 11 bulan Juli 2014:


Tidak melebihi 140 liter per jam karena sudah dipasang flow meter.

Gambar 13. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 11 bulan Juli

KESIMPULAN
Setelah mengerjakan penelitian ini dapat diambil suatu kesimpulan mengenai penelitian
ini sebagai berikut:
1.

Sampai bulan Juli, dari 14 kapal, 6 buah telah terpasang flow meter- nya.

~ 263 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

2.

Dari data konsumsi bahan bakar yang didapat di lapangan (sampai bulan Juli 2014),
semua kapal Titan yang sudah dipasang flow meter tidak melebihi 140 liter per jam,
kalaupun ada sedikit yang melebihi itu dikarenakan factor cuaca buruk.

3.

Target dari efisiensi bahan bakar mencapai 92 persen, yaitu perbandingan dari 130 liter
per jam yang berhasil dicapai dari sebelumnya yang 140 liter per jam.

DAFTAR PUSTAKA
Aquametro-Contoil-Flowmeter.pdf
Flow Measurement Handbook Industrial Designs, Operating Principles- Roger C. Baker
- Google Books.
http://www.caltex.com.au/sites/Marine/Products/Pages/MarineGasOil.aspx
Sumber dari log book dan pembacaan data flow meter untuk kapal tug boat Titan 01, 03,
05, 07, 09, 11.

~ 264 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

STUDI PENGGUNAAN MAIN ENGINE MODIFIKASI


SEBAGAI GENSET PADA KAPAL FERRY X
Shahrin Febrian1, Shanty Labora Manulang1, Prawoto2
Program Studi Teknik Sistem Perkapalan - Fakultas Teknologi Kelautan
2
Mahasiswa Fakultas Teknologi Kelautan Program Studi Teknik Sistem Perkapalan
shahrin.febrian@gmail.com, laborashanty@yahoo.com
1

ABSTRAK
Kapal sebagai mode transportasi bagi rakyat Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau,
menjadikan kapal sebagai pilihan yang wajib untuk bepergian guna memenuhi kebutuhan
sehari-hari khususnya kapal Ferry yang mempunyai peran yang sangat vital di tengah
permintaan kebutuhan transportasi untuk orang dan barang karena dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan muatan dalam jumlah yang besar sebagai akibat dari peningkatan
laju perekonomian global dan modernisasi yang berjalan dari waktu ke waktu. Faktor
efisiensi pada saat kapal berlayar maupun dalam keadaan berlabuh sangat diperlukan,
dimana salahsatu cara yang ditempuh adalah dengan modifikasi mesin yang telah direkondisi
untuk digunakan sebagai Genset. Namun modifikasi ini perlu ditinjau lagi dari berbagai
aspek dan tidak hanya ditinjau dari aspek ekonomis saja, akan tetapi aspek-aspek lain juga
juga harus diperhitungkan seperti aspek stabilitas kapal, aspek keamanan, aspek
kenyamanan dan lain sebagainya agar benar-benar layak untuk digunakan.
Kata kunci: Ferry, Genset, Efisiensi, Stabilitas, Ekonomis

1. PENDAHULUAN
Kapal sebagai mode transportasi bagi rakyat Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau,
menjadikan kapal sebagai pilihan yang wajib untuk bepergian guna memenuhi kebutuhan
sehari-hari khususnya kapal Ferry. Rute Kapal Motor Penumpang Ferry X adalah salahsatu
moda transportasi laut yang mempunyai peran yang sangat vital di tengah permintaan
kebutuhan transportasi untuk orang dan barang karena dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan muatan dalam jumlah yang besar sebagai akibat dari peningkatan laju
perekonomian global dan modernisasi yang demikian berjalan dari waktu ke waktu. Kapal
Ferry Jenis Ro-Ro merupakan alat angkut alternatif yang digunakan untuk menyeberangkan
orang dan barang (kendaraan) dalam hitungan massal. Mengingat salah satu fungsinya yang
demikian penting yakni sebagai alat transportasi massal maka kapal Ferry Jenis Ro-Ro
memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan kemajuan perekonomian global
saat ini.

~ 265 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Aspek efisiensi pemakaian bahan bakar pada saat kapal berlayar maupun dalam keadaan
berlabuh sangat dituntut sebagai akibat dari faktor keinginan untuk menghemat bahan bakar
pada saat kapal sedang berlayar maupun pada saat kapal berlabuh jangkar, hal ini untuk
menekan biaya operasional kapal denga tidak mengurangi kecepatan kapal dan ketepatan
waktu sandar karena pada saat kapal berlabuh atau pada saat sedang perbaikan generator
pokok, kapal harus tetap eksis dalam pelayaran, tanpa mengurangi waktu untuk berlabuh
atau istirahat guna untuk melakukan perbaikan [ref. 9].
Yang menjadi fokus pada pembahasan ini adalah Tinjauan (Review) secara teknis dan
ekonomis dari modifikasi yang telah dilakukan dengan menggunakan daya pada bekas
Mesin Induk yang dimodifikasi menjadi Generator sebagai Generator Cadangan yang
mampu digunakan pada saat generator pokok mengalami masalah atau pada saat kapal dalam
posisi berlabuh serta perbandingan dengan kasus-kasus serupa pada kapal lain. Sedangkan
tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kelayakan
modifikasi yang telah dilakukan ini dari sisi teknis maupun secara ekonomis ditinjau dari
kajian literatur yang ada.
Karena keterbatasan yang ada, maka penulis memberi batasan atasan masalah pada
laporan ini sebagai berikut:
1. Analisa dilakukan hanya bersifat general (secara umum) tanpa perhitungan yang
detail.
2. Tidak membahas mengenai cara kerja Alternator, Diesel dan pembagian listrik pada
kapal.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Generator Set (Genset) sebuah bentuk pembangkit listrik dimana sebagai penggerak
utamanya (Prime Mover ) adalah mesin Diesel dan dihubungkan (Couple) dengan generator
listrik dalam satu dudukan (Base Frame) yang kokoh dan terinstalasi dengan baik sehingga
dapat dioperasikan dengan optimal (Boldea, 2005). Dalam hal ini Genset Diesel
menghasilkan tenaga listrik dengan menggunakan alternator dan mesin Diesel. Daya yang
dihasilkan mesin ditransformasikan oleh alternator menjadi arus listrik yang dapat digunakan
untuk jaringan yang saling terhubung.
Mesin Diesel adalah termasuk mesin dengan pembakaran dalam atau disebut dengan
motor bakar dimana untuk membangkitkan listrik, sebuah mesin diesel dihubungkan dengan

~ 266 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

generator dalam satu poros (poros dari mesin diesel dikopel dengan poros generator).
Beberapa aspek pada mesin Diesel yang dipakai untuk Genset adalah sebagai berikut:

Keuntungan pemakaian mesin diesel sebagai penggerak mula:


1. Desain dan instalasi sederhana.
2. Auxilary equipment (peralatan bantu) sederhana.
3. Waktu pembebanan relatif singkat.
Kerugian pemakaian mesin diesel sebagai Penggerak mula:
1. Berat mesin sangat berat karena harus dapat menahan getaran serta kompresi yang tinggi.
2. Starting awal berat, karena kompresinya tinggi yaitu sekitar 200 bar.
3. Semakin besar daya maka mesin diesel tersebut dimensinya makin besar pula, hal tersebut
menyebabkan kesulitan jika daya mesinnya sangat besar.
4. Konsumsi bahan bakar menggunakan bahan bakar minyak yang relatif lebih mahal
dibandingkan dengan pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar jenis lainnya,
seperti gas dan batubara.
Fungsi utama generator diatas kapal adalah untuk menyuplai kebutuhan daya listrik di
kapal (Taylor, 1996) . Daya listrik digunakan untuk menggerakkan motor-motor dari
peralatan bantu pada kamar mesin dan mesin-mesin geladak, lampu penerangan, sistem
komunikasi dan navigasi, pengkondisian udara (AC) dan ventilasi, perlengkapan dapur
(galley), sistem sanitari, cold storage, alarm dan sistem kebakaran, dan sebagainya.
Dalam pendisainan sistem diatas kapal perlu diperhatikan kapasitas dari generator dan
peralatan listrik lainnya, besarnya kebutuhan maksimum dan minimum dari peralatannya.
Dimana kebutuhan maksimum merupakan kebutuhan daya rata-rata terbesar yang terjadi
pada interval waktu yang singkat selama periode kerja dari peralataan tersebut, demikian
juga sebaliknya. Sedangkan kebutuhan rata-rata merupakan daya rata-rata pada periode
kerja yang dapat ditentukan dengan membagi energi yang dipakai dengan jumlah jam
periode tersebut. Kebutuhan maksimum penting diketahui untuk menentukan kapasitas dari
generator yang diperlukan. Sedangkan kebutuhan minimum digunakan untuk menentukan
konfigurasi dari electric plant yang sesuai serta untuk menentukan kapan generator
dioperasikan.

~ 267 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

3. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian literatur dan studi kepustakaan
yang berkaitan dengan penggunaan motor Diesel rekondisi yang dikopel dengan Alternator
menjadi Genset cadangan pada kapal.
4. ANALISIS
Dari referensi yang didapat dari Prawoto [ref. 9] yang merupakan sumber tinjauan
(review) dari tulisan ini, didapatkan data-data sebagai berikut:
Data Spesifikasi Motor Diesel
Merk

: YANMAR (Jepang)

Tipe

: 6 HA-HTE

Daya Mesin

: 240 HP

Putaran Mesin

: 1500 RPM

Jumlah Silinder

: 6 Buah

Data Spesifikasi Alternator :


Merk

: Marelli (Italia)

Output Power

: 132 KVA

Tegangan

: 220/380 V

Frekuensi

: 50/60 Hz

Phase

: 3 Phase

Negara Pembuat

: Italia

Sedangkan untuk data data kebutuhan listrk pada kapal dan harga generator dari berbagai
pabrikan serta harga modifikasi mesin yang direkondisi menjadi Generator dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:

Tabel 1. Data Kebutuhan Listrik di Pelabuhan pada KMP X


No

1
2
3

Nama Pesawat

Type

Air Conditioner
Lampu Penerangan
Pompa Air tawar

Toshiba /0,5 HP
Philip 20 Watt / 220 V
Y100LI-4.2.2 KW 3HP-8 7
A
4 Pompa Transfer BBM Y2712-4/0,37 KW 0,5 HP
5 Akomodasi Pnp
Televisi 20dll
Total Kebutuhan Listrik KMP X di Pelabuhan:

~ 268 ~

Watt

Jmlh
unit

368
20
2208

8
80
1

368
100

1
4

Total
Kebutuhan
Listrik
2.944
1.600
2.208

368
400
7.520 Watt

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Sedangkan untuk Daftar Harga Generator Pabrikan dan modifikasi dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 2 Daftar Harga Generator Pabrikan
No

Merk

Kaps

Harga

Pabrikasi

Marelli Generator / Mitsubishi

85 KVA

135.000.000 Italia

A D K / Mitsubishi

85 KVA

120.000.000 Cina

Siemens / Mitsubishi

85 KVA

120.000.000 LC Cina

Stamford / Yanmar

60 KVA

203.926.800 Inggris

Leroy Somer / Yanmar

150 KVA

227.700.000 Inggris

Taiyo / Yanmar

85 KVA

350.000.000 Jepang

Stamford / Perkin

85 KVA

360.000.000 Inggris

Tabel 3. Daftar Harga Generator Modifikasi.


1

Marelli Generator 132 KVA

107.250.000 Italia

/ Yanmar

Untuk lokasi penempatan Genset modifikasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1 Posisi Generator Modifikasi

~ 269 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Tabel 4. Jumlah Komsumsi Pemakaian Bahan Bakar Generator Induk


No

Merk/Tipe Mesin

Yanmar 6MAL-HT

Power

Komsumsi

(HP)

BBM/jam

470

38 ltr/jam

Tabel 5. Jumlah Komsumsi Pemakaian Bahan Bakar Generator Cadangan


No

Merk/Type Mesin

Power

Komsumsi

(HP)

BBm/jam

240

18 ltr/jam

Yanmar 6HA-HTE

Menurut sumber referensi selisih pemakaian bahan bakar adalah 3818 ltr = 20 ltr/jam.
Dengan kata lain setelah menggunakan generator modifikasi dapat menghemat bahan bakar
perjamnya sebesar 20 ltr/jam.
Dari pemaparan di atas terlihat ada efisiensi dalam pemakaian bahan bakar, namun ada
beberapa masalah primer dan sekunder yang harus diperhatikan. Masalah primer yang
terlihat adalah
1. Stabilitas Kapal, dimana penempatan Generator Set tersebut berada pada Car Deck dan
bukan pada Engine Room. Faktor ini tidak dapat diabaikan karena jika kapal tidak stabil
dan terkena gangguan akbat ombak, angin atau arus akan mengakibatkan kapal akan
miring dan berpotensi terbalik.

2. Keamanan dan keselamatan kapal, karena adanya listrik yang dihasilkan oleh Generator
Set terebut. Jika terjadi hubungan arus pendek (short circuit) ini akan berbahaya bagi
kapal, awak serta penumpangnya karena dapat menimbulkan kebakaran atau ledakan.

3. Polusi udara dan suara, dimana asap pembuangan yang dihasilkan oleh motor Diesel
sebagai Penggerak Utama (Prime Mover) sangat berbahaya bagi pernapasan karena
mengandung senyawa SOx dan NOx. Sedangkan untuk Nilai Ambang Batas (NAB)
kebisingan (yang disebabkan oleh suara mesin dll) telah ditetapkan oleh standar lokal
yaitu

Peraturan

Menteri

Tenaga

Kerja

Dan

Transmigrasi

Nomor

PER.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di
Tempat Kerja dan Standar Nasional Indonesia (SNI 16-7063-2004) Tentang Nilai

~ 270 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, Getaran Tangan-Lengan Dan Radiasi
Sinar Ultra Ungu Di Tempat Kerja adalah sebesar 85 decibel A (dBA). Sedangkan dari
standar internasional yaitu The Maritime International Organization Resoultion
MSC.337(91) Adoption of the Code On Noise Levels On Board Ships untuk kapal-kapal
yang mempunya bobot 1.600 s/d 10.000 GT dan melebihi 10.000 GT batasannya adalah
110 dBA, namun karena ukuran mesin yang dipakai pada kapal-kapal kecil setara dengan
mesin Diesel pada Workshop maka standar yang dipakai adalah standar mesin pada
Workshop yaitu sebesar 85 dBA.

4. Ketahanan peralatan atau Durabilitas, dimana faktor ini sangat berpengaruh pada
kelancaran operasional peralatan itu sendiri. Bagaimanapun, peralatan yang lebih baru
secara teknis lebih menguntungkan dari segi investasi jangka panjang daripada
menggunakan peralatan bekas yang merupakan hasil modifikasi atau dengan kata lain
peralatan baru dan orisinal berumur lebih panjang.

Sedangkan untuk masalah sekunder adalah masalah ekomis atau harga, walapun terdapat
penghematan dari segi investasi jangka pendek maupun dalam pemakaian bahan bakar,
namun seperti yang telah diuraikan di atas bahwa bagaimanapun peralatan yang baru dan
orisinal walau kelihatannya lebih mahal pada jangka pendek, tapi justru menguntungkan
dalam operasional jangka panjang. Sebagai alternatif, peralatan baru yang bisa
dipertimbangkan untuk dipakai adalah ADK/Mitsubishi atau Siemens/Mitsubishi dimana
harganya hanya berselisih dengan peralatan modifikasi sebesar Rp 12.750.000. Selain itu
dengan Daya output 85 kVA, sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik
kapal.

5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa secara pemakaian Generator Set modifikasi ini harus ditinjau ulang karena kurang
memenuhi persyaratan secara teknis maupun ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, Wiranto Penggerak Mula Motor Bakar Torak GANESHA ITB

~ 271 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Bandung 1988.
Arismunandar, Wiranto & Tsuda, Koichi, Motor Diesel Putaran Tinggi Pradnya
Paranta 1986.
BKI, Persyaratan Generator Emergency Pada Kapal Penumpang Vol III Section 1
Biro Klasifikasi Indonesia. Jakarta 2013.
Boldan, Ion The Electric Generators Handbook Series 1 CRC Press 2005.
Boldan, Ion The Electric Generators Handbook Series 2 CRC Press 2005.
D.A Taylor, Introduction To Marine Engineering 2nd Edition Elsevier Butterworth
Heinemann 1996.
Harahap, Nurdin Teori Motor Bakar Balai Pendidikan Penyegaran & Peningkatan
Ilmu Pelayaran Jakarta (BP3IP).
Mahon, L.L.J Diesel Generator Handbook Newnes 1992.
Prawoto, Skripsi Modifikasi Main Engine Menjadi Generator Set Untuk Kebutuhan
Listrik Pada Kapal Ferry KMP. JATRA II UNSADA 2013.
Rais, Thamrin Teori Motor Pembakaran AMKC (Ahli Mesin Kapal C) Januari 1986.

~ 272 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

KAJIAN PEMBANGUNAN PEDESAAN MENUJU DESA MANDIRI E3I


(ENERGY, ECONOMY, ENVIRONTMENT) KABUPATEN BANDUNG BARAT
JAWA BARAT
Rahedi Soegeng, Jombrik, Ardi Winata, Aep Saepul Uyun
Manajemen Fakultas Ekonomi
ABSTRAK
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan Unit Pengolahan Skala Kecil
(UPSK) untuk Pengolahan Kopi di Dusun Tangsi Jaya , Desa / Kecamatan Gunung Halu,
Kabupaten Bandung Barat, yang dibangun pada tahun 2007 dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan penerangan listrik rumah tangga dan diharapkan dapat menjadi titik awal masuk
untuk mendorong kegiatan perekonomian lokal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
warga dusun dalam kawasan Desa E3i (Desa Mandiri Energi, Ekonomi, Ekosistim) .Tujuan
penelitian pada tahap ini untuk mendapatkan data dan informasi tentang struktur
perekonomian dusunTangsi Jaya dalam suatu sistim ekonomi yang utuh dan menyeluruh
(multisektor), serta seberapa besar keterkaitan antar sektor dalam perekonomian sehingga
dapat diketahui kinerja suatu sektor (sektor unggulan) dengan menggunakan pendekatan
Analisis Input-Output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor tanaman cabe (25,69%)
dan tanaman kopi (21,03%) menjadi sektor unggulan dusun Tangsi Jaya, Pendapatan
perkapita masyarakat dalam 3 tahun terakhir telah mengalami peningkatan walaupun belum
signifikan yaitu pada tahun 2012 Rp 9.000,-/hari naik menjadi Rp 11.053,-/hari pada tahun
2014, namun masih kurang dari USD. 1/hari. Sektor yang mempunyai keterkaitan langsung
kebelakang tertinggi adalah sektor transportasi yaitu sebesar 0.6154 dan sektor yang
mempunyai keterkaitan langsung kedepan tertinggi adalah sektor warung yaitu sebesar
1.4344. Budidaya kebun dan UPSK pengolahan kopi belum dikerjakan secara optimal
sehingga kondisi perekonomian dusun masih terlihat statis dan tidak berkembang.
Kata Kunci : E3i; Unggulan; Keterkaitan; Input-Output.

1. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Penelitian.
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro / PLTMH Rimba Lestari, Dusun Tangsi
Jaya, Desa Gunung Halu, Kecamatan Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat, merupakan
salah satu dari seratus (100) unit dalam program listrik Desa Mandiri Energi (DME) yang
dibangun pada tahun 2007.
Kenyataan yang dihadapi sampai saat ini adalah bahwa unit PLTMH DusunTangsi Jaya
Desa Gunung Halu belum dapat dimanfaatkan secara optimal khususnya untuk kegiatan
yang bersifat produktif, sehingga belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
Memperhatikan kondisi yang demikian, yaitu masih adanya gap antara kondisi yang

~ 273 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

diharapkan dengan kondisi yang dihadapi sekarang hal ini menjadi sangat menarik untuk
dilakukan penelitian atau kajian mengenai kondisi dan struktur perekonomian dusun,
sehingga nantinya dapat dibuat Kebijakan Pembangunan Desa dengan Model E3i pada
DusunTangsi Jaya, Desa/Kecamatan Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana kondisi struktur perekonomian DusunTangsi Jaya sekarang ini, serta
seberapa besar keterkaitan antar sektor dalam perekonomian sehingga dapat diketahui
kinerja suatu sektor (sektor unggulan) dalam perekonomian, dengan demikian selanjutnya
dapat direncanakan langkah kebijakan pembangunan desa yang tepat dengan model E3i

1.3. TUJUAN PENELITIAN.


Tujuan penelitian ini adalah untuk : Mendapatkan data dan informasi mengenai berbagai
sektor ekonomi yang ada serta sektor apa saja yang menjadi unggulannya, juga untuk
mengetahui seberapa besar keterkaitan antar sektor (pure linkage) yang terjadi dalam
perekonomian dusun Tangsi Jaya, Desa/Kecamatan Gunung Halu, Kabupaten Bandung
Barat

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Input Output (Hidayat Amir dan Singgih Riphat, 2000)
2.1.1

Pengertian

Sekitar tahun 1930-an Prof. Wassily Leontief mengembangkan suatu teori umum
berdasar produksi pada notion keterkaitan sektor ekonomis dan diterapkan pada sistem
perekonomian Amerika dan dikenal sebagai model input-output (I-O).
Tabel Input-Output adalah suatu uraian statistik dalam bentuk matriks yang
menggambarkan transaksi penggunaan barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi.
Sebagai metode kuantitatif, Tabel I-O memberikan gambaran menyeluruh tentang:
(1). Struktur perekonomian negara/wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masingmasing sektor;
(2). Struktur input antara berupa transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor produksi;
(3). Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi lokal / setempat, maupun
barang impor atau yang berasal dari wilayah lain;

~ 274 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

(4). Struktur permintaan barang dan jasa, meliputi permintaan oleh berbagai sektor produksi
dan permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor keluar wilayah
Tabel 1. Kerangka Umum Penyusunan Tabel I - O

Tabel 1 di atas memperlihatkan suatu sistem perekonomian yang terdiri dari 3 sektor
produksi yaitu sektor 1, 2 dan 3.
Pada bagian baris (horizontal) memperlihatkan bagaimana output suatu sektor
dialokasikan. Dalam hal ini sebagian output dialokasikan untuk memenuhi permintaan
antara dan sebagian untuk permintaan akhir.
Sedangkan bagian kolom (vertikal) menunjukkan pola konsumsi (penggunaan) input
antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk melaksanakan
proses produksi.
2.1.2

Tujuan dan Kegunaan Tabel IO

Tabel IO ditujukan sebagai bahan analisis perekonomian. Kegunaan Tabel IO tersebut


antara lain :
(1) Menyediakan informasi yang lengkap dan menyeluruh tentang struktur penggunaan
barang dan jasa di masing-masing sektor serta pola distribusi produksi yang dihasilkan
suatu daerah
(2) Sebagai dasar berbagai perencanaan dan analisis ekonomi makro terutama yang
berkaitan dengan produksi, konsumsi, pembentukan modal, ekspor dan impor.
(3) Sebagai kerangka model untuk studi-studi kuantitatif seperti analisis dampak dan
keterkaitan antar sektor, proyeksi ekonomi dan ketenaga kerjaan, serta studi-studi yang

~ 275 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

bersifat khusus lainnya. Analisa dampak yang dapat dilakukan untuk tingkat regional
diantaranya adalah analisa perubahan APBD terhadap variabel ekonomi antara lain
penciptaan kesempatan kerja dan dampak penciptaan pajak tidak langsung.
(4) Proses penyusunan Tabel I-O sekaligus juga dipakai untuk tujuan pengecekan dan
evaluasi terhadap konsistensi data sektoral antar berbagai sumber , sehingga berguna
untuk perbaikan dan penyempurnaan data dasar dan penyusunan pendapatan regional.

3.METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan komplementer atau
saling melengkapi yaitu menghubungkan hasil dari satu metode dengan metode yang lain
dengan tujuan untuk memahami suatu fenomena secara lengkap dan akurat. (Nazir.1998)
menyatakan bahwa

tujuan dari penelitian deskriptif adalah membuat deskripsi atau

gambaran secara sistimatis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubumgan antar fenomena yang diselidiki. Lebih lanjut lagi, metode deskriptif membahas
tentang pengumpulan data dan analisis data, menguji model dan menarik kesimpulan
berdasarkan data tanpa bermaksud mengambil kesimpulan secara umum. (Hadi.2002).
Melalui analisis deskriptif-komplementer ini akan dapat diungkapkan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
komplementer dengan pendekatan kuntitatif dan kualitatif, studi kuantitatif untuk mengukur
besarnya masalah dan kemungkinan faktor penyebab, dan studi kualitatif untuk mencari
penjelasan, kedua pendekatan tersebut akan dilakukan secara bersamaan.
3.1 Obyek dan Subyek Penelitian.
Lokasi yang menjadi obyek penelitian ini adalah dusun Tangsi Jaya Desa Gunung Halu,
Kecamatan Gunung Halu Kabupaten Bandung Barat, sedangkan subyek penelitiannya
adalah masyarakat yang tinggal menetap didusun tersebut.
3.2 Data.
Mengingat jumlah KK ( Kepala Keluarga ) dari penduduk yang ada di dusun Tangsi Jaya
relatif masih sedikit maka jumlah KK sebagai populasi yang ada seluruhnya sekaligus
menjadi sample dari responden dalam penelitian ini. Jumlah KK seluruhnya ada 80 yang
tinggal pada 74 rumah tinggal, dan yang telah memanfaatkan penerangan listrik dari PLN
masih tetap 10 rumah dan yang telah memanfaatkan penerangan listrik dari sumber energi
terbarukan mikro hidro 64 rumah tinggal.

~ 276 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

3.3 Instrumen.
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data responden digunakan kuesioner atau
daftar pertanyaan yang telah disusun sesuai tujuan penelitian dan seperangkat komputer
untuk pengolahan dan analisa data sampai pada penysusunan laporan akhir.
3.4 Pengumpulan Data.
Data Primer diperoleh

melalui pengamatan (observasi) langsung dilapangan dan

wawancara dengan responden menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya,


disamping itu juga dapat diperoleh melalui diskusi kelompok.
Data Sekunder yang terkait dengan penelitian ini dan telah terdokumentasi dapat
diperoleh melalui Kantor Desa setempat, Perpustakaan dan juga dapat diperoleh melalui
fasilitas internet.
3.5 Pengolahan Data.
Data yang telah terkumpul melalui instrumen kuesioner kemudian dilakukan
pengelompokkan terlebih dahulu sesuai dengan kategori unsur-unsurnya, selanjutnya
dilakukan tabulasi data dengan tahap-tahap membuat tabulasi matrik data asli, tabulasi
matrik korelasi dan tabulasi matrik faktor yang tujuannya adalah untuk mempermudah dalam
membuat reduksi atau meringkas dari banyak variabel menjadi sedikit variabel. (Analisis
Faktor, Program Studi PWK, Universitas Gadjah Mada. 2006)
3.6 Analisis Data.
Analisis Data dilakukan dengan cara analisis Deskriptif Komplementer dengan
pendekatan Kualitatif yang didukung data-data Kuantitatif tertentu yang menekankan pada
hasil analisis. Tabel Input-Output digunakan untuk meneliti keterkaitan antar sektor dalam
suatu perekonomian atau kontribusi berbagai sektor dalam keseluruhan perkonomian dalam
memenuhi berbagai tujuan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian dapat dilakukan
analisis terhadap sektor-sektor dalam perekonomian yang merupakan sektor unggulan (key
sectors). Yang dimaksud dengan sektor unggulan (key sector) adalah sektor yang memiliki
peranan yang relatif besar dibanding sektor-sektor lainnya dalam memacu tujuan
pertumbuhan ekonomi.

~ 277 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

3.7 Kerangka Pikir


Curah pendapat

Persiapan semua material penelitian


MULAI

TUJUAN
PENE
LITIAN

STUDI
PUSTAKA
&LAPANG

Mengetahui Kondisi & Potensi Komunitas


Mengetahui dan membuat Analisis Kelayakan Potensi Ekonomi
Mengetahui karakter sosial Dusun Tangsi Jaya

Pengumpulan data sekunder dan data premier


Pengolahan data untuk siap dianalisis

ANALISIS
I/O

ANALISIS
KELAYAKAN
EKONOMI & LEAP

ANALISIS
STRATEGI
REKAYASA SOSIAL

Pembangunan
DESA model E3i
KAJIAN

BELUM SESUAI

SESUAI

~ 278 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

MODEL PEMBANGUNAN DESA E3I MELALUI PENDEKATAN KEGIATAN


EKONOMI

Model Rantai Pasokan diatas adalah skema rancangan kegiatan ekonomi sebagai alat
rekayasa sosial , yang mana dapat kita lihat adanya proses input output yang berkelanjutan.
Sektor ekonomi yang ada sekarang dan cukup potensial akan tetapi belum dikembangkan
secara terintegrasi dan terencana dengan baik adalah budidaya kebun dan pengolahan kopi
Unit PLTMH penghasil Energi Listrik sementara ini hanya berfungsi untuk penyediaan
penerangan rumah tangga dan fasilitas umum saja (konsumtif), dengan adanya usaha
kegiatan ekonomi pengolahan kopi maka peran unit PLTMH akan menjadi semakin
penting sebagai basis pendukung ekonomi dusun, seperti yang diharapkan dari kriteria
Desa E3i (Energi, Ekonomi dan Ekosistim)

~ 279 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

4. ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN


4.1 Gambaran Subyek / Obyek Penelitian
4.1.1 Aksesabilitas dan Pemanfaatan Kawasan.
Dusun Tangsi Jaya adalah sebuah dusun dan merupakan bagian dari desa Gunung Halu,
Kecamatan Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat, dengan topografi berbukit dikelilingi
hutan lindung yang dibatasi dengan pohon pinus milik Perum Perhutani Jawa Barat, Dusun
Tangsi Jaya berada pada ketinggian 1100 m diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata 25
30 C dan curah hujan 2500 mm / tahun. Aksesabilitas menuju Dusun Tangsi Jaya dapat
ditempuh dari Jakarta (+/- 190 Km) melalui transportasi darat dengan waktu tempuh tidak
kurang dari 3.5 jam dalam kondisi normal, dan bisa lebih dari 4 jam tergantung dari kondisi
jalan dan situasi dalam perjalanannya.
Luas kawasan Dusun Tangsi Jaya terdiri dari kawasan pemukiman dan prasarana jalan
dusun, kawasan lahan pertanian sawah dan kawasan lahan kebun kopi. Masing-masing
kawasan dengan luasan sebagai berikut : (a) kawasan pemukiman dan prasarana jalan dusun
+/- 15 Ha; (b) kawasan lahan pertanian sawah masing-masing KK memiliki 3 gawang @
400 m2 atau 0.12 Ha / KK jadi total kawasan lahan pertanian sawah +/- 8.8 Ha dan kawasan
lahan kebun kopi 20 Ha yang dimiliki oleh 74 KK masing-masing seluas +/- 0.27 Ha.
4.1.2 Karakteristik Masyarakat.
Kondisi Dusun Tangsi Jaya secara umum hampir sama dengan desa-desa lain yang belum
dapat berkembang karena berbagai keterbatasan yang ada..
1. Kependudukan
Tabel 4.1 Struktur dan Data Kependudukan
Perbandingan Kependudukan ( Populasi dan Pendidikan )
Masyarakat Dusun Tangsi Jaya
I/O &
Penelitian
Hasil Penelitian
Gender
Tesis srs
LEAP
Unggulan
No.
Atribut
Thn. 2010 Thn. 2011 Thn. 2012 Thn.2014/2015
1.
2.
3.
4.
5.

Rukun Warga (RW)


Rukun Tetangga (RT)
Populasi Jiwa
Kepala Keluarga (KK)
Pendidikan
Tamat SD.
Tamat SLP.
Tamat SLA.

1
2
0
70

1
2
272
77

Mayoritas Mayoritas

~ 280 ~

1
2
278
74

1
2
288
80

55
4
3

70
4
3

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Mahasiswa.
Sarjana.
Sumber : Data primer & sekunder diolah 2012 & 2014
Tabel 4.1.

1
1

2
1

Tabel 4.1. diatas menggambarkan perbandingan Kependudukan masyarakat dusun


Tangsi Jaya, kelompok usia yang terbanyak adalah pada rentang usia 51 60 tahun yaitu
sejumlah 124 jiwa dan kelompok usia, yang termasuk dalam kategori sedikit adalah pada
rentang usia 20 30 tahun yang terdiri dari 4 jiwa serta kelompok rentang usia 71 80 tahun
yaitu sejumlah 6 jiwa. Kalau kita asumsikan bahwa untuk kategori usia produktif adalah
rentang usia 20 50 tahun maka hanya ada 81 jiwa equivalent dengan +/- 28 % dari total
jumlah penduduk seluruhnya, untuk itu mereka perlu mendapatkan perhatian dan bimbingan
yang cukup serius mengingat sebagian dari mereka (20-50 tahun) yang nantinya diharapkan
sebagai inisiator, inovator maupun leader untuk melakukan perubahan dalam pembangunan
dusun.

2. Pendidikan.
Seperti pada Tabel 4.1. diatas, Mayoritas strata pendidikan responden / KK adalah
tamatan Sekolah Dasar (SD) yaitu sejumlah 70 KK dari 80 KK yang ada equivalent dengan
+/- 87 %., strata pendidikan yang lainnya terdiri dari SLP 4 KK (5%), SLA 3 KK (4%),
Mahasiswa 2 KK (2%), dan Sarjana 1 KK (1%). Tingkat pendidikan mayoritas tamatan SD
tentunya akan menjadi salah satu kendala, akan tetapi juga bukan merupakan sesuatu yang
mutlak, mengingat kelompok strata pendidikan KK yang lain yaitu SLP, SLA, Mahasiswa
dan Sarjana meskipun jumlahnya sedikit akan tetapi masih termasuk dalam kelompok usia
produktif (20 40 tahun) sehingga diharapkan dapat menjadi penyeimbang dalam proses
perubahan / pembangunan.
3. Sosial Ekonomi
4.2 Tabel Kondisi Sosial Ekonomi
Perbandingan Kependudukan ( Pekerjaan dan Pendapatan )
Masyarakat Dusun Tangsi Jaya

Hasil Penelitian

Gender

~ 281 ~

I/O &

Penelitian

Penelitian

LEAP

Tesis

Unggulan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Th.
No. Atribut
1

Thn. 2010

Thn. 2011

Thn. 2012

Mayoritas

Mayoritas

64

52

Buruh Tani

52

60

Pedagang / Warung

2&3

2&3

12.6

4.8

4.2

Jt/KK/Th

jt/KK/Th

Jt.KK/Th

Pekerjaan.
Petani Pemilik

Guru & PNS.


2

2014/2015

Penghasilan

Pertanian Padi

2.8+9.4

Pert. Sayuran+Cabe

2 Jt/KK/Ms

4 Jt/KK/Th

Perkebunan Kopi

1.8Jt/KK/Th 1.8Jt/KK/Th

Jt/Th
2.7 Jt/Th

Klasifikasi Penghasilan
< 500 Ribu/Bulan.

18

15

< 1 Juta/Bulan.

48

57

> 1 Juta/Bulan

Konsumen PLN.

10

10

10

10 rmh

Konsumen PLTMH.

60

64

64

64 rmh

Sumber : Data primer & sekunder diolah 2012 & 2014


Tabel 4.2.

4. Pola Konsumsi Energi.


Pola Konsumsi Energi masyarakat Dusun Tangsi Jaya untuk keperluan memasak sampai
saat ini masih menggunakan kayu bakar sebagai sumber utama energinya, sementara hanya
beberapa dari mereka menggunakan LPG. Pada konsumsi kayu bakar untuk memasak ratarata adalah sekitar 1 m3/hari dikumpulkan dari semak-semak atau ranting dari kayu mati
yang tersedia disekitar hutan terdekat.

Konsumen Listrik

~ 282 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Masyarakat Dusun Tangsi Jaya


Kategori

Kapasitas

Biaya Rp/Bln

KK

Gratis

1 A (220 W) tanpa televisi

1 A (220 W) dengan televisi

25.000,-

50

2 A (450 W)

30.000,-

15

Fasum penerangan jalan, sekolah,


masjid.

Gratis

PLN 450 W

10

Sumber : Aplikasi software I/O Table dan LEAP. Unsada 2011


Tabel 4.3.
Konsumen listrik dapat dibagi menjadi lima kategori seperti yang ditunjukkan pada Tabel
4.3. diatas, PLTMH beroperasi selama 16 jam rata-rata per harinya , kecuali hari Jumat dan
Minggu (full 24 jam per hari). Dalam setahun, unit beroperasi untuk 6656 jam untuk
menghasilkan 119.808 kWh listrik. Menurut hasil survei tahun 2010 , rumah tangga
subsisten dengan kategori A dan B menggunakan 1 A dari listrik. Bagi mereka yang tidak
mampu membelinya, listrik adalah gratis (kategori A) Sedangkan untuk rumah tangga
sejahtera yang semua dikategorikan ke dalam kelompok C dengan 2A (450W). Selain itu,
ada 10 rumah tangga menggunakan listrik PLN (450 W).

4.3 Analisis Data dan Pembahasan Input - Output


Analisis data dan pembahasan penelitian yang dilakukan sesuai dengan jadwal proposal
semester ganjil 2014/2015 adalah pembahasan tentang kondisi struktur ekonomi masyarakat
dusun dengan pendekatan Analisis Input-Output.
Secara umum penggerak ekonomi yang ada di Dusun Tangsi Jaya adalah perkebunan,
pertanian, perdagangan dan jasa. Untuk dapat melakukan analisis Input -Output yang dapat
menggambarkan struktur perekonomian wilayah Tangsi Jaya maka dalam penelitian ini
sektor tersebut dikelompokkan menjadi beberapa sektor yang meliputi:

Sektor Padi/beras

Sektor Sayur Mayur

~ 283 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Sektor Cabe

Sektor Kopi

Sektor Warung

Sektor Transportasi

Pembagian sektor tersebut didasarkan pada kondisi dimana sektor tersebut merupakan
sektor yang selama ini dapat memberikan nilai tambah, berdasarkan pembagian sektor yang
ada tersebut maka dilanjutkan dengan menghitung permintaan antara dari masing-masing
sektor sebagaimana pada tabel 4.5. Permintaan antara merupakan tabel input untuk
mengetahui berapa besarnya permintaan oleh masing-masingsektor untuk sektor tersebut.
Misalnya, pada sektor padi/beras total permintaan antara adalah Rp 3.098.250 yang seluruh
input dari padi/beras digunakan oleh sektor padi/beras dalam bentuk benih. Total permintaan
antara yang paling besar adalah dari sektor warung, yang menjadi input untuk setiap sektor,
yang sebagian besar digunakan untuk penyediaan saprodi setiap sektor. Total input antara
transportasi adalah paling besar dibandingkan sektor lain, yang sebagian besar digunakan
untuk pembelian BBM

Sumber: Data diolah

Tabel 4.5 Tabel Permintaan Antara

~ 284 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Upah dan gaji untuk padi/beras terbesar dibandingkan sektor lain, karena semua
penduduk gunung halu mempunyai mata pencaharian di sektor ini baik sebagai petani
maupun buruh tani. Walaupun demikian, sektor cabe memberikan kontribusi total nilai
tambah yang paling besar, dikarenakan hasil produk cabe dijual keluar Gunung Halu yang
memberikan nilai tambah besar dengan masuknya devisa. Berbeda dengan sektor Padi/beras,
walaupun setiap penduduk bekerja disektor ini, akan tetapi produksi padi/beras digunakan
atau dimanfaatkan sendiri untuk keperluan sehari-hari sebagai makanan pokok.

Sektor yang memberikan output total paling besar adalah

sektor cabe, 25,69%

selanjutnya Sektor kopi 21,03% sektor padi/beras 19,82%, sektor transportasi 18,21%,
Sektor sayuran 11,01% dan sektor warung 4,25%. Melihat persentase output dari masing
masing sektor tersebut memperlihatkan bahwa sektor cabe sangat besar sehingga dari hasil
outputnya berpotensi untuk ditingkatkan, namun dari kondisi dilapangan seperti
keterbatasan lahan sehingga sistim penenaman dilakukan dengan rotasi dengan Sayuran,
dan sebagian lahan sawah, yang berarti bahwa mamaksimalkan cabe akan mengurangi
output sektor padi dan sayur termasuk jumlah kepala keluarga yang terlibat didalamnya
dimana sektor padi/beras sejumlah 65 KK yang berpotensi tidak dapat menghasilkan beras.
Kendala lainnya adalah sektor cabe memerlukan input yang besar sehingga masyarakat
kesulitan khususnya modal kerja.
Sektor kopi memberikan nilai tambah yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut
dikarenakan potensi luas lahan yang masih luas serta permintaan kopi yang besar. Dari tabel
dapat dilihat sektor kopi ini merupakan peringkat kedua setelah cabe dalam menghasilkan
nilai tambah bagi penduduk Tangsi Jaya. Saat ini, beberapa kebun yang ditanam petani
belum optimal menghasilkan kopi karena masih usia muda, sehingga kemungkinan besar
sektor kopi ini dapat memberikan nilai manfaat lebih besar, bahkan kemungkinan menjadi
sektor utama dalam mata pencaharian penduduk Tangsi Jaya.

~ 285 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Sumber: Data diolah


Tabel 4.6. Permintaan Akhir

Sebagaimana digambarkan dalam tabel 4.6. diatas, Total permintaan akhir adalah Rp
1.487.409.500 dimana Rp 622. 948.900 adalah untuk konsumsi dan Rp 864.460.600
merupakan eksport. Dalam tabel 4.6 tersebut memperlihatkan bahwa sektor padi ekport = 0
berarti bahwa seluruh hasil padi dikonsumsi sendiri oleh masyarakat,bahkan untuk
memenuhi kebutuhan keseluruhan untuk beras masih didatangkan dari luar sejumlah Rp
8.633.250. sedangkan untuk sayuran, cabe dan kopi sebagian besar hasilnya untuk ekport
(dijual keluar Tangsi Jaya) hanya sebagian kecil yang dikonsumsi didalam. Adapun untuk
perdagangan/warung, jumlah importnya besar yaitu Rp 332.800.000,- artinya bahwa
sebagian besar barang dagangan yang dijual didatangkan dari luar wilayah tangsi Jaya.
Hanya Rp 66.560.000 yang merupakan output dari dari dalam, selanjutnya

Sektor

Padi/beras

Ekspor

Import

8,633,250
0.00%

~ 286 ~

2.53%

Selisih

(8,633,250)

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

164,416,500

Sayuran

19.02%

377,054,100

Cabe

0.00%

43.62%

322,990,000

Kopi

332,800,000

864,460,600

(332,800,000)

97.47%

0.00%

Total

322,990,000
0.00%

0.00%

Transportasi

377,054,100
0.00%

37.36%

Warung

164,416,500

0.00%

341,433,250

100%

523,027,350

100%

Tabel 4.7. Struktur Ekspor Impor

Dari tabel 4.7. Struktur Ekspor Impor dapat dilihat bahwa dusun Tangsi Jaya mempunyai
surplus dari ekspor impor sebesar 60.5 % dari totol ekspor. Impor terbesar pada sektor
warung sebagai penyedia seluruh kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan saprodi cocok tanam.
Penduduk Tangsi Jaya juga kekurangan Padi/beras dimana kekurangannya dengan
mendatangkan dari luar sebesar 2.53% dari total impor. Sektor Cabe memberikan kontribusi
terbesar sebesar 43.6 % dari total Ekspor disusul oleh Kopi dan Sayuran masing-masing 37.3
% dab 19.0 %.
Pada tabel 4.8. Digambarkan bagaimana penyebaran hasil Input-Output dari setiap sektor
yang ada.

~ 287 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Sumber: Data diolah

Tabel 4.8. Ringkasan Tabel Input Output

Sektor yang memberikan output total paling besar adalah

sektor cabe, 25,69%

selanjutnya Sektor kopi 21,03% sektor padi/beras 19,82%, sektor transportasi 18,21%,
Sektor sayuran 11,01% dan sektor warung 4,25%. Untuk Sektor warung walaupun
memberikan kontribusi cukup besar pada total supply ( 20.96%) akan tetapi total output yang
disediakan oleh Dusun Tangsi Jaya hanya 4.26 % dan selebihnya di import dari luar.
Melihat persentase penghasilan / pendapatan dari masing masing sektor tersebut seperti
pada Tabel 4.9. Nilai Tambah Sektor dibawah ini, memperlihatkan bahwa sektor cabe yang
terbesar yaitu 27 % sehingga dari hasil outputnya berpotensi untuk ditingkatkan, namun dari
kondisi dilapangan seperti keterbatasan lahan sehingga sistim penenaman dilakukan dengan
rotasi dengan sayuran dari sebagian lahan sawah, yang berarti bahwa mamaksimalkan cabe
akan mengurangi output sektor padi dan sayur termasuk jumlah kepala keluarga yang terlibat
didalamnya dimana sektor padi/beras sejumlah 65 KK yang berpotensi tidak dapat
menghasilkan beras. Kendala lainnya adalah sektor cabe memerlukan input (terutama
modal) yang besar sehingga masyarakat kesulitan khususnya modal kerja.

~ 288 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Jumlah Total Nilai

Sektor

KK

Tambah

Penghasilan/tahun Penghasilan/bulan Presentace

Padi/beras

65

275,744,250 4,242,219

353,518

24%

Sayuran

33

91,800,000

2,781,818

231,818

8%

Cabe

33

309,825,000 9,388,636

782,386

27%

Kopi

72

295,875,000 4,109,375

342,448

26%

Warung

63,232,000

752,762

6%

Transportasi

10

109,500,000 10,950,000

912,500

10%

9,033,143

,145,976,250

Total

Sumber: Data diolah

100%
Tabel 4.9. Nilai Tambah Sektor

Konsumsi

622,948,900

54%

Export

864,460,600

76%

Total Permintaan Akhir

1,487,409,500

Import

341,433,250

PDRB

1,145,976,250

Jumlah KK

80

Pendapatan/KK/Bulan

1,193,725

Pendapatan/Kapita/hari

11,053

30%

Tabel 4.10 Product Domestic Regional Bruto

Pada Tabel 4.10. PDRB diatas dapat dilihat bahwa komposisi PDRB Dusun didominasi
oleh konsumsi masyarakat sebesar 54%, dan sisanya 46% didominasi oleh surplus eksporimpor. Dari tabel dapat dilihat bahwa pendapatan rata-rata setiap KK adalah Rp 1.193.725
atau Rp. 11.053 /kapita/hari atau masih dibawah $1 /kapita/hari. Oleh karena itu perlu upaya
menyeluruh

untuk

meningkatkan

pendapatan

mengoptimalkan beberapa sektor unggulan diatas.

~ 289 ~

masyarakat

Tangsi

Jaya

dengan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

5. SIMPULAN DAN SARAN


5.1 SIMPULAN
Sebagaimana yang telah dibahas pada bab bab sebelumnya, bab ini merupakan penutup
tulisan yang dirinci menjadi 2 sub-bab. Sub bab pertama adalah Simpulan yang berisi
jawaban-jawaban atas berbagai pertanyaan, tujuan dan manfaat penelitian. Sub bab kedua
berisi saran-saran yang diambil dari hasil simpulan-simpulan penelitian yang telah dibahas
dari sub-bab sebelumnya.
Dari pendekatan analisis Input Output yang telah dibahas pada bab IV , maka simpulansimpulan penting yang dapat ditarik antara lain dapat dijelaskan secara ringkas sebagai
berikut :

Adanya pertumbuhan jumlah penduduk dari 274 jiwa dengan 77 KK pada tahun 2011
menjadi 288 jiwa dengan 80 KK pada tahun 2014

Berdasarkan pembagian 6 sektor dalam penelitian ini diketahui bahwa sektor cabe
memberi kontribusi paling besar dari total output yaitu Rp. 401.625.000,- (25,69%)
kemudian sektor kopi sebesar Rp. 328.750.000,- (21,03%) serta sektor padi/beras
309.825.000,- (19,82%)

Total output semua sektor termasuk gaji dan upah dalam satu tahun adalah
Rp 1.563.585.000,- dengan total nilai tambahnya adalah Rp 1.145.976.250,-

Pendapatan perkapita masyarakat dalam 3 tahun terakhir telah mengalami peningkatan


walaupun belum signifikan yaitu pada tahun 2012 Rp 9.000,-/hari naik menjadi
Rp 11. 053,-/hari pada tahun 2014, namun masih kurang dari USD. 1/hari, perlu menjadi
catatan khusus disini, bahwa kenaikan pendapatan tadi sebetulnya bukan akibat dari
kenaikan produktivitas, akan tetapi karena adanya kenaikan harga pasar kopi dan cabe
pada tahun 2014

Sektor yang mempunyai peluang untuk dikembangkan lebih lanjut adalah sektor
perkebunan kopi sampai dengan pengolahannya, hal ini sangat dimungkinkan karena
ketersediaan lahan.yang di berikan oleh pihak Perhutani Jawa Barat.

Sektor yang mempunyai keterkaitan langsung kebelakang tertinggi adalah sektor


transportasi yaitu sebesar 0.6154. Hal ini berarti adanya kenaikan 1 unit output sektor
ini membutuhkan output sektor lainnya sebagai input sebesar 0.6154. Dengan kata lain
output tersebut akan digunakan oleh sektor sekunder sebagai input antara dalam proses

~ 290 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

produksinya. Hal ini kemudian secara simultan akan memicu peningkatan penggunaan
output sektor-sektor lain sebagai input sebesar 1.05. sehingga secara total akan
mengakibatkan peningkatan penggunaan output seluruh sektor perekonomian sebesar
1.6667.

Sektor yang mempunyai keterkaitan langsung kedepan tertinggi adalah sektor warung
yaitu sebesar 1.4344. Hal ini berarti adanya kenaikan 1 unit output sektor ini akan
meningkatkan output sektor lain yang menggunakan output sektor ini sebagai inputnya
sebesar 1.4344. Dengan kata lain, 1 unit sektor ini digunakan sebagai input sektor lain
sebesar nilai tersebut, kemudian secara simultan peningkatan sektor pengguna sektor
tersebut memicu penggunaan output sektor pengguna sebagai input sektor lain sebesar
1.10. sehingga secara total akan mengakibatkan peningkatan penggunaan input seluruh
sektor perekonomian sebesar 2.5368.

5.2. SARAN SARAN


Meskipun cabe merupakan sektor unggulan terbesar dalam temuan penelitian ini, namun
mengingat keterbatasan lahan pertanian dan penggunaan saprotan kimia yang akan
berpengaruh negatif terhadap lingkungan (Model Desa E3i) maka disarankan untuk sektor
ini tidak harus dikembangkan, namun perlu dicari sektor ekonomi potensial alternatif
melalui penelitian lebih lanjut disamping untuk terus berupaya meningkatkan produktivitas
tanaman unggulan yang sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Kamaruddin 2007, Memacu Pertumbuhan Ekonomi melalui Desa Mandiri E3i,
Universitas Darma Persada Jakarta.
Abdullah Kamaruddin 2007, Energi Terbarukan untuk mendukung Pembangunan Pertanian
dan Perdesaan, Departemen Teknik Pertanian, IPB. Press Bogor.
Adi, Isbandi Rukminto. 2008. Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat Sebagai
Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal. 50-66.
Ariati Ratna 2004, Konservasi Energi Nasional, Program dan Implementasinya :
dipresentasikan pada Pertemuan Pendahuluan Studi Peluang Konservasi Energi.

~ 291 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Ariati Ratna 2009. Materi Kuliah Kebijakan Energi Nasional Program Pascasarjana Energi
Terbarukan Universitas Darma Persada Jakarta.
Fauzi, Johar Arifin & A. Fakhrudin. 2001. Program Aplikasi Excel dalam Finansial Terapan
Harry Sonny. 2010. HDI Indonesia 2010 Metode dan Indikator Baru, Lembaga Demografi
FEUI. Jakarta.
Hidayat Amir dan Singgih Riphat, Analisis Sektor Unggulan Untuk Evaluasi Kebijakan
Pembangunan Jawa Timur Menggunakan Tabel Input-Output 1994 dan 2000
Husodo, Siswono Yudo. 2003. Membangun kemandirian di bidang Pangan suatu
Kebutuhan bagi Indonesia, Jurnal Ekonomi Rakyat, artikel III no. 6, September
Haeruman, Herman J.S. 1997. Strategi, Kebijakan dan Program Pembangunan
Jalaluddin Rakhmat, Rekayasa Sosial Reformasi, Revolusi, atau Manusia Besar, PT.Remaja
Rosda karaya, Bandung
Kartasasmita G & Solichin D.2009. Bahan Kuliah ( Lecturer Matherial ), Development
Administration, Concepts and Definition, Program Pasca Sarjana, Program Studi
Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada Jakarta.
Kartasasmita G & Solichin D. 2009. Bahan Kuliah ( Lecturer Matherial ), Development
Administration, New Paradigms of Public Administration, Program Pasca Sarjana,
Program Studi Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada Jakarta.
Ken Martina 2010, Materi Kuliah Dasar Dasar Pengembangan Wilayah Perdesaan,
Program Pascasarjana Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada Jakarta.
Kusdiana Dadan 2009, Kebijakan dan Strategi Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral
Tahun 2010 2014 Universitas Darma Persada Jakarta.
Kusdiana Dadan 2009, Kebijakan Energi Nasional, Pengembangan Energi Baru
Terbarukan, Materi Kuliah Universitas Darma Persada Jakarta.
Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Rahedi Slamet , 2012. Evaluasi dan Perencanaan Pembangunan Dusun Tangsi Jaya,
Desa/Kecamatan Gunung Halu Kabupaten Bandung Barat menuju Desa Mandiri
E3i
Raihan Rasyidi 2010. Materi Kuliah Pengetahuan Lingkungan, Program Studi Energi
Terbarukan, Program Pascasarjana Unsada Jakarta.

~ 292 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Satriatama Dandy. 2012 Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia


2010 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencana
Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
Siahaan Oloan. 2009, Introduction to Community Development. Materi Kuliah Universitas
Darma Persada Jakarta.
Siahaan Oloan. 2009. Lokal Economic Development. Materi Kuliah Universitas Darma
Persada Jakarta.
Simamora Bilson 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen, Gramedia Pustaka Utama.
Solihin Amir 2001. Top Down Bottom UP Planning sebagai Alternatif Perencanaan
Strategis Pembangunan Daerah Hinterland secara Partisipatif , Universitas
Padjadjaran Bandung.
Supranto J. 2003. Metode Riset, edisi ketujuh. PT. Rineka Cipta Jakarta.
Sutrisno, Hadi. 2002. Methode Research untuk penulisan paper, skripsi, tesis dan disertasi
jilid 2. Andi offset. Yogyakarta.
United Nations Division for Sustainable Development. Documents Sustainable
Development issues Retrieved:2007-05-12
UU Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
UU Republik Indonesia No. 30 Tahun 2007 Tentang Energi.
VP of Cisco Systems. Inc. 2008. Strategic Alliances.
Yusgiantoro Purnomo. 2009. Strategi Ketahanan Enegi Nasional, Raker Sektor ESDM 2009,
Kebijakan, Rencana dan Strategi Tahunn 2010-2014.

~ 293 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ 294 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

IMPLEMENTASI BALANCE SCORCARD UNTUK MENILAI


KINERJA JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
Ahmad Basid, Haryanto
Akuntansi Fakultas Ekonomi
ABSTRAK
Balance Scorcard dapat dijadikan sebagai indikator untuk melakukan suatu penilaian
kinerja dari organisasi termasuk di dalam lingkungan prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Univeristas Darma Persada. Peningkatan kualitas perguruan tinggi, dan peningkatkan
kepercayaan pelanggan, diharapkan juga mampu untuk melakukan peningkatan kualitas dan
mutu pelayanan untuk memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah mahasiswa
sebagai perspektif pelanggan di lingkungan Univeristas Darma Persada (Unsada).
Perkembangan prodi Akuntansi Unsada selama tiga tahun periode 2012-2014 untuk jumlah
mahasiswa baru (input), mahasiswa aktif dan lulusan yang dihasilkan sebagai output dari
prodi Akuntansi belumlah maksimal. Ketiga indikator ini menunjukkan bahwa setiap
tahunnya terjadi fluktuasi yang sangat singnifikan, tidak konstan terhadap kenaikan jumlah
mahasiswa baru. Ditinjau dari perspektif keuangan peningkatan jumlah mahasiswa sangat
berpengaruh terhadap penerimaan jumlah mahasiswa. Sedangkan perpesktif proses internal
adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia, adanya kesempatan yang diberikan
kepada dosen untuk meningkatkan kualitas baik kesempatan belajar, pelatihan baik di
internal kampus maupun di eksternal kampus untuk meningkatkan kualitas dosen prodi
Akuntansi
belum maksimal.Belum memadainya pelayanan terhadap stakeholders
menurunkan kepuasan pelanggan khususnya mahasiswa dan dosen. Rasio dosen dengan
jumlah mahasiswa di lingkungan prodi Akuntansi belum memenuhi standar rasio yang di
tetapkan oleh DIKTI harus menerapkan perspektif pertumbuhan dan perkembangan.
Kata Kunci: Balance Scordard, pengukuran kinerja, perspektif keuangan, perspektif
pelanggan, perspektif proses internal dan perspektif perkembangan

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini perkembangan perguruan tinngi di tanah air mengalami persaingan yang sangat
ketat untuk menjaring mahasiswa agar mau memasuki dunia perguruan tinggi khusunya
universitas swasta. Seperti kita ketahui perguruan tinggi memiliki peranan penting dalam
mencerdaskan bangsa. Perkembangan perguruan tinggi yang pesat saat ini mengakibatkan
perkembangan organisasi disetiap lini juga semakin rumit dan komplek.

Semuanya

mengharapakan mampu meningkatkan kinerja ke arah yang lebih baik agar dapat bersaing,

~ 295 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya lainnyua yang
ada dalam lingkungan organisasi perguruan tinggi yang bersangkutan. Perguruan tinggi atau
entitas lainnya

berlomba-lomba untuk menciptakan nilai (value creation) agar dapat

meningkatkan kualitas dan mampu menguasai pasar (Yuwono, et all, 2004).


Sumber daya manusia yang paling berperan dalam mengendalikan dan juga sebagai
motor untuk dapat memajukan perguruan tinggi, Tanpa sumber daya manusia yang memiliki
nilai kreasi tadi akan menjadikan univeritas (perguruan tinggi) kalah bersaing dengan
perguruna tinggi lainnya. Perilaku organisasi inilah yang menjadikan ujung tombak untuk
dapat menembus pasar. Perilaku organisasi (Robbin, 2001) menyebutkan suatu bidang studi
yang menyilidiki dampak dari seseorang, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam
organisasi untuk dapat menerapkan pengetahuan tentang hal-hal tersebut demi untuk
memperbaiki efektifiktas organisasi. Jelas terlihat bahwa peran penting atau yang memegang
kendali dalam suatu organisasi itu adalah sumber daya manusianya.
Perguruan tinggi juga akan mampu menghadapi persaingan global bilamana sumber daya
manusianya dapat menjawab tantangan dengan handal. Memiliki kualitas yang baik dalam
menjalankan aktivitasnya. Bukan hanya bagi kalangan pengajar tetapi juga seluruh bagian
yang terkait untuk sama-sama memajukan perguruan tinggi tersebut. Kerjasama kelompok
yang baik dan peningkatan kualitas, motivasi untuk menjalankan seluruh aktivitas yang baik
bersama sama untuk membangun dengan semangat memajukan dunia perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dalam hal ini kita membahas dalam lingkup kontek universitas sebagai
suatu institusi pendidikan bisa diminati oleh stakeholder khususnya calon mahasiswa dan
calon orang tua mahasiswa selain ditentukan oleh faktor internal yang meliputi pengajar
yang berkualitas, kepuasaan terhadap pelayanan, proses internal dan kemampuan
berorganiasai untuk belajar dan melakukan perbaikan dan juga yang tidak kalah pentingnya
dalah bidang keuangan (Yowono, et all 2004). Keuangan salah satu

menjadi bagian

terpenting dalam pembianaan balance scorecard. Akan tetapi peningkatan sumber dana
tersebut berkaitang dengan kepuasan terhadap pelayanan, kualitas dan mutu perguruan tinggi
itu sendiri saling memiliki keterkaitan sehingga menjadikan suatu penilaian masyarakat
terhadap perguruan tinggi tersebut.
Penerapan balance scorecard adalah merupakan salah satu bagian terpenting dalam
mengukur suatu kinerja organisasi. Apalagi dengan konsep balance scorecard ini akan
mampu untuk meningkatkan mutu pendidikan di universitas. Akhirnya akan berimbas

~ 296 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

terhadap peningkatan akreditas universitas tersebut. Menurut Kaplan, 2006, menyebukan


balance scorecard merupakan proses pengukuran untuk menghasilkan berbagai proses
manajemen penting, untuk memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategis, melakukan
komunikasi untuk meningkatkan berbagai tujuan strategis pihak universitas, merencanakan,
menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis, dan meningkatkan
umpan balik dan pembelajaran strategis.
Berdasarkan proses diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana
implementasi balance scorecard dapat dilakukan di prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Darma Persada. Balance Scorecard dapat dijadikan sebagai alat bantu
pengukuran kinerja dalam meningkatkan kualitas organisasi ditinjau dari berbagai perspektif
yang ada dalam balance scorecard. Penerapan balance scorecard merupakan salah satu
indikator penilian kinerja perguruan tinggi, kesiapan organisasi dalam menjalankan
aktivititas khususnya untuk meningkatkan kualatias pelayanan, memotivasi karyawan dan
meningkatkan kualitas sumber manusia, meningkatkan kualitas sarana dan prasana
penunjang proses belajar mengajar dapat meningkatkan dalam persaingan perguruan tinggi
baik secara nasional dan global Untuk itulah penulis tertarik melakukan penelitian tentang
konsep-konsep yang berkaitan dengan balance scorecard di prodi akuntansi Fakultas
Ekonomi dengan mengambil judul Implementasi Balance Scorcard Untuk Menilai Kinerja
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada..
1.2 Perumusan Masalah
Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah implementasi balance scorecard sebagai
alat bantu untuk menilai kinerja di Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Darma
Persada dengan menggunakan empat perspektif dalam balance scorecard.
1.3 Tujuan dan Kontribusi Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengimplentasikan balance scorecard untuk menilai kinerja
prodi jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada (UNSADA).
Penelitian ini juga memiliki kontribusi untuk memperoleh hasil evaluasi kinerja jurusan
secara internal yang akan dapat mendukung penilaian kinerja organisasi pada Prodi
Akuntansi.

2. TINJAUAN PUSTAKA

~ 297 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Kerangka kerja balance scorecard menyediakan suatu pengukuran kinerja perusahaan


menggunakan ukuran finasial dan non financial, yang mana tujuan-tujuan strategik
perusahaan dijabarkan dalam poin-poin yang kemudian dikelompokkan ke dalam empat
perspektif yang balance, yaitu financial, konsumen, proses bisnis internal, dan pembelajaran
dan pertumbuhan. Kunci utama efektivitas dari kerangka kerja balance scorecard adalah
kemampuan untuk menterjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat
pengukuran kinerja yang komprehensif (Kaplan dan Norton, 2001).
Poin-poin yang dijabarkan dalam empat perspektif balance scorecard merupakan
identifikasi komponen-komponen kunci operasional , pembentukan goal dan menetapkan
cara untuk mengukur komponen-komponen kunci tersebut guna mencapai goal perusahaan.
Pengukuran Komponen-komponen kunci dan goal perusahaan secara bersama-sama
ditetapkan berdasarkan penelahaan factor-faktor dari dalam dan luar perusahaan. Faktorfaktor dari dalam perusahaan dihasilkan dari analisis mengenai kekuatan (strength) dan
kelemahan (weakness) perusahaan, sedangkan factor-faktor dari luar perusahaan didapatkan
dari kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat). Setelah komponen-komponen kunci
ditetapkan, konstituen perusahaan diminta untuk melihat bagaimana aktivitas mereka dapat
memberikan kontribusi terhadap pencapaian keseluruhan misi perusahaan.
Ada perlombaan untuk memahirkan suatu kompetensi serta untuk memperoleh posisi dan
pengaruh pasar. Menurut Rangkuti, 2014 menyebutkan ada tiga kriteria inti dalam suatu
kompetensi adalah:
1. Nilai bagi pelanggan (customer preceived value) keterampilan yang memungkinan
suatu perusahaan menyampaikan manfaat yang fundamental bagi kepada pelanggan.
2. Deferensiasi bersaing (competitor differentiation) yaitu kemampuan yang unik dari
daya saing.
3. Dapat diperluas (extendability) kompetensi ini harus memenuhi kreiteria manfaat
bagi pelanggan dan keunikan bersaing.
Kerangka kerja tersebut didasarkan premis bahwa property system akuntansi keuangan
seperti konservatisma, penekanan pada transaksi, dan pengukuran dalam unit mata uang,
telah cukup membatasi pengukuran komponen-komponen kunci perusahaan. Kaplan dan
Norton (1992) menyatakan bahwa system pengukuran tradisonal berupa perpekstif finansial
didukung oleh perspektif non financial berupa pengukuran hubungan dengan konsumen,

~ 298 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan sesuai dengan ekspektasi
perusahaan untuk menerima dan memberikan kontribusi kepada stockholder sesuai dengan
tujuan perusahaan.
Sebelum Kaplan dan Norton memperkenalkan konsep balance scorecard di tahun 1990
ternyata perusahaan-perusahaan di Prancis dan Kanada telah menggunakan balance
scorecard dalam bentuk yang berbeda. Prancis mengaplikasikan pengukuran kinerja
perusahaan dari aspek financial dan non financial, yang menggunakan suatu ukuran yang
disebut the tableau de board atau ukuran dashboard. Sedangkan perusahaan Kanada
mengimplementasikan balance scorecard karena mendapatkan tekanan mengenai kualitas
dari kontinen Amerika selama tahun 1980, yang mana mereka memasukkan ukuran non
financial dalam strategi bisnisnya selain ukuran financial.
Saat ini balance scorecard adalah bentuk yang telah disusun Kaplan dan Norton (1992b)
sebagai satu perangakt pengukuran yang bersifat holistic, yang telah mengintegrasikan
proses bisnis sebagai suatu ukuran kinerja suatu organisasi. Balance scorecard diciptakan
sebagai pendukung pengukuran financial yang bersifat tradisional dengan kriteria
pengukuran kinerja yang bersifat non financial yang terdiri dari tiga perspektif tambahan
yaitu konsumen, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Proses dimana manajer perusahaan mengevaluasi prospek di masa mendatang dan
memutuskan strategi yang tepat guna mencapai tujuan perusahaan disebut strategi planning.
Strategic planning berkaitan dengan pembuatan keputusan strategic oleh manajer, yang
mana terkadang beberapa point sering berubah-ubah, kadang-kadang lebih baik, kadangkadang kacau. CEO baru biasanya melakukan perubahan yang radikal atas strategi. Jika
tidak hati-hati perubahan tersebut akan sangat berakibat fatal dampaknya terhadap
perusahaan. Oleh karena itu sangatlah penting bagi seorang pemimpin untuk hati-hati
memilih dasar untuk melakukan perubahan tersebut. Seorang pemimpin harus mengetahui
bagaimana melakukan proses penyusunan strategic planning yang rasional. Untuk itu
dibutuhkan suatu metode penetapan rencana jangka panjang, untuk dapat mengingatnya,
berisi keseluruhan rencana perusahaan, ada personal pembuat keputusan, dan judgment
personal mereka, pengalaman dan motivasi yang akhirnya akan menghasilkan hal-hal yang
bersifat stratejik (Gautreau and Kleiner, 2001) dalam Chavan (2009).
Dari waktu ke waktu system management strategic yang berasal dari evolusi konsepkonsep balance scorecard telah membentuk semacam jembatan antara strategi jangka

~ 299 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

panjang dan jangka pendek dari suatu organisasi. Banyak perusahan segera mengadopsi
balance scorecard karena metode pengukuran kinerja ini menghasilkan satu dokumen yang
mana saling berkaitan antar aktivitas dari keempat perspektif pengukuran yang terdiri dari
faktor-faktor berwujud dan tidak berwujud yang lebih baik dibanding metode pengukuran
lain (Punniyamoorthy dan Murali, 2008): lebih jelas, kesempatan untuk penciptaan nilai
yang mengubah dari strategi management asset berwujud ke strategi management berbasis
pengetahuan yang merupakan asset tidak berwujud suatu organisasi : relasi dengan
konsumen, inovasi jasa dan produk, proses operasi yang responsive dan berkualitas tinggi,
teknologi informasi dan database serta kemampuan karyawan, skill dan motivasi (Kaplan
dan Norton)
Balance scorecard saat ini telah berkembang menjadi suatu inisiatif streategi dalam
bentuk sistem management performance, yang mana organisasi pengguna sistem ini akan
menggunakan beberapa ukuran yang bermuara pada visi dan misi untuk berbagai fungsi
management dan pekerjaan harian. Balance scorecard memungkinkan perusahaan atau
organisasi mengelola dan mengevaluasi strategi bisnisnya, memonitor efisiensi
operasionalnya,

melakukan

perbaikan,

membangun

kapasitas

organisasi,

dan

mengkomunikasikan progress organisasi kepada semua karyawan.


Penelitian yang dilakukan Punniyamoorthy dan Murali (2008) dengan melakukan
observasi yang berkelanjutan menemukan bahwa balance scorecard adalah suatu kerangka
kerja yang sangat bagus yang memungkinkan suatu organisasi mengimplementasikan
strategi dengan sukses. Hal ini disebabkan balance scorecard membantu perusahaan untuk
menyusun rantai pengukuran aktivitas sehingga suatu organisasi dapat mengimplemtasikan
aktivitas yang kompleks dan memonitornya secara teratur untuk mencapai tujuan stratejik.
Peneliti ini juga mengamati bahwa:Balance scorecard adalah sistem management
performance yang menghubungkan performance dengan strategi penggunaan seperangkat
ukuran kinerja mutidimensi yang bersifat financial dan non finansia. Fokus balance
scorecard adalah memahami dengan lebih baik hubungan sebab akibat dan keterkaitan
dalam organisasi dan level management dan berguna untuk perbaikan corporate governance
(Dye, 2003)
Pada saat Kaplan dan Norton memperkenalkan balance scorecard beberapa tahun yang
lalu, balance scorecard hanya mengenai pengukuran, bukan mengenai strategi. Peneliti ini
mulai dengan suatu premis bahwa kepercayaan eksclusif atas ukuran keuangan dalam sistem

~ 300 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

management mengakibatkan suatu organisasi melakukan hal yang salah. Ukuran keuangan
melaporkan kinerja berdasarkan hasil akhir yang merupakan konsekuensi tindakan masa
lalu, sehingga jika hanya ukuran financial yang digunakan maka menggunakan lag indikator
yang hanya menilai kinerja dari perilaku jangka pendek dan akan mengorbankan nilai yang
dapat diciptakan dalam jangka panjang. Balance scorecard menggunakan pendekatan untuk
menutupi kekurangan dari ukuran financial ini dengan menambahkan ukuran non financial
yang merupakan indicator-indikator yang mencerminkan kinerja keuangan dimasa
mendatang. Jadi dalam balance scorecard ukuran financial dan non financial mengacu dan
diturunkan dari visi dan strategi organisasi (Chavan, 2009). Balance scorecard menurut (
Rangkuti, 2014,75) menyebutkan suatu teknik yang banyajk digunakan untuk mengukur
kinerja perusahaan. Balance Scorecard juga merupakan alat yang menekankan budaya
partisipasi setiap anggota organisasi atau komunitas.

3. PERSPEKTIF BALANCE SCORECARD


Komponen-komponen dalam balance scorecard yang saling berkaitan dapat
digambarkan dalam bentuk diagram, yang digunakan untuk menyusun strategi dengan focus
untuk mencapai goal perusahaan. Konten dari strategi perusahaan akan dikelompokkan
berdasarkan perpektif yang berbeda yang akan memasukkan keseluruhan aktivitas
perusahaan. Kaplan dan Norton memperkenalkan empat perspektif yang berbeda yang
memasukkan keseluruhan aktivitas perusahaan yang diintegrasikan. Empat perpektif
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Perpektif financial, yaitu mengevaluasi elemen-elemen profitabilitas dari strategy
2. Perpektif konsumen, yaitu mengidentifikasi target pasar, segmen dan ukuran sukses
perusahaan dalam segmen-segmen ini.
3. Perspektif bisnis dan internal, yaitu terfokus pada operasi internal perusahaan.
4. Perpektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu mengidentifikasi kemampuan yang
mana organisasi harus mampu mencapai proses internal superior yang dapat
menciptakan nilai bagi konsumen dan share holders.
1. Perspekti finansial, yaitu bagaimana perusahaan terlihat berhasil di mata share
holders

~ 301 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Ukuran yang umum digunakan adalah :

Return on capital

Improved shareholders value

Assets utillization

2. Perspektif konsumen, untuk mencapai visi, bagaimana kita terlihat oleh


konsumen perusahaan. Ukuran yang dapat digunakan adalah :

Product/servise attributes

Customer relationship

Image & reputation

3. Proses bisnis internal, untuk dapat memuaskan shareholder dan konsumen, apa
yang dapat dilakukan perusahaan untuk membuat suatu proses bisnis yang
unggul. Ukuran yang umumnya digunakan adalah :

Develop product & services

Deliver product & services

post sales services

4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, untuk mencapai visi perusahaan,


bagaimana mendukung kemampuan untuk berubah dan memperbaiki. Ukuranukuran yang diaplikasikan adalah :

Employee capabilities

Information system capabilities

Motivation

Empowerment & alignment

3.1 Analisa SWOT


Hal yang sama juga disebutkan oleh Rangkuti, 2014a menyatakan ukuran yang dipakai
dalam keukuatan (Strengths), memiliki kelemahan (Weaknesses),peluang (Opportunities),
ancaman Threaths, (SWOT) Balance Scorecard dibedakan berdasarkan empat perspektif
yaitu:
1. Ukuran keuangan
2. Ukuran pelanggan
3. Ukuran proses internal

~ 302 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

4. Ukuran pembelajaran dan pertumbuhan


Dapat dijelaskan bahwa adanya suatu aktivitas dalam implementasi balanca scorecard
memiliki keterkaitan yang digambarkan dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Perspektif keuangan (meningkatkan pendapatan, menurunkan biaya, serta
memaksimalkan shareholder value) merupakan hasil dari tindakan sebagaimana di
tunjukkan pada tiga perspektif tolak ukur opersional lainnya:
2. Perspektif pelanggan (meningkatkan jumlah pelanggan baru, meningkatnya jumlah
pelanggan loyal, serta meningkatnya kepuasan pelanggan) dalam hal ini peningkatan
pelanggan adalah berkaitan dengan peningkatan jumlah mahasiswa yang masuk
dengan jumlah mahasiswa yang keluar dari prodi akuntansi.
3. Perspektif proses internal, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan
peningkatan secara terus menerus melalui kegiatan proses produksi yang lebih baik,
distribusi mnjadi lebih cepat cakupan hubungan masyarakat menjadi lebih luas,
inovasi menajdi lebih cepat serta tanggung jawab sosial ke masyarakat menjadi lebih
baik.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Fokus pada sumber daya dan internal di
lingkungan universitas, meningkatkan kualitas dosen dan karyawan sesuai dengan
kompetensinya,mengembangkan sistem informasi sesuai dengan proses di
lingkungan universitas.
3.2 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus, yaitu mendeskripsikan
implementasi balance scorecard di Jurusan Akuntansi UNSADA periode 2010 2013.
Membandingkan fakta dengan keempat pesrpektif balance scorecard, dapat memperoleh
gambaran tentang kinerja di Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada.
Data yang digunakan bersumber dari laporan BKP Prodi Akuntansi periode 2011 2014,
serta wawancara ke beberapa personal di Jurusan Akuntansi tersebut.
3.3 Indikator Penerapan Balance Sorecard
Evaluasi bagaimana menggunakan dana berupa kesiapan prodi dalam mengelola anggaran
di prodi, pelayanan yang memadai sehingga memuaskan para stakeholders Bagaimana pihak

~ 303 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

prodi Akuntansi di lingkungan Fakultas Ekonomi Unversitas Darma Persada mampu


memberikan kepuasan kepada mahasiswa, memberikan informasi kepada calon mahasiswa
dan dosen atau pihak-pihak lainnya yang ingin mendapatkan pelayan dan informasi
berkaitan dengan aktivitas kampus. Dengan demikian ada pengaruh terhadap perspektif
pelayanan. Perspektif keuangan berkaitan dengan dana yang tersedia untuk kelangsungan
universitas untuk pengelolaan dana yang tersedia sehingga univeritas bisa berkembang baik
dari segi kualitas, kesejahteran pihak internal sehingga termotivasi untuk bersama sama
untuk mengembangkan universitas itu sendiri khususnya Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Darma Persada.
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Perspektif Keuangan dalam Balance Scorecard
Korelasi perspektif dalam balance scrocard saling berkaitan dengan analisa SWOT yang
ada terjadi dalam prodi Akuntansi khususnya, umumnya di Fakultas Ekonomi.Hal ini
berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan jumlah mahasiswa baru pertahun untuk
periode penerimaan tahun 2012-2014 (tabel 1).
Pertumbuhan jumlah mahasiswa baru prodi Akuntansi Universitas Darma Persada dari
tahun ke tahun selama 2012-2014 terlihat dari tabel berikut ini.

Tabel 1 Jumlah Penerimaan Baru Prodi Akuntansi


Periode
Jumlah
Persentase
2012
70
18,,6%
2013
60
-14,2%
2014
118
96.7%

Dari tabel di atas diperoleh informasi pertumbuhan jumlah rata rata penerimaan
mahasiswa baru selama tiga tahun adalah 33.7%. Setiap tahun terlihat perkembangan jumlah
mahasiswa baru tahun akademik baru di semester gasal tertinggi pada tahun 2014 dengan
peningkatan yang sangat signifikan sebanyak 96.7% sedangkan tahun 2013 terjadi
penurunan jumlah pendaftar mahasiswa baru sampai minus 14,2% dibandingkan tahun
sebelumnya 2012.
Jumlah mahasiswa baru memiliki korelasi yang dengan jumlah penerimaan dana yang
terhimpun oleh pihak univeritas. Dari data mahasiswa baru setiap tahun di tinjau dari jumlah
penerimaan income prodi Akuntansi tidak banyak mengalami peningkatan mengingat

~ 304 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

jumlah mahasiwa baru dengan mahasiwa yang lulus (output) proporsional. Dana yang masuk
untuk peningkatan

sarana dan pra sarana di lingkungan prodi Akuntansi pun belum

maksimal.
Dengan demikian diharapkan dapat membuat suatu target penerimaan tiap tahun
meningkat. Peningkatan ini akan mempunyai dampak terhadap perkembengan prodi itu
sendiri baik dari jumlah mahasiswa, penghimpunan dana yang tergalang dari sumbangan
pendidikan mahasiswa, juga peningkatan fasiltas sarana dan prasananya.Akan teteapi perlu
diperhatikan bilamana jumlah mahasiswa bertambah diharapkan pengelola univeritas dapat
dengan tanggap juga meningkat kualitas dosen, tenaga adminitrasi dan penunjang lainnya
4.2 Perspektif Pelayanan
Pelayan merupakan bagian terpenting dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Semakin memadainya pelayanan akan berimbas terhadap kepuasan pelanggan baik itu
mahasiswa maupun oleh masyarakat pengguna. Kualitas lulusan meningkatkan bilamana
sumber daya yang ada salam lingkungan prodi Akuntansi Unsada juga terus membenahi diri
untuk mengembangan diri dengan meningkatkan kualitas dengan meningkatkan kompetensi,
disamping mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan Prodi Akuntansi juga ikut organisasi
profeisonal lainnya agar memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang masing-masing.
Kehadiran dosen yang dapat ditingkatkan, seminimal mungkin kehadiran dosen tepat waktu
sesuai dengan jadwal mengajarnya. Jumlah pertemuan dan kesesuaian materi yang diajarkan
sesuai dengan silabus yang telah ditetapkan oleh Prodi Akuntansi.
Bilamana terpenuhi semua hal tersebut di atas akan terjadi peningkatan jumlah
mahasiswa yang mendaftar ke Prodi Akuntansi. Sebab masyarakat pengguna merasakan
manfaatnya. Lulusan berupa output dari Universitas yang memiliki kualitas yang baik akan
memberikan kepuasan kepada alumni itu sendiri, masyarakat dan dunia bisnis.

Tabel 2. Jumlah Mahasiswa aktif semester gasal periode 2012-2014


PERIODE

JUMLAH MHS KENAIKAN


AKTIF SMST (PENURUNAN)
GASAL
%
2012
230
10,,5%
2013
220
(4,34%)
2014
277
25,9%

~ 305 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Ditinjau dari segi pertumbuhan jumlah mahasiswa aktif Prodi Akuntansi dari tiga tahun
periode rata-rata pertumbuhannya sebanyak 10,5%. Tahun 2012 terjadi penurunan yang
drastis di tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak minus 4,34%, jumlah yang
sangat jauh di bawah rata-rata selama tiga tahun periode tahun ajaran yaitu 10.68% hal juga
terlihat adanya peningkatan jumlah lulusan di tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah
kelulusan yang signifikan dan jumlah penerimaan yang rendah tidak sebanding sehingga
berimbas kepada jumlah mahasiswa aktif menurun drastis. Peningkatan jumlah mahasiswa
aktif yang sangat signifikan di tahun 2014 sebanyak 25,9%, diakibatkan terjadi lonjakan
jumlah mahasiswa baru di tahun yang sama. Namun dari harapan pihak prodi ditetapkan
adanya peningkatan yang konstan setiap tahunnya masih belum sesuai dengan target yang
ditetapkan pihak universitas.
Tabel 3 Jumlah lulusan Prodi Akuntansi Tahun 2012-2014
PERIODE

2012
2013
2014

JUMLAH
LULUSAN
23
56
42

KENAIKAN
(PENURUNAN)
%
15%
143%
-25%

Rata rata jumlah lulusaan sebagai output prodi akuntansi periode tahun 2012-2014 adalah
sejumlah 52%.. Ketikdaksamaan ini menunjukkan bahwa mahasiswa dalam menyelesaikan
studi sangat variatif sekali. Akan tetapi jauh dibawa rata rata jumlah kelulusan prodi
akuntansi justru terjadi di tahun 2014 dibandingkan dengan ditahun 2013 minus 25%. Hal
ini berbeda dengan jumlah mahasiswa yang masuk di tahun yang sama tabel 1 dan
mahasiswa aktif jumlahnya lebih banyak sesuai tabel 2. Peningkatan yang signifikan terlihat
jumlah lulusan yang menyelesaikan studi di Prodi Akuntansi Unsada terjadi di tahun 2013
dengan jumlah 56 orang mahasiswa yang berhasil menyelesaikan studinya, peningkatan
yang signifikan terjadi lonjakan jumlah lulusan sebesar 143% dari tahun sebelumnya hanya
23 orang. Akan tetapi di tahun 2014 terjadi penurunan sampai 25% dari tahun sebelumnya.
Dengan rata-rata kelulusan 3,9 tahun.
Dengan peningkatan jumlah mahasiswa yang aktif 2014 ini ditinjau dari perspektif
pelayanan dengan jumlah petugas yang ada di lingkungan Fakultas Ekonomi karena prodi

~ 306 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

Akuntansi merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk melayani seluruh mahasiswa
Fakultas Ekonomi diperoleh hasil berdasarkan hasil kuisioner diperoleh hasilnya adalah
kurang memuaskan. Hasil ini sebenarnya tidak mengejutkan mengingat setiap satu petugas
staf di lingkungan Fakultas Ekonomi melayani lebih dari 100 mahasiswa. Jadi bilamana
ingin memberikan pelayanan yang baik perlu adanya petugas yang memadai untuk
meningkatkan pelayanan kepada seluruh mahasiswa.
4.3 Perspekif Proses Bisnis Internal
Kualitas yang baik akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pihak
universitas. Hal ini bisa dilihat dari segi kualitas sumber daya manusianya yang dihasilkan
oleh lingkungan kampus khususnya prodi Akuntansi. Output yang dihasilkan sebagai
lulusan juga memberikan kepuasan kepada pemakai khususnya dunia bisnis. Harapan ini
akan memberikan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Angka yang didaptkan
berdasarkan survey tahun 2014 menunjukkan jumlah alumni yang bekerja sesuai dengan
bidang ilmunya khususnya di bidang akuntansi sebanyak 76% . Ini menunjukkan adanya
kepuasaan atas kemampuan dan kualitaas sumber daya manusia dan juga harapan sesuai
dengan yang diinginkian oleh dunia bisnis.
Peningkatan sumber daya manusia dengan proses tugas belajar sebagai bagian dari
adanya kesempatan untuk memberikan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan
demikian prodi akuntansi nanti akan memiliki kesempatan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (kualitas dosen) diharapkan memberikan kondisi yang lebih baik
dibandingkan dengan pesain (competitor) univeritas lain. Bilamana peluang ini tidak
dilakukan oleh pihak Prodi Akuntansi akan mengancam (threats) keberlangsungan prodi
akuntansi
4.4 Persperktif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Rasio jumlah mahasiswa dengan jumlah dosen tetap di lingkungan Prodi Akuntansi
selama tiga tahun periode (2012-2014) rata-ratanya 1 : 40,4. Berdasarkan Kepmendikbud
N0.234/U/2000 dan SK 108/DIKTI/ Kep/ 2001 bidang IPA 1: 20, dan bidang IPS 1:30 dan
sudah dilakukan perubahan mengenai rasio dosen dengan mahasiswa berdasarkan surat
Edaran Dirjen Dikti No. 2920/DT/2007 menjadi standar rasio dosen tetap untuk bidang IPA
dan IPS standar rasio dosen tetap : mahasiswa adalah 1 : 25. Artinya kondisi rasio dosen
tetap dengan mahasiswa masih jauh dibawah ketentuan standar rasio yang telah ditetapkan

~ 307 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

berdasrkan SK No. 234/U/2000 dan SE Dikti No. 2920/DT/2007 dianggap berada masih
belum memadai. Kategori ini masih belum ideal terhadap rasio jumlah mahasiswa dengan
jumlah dosen kecuali di tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah mahasiswa, maka seharusnya
perlu adanya penambahan jumlah dosen tetap untuk mendapatkan rasio ideal sesuai dengan
standar ketentuan yang berlaku.Sehingga beban dosen setiap untuk proses pengajaran tidak
terlalu banyak. Harus ada keseimbangan sesuai dengan beban antara pengajaran,
pengabdian, penelitian serta pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan pengetahuan dosen.
Ditinjau dari pelaksanaan tri darma perguruan tinggi dosen selama periode 2012-2014
untuk jumlah pengabdian masyarakat dan penelitian yang dilakukan masing-masing dosen
dengan rata-rata dosen masih kurang satu penelitian, dan pengabdian per semester Hal ini
perlu di analisa kembali faktor-faktor yang menjadi penyebabnya sehingga perlu adanya
pengawasan internal untuk menindak lanjutinya. Pihak Fakultas harus mendorong
semaksimal mungkin untuk memberikan arahan atas pengawsan internal di tinjau dari
perspektif proses internal, guna menunjang kemampuan tingkat produktivitas dalam
mengembangkan karya- karya ilmiah
Belum idealnya rasio jumlah mahasiswa dan dosen sehubungan dengan pertumbuhan
jumlah mahasiswa juga akan berimbas kepada beban dosen dalam memberikan proses
pembelajaran secara maksimal.

5. Kesimpulan dan Saran


5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas penulis dapat menyimpulan bahwa:
a) Balance scoreard dapat dijadikan sebagai salah satu indikasi untuk menilai suatu
kinerja baik keuangan maupun non keuangan di lingkungan prodi akuntansi untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
b) Analisa SWOT dapat diimplemastasikan untuk balance scorecard guna menilai
efektifitas kinerja prodi akuntansi.
c) Peningkatan jumlah mahasiswa belum dibarengi dengan peningkatan pelayanan
rasio jumlah mahasiswa dan dosen belum memenuhi standar, dan peningkatan sarana
dan prasarana untuk menungjang aktivitas mahasiswa.

~ 308 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

d) Pertumbuhan kenaikan jumlah mahasiswa berpengaruh terhadap perspektif


keuangan karena sumber dana univeristas adalah dari mahasiwa, sehinga diharapkan
penerimaan mahasiswa selama periode tahun 2012-2014 belum sesuai dengan target
yang diharapkan.
5.2 Saran
a) Diharapkan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk dapat
meningkatkan daya saing dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia.
b) Implementasi Balance Scorecard dapat diterapkan di lingkungan univeritas guna
meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga universitas memiliki suatu
produk-produk unggulan yang bisa ditonjolkan yang dapat berimbas peningkatan
jumlah mahasiswa.

Daftar Pustaka
Chavan, M. 2009. The balance scorecard : a new challenge. www.emeraldinsight.com
Dye. R.W. 2003. Keeping Score, CMA Management, 18 23 December/January.
Kaplan, Robert S.Norton, David S., 2001, Balance Scorecard, Erlangga Jakarta
Kaplan R.S. &

Norton, D.P. (1992). The balance scorecard measures that drive

performance. Harvard Business Review, Vol. 70, Januari February. Pp. 71-9.
Punniyamoorthy, M, & Murali, R. 2008. Balance scorecard for the balance scorecard : a
benchmarking tool. www. Emeraldinsight.com.
Rangkuti, Freddy, 2014, Teknik Membedah Kasus Bisnis, Analisa SWOT, cetakan
kesembilan belas Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Rangkuti, Freddy, 2014a, SWOT Balance Scorecrad, Cetakan kelima, Gramedia Pustaka
Utama Jakarta.
Robins, Robbins Stepen P, 2001, Organization Behaviors, Pearson Printice Hall New
Jersey.Yowono, Sony, Edy Sukarno, Ichsan,M, 2004, Petunjuk Praktis Penyusunan
Balance Socrecard, Gramedia Jakarta.

~ 309 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ 310 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~ 311 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015

ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015

============================================================================================================================================================================

~1~

Vous aimerez peut-être aussi