Vous êtes sur la page 1sur 42

PEDOMAN

MANAJEMEN NYERI
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
TERAKREDITASI PARIPURNA KARS

RSSA JAYA
RSSA LUAR BIASA
AKREDITASI PASTI BISA

BUDAYA MUTU
"Kita Peduli"
PEMERI NTAH PROVI NSI JAWA TI MUR
RUMAH SAKI T UMUM DAERAH Dr. SAI FUL ANWAR
Jl. Jaksa Agung Suprapto No. 2 MALANG, 65111

Telp. ( 0341 ) 362101, Fax. ( 0341 ) 369384


E-MAI L : staf-rsu-drsaifulanwar@jatimprov.go.id

KEPUTUSAN
DI REKTUR RSUD Dr. SAI FUL ANWAR MALANG
NOMOR : 441 / / 302 / 2014
TENTANG
PEMBERLAKUAN PEDOMAN MANAJEMEN NYERI
DI LI NGKUNGAN RSUD Dr. SAI FUL ANWAR MALANG

DI REKTUR RSUD Dr. SAI FUL ANWAR MALANG

Menimbang : a. bahwa dalam rangka penatalaksanaan manajemen nyeri bagi pasien, maka
dipandang perlu untuk membuat pedoman tentang manajemen nyeri di
lingkungan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang;
b. bahwa untuk maksud sebagaimana tersebut diatas, maka perlu ditetapkan
dengan Keputusan Direktur RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2004 Nomor 125);
2. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik I ndonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik I ndonesia Nomor 5063);
3. Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik I ndonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik I ndonesia Nomor 5072);
4. Keputusan Presiden Republik I ndonesia Nomor 40 Tahun 2001 tentang
Pedoman Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit Daerah;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik I ndonesia nomor 519 / MENKES /
PER / I I I / 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Anestesiologi dan Terapi I ntensif di Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik I ndonesia nomor 012 Tahun 2012
tentang Akreditasi Rumah Sakit ;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik I ndonesia nomor 436 / Menkes / SK
/ VI / 1993 tentang Berlakunya Standar Pelayanan Rumah Sakit dan
Standar Pelayanan Medis di I ndonesia;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik I ndonesia nomor 1333 / Menkes /
SK / XI I / 1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
9. Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 1 Tahun 2002 tentang Pedoman
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik I ndonesia nomor 779 / Menkes / SK
/ VI I I / 2008 tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di
Rumah Sakit;
11. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur nomor 11 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah Provinsi Jawa Timur ;
12. Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 87 Tahun 2011 tentang Kode Etik
Pelaksana Pelayanan Publik;
13. Keputusan Gubernur Jawa Timur nomor 188 / 439 / KPTS / 013 / 2008
tentang Penetapan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang
Provinsi Jawa Timur sebagai Badan Layanan Umum Daerah;
14. Keputusan Gubernur Jawa Timur nomor 188 / 910 / KPTS / 013 / 2013
tentang Pedoman Kerja dan Pelaksanaan Tugas Pemerintah Provinsi Jawa
Timur Tahun 2014;
15. Keputusan Direktur RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Nomor 445.05 / 0513 /
302 / 2012 tanggal 23 Januari 2013 tentang Penggantian Anggota Tim
Koordinator Akreditasi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
Memperhatikan : Surat Kepala I nstalasi Pengendali Mutu Nomor 441 / 078 / 2.23 / 302 / 2014
tanggal 26 September 2014 perihal Permohonan Penerbitan SK Direktur tentang
Pemberlakuan Pedoman Manajemen Nyeri.

MEMUTUSKAN..............
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : Keputusan Direktur RSUD Dr. Saiful Anwar Malang tentang Pemberlakuan Pedoman
Manajemen Nyeri di lingkungan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang;
Kedua : Pemberlakuan Pedoman Manajemen Nyeri RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini;
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pedoman Manajemen Nyeri
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang;
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan disampaikan kepada yang
terkait untuk diketahui dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab;
Kelima : Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Keputusan ini, maka
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : MALANG
Pada tanggal :
---------------------------------------------------------
DI REKTUR RSUD Dr. SAI FUL ANWAR MALANG

dr. BUDI RAHAJU, MPH.


Pembina Utama Muda
Tembusan : NI P. 19551011 198210 2 001
Yth. 1. Para Wakil Direktur
2. Ka. Bidang / Bagian terkait
3. Ka. Sub Bagian / Seksi terkait
4. Kepala I nstalasi terkait
5. Ketua SMF terkait
6. Ketua Komite Medik
7. Ka. Komite Keperawatan
8. Ka. Satuan Pengawas I ntern
9. Ka. Dewan Pengawas BLUD
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
----------------------------------------
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
dengan rahmat dan karunia-Nya “buku Pedoman Manajemen Nyeri RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang” dapat terselesaikan. Buku ini merupakan pedoman
yang memuat tentang definisi dan tata laksana nyeri bagi pasien, dalam rangka
meningkatkan pelayanan rumah sakit untuk mendukung visi RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang yaitu ”Menjadi Rumah Sakit Berstandar Kelas Dunia Pilihan
Masyarakat”.
Demi kesempurnaan isi buku, maka kami sangat mengharap masukan
dan saran perbaikan untuk pencapaian hasil yang lebih baik di tahun yang
akan datang. Semoga buku Pedoman Manajemen Nyeri RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Malang,
Ketua Tim Manajemen Nyeri
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

dr. Ristiawan Muji Laksono, Sp.An.


Penata Muda Tingkat I
NIP. 19750612 200212 1 001

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” i


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ i


Daftar Isi....................................................................................................... ii
A. Pendahuluan ................................................................................................... 1
B. Ruang Lingkup Pelayanan............................................................................... 1
C. Batasan Operasional ....................................................................................... 1
D. Landasan Hukum ............................................................................................ 1
E. Standar Ketenagaan........................................................................................ 2
F. Tujuan ............................................................................................................. 3
G. Ruang Lingkup ................................................................................................ 3
H. Tata Laksana .................................................................................................. 4
1. Anamnesis................................................................................................ 4
2. Asesmen Nyeri ......................................................................................... 4
3. Penatalaksaan.......................................................................................... 6
4. Asesmen Ulang Nyeri ............................................................................... 6
I. Farmakologi Obat Analgesik............................................................................ 6
1. Lidokain Tempel ....................................................................................... 6
2. Eutectic Mixture of Local Anesthetics ....................................................... 7
3. Parasetamol ............................................................................................. 7
4. Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (OAINS) ................................................. 7
5. Efek analgesik pada Antidepresan............................................................ 8
6. Anti-konvulsan .......................................................................................... 8
7. Antagonis kanal natrium ........................................................................... 8
8. Antagonis kanal kalsium ........................................................................... 8
9. Tramadol .................................................................................................. 8
10. Opioid....................................................................................................... 9
J. Manajemen Nyeri Akut .................................................................................... 11
K. Manajemen Nyeri Kronik ................................................................................. 18
L. Manajemen Nyeri pada Pediatrik..................................................................... 27
M. Manajemen Nyeri pada Kelompok Usia Lanjut (Geriatri) ................................. 31
N. Logistic............................................................................................................ 33
O. Keselamatan Pasien........................................................................................ 33
P. Keselamatan Pasien........................................................................................ 33
Q. Pengendalian Mutu ......................................................................................... 34
R. Penutup........................................................................................................... 34
Referensi

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” ii


PEDOMAN MANAJEMEN NYERI
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dari literatur dikatakan sebanyak 90 % pasien datang ke rumah sakit disertai
keluhan nyeri.
Nyeri merupakan tanda vital kelima setelah tekanan darah, nadi, suhu, dan
respirasi rate dan harus dinilai pada semua pasien rawat jalan dan rawat inap.
Maka diperlukan suatu panduan yang baku dan berlaku di RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang untuk membuat asesmen nyeri, sehingga dapat diambil suatu
penanganan yang tepat untuk pasien yang datang ke rumah sakit dengan
keluhan nyeri. Dalam melakukan asesmen nyeri diperlukan tool yang baku,
yang dapat digunakan di rawat jalan maupun rawat inap oleh staf kesehatan
yang berkompeten.

B. RUANG LINGKUP PELAYANAN


a. Medis dan keperawatan
b. Rawat Inap
c. Rawat Jalan

C. BATASAN OPERASIONAL
Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional akibat adanya kerusakan
jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan
emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan.

Berdasarkan onsetnya, nyeri dikelompokkan menjadi 2, yaitu:


• Nyeri akut : nyeri dengan onset segera dan durasi terbatas.
• Nyeri kronis : nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama, lebih
dari 6 minggu.

Berdasarkan derajatnya, nyeri dikelompokkan menjadi 3 yaitu :


• Nyeri ringan : sedikit mengganggu aktifitas sehari-hari (sistem skala 1-3)
• Nyeri sedang : gangguan nyata pada aktifitas sehari-hari (sistem skala 4-
6)
• Nyeri berat : tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari (sistem skala 7-
10)
Catatan skala 0 : tidak ada nyeri

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 1


D. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ;
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kesehatan;
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2004 tentang Rumah Sakit;
4. Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2001 tentang Pedoman
Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit Daerah;
5. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2002 tentang
Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah
Provinsi Jawa Timur;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 436 / Menkes /
SK / VI / 1993 tentang Berlakunya Standar Pelayanan Rumah Sakit dan
Standar Pelayanan Medis di Indonesia;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333 / Menkes
/ SK / XII / 1999 tentang Penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit dan
Standar Pelayanan Medik;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 779 / Menkes /
SK / VIII / 2008 tentang Standar Pelayanan anestesiologi dan Reanimasi
di Rumah Sakit;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012 Tahun 2012
tentang Akreditasi Rumah Sakit;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519 / Menkes /
Per / III/ 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit;
11. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah Provinsi Jawa Timur;
12. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 118 / 439 / KPTS / 013 / 2008
tentang Penetapan RSU Dr. Saiful Anwar Malang Provinsi Jawa Timur
sebagai Badan Layanan Umum Daerah;
13. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 87 Tahun 2011 Tentang kode
Etik Pelaksana Pelayanan Publik;
14. Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188 / 531 / KPTS / 013 / 2012
tanggal 01 Oktober 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan
Gubernur Jawa Timur Nomor 188 / 759 / KPTS / 013 / 2011 tentang
Pedoman Kerja dan Pelaksanaan Tugas Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2012;
15. Keputusan Direktur RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang Nomor 445.05 / 0513
/ 302 / 2012 tanggal 23 Januari 2013 tentang Penggantian Anggota Tim
Koordinator Akreditasi RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 2


E. STANDAR KETENAGAAN
Susunan Tim Manajemen Nyeri di Lingkungan RSUD Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG
Penasehat : dr. Budi Rahaju, MPH
Penanggungjawab : dr. Hanief Noersjahdu, Sp.S
Ketua : dr. Ristiawan Muji Laksono, Sp.An
Wakil Ketua : dr. Shahdevi Nandar K, Sp.S
Sekretaris : dr. Thomas Erwin C.J. Huwae, Sp.OT
Anggota : 1. dr. Bagus Putu Putra S, Sp.PD-KR

2. dr. Djoko Heri Hermanto, Sp.PD


3. dr. Caesarius Singgih Wahono, Sp.PD-KR
4. dr. Widodo Mardi Santoso, Sp.S
5. dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ
6. dr. Donny Wisnu Wardhana, Sp.BS
7. dr. JDP. Wisnubroto, Sp.B(K)Onk
8. dr. Widanto, Sp.B,Sp.BA
9. dr. Hery Susilo, Sp.B(K)Onk
10. dr. Syaifullah Asmiragani, Sp.OT(K)Spine
11. dr. Krisna Yuarno Phatama, Sp.OT
12. dr. Soehartono, Sp.THT-KL
13. dr. Debby Shintiya Dewi, Sp.M
14. Dr. dr. Tatit Nurseta, Sp.OG(K)
15. dr. Suheni Ninik Hariyati, Sp.OG
16. dr. A. Susanto Nugroho, Sp.A(K)
17. dr. Djujuk Rahmad Basuki, Sp.An, KAKV
18. dr. A. Andyk Asmoro, SpAn
19. dr. Mochammad Ridwan, Sp.RM
20. dr. Eko Nugroho, Sp.RM
21. dr. Dwi Wardoyo Triyuliarto, Sp.EM
22. Kristiyati, AMd.Kep
23. Nina Damayanti, AMd.Kep
24. Ani Dwi Ambarwati, AMd.Keb
25. Said, AMK
26. Kendon Suwahono, AMd.Kep
27. Purwoko, AMd.Kep
28. Chris Santy Yuliandri, AMK
29. Nurindarti, S.Kep.Ners

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 3


F. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Menghilangkan rasa nyeri selama pasien dirawat.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan pasien.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan skrining pasien sesuai derajat nyeri yang membutuhkan
intervensi segera.
b. Melaksanakan manajemen nyeri berdasarkan asesmen nyeri yang telah
dilakukan.
c. Melakukan evaluasi pada pasien yang sudah mendapatkan pengelolaan
nyeri.

G. RUANG LINGKUP
Semua pasien di RSUD.Dr. Saiful Anwar Malang baik pasien rawat jalan
maupun rawat inap.

H. TATA LAKSANA
Semua pasien yang masuk di RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang dilakukan
skrining terhadap nyeri mulai dari pasien masuk Rawat Jalan ( Poli Umum dan
Poli Spesialis), IGD maupun Rawat Inap. Skrining dilakukan dengan cara :
1. ANAMNESIS
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Pengkajian dilakukan berdasarkan P, Q, R, S, T yaitu :
P (Provokes/ Point ) : Faktor yang mempengaruhi gawat atau
ringannya nyeri
Q (Quality) : Bagaimana rasa nyerinya
R (Radiation/Relief) : Melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri
S (Severity) : Keparahan atau intensitas nyeri
T (Time/On set) : Waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri
c. Riwayat pembedahan/penyakit dahulu
d. Riwayat psiko-sosial
• Riwayat pola hidup dan aktifitas pasien sehari-hari
• Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri)
e. Obat-obatan dan alergi
Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri
f. Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
g. Asesmen sistem organ yang komprehensif, evaluasi gejala
kardiovaskular, pulmoner, gastrointestinal, neurologi, reumatologi,

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 4


genitourinaria, endokrin dan muskuloskeletal, psikiatri dan penyakit
penyerta yang lain.

2. ASESMEN NYERI
Asesmen nyeri RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang menggunakan 3 (tiga) cara
yaitu :
a. Numeric Rating Scale digunakan untuk pasien dewasa dan anak yang
usianya lebih 8 tahun.
Instruksi : pasien ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
• 0 = tidak nyeri
• 1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
• 4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
• 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)

Numeric Rating Scale3

b. Wong Baker Faces Pain Scale digunakan untuk pasien (dewasa dan anak
lebih 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan
angka.
Instruksi : petugas menyesuaikan / memilih gambar mana yang paling
sesuai dengan keadaan pasien.
• 0 = ekspresi rilek, tidak merasa nyeri sama sekali
• 2 = sedikit nyeri
• 4 = cukup nyeri
• 6 = lumayan nyeri
• 8 = sangat nyeri
• 10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)
Keterangan GAMBAR WONG BAKER :
Dikatakan nyeri ringan (skala nyeri 1-3) apabila : hasil pengkajian
menunjukkan
gambar 2 dan 4.
Dikatakan nyeri Sedang (skala nyeri 4-6 )apabila : hasil pengkajian
menunjukkan
gambar 6.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 5


Dikatakan nyeri Berat (skala nyeri 7-10 ) apabila: hasil pengkajian
menunjukkan
gambar 8 dan 10.

Wong Baker Faces Pain Scale

c. FLACC Behavioral Pain Scale digunakan pada bayi dan pasien tidak
sadar yang tidak dapat dinilai dengan Numeric Scale dan Wong Baker
Faces Pain Scale.
Cara menilai :
Skor dari kelima item dijumlahkan
Nilai 1 - 3 termasuk nyeri ringan
Nilai 4 - 6 termasuk nyeri sedang
Nilai 7 - 10 termasuk nyeri berat

FLACC Behavioral Pain Scale


Kategori Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Smile/ceria (tidak Perubahan Ekspresi wajah
Face ada ekspresi ekspresi/sedih, stress, dagu
sedih) sesekali mengatup rapat,
menyeringai/merin gemetar
gis
Legs Normal Sulit, tegang, kaku Menendang-
posisi/rileks nendang, tidak
kooperatif

Kategori Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2


Activity Tiduran normal, Posisi tidak Tidak kooperatif
posisi nyaman, nyaman,
pindah posisi (menggeliat,
geser,ke belakang
dan ke
depan,kaku)
Cry Tidak menangis Merengek,sesekali Melenguh, series
saat bangun menangis/nampak menangis,

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 6


tidur/sadar tidak nyaman, komplain, suara
merintih tidak jelas berteriak
Consola Perasaan nampak rileks bila Sangat sulit untuk
bility nyaman dan disentuh / nyeri menjadi nyaman
(emosion relaksasi berkurang dengan
al) sentuhan /
masage

3. PENATALAKSANAAN :
a. Pasien yang mengalami nyeri derajat ringan(skala 1-3) dilakukan edukasi
untuk relaksasi dan distraksi.
b. Apabila dengan tehnik relaksasi dan distraksi, keluhan nyeri tidak berkurang
dilakukan kolaborasi medis untuk pemberian terapi jenis NSAID.
c. Pasien yang mengalami nyeri derajat sedang (skala 4-6) dilakukan
kolaborasi medis untuk pemberian terapi jenis NSAID/opioid dosis ringan.
d. Pasien yang mengalami nyeri derajat berat (skala 7- 10) dilakukan
kolaborasi medis untuk pemberian terapi jenis opioid.
e. Apabila dengan pemberian terapi farmasi jenis opioid, tetapi keluhan nyeri
belum teratasi maka, bila diperlukan DPJP akan merujuk kepada Tim Nyeri
Intervensi

4. ASESMEN ULANG NYERI


Asesmen ulang nyeri dilakukan pada :
1. Semua pasien dirawat inap dilakukan re-asesmen terhadap nyeri tiap 4 jam
2. 15 – 30 menit setelah dilakukan tindakan keperawatan distraksi/relaksasi
3. 1 jam setelah pasien mendapatkan therapi analgetik oral dan injeksi
analgetik.
4. 5 menit setelah pemberian nitrat dan obat intra vena pada pasien nyeri
jantung/cardiac.
5. 5 menit setelah pasien yang mendapatkan terapi injeksi opioid.

I. FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK


1. Lidokain tempel (Lidocaine patch) 5%
a. Berisi lidokain 5% (700 mg).
b. Mekanisme kerja : memblok aktivitas abnormal di kanal natrium
neuronal.
c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa
adanya efek anestesi (baal), bekerja secara perifer sehingga tidak ada
efek samping sistemik.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 7


d. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misalnya neuralgia pasca-
herpetik, neuropati diabetik, neuralgia pasca-pembedahan), nyeri
punggung bawah, nyeri miofasial, osteoarthritis.
e. Efek samping: iritasi kulit ringan pada tempat menempelnya lidokain.
f. Dosis dan cara penggunaan: dapat memakai hingga 3 patches di area
yang paling nyeri (kulit harus intak, tidak boleh ada luka terbuka),
dipakai selama < 12 jam dalam periode 24 jam.

2. Eutectic Mixture of Local Anesthetics (EMLA)


a. Mengandung lidokain 2,5 % dan prilokain 2,5 %
b. Indikasi : anestesi topical yang diaplikasikan pada kulit yang intak dan
pada membrane mukosa genital untuk pembedahan minor superfisial
dan sebagai pre-medikasi untuk anestesi infiltrasi.
c. Mekanisme kerja: efek anestesi (baal) dengan memblok total kanal
natrium saraf sensorik.
d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek
anesthesia lokal pada kulit bertahan selama 2-3 jam dengan ditutupi
kassa oklusif dan menetap selama 1-2 jam setelah kassa dilepas.
e. Kontraindikasi : methemoglobinemia idiopatik atau kongenital.
f. Dosis dan cara penggunaan: oleskan krim EMLA dengan tebal pada
kulit dan tutuplah dengan kassa oklusif.

3. Parasetamol
a. Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat
dikombinasikan dengan opioid untuk memperoleh efek anelgesik yang
lebih besar.
b. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.

4. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)


a. Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-
sedang, anti-piretik
b. Kontraindikasi: pasien dengan Triad Franklin (polip hidung, angioedema,
dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
c. Efek samping: gastrointestinal (erosi / ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzim hati.
d. Ketorolak:
• merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral.
Efektif untuk nyeri sedang-berat

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 8


• bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan
dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi
efek samping opioid (depresi pernapasan, sedasi, stasis
gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi-analgesik.

5. Efek analgesik pada Antidepresan


a. Mekanisme kerja: memblok pengambilan kembali norepinefrin dan
serotonin sehingga meningkatkan efek neurotransmitter tersebut dan
meningkatkan aktivasi neuron inhibisi nosiseptif.
b. Indikasi: nyeri neuropatik (neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik,
cedera saraf perifer, nyeri sentral)
c. Contoh obat yang sering dipakai: amitriptilin, imipramine, despiramin:
efek antinosiseptif perifer. Dosis: 50 – 300 mg, sekali sehari.

6. Anti-konvulsan
a. Carbamazepine: efektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping: somnolen,
gangguan berjalan, pusing. Dosis: 400 – 1800 mg/hari (2-3 kali perhari).
Mulai dengan dosis kecil (2 x 100 mg), ditingkatkan perminggu hingga
dosis efektif.
b. Gabapentin: Merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri
neuropatik. Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis:
100-4800 mg/hari (3-4 kali sehari).

7. Antagonis kanal natrium


a. Indikasi : nyeri neuropatik dan pasca-operasi
b. Lidokain : dosis 2mg/kgBB selama 20 menit, lalu dilanjutkan
dengan 1-3mg/kgBB/jam titrasi.
c. Prokain : 4-6,5 mg/kgBB/hari.

8. Antagonis kanal kalsium


Nimodipin, Verapamil : mengobati migraine dan sakit kepala kronik.
Menurunkan kebutuhan morfin pada pasien kanker yang menggunakan
eskalasi dosis morfin.

9. Tramadol
a. Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan
efek samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik dengan
medikasi OAINS.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 9


b. Indikasi : Efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri
kanker, osteoarthritis, nyeri punggung bawah neuropati DM,
fibromyalgia, neuralgia pasca-herpetik, nyeri pasca-operasi.
c. Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
d. Jalur pemberian : intravena, epidural, rektal, dan oral.
e. Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal:
400mg dalam 24 jam.
f. Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi,
terutama digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi
yang buruk terhadap pengobatan atau memiliki risiko tinggi jatuh.

Jadwal Titrasi Tramadol


Protokol Dosis Jadwal titrasi Direkomendasikan
Titrasi inisial untuk
Titrasi 10 4 x 50mg • 2 x 50mg selama 3 hari. • Lanjut usia
hari selama 3 • Naikkan menjadi 3 x 50mg • Risiko jatuh
hari selama 3 hari. • Sensitivitas
• Lanjutkan dengan 4 x medikasi
50mg.
• Dapat dinaikkan sampai
tercapai efek analgesik
yang diinginkan
Titrasi 16 4 x 25mg • 2 x 25mg selama 3 hari. • Lanjut usia
hari selama 3 • Naikkan menjadi 3 x 25mg • Risiko jatuh
hari selama 3 hari. • Sensitivitas
• Naikkan menjadi 4 x 25mg medikasi
selama 3 hari.
• Naikkan menjadi 2 x 50mg
dan 2 x 25mg selama 3
hari.
• Naikkan menjadi 4 x
50mg.
• Dapat dinaikkan sampai
tercapai efek analgesik
yang diinginkan.

10. Opioid
a. Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson.
b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, fentanil, pethidin.
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi.
d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut.
e. Efek samping:
- Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 10


• Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian
secara infus, opioid long acting
• Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepin, antihistamin,
antiemetik tertentu)
• Adanya kondisi tertentu: gangguan elektrolit, hipovolemia,uremia,
gangguan respirasi dan peningkatan tekanan intrakranial.
• Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas intermiten
- Sistem Saraf Pusat:
• Euforia, halusinasi, miosis, kekakukan otot
• Pemakai MAOI : pemberian petidin dapat menimbulkan koma
- Toksisitas metabolit
• Petidin (norpetidin) menimbulkan tremor, twitching, mioklonus
multifokal, kejang
• Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk
penatalaksanaan nyeri pasca-bedah
• Pemberian morfin kronik:menimbulkan gangguan fungsi ginjal,
terutama pada pasien usia > 70 tahun
- Efek kardiovaskular :
• Tergantung jenis, dosis dan cara pemberian; status volume
intravascular; serta level aktivitas simpatetik
• Morfin menimbulkan vasodilatasi
• Petidin menimbulkan takikardi
- Gastrointestinal: Mual, muntah. Terapi untuk mual dan muntah:
hidrasi dan pantau tekanan darah dengan adekuat, hindari
pergerakan berlebihan pasca-bedah, atasi kecemasan pasien, obat
antiemetic.

Perbandingan Obat-Obatan Anti-Emetik


Kategori Metoklopramid Domperidon Ondansetron
Durasi (jam) 4 7-8 8-24

Efek samping:
• Ekstrapiramid ++ - -
al - + -
• Anti-kolinergik + - -
• sedasi
Dosis (mg) 10 10 - 20 4
Frekuensi Tiap 4-6 jam Tiap 4-8 jam Tiap 12 jam
Jalur pemberian Oral, IV, IM Oral Oral, IV

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 11


Pemberian Oral:
- Sama efektifnya dnegan pemberian parenteral pada dosis yang
sesuai.
- Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral.

Injeksi intramuscular:
- merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan. Namun,
injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya tidak dapat
diandalkan.

Injeksi intravena:
1. Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.
2. Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus
(melalui infus).
3. Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak
sesuai dosis.

Injeksi supraspinal:
1. Lokasi mikroinjeksi terbaik : mesencephalic periaqueductal gray
(PAG).
2. Mekanisme kerja : memblok respons nosiseptif di otak.
3. Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada
pasien kanker.

Injeksi spinal (epidural, intratekal):


1. Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron
kornu dorsalis spinal.
2. Sangat efektif sebagai analgesik.
3. Harus dipantau dengan ketat

Injeksi Perifer
1. Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan
efek anestesi lokal (pada konsentrasi tinggi).
2. Sering digunakan pada : sendi lutut yang mengalami inflamasi2

J. MANAJEMEN NYERI AKUT


1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.
2. Lakukan asesmen nyeri : mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan
penunjang.
3. Tentukan mekanisme nyeri :

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 12


a. Nyeri somatik:
• Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan
pelepasan zat kima dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi
dan nyeri melalui nosiseptor kulit.
• Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri
bersifat tajam, menusuk atau seperti ditikam.
• Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.
b. Nyeri visceral:
• Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic, sehingga jika
terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi,
bersifat difus, tumpul, seperti ditekan benda berat.
• Penyebab : iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament,
spasme otot polos, distensi organ berongga/lumen.
• Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah,
hipotensi, bradikardia, berkeringat.
c. Nyeri neuropatik:
• Berasal dari cedera jaringan saraf
• Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia (nyeri
saat disentuh), hiperalgesia.
• Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat cedera
(sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat
cederanya)
• Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis,
herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani
kemoterapi/radioterapi.

4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.7


a. Farmakologi : gunakan Step-Ladder WHO
1) OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid efektif untuk nyeri
sedang-berat.
2) Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1 dan
2) dnegan pemberian intermiten (pro re nata-prn) opioid kuat yang
disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
3) Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang-berat,
dapat ditingkatkan menjadi langkah 3 (ganti dengan opioid kuat dan
prn analgesik dalam kurun waktu 24 jam setelah langkah 1).
4) Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering
digunakan adalah morfin, kodein.
5) Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat diberikan
opioid ringan.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 13


6) Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan
dosis secara bertahap
• Intravena : antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
• Oral : antikonvulsan, antidepresan, antihistamin, anxiolytic,
kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS, opioid, tramadol.
• Rektal (supositoria) : parasetamol, aspirin, opioid, fenotiazin
• Topical : lidokain patch, EMLA
• Subkutan : opioid, anestesi lokal7

3-Step WHO Analgesic Ladder8


*Keterangan:
• patchfentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut karena
tidak sesuai indikasi dan onset kerjanya lama.
• Untuk nyeri kronik: pertimbangkan pemberian terapi analgesik
adjuvant (misalnya amitriptilin, gabapentin).
*Istilah:
• NSAID: non-steroidal anti-inflammatory drug
• S/R: slow release
• PRN: when required

7) Berikut adalah algoritma pemberian opioid intermiten (prn) intravena


untuk nyeri akut, dengan syarat:
• Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat instruksi
• Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin di ruang
rawat inap biasa
• Efek puncak dari dosis intravena dapat terjadi selama 15 menit
sehingga semua pasien harus diobservasi dengan ketat selama
fase ini.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 14


Algoritma Pemberian Opioid Intermiten Intravena untuk Nyeri Akut8

Apakah pasien nyer i sedang/ ber at? Tidak


Obser vasi r utin

Ya
Tidak
• Saat dosis telah diber ikan, lakukan Apakah dir esepkan opioid IV? Minta untuk dir esepkan
monitor setiap 5 menit selama
minimal 20 menit.
• Tunggu hingga 30 menit dar i • Gunakan spuit 10ml
pember ian dosis ter akhir sebelum • Ambil 10mg mor fin sulfat
mengulangi siklus. ya dan campur dengan NaCl
• Dokter mungkin per lu untuk 0,9% hingga 10ml (1mg/ ml)
mer esepkan dosis ulangan • Ber ikan label pada spuit

Siapkan NaCl ATAU


• Gunakan spuit 10ml
Ya, tetapi • Ambil 100mg petidin dan
telah campur dengan NaCl 0,9%
Obser vasi r utin hingga 10ml (10mg/ ml)
diber ikan
dosis • Ber ikan label pada spuit
total tidak
ya
ya
Nyer i Skor sedasi 0 atau 1? • Minta sar an ke dokter senior
• Tunda dosis hingga skor sedasi <2 dan
ya kecepatan per napasan > 8 kali/ menit.
tidak
• Per timbangkan nalokson IV (100ug)
Kecepatan per napasan
> 8 kali/ menit?

ya
tidak
Tunggu selama Tekanan dar ah sistolik Minta sar an
5 menit ≥ 100 mmHg?*

ya
tidak
• Jika skor nyer i 7-10: ber ikan 2ml
Usia pasien < 70 tahun?
• Jika skor nyer i 4-6: ber ikan 1 ml
ya

• Jika skor nyer i 7-10: ber ikan 3ml


• Jika skor nyer i 4-6: ber ikan 2 ml

Keterangan :
Skor nyeri : Skor sedasi: *Catatan:
0 = tidak nyeri 0 = sadar penuh • Jika tekanan darah sistolik
1-3 = nyeri ringan 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah < 100mmHg : haruslah
4-6 = nyeri sedang dibangunkan dalam rentang 30%
7-10 = nyeri berat 2 = sedasi sedang, sering secara konstan tekanan darah sistolik
mengantuk, mudah dibangunkan normal pasien (jika
3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan diketahui), atau carilah
S = tidur normal saran/bantuan.

Gunakan tabel obat-obatan antiemetic (jika diperlukan)


Teruskan penggunaan OAINS IV jika diresepkan bersama dengan opioid.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 15


8) Manajemen efek samping:
• Opioid
− Mual dan muntah: antiemetic
− Konstipasi : berikan stimulant buang air besar, hindari
laksatif yang mengandung serat karena dapat menyebabkan
produksi gas-kembung-kram perut.
− Gatal : pertimbangkan untuk mengganti opioid jenis lain,
dapat juga menggunakan antihistamin.
− Mioklonus : pertimbangkan untuk mengganti opioid, atau
berikan benzodiazepine untuk mengatasi mioklonus.
− Depresi pernapasan akibat opioid: berikan nalokson (campur
0,4mg nalokson dengan NaCl 0,9% sehingga total volume
mencapai 10ml). Berikan 0,02 mg (0,5ml) bolus setiap menit
hingga kecepatan pernapasan meningkat. Dapat diulang jika
pasien mendapat terapi opioid jangka panjang.
• OAINS:
− Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton pump
inhibitor)
− Perdarahan akibat disfungsi platelet: pertimbangkan untuk
mengganti OAINS yang tidak memiliki efek terhadap
agregasi platelet.
b. Pembedahan: injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi lokal di
tempat nyeri.
c. Non-farmakologi:
• Olah raga
• Imobilisasi
• Pijat
• Relaksasi
• Stimulasi saraf transkutan elektrik8

5. Pencegahan
a. Edukasi pasien:
• Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta
tatalaksananya.
• Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaatnya untuk
pasien
• Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika memiliki
pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 16


• Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen
nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan analgesik, dan
jadwal control).
b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik

6. Medikasi saat pasien pulang


a. Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat
beraktivitas seperti biasa / normal.
b. Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada kondisi pasien.

7. Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri akut:

Algoritma Asesmen Nyeri Akut7

Pasien mengeluh nyer i

Anamnesis dan
pemer iksaan fisik

Asesmen nyer i

ya
Apakah etiologi nyer i Pr ior itas utama: identifikasi
ber sifat r ever sibel? dan atasi etiologi nyer i

tidak
• Lihat manajemen nyer i
ya
kr onik.
Apakah nyer i ber langsung > • Per timbangkan untuk
6 minggu? mer ujuk ke spesialis yang
sesuai
tidak

Tentukan mekanisme nyer i (pasien


dapat mengalami > 1 jenis nyer i)

Nyeri somatic Nyeri viseral Nyeri neuropatik

Nyer i ber sifat tajam, Nyer i ber sifat difus, seper ti Nyer i ber sifat menjalar , r asa
menusuk, ter lokalisir , seper ti ditekan benda ber at, nyer i ter bakar , kesemutan, tidak
ditikam tumpul spesifik.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 17


Algoritma Manajemen Nyeri Akut7

Nyeri somatic Nyeri viseral Nyeri neuropatik

• Par asetamol • Kor tikoster oid • Antikonvulsan


• Cold packs • Anestesi lokal intr aspinal • Kor tikoster oid
• Kor tikoster oid • OAINS • Blok neur on
• Anestesi lokal (topical / infiltr asi) • Opioid • OAINS
• OAINS • Opioid
• Opioid • Antidepr esan tr isiklik
• Stimulasi taktil (amitr iptilin)

Pilih alter natif ter api


yang lainnya
Pencegahan

tidak • Edukasi pasien


• Lihat manajemen ya • Ter api far makologi
nyer i kr onik. • Konsultasi (jika per lu)
• Per timbangkan Apakah nyer i • Pr osedur pembedahan
untuk mer ujuk ke > 6 minggu? • Non-far makologi
spesialis yang
sesuai
ya

tidak
Kembali ke kotak Mekanisme Analgesik adekuat?
‘tentukan nyer i sesuai?
mekanisme tidak
ya
nyer i’
ya
Efek samping Manajemen
pengobatan? efek samping

tidak

Follow -up /
nilai ulang

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 18


K. MANAJEMEN NYERI KRONIK
1. Lakukan asesmen nyeri:
a. anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat
manajemen nyeri sebelumnya)
b. pemeriksaan penunjang: radiologi
c. asesmen fungsional:
• nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan / disabilitas
• buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien
• nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan

2. Tentukan mekanisme nyeri:


a. manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya.
b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.
c. Terbagi menjadi 4 jenis:
- Nyeri neuropatik:
• disebabkan oleh kerusakan / disfungsi sistem somatosensorik.
• Contoh: neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-
herpetik.
• Karakteristik: nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat penjalaran
nyeri sesuai dengan persarafannya, baal, kesemutan, alodinia.
• Fibromyalgia: gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada
musculoskeletal (bahu, ekstremitas), nyeri berlangsung selama >
3bulan
- Nyeri otot : tersering adalah nyeri miofasial
• mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah, panggul,
dan ekstremitas bawah.
• Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/lebih jenis otot, berakibat
kelemahan, keterbatasan gerak.
• Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang repetitive.
• Tatalaksana: mengembalikan fungsi otot dengan fisioterapi,
identifikasi dan manajemen faktor yang memperberat (postur,
gerakan repetitive, faktor pekerjaan)
- Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif):
• Contoh: artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca-operasi
• Karakteristik: pembengkakan, kemerahan, panas pada tempat
nyeri. Terdapat riwayat cedera / luka.
• Tatalaksana: manajemen proses inflamasi dengan antibiotic /
antirematik, OAINS, kortikosteroid.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 19


- Nyeri mekanis / kompresi:
• Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang dengan istirahat.
• Contoh : nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/sprain
ligament/otot), degenerasi diskus, osteoporosis dengan fraktur
kompresi, fraktur.
• Merupakan nyeri nosiseptif
• Tatalaksana : beberapa memerlukan dekompresi atau stabilisasi.

3. Nyeri kronik : nyeri yang persisten / berlangsung > 6 minggu

4. Asesmen lainnya :
a. Asesmen psikologi : nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri
(depresi, cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, riwayat
penganiayaan secara seksual/fisik, verbal, gangguan tidur)
b. Masalah pekerjaan dan disabilitas
c. Faktor yang mempengaruhi:
- Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang buruk
- Penyakit lain yang memperburuk / memicu nyeri kronik pasien
d. Hambatan terhadap tatalaksana:
- Hambatan komunikasi / bahasa
- Faktor finansial
- Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh terhadap fasilitas
kesehatan
- Kepatuhan pasien yang buruk
- Kurangnya dukungan dari keluarga dan teman

5. Manajemen nyeri kronik


a. Prinsip level 1:
- Buatlah rencana perawatan tertulis secara komprehensif (buat tujuan,
perbaiki tidur, tingkatkan aktivitas fisik, manajemen stress, kurangi
nyeri).
Berikut adalah formulir rencana perawatan pasien dengan nyeri
kronik :

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 20


Rencana Perawatan Pasien Nyeri Kronik

1. Tetapkan tujuan
€ Perbaiki skor kemampuan fungsional (ADL) menjadi:____ pada tanggal: _________
€ Kembali ke aktivitas spesifik, hobi, olahraga____________ pada tanggal: _________
a. ____________________________________________
b.____________________________________________
c.____________________________________________
€ Kembali ke €kerja terbatas/ atau €kerja normal pada tanggal: __________

2. Perbaikan tidur (goal: _______ jam/malam, saat ini: ________ jam/malam)


€ Ikuti rencana tidur dasar
a. Hindari kafein dan tidur siang, relaksasi sebeum tidur, pergi tidur pada jam yang
ditentukan _____________
€ Gunakan medikasi saat mau tidur
a. ______________________________________________
b. ______________________________________________
c. ______________________________________________

3. Tingkatkan aktivitas fisik


€ Ikuti fisioterapi ( hari/minggu ___________________)
€ Selesaikan peregangan harian (_____ kali/hari, selama _____ menit)
€ Selesaikan latihan aerobic / stamina
a. Berjalan (_____ kali/hari, selama _____ menit)
b. Treadmill, bersepeda, mendayung (_____ kali/minggu, selama _____ menit)
c. Goal denyut jantung yang ditargetkan dengan latihan ______ kali/menit
€ Penguatan
a. Elastic, angkat beban (_____ menit/hari, _____ hari/minggu)

4. Manajemen stress – daftar penyebab stress utama ____________________________________


€ Intervensi formal (konseling, kelompok terapi)
a. _________________________________________________
€ Latihan harian dengan teknik relaksasi, meditasi, yoga, dan sebagainya
a. _________________________________________________
b. _________________________________________________
€ Medikasi
a. _________________________________________________
b. _________________________________________________

5. Kurangi nyeri (level nyeri terbaik minggu lalu: ____/10, level nyeri terburuk minggu lalu: ____/10)
€ Tatalaksana non-medikamentosa
a. Dingin/panas ___________________________________________
b. ______________________________________________________
€ Medikasi
a. ______________________________________________________
b. ______________________________________________________
c. ______________________________________________________
d. ______________________________________________________
€ Terapi lainnya: ___________________________________________________

Nama Dokter: __________________________________________ Tanggal: _______________

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 21


- Pasien harus berpartisipasi dalam program latihan untuk
meningkatkan fungsi
- Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku kognitif
dengan restorasi fungsi untuk membantu mengurangi nyeri dan
meningkatkan fungsi.
• Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah masalah
yang rumit dan kompleks. Tatalaksana sering mencakup
manajemen stress, latihan fisik, terapi relaksasi, dan sebagainya
• Beritahukan pasien bahwa focus dokter adalah manajemen
nyerinya
• Ajaklah pasien untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen nyeri
• Berikan medikasi nyeri yang teratur dan terkontrol
• Jadwalkan control pasien secara rutin, jangan biarkan
penjadwalan untuk control dipengaruhi oleh peningkatan level
nyeri pasien.
• Bekerjasama dengan keluarga untuk memberikan dukungan
kepada pasien
• Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara bertahap
• Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena takut nyeri.
- Manajemen psikososial (atasi depresi, kecemasan, ketakutan
pasien)

b. Manajemen level 1 : menggunakan pendekatan standar dalam


penatalaksanaan nyeri kronik termasuk farmakologi, intervensi, non-
farmakologi, dan tetapi pelengkap / tambahan.
- Nyeri Neuropatik
• Atasi penyebab yang mendasari timbulnya nyeri:
− Control gula darah pada pasien DM
− Pembedahan, kemoterapi, radioterapi untuk pasien tumor
dengan kompresi saraf
− Control infeksi (antibiotic)
• Terapi simptomatik:
− antidepresan trisiklik (amitriptilin)
− antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin
− obat topical (lidocaine patch 5%, krim anestesi)
− OAINS, kortikosteroid, opioid
− anestesi regional: blok simpatik, blok epidural / intratekal,
infus epidural / intratekal
− terapi berbasis-stimulasi: akupuntur, stimulasi spinal, pijat

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 22


− rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu, latihan
mobilisasi, metode ergonomis
− prosedur ablasi: kordomiotomi, ablasi saraf dengan
radiofrekuensi
− terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi (mengurangi
tegangan otot dan toleransi terhadap nyeri), terapi perilaku
kognitif (mengurangi perasaan terancam atau tidak nyaman
karena nyeri kronis)

- Nyeri otot
• lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius, faktor
psikososial yang dapat menghambat pemulihan
• berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari latihan
dasar / awal dan ditingkatkan secara bertahap.
• rehabilitasi fisik:
− Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular,
fleksibilitas, keseimbangan
− mekanik
− pijat, terapi akuatik
• manajemen perilaku:
− stress / depresi
− teknik relaksasi
− perilaku kognitif
− ketergantungan obat
− manajemen amarah
• terapi obat:
− analgesik dan sedasi
− antidepressant
− opioid jarang dibutuhkan
- Nyeri inflamasi
• control inflamasi dan atasi penyebabnya
• obat anti-inflamasi utama: OAINS, kortikosteroid
- nyeri mekanis / kompresi
• penyebab yang sering: tumor / kista yang menimbulkan
kompresi pada struktur yang sensitif dengan nyeri, dislokasi,
fraktur.
• Penanganan efektif: dekompresi dengan pembedahan atau
stabilisasi, bidai, alat bantu.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 23


• Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk
mengatasi nyeri saat terapi lain diaplikasikan.

c. Manajemen level 1 lainnya


- OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan-sedang atau nyeri non-
neuropatik
- Skor DIRE: digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi terapi opioid
jangka panjang untuk nyeri kronik non-kanker.9

Skor DIRE (Diagnosis, Intractibility, Risk, Efficacy)9

Skor Faktor Penjelasan


Diagnosis 1 = kondisi kronik ringan dengan temuan objektif minimal
atau tidak
adanya diagnosis medis yang pasti. Misalnya:
fibromyalgia, migraine,
nyeri punggung tidak spesifik.
2 = kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau
kondisi nyeri
sedang menetap dengan temuan objektif medium.
Misalnya: nyeri
punggung dengan perubahan degeneratif medium, nyeri
neuropatik.
3 = kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif
nyata.
Misalnya: penyakit iskemik vascular berat, neuropati
lanjut, stenosis
spinal berat.
Intractability 1 = pemberian terapi minimal dan pasien terlibat secara
(keterlibatan) minimal dalam
manajemen nyeri
2 = beberapa terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak
sepenuhnya
terlibat dalam manajemen nyeri, atau terdapat hambatan
(finansial,
transportasi, penyakit medis)
3 = pasien terlibat sepenuhnya dalam manajemen nyeri
tetapi respons
terapi tidak adekuat.
Risiko (R) R = jumlah skor P + K + R + D
Psikologi 1 = disfungsi kepribadian yang berat atau gangguan jiwa
yang
mempengaruhi terapi. Misalnya: gangguan kepribadian,
gangguan
afek berat.
2 = gangguan jiwa / kepribadian medium/sedang. Misalnya:
depresi,
gangguan cemas.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 24


3 = komunikasi baik. Tidak ada disfungsi kepribadian atau
gangguan jiwa
yang signifikan
Kesehatan 1 = penggunaan obat akhir-akhir ini, alkohol berlebihan,
penyalahgunaan
obat.
2 = medikasi untuk mengatasi stress, atau riwayat remisi
psikofarmaka
3 = tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan.
Reliabilitas 1 = banyak masalah: penyalahgunaan obat, bolos kerja /
jadwal control,
komplians buruk
2 = terkadang mengalami kesulitan dalam komplians, tetapi
secara
keseluruhan dapat diandalkan
3 = sangat dapat diandalkan (medikasi, jadwal control, dan
terapi)
Dukungan 1 = hidup kacau, dukungan keluarga minimal, sedikit teman
sosial dekat,
kehilangan peran dalam kehidupan normal
2 = kurangnya hubungan dengan oral dan kurang berperan
dalam sosisl
3 = keluarga mendukung, hubungan dekat. Terlibat dalam
kerja/sekolah,
tidak ada isolasi sosial

Skor Faktor Penjelasan


Efikasi 1 = fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal meski
dengan
penggunaan dosis obat sedang-tinggi
2 = fungsi meningkat tetapi kurang efisien (tidak
menggunakan opioid
dosis sedang-tinggi)
3 = perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas hidup
tercapai dengan
dosis yang stabil.
Skor total =D+I+R+E

Keterangan:
Skor 7-13: tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
Skor 14-21: sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
- Intervensi: injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus intratekal, injeksi intra-
sendi, injeksi epidural
- Terapi pelengkap / tambahan: akupuntur, herbal

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 25


d. Manajemen level 2
- meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan
rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal atau
infus intratekal).
- Indikasi: pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif / manajemen
level 1.
- Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada perbaikan
dengan manajemen level 1. 9
Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri kronik :

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 26


Algoritma Asesmen Nyeri Kronik9

Pasien mengeluh nyer i

Asesmen nyeri

• Anamnesis
• Pemer iksaan fisik
• Pemer iksaan fungsi
• Pasien dapat mengalami
jenis nyer i dan faktor yang
mempengar uhi yang
Tentukan mekanisme nyer i ber agam

Nyeri neuropatik Nyeri otot Nyeri inflamasi Nyeri mekanis/kompresi

• Per ifer (sindr om nyer i Nyer i miofasial • Ar tr opati inflamasi • Nyer i punggung baw ah
r egional kompleks, (r ematoid ar tr itis) • Nyer i leher
neur opati HIV, gangguan • Infeksi • Nyer i musculoskeletal
metabolik) • Nyer i pasca-opar asi (bahu, siku)
• Sentr al (Par kinson, multiple • Ceder a jar ingan • Nyer i viser al
sclerosis, mielopati, nyer i
pasca-str oke, sindr om
fibr omyalgia)

Apakah nyer i kr onik? tidak


Pantau dan obser vasi

ya

Apakah etiologinya dapat ya


Atasi etiologi nyer i sesuai
dikor eksi / diatasi? indikasi

tidak

Asesmen lainnya

• Masalah peker jaan dan disabilitas


• Asesmen psikologi dan spir itual
• Faktor yang mempengar uhi dan
hambatan

Algoritma Manajemen Nyeri


Kronik

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 27


Algoritma Manajemen Nyeri Kronik9

Prinsip level 1

• Buatlah r encana dan tetapkan tujuan


• Rehabilitasi fisik dengan tujuan fungsional
• Manajemen psikososial dengan tujuan fungsional

Manajemen level 1: Manajemen level 1: Manajemen level 1: Manajemen level 1:


Nyeri neuropatik Nyeri otot Nyeri inflamasi Nyeri mekanis/kompresi

Manajemen level 1 lainnya

• Far makologi (skor DIRE)


• Inter vensi
• Pelengkap / tambahan

Layanan pr imer untuk mengukur


pencapaian tujuan dan meninjau
ulang r encana per aw atan

Tujuan ter penuhi? tidak Telah melakukan ya Manajemen level 2


• Fungsi manajemen level 1
• Kenyamanan dengan adekuat? • Rujuk ke tim
• hambatan inter disiplin, atau
• Rujuk ke klinik khusus
manajemen nyer i
ya

Rencana perawatan selanjutnya tidak


oleh pasien

Asesmen hasil

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 28


L. MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIK
1. Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah: sakit kepala
kronik, trauma, sakit perut dan faktor psikologi
2. Sistem nosiseptif pada anak dapat memberikan respons yang berbeda
terhadap kerusakan jaringan yang sama atau sederajat.
3. Neonates lebih sensitif terhadap stimulus nyeri
4. Berikut adalah algoritma manajemen nyeri mendasar pada pediatrik :

Algoritma Manajemen Nyeri Mendasar Pada Pediatrik10

a) Asesmen nyeri pada anak

• Nilai kar akter istik nyer i


• Lakukan pemer iksaan medis dan penunjang yang sesuai
• Evaluasi kemungkinan adanya keter libatan mekanisme
nosiseptif dan neur opatik
• Kajilah faktor yang mempengar uhi nyer i pada anak

b) Diagnosis penyebab primer dan sekunder

• Komponen nosiseptif dan neur opatik yang ada saat ini


• Kumpulkan gejala-gejala fisik yang ada
• Pikir kan faktor emosional, kognitif, dan per ilaku

c) Pilih terapi yang sesuai

Obat Non-obat

• Analgesik • Kognitif
• Analgesik adjuvant • Fisik
• anestesi • per ilaku

d) Implementasi rencana manajemen nyeri

• Ber ikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyer i kepada
or ang tua (dan anak)
• Ber ikan r encana manajemen yang r asional dan terintegr asi
• Asesmen ulang nyer i pada anak secar a r utin
• Evaluasi efektifitas r encana manajemen nyer i
• Revisi r encana jika diper lukan

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 29


5. Pemberian analgesik:
a) ‘By the ladder’: pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan level
nyeri anak (ringan, sedang, berat).
• Awalnya, berikan analgesik ringan-sedang (level 1).
• Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naiklah ke
level 2 (pemberian analgesik yang lebih poten).
• Pada pasien yang mendapat terapi opioid, pemberian parasetamol
tetap diaplikasikan sebagai analgesik adjuvant.
• Analgesik adjuvant
a) Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan untuk nyeri
tetapi dapat berefek analgesik dalam kondisi tertentu.
b) Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapat diberikan analgesik
adjuvant sebagai level 1.
c) Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk mengatasi
nyeri neuropatik.
d) Kategori:
- Analgesik multi-tujuan: antidepressant, agonis adrenergic alfa-
2, kortikosteroid, anestesi topical.
- Analgesik untuk nyeri neuropatik: antidepressant,
antikonvulsan, agonis GABA, anestesi oral-lokal
- Analgesik untuk nyeri musculoskeletal: relaksan otot,
benzodiazepine, inhibitor osteoklas, radiofarmaka.
b) ‘By the clock’: mengacu pada waktu pemberian analgesik.
• Pemberian haruslah teratur, misalnya: setiap 4-6 jam (disesuaikan
dengan masa kerja obat dan derajat keparahan nyeri pasien), tidak
boleh prn (jika perlu) kecuali episode nyeri pasien benar-benar
intermiten dan tidak dapat diprediksi.
c) ‘By the child’: mengacu pada pemberian analgesik yang sesuai dengan
kondisi masing-masing individu.
• Lakukan monitor dan asesmen nyeri secara teratur
• Sesuaikan dosis analgesik jika perlu
d) ‘By the mouth’: mengacu pada jalur pemberian oral.
• Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak
invasive, dan efektif; biasanya per oral.
• Karena pasien takut dengan jarum suntik, pasien dapat menyangkal
bahwa mereka mengalami nyeri atau tidak memerlukan pengobatan.
• Untuk mendapatkan efek analgesik yang cepat dan langsung,
pemberian parenteral terkadang merupakan jalur yang paling efisien.
• Opioid kurang poten jika diberikan per oral.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 30


• Sebisa mungkin jangan memberikan obat via intramuscular karena
nyeri dan absorbsi obat tidak dapat diandalkan.
• Infus kontinu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan IM, IV, dan
subkutan intermiten, yaitu: tidak nyeri, mencegah terjadinya
penundaan/keterlambatan pemberian obat, memberikan control nyeri
yang kontinu pada anak.
1. Indikasi: pasien nyeri di mana pemberian per oral dan opioid
parenteral intermiten tidak memberikan hasil yang memuaskan,
adanya muntah hebat (tidak dapat memberikan obat per oral)
e) Analgesik dan anestesi regional: epidural atau spinal
• Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut yang
sulit diatasi dengan terapi konservatif.
• Harus dipantau dengan baik
• Berikan edukasi dan pelatihan kepada staf, ketersediaan segera obat-
obatan dan peralatan resusitasi, dan pencatatan akurat mengenai
tanda vital / skor nyeri.
f) Manajemen nyeri kronik: biasanya memiliki penyebab multipel, dapat
melibatkan komponen nosiseptif dan neuropatik
• Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh
• Pemeriksaan penunjang yang sesuai
• Evaluasi faktor yang mempengaruhi
• Program terapi: kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif, fisik, dan
perilaku).
• Lakukan pendekatan multidisiplin
g) Berikut adalah tabel obat-obatan non-opioid yang sering digunakan untuk
anak:
Obat-obatan non-opioid
Obat Dosis Keterangan
Parasetamol 10-15mg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi kecil, efek
4-6 jam gastrointestinal dan hematologi
minimal
Ibuprofen 5-10mg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi. Hati-hati pada
6-8 jam pasien dengan gangguan
hepar/renal, riwayat perdarahan
gastrointestinal atau hipertensi.
Naproksen 10-20mg/kgBB/hari oral, Efek antiinflamasi. Hati-hati pada
terbagi dalam 2 dosis pasien dengan disfungsi renal.
Dosis maksimal 1g/hari.
Diklofenak 1mg/kgBB oral, setiap 8- Efek antiinflamasi. Efek samping

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 31


12 jam sama dengan ibuprofen dan
naproksen. Dosis maksimal
50mg/kali.

h) Panduan penggunaan opioid pada anak:


• Pilih rute yang paling sesuai. Untuk pemberian jangka panjang, pilihlah
jalur oral.
• Pada penggunaan infus kontinu IV, sediakan obat opioid kerja singkat
dengan dosis 50%-200% dari dosis infus perjam kontinu prn.
• Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat prn dalam 24 jam, naikkan
dosis infus IV per-jam kontinyu sejumlah : total dosis opioid prn yang
diberikan dalam 24 jam dibagi 24. Alternatif lainnya adalah dengan
menaikkan kecepatan infus sebesar 50%.
• Pilih opioid yang sesuai dan dosisnya.
• Jika efek analgesik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas , tingkatkan
dosis sebesar 50%.
• Saat tapering-off atau penghentian obat: pada semua pasien yang
menerima opioid >1 minggu, harus dilakukan tapering-off (untuk
menghindari gejala withdrawal). Kurangi dosis 50% selama 2 hari, lalu
kurangi sebesar 25% setiap 2 hari. Jika dosis ekuivalen dengan dosis
morfin oral (0,6 mg/kgBB/hari), opioid dapat dihentikan.
• Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena dapat
terakumulasi dan menimbulkan mioklonus, hiperrefleks, dan kejang.
a) Terapi alternatif / tambahan:
- Konseling
- Manipulasi chiropractic
- Herbal

6. Terapi non-obat
a) Terapi kognitif: merupakan terapi yang paling bermanfaat dan memiliki efek
yang besar dalam manajemen nyeri non-obat untuk anak
b) Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti
music, cahaya, warna, mainan, permen, computer, permainan, film, dan
sebagainya.
c) Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat
meningkatkan nyeri dan meningkatkan perilaku yang dapat menurunkan
nyeri.
d) Terapi relaksasi: dapat berupa mengepalkan dan mengendurkan jari
tangan, menggerakkan kaki sesuai irama, menarik napas dalam.10

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 32


Terapi non-obat10
Kognitif Perilaku Fisik
• Informasi • latihan • pijat
• Pilihan dan • terapi relaksasi • fisioterapi
control • umpan balik positif • stimulasi termal
• Distraksi dan • modifikasi gaya hidup / • stimulasi sensorik
atensi perilaku • akupuntur
• Hypnosis • TENS (transcutaneous
• psikoterapi electrical nerve
stimulation)

M. MANAJEMEN NYERI PADA KELOMPOK USIA LANJUT (GERIATRI)10


1. Lanjut usia (lansia) didefinisikan sebagai orang – orang yang berusia ≥ 65
tahun.
2. Pada lansia, prevalensi nyeri dapat meningkat hingga dua kali lipatnya
dibandingkan dewasa muda.
3. Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah artritis, kanker,
neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik, reumatika polimialgia, dan
penyakit degenerative.
4. Lokasi yang sering mengalami nyeri: sendi utama / penyangga tubuh,
punggung, tungkai bawah, dan kaki.
5. Alasan seringnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah:
a. Kurangnya pelatihan untuk dokter mengenai manajemen nyeri pada
geriatric.
b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat
c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid
6. Asesmen nyeri pada geriatric yang valid, reliabel, dan dapat diaplikasikan
menggunakan Functional Pain Scale seperti di bawah ini:

Functional Pain Scale


Skala Keterangan
nyeri
0 Tidak nyeri
1 Dapat ditoleransi (aktivitas tidak terganggu)
2 Dapat ditoleransi (beberapa aktivitas edikit terganggu)
3 Tidak dapat ditoleransi (tetapi masih dapat menggunakan
telepon, menonton TV, atau membaca)
4 Tidak dapat ditoleransi (tidak dapat menggunakan telepon,
menonton TV, atau membaca)

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 33


5 Tidak dapat ditoleransi (dan tidak dapat berbicara karena
nyeri)

*Skor normal / yang diinginkan : 0 - 2

7. Intervensi non-farmakologi
a. Terapi termal : pemberian pendinginan atau pemanasan di area
nosiseptif untuk menginduksi pelepasan opioid endogen.
b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan / perkutan, dan akupuntur
c. Blok saraf dan radiasi area tumor
d. Intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternatif: terapi relaksasi,
umpan balik positif, hypnosis.
e. Fisioterapi dan terapi okupasi.

8. Intervensi farmakologi(tekankan pada keamanan pasien)


a. Non-opioid : OAINS, parasetamol, COX-2 inhibitor, antidepressant
trisiklik, amitriptilin, ansiolitik.
b. Opioid :
• Risiko adiksi rendah jika digunakan untuk nyeri akut (jangka
pendek).
• Hidrasi yang cukup dan konsumsi serat/bulking agent untuk
mencegah konstipasi (preparat senna, sorbitol).
• Berikan opioid jangka pendek
• Dosis rutin dan teratur memberikan efek analgesik yang lebih baik
daripada pemberian intermiten.
• Mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan.
• Jika efek analgesik masih kurang adekuat, dapat menaikkan opioid
sebesar 50-100% dari dosis semula.
c. Analgesik adjuvant
• OAINS dan amfetamin: meningkatkan toleransi opioid dan resolusi
nyeri
• Nortriptilin, klonazepam, karbamazepin, fenitoin, gabapentin,
tramadol, mexiletine: efektif untuk nyeri neuropatik
• Antikonvulsan: untuk neuralgia trigeminal.
- Gabapentin: neuralgia pasca-herpetik 1-3 x 100 mg sehari dan
dapat ditingkatkan menjadi 300 mg/hari
9. Risiko efek samping OAINS meningkat pada lansia. Insidens perdarahan
gastrointestinal meningkat hampir dua kali lipat pada pasien > 65 tahun.
10. Semua fase farmakokinetik dipengaruhi oleh penuaan, termasuk absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan eliminasi.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 34


11. Pasien lansia cenderung memerlukan pengurangan dosis analgesik.
Absorbs sering tidak teratur karena adanya penundaan waktu transit atau
sindrom malabsorbsi.
12. Ambang batas nyeri sedikit meningkat pada lansia.
13. Lebih disarankan menggunakan obat dengan waktu paruh yang lebih
singkat.
14. Lakukan monitor ketat jika mengubah atau meningkatkan dosis pengobatan.
15. Efek samping penggunaan opioid yang paling sering dialami: konstipasi.
16. Penyebab tersering timbulnya efek samping obat: polifarmasi (misalnya
pasien mengkonsumsi analgesik, antidepressant, dan sedasi secara rutin
harian.)
17. Prinsip dasar terapi farmakologi: mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan
perlahan hingga tercapai dosis yang diinginkan.
18. Nyeri yang tidak dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan:
a. Penurunan / keterbatasan mobilitas. Pada akhirnya dapat mengarah ke
depresi karena pasien frustasi dengan keterbatasan mobilitasnya dan
menurunnya kemampuan fungsional.
b. Dapat menurunkan sosialisasi, gangguan tidur, bahkan dapat
menurunkan imunitas tubuh
c. Control nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya
agitasi dan gelisah.
d. Dokter cenderung untuk meresepkan obat-obatan yang lebih banyak.
Polifarmasi dapat meningkatkan risiko jatuh dan delirium.
19. Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan (dihindari) pada lansia:
a. OAINS: indometasin dan piroksikam (waktu paruh yang panjang dan
efek samping gastrointestinal lebih besar)
b. Opioid: pentazocine, butorphanol (merupakan campuran antagonis dan
agonis, cenderung memproduksi efek psikotomimetik pada lansia);
metadon, levorphanol (waktu paruh panjang)
c. Propoxyphene: neurotoksik
d. Antidepresan: tertiary amine tricyclics (efek samping antikolinergik)
20. Semua pasien yang mengkonsumsi opioid, sebelumnya harus diberikan
kombinasi preparat senna dan obat pelunak feses (bulking agents).
21. Pemilihan analgesik: menggunakan 3-step ladder WHO (sama dengan
manajemen pada nyeri akut).
a. Nyeri ringan-sedang : analgesik non-opioid
b. Nyeri sedang : opioid minor, dapat dikombinasikan dengan OAINS dan
analgesik adjuvant
c. Nyeri berat : opioid poten

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 35


22. Satu-satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah penyesuaian
dosis dan hati-hati dalam memberikan obat kombinasi

N. LOGISTIC
Semua pasien dengan nyeri, mendapatkan kebutuhan logisticnya sesuai
kebutuhannya yaitu:
- obat-obat dari golongan analgetik sampai golongan narkotik
- tim nyeri intervensi
- alat kesehatan penunjang

O. KESELAMATAN PASIEN
a. Setiap pasien yang datang ke RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang.dengan
keluhan nyeri, mendapat pelayanan sesuai kebutuhannya dengan
memperhatikan keselamatan pasien, terutama agar terhindar dari cidera
yang mungkin dapat terjadi
b. Tatalaksana keselamatan pasien
1. Identifikasi pasien
2. Komunikasi efektif
3. Kewaspadaan terhadap obat
4. Keselamatan terhadap tindakan
5. Mencegah tranmisi infeksi kuman rumah sakit
6. Mencegah pasien jatuh

P. KESELAMATAN KERJA
Yang dimaksud dengan keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk mencegah
dan meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja karyawan yang terjadi
dilingkungan RS, dengan memberikan perlindungan pada karyawan yang sedang
bekerja.
Q. PENGENDALIAN MUTU
1. Melakukan evaluasi dan monitoring pasca tindakan / intervensi pada pasien
nyeri sehingga pasien menjadi nyaman
2. Melakukan audit dari kepuasan pelanggan terhadap layanan RSUD. Dr.
Saiful Anwar Malang.

R. PENUTUP
Demikian pedoman asesmen dan managemen nyeri yang kami susun, dengan
tujuan dapat sebagai acuan dalam melakukan pengelolaan terhadap pasien
dengan keluhan nyeri.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 36


REFERENSI
1. Joint Commission on accreditation of Healthcare Organizations. Pain: current
understanding of assessment, management, and treatments. National
Pharmaceutical Council, Inc; 2001.
2. Wallace MS, Staats PS. Pain medicine and management: just the facts. McGraw-
Hill; 2005.
3. National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain
intensity instruments: numeric rating scale; 2003.
4. Wong D, Whaley L. Clinical handbook of pediatric nursing. Edisi ke-2. St. Louis:
C.V. Mosby Company; 1986. h. 373.
5. Ambuel, Hamlett KW, Marx CM, Blumer JL. Assessing distress in pediatric
intensive care environments: the COMFORT Scale. J Paed Psych. 1992;17:95-
109.
6. Pain management. [diakses tanggal 23 Februari 2012]. Diunduh dari:
www.hospitalsoup.com
7. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline:
assessment and management of acute pain. Edisi ke-6. ICSI; 2008.
8. Pain Management Task Group of the Hull & East Riding Clinical Policy Forum.
Adult pain management guidelines. NHS; 2006.
9. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline:
assessment and management of chronic pain. Edisi ke-5. ICSI; 2011.
10. Argoff CE, McCleane G. Pain management secrets: questions you will be asked.
Edisi ke-3. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2009.

BUDAYA MUTU RSSA “KITA PEDULI” 37

Vous aimerez peut-être aussi