Vous êtes sur la page 1sur 16

MAKALAH

PSIKOLOGI BIMBINGAN KONSELING

“TUJUH TAHAP PROSES KONSELING“

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Mudjiran, M.S., Kons.

Dr. Yeni Karneli, M.Pd, Kons.

Oleh Kelompok 1

Aminah Daulay 23151002

Lika Widiawati 23151013

Titik Wiyul Fthri 23151028

Wardoyo 23151033

PROGRAM STUDI S2 BIMBINGAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
pemakalah mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas
mata kuliah “Psikologi BK”.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun pemakalah menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan
orang tua, dosen, serta teman-teman sejawat sehingga kendala-kendala yang
pemakalah hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
“Tujuh Tahap Proses Konseling” yang pemakalah sajikan berdasarkan
pengamatan dan berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini
disusun oleh pemakalah dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
diri pemakalah maumpun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Universitas Negeri Padang. Sebagai pemakalah kami sadar bahwa makalah ini
masih banayak kekurangan dan jauh dari sempurna. Dan untuk itu, kepada
dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
makalah ini dimasa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca.

Padang, 13 Februari 2024

Kelompok 1

i
DAFAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 2

C. Tujuan....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................

A. Istilah Konseling dan psikoterapi ........................................... 3

B. Tujuh Tahap Proses Konseling dan psikoterapi ....................... 3

1. Tahap 1 .............................................................................. 3

2. Tahap 2 ............................................................................... 4

3. Tahap 3 ............................................................................... 4

4. Tahap 4 ............................................................................... 4

5. Tahap 5 ............................................................................... 7

6. Tahap 6 ............................................................................... 8

7. Tahap 7 ............................................................................... 9

BAB III PENUTUP ...............................................................................

A. Kesimpulan............................................................................... 11

B. Saran ......................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Klien mempunyai masalah untuk diselesaikan, seperti pilihan
terhadap pasangan, seleksi pekerjaan, mencapai keputusan perceraian,
atau perasaan yang lebih nyaman dengan keinginan. Ekspresi dari
kebutuhan klien ini dapat dikonstruksikan oleh konselor sebagai suatu
masalah yang diselesaikan dalam konseling dan/atau ekspresi
simptomatik (yang merupakan gejala) dari gangguan kepribadian yang
lebih dalam. Pertanyaan pertama yang penting adalah, “Siapa klien
saya?” Klien bisa berupa banyak orang, seperti dalam kasus suatu
keluarga. Aturan umum adalah bahwa klien adalah seseorang yang
“mempunyai” masalah, atau seseorang yang paling termotivasi untuk
berubah melalui proses yang baru saja dijelaskan.
Treatabilitas (kemampuan untuk dapat melakukan) adalah
variabel klien yang lain yang mempengaruhi perencanaan terapi. Apakah
klien sungguh membutuhkan pertolongan. Apakah dia termotivasi dan
siap? Apakah klien mampu mendapat untung dari konseling yang saya
berikan? Apakah struktur dan defensif karakter klien berfungsi seperti itu,
tidak mungkin berubah? Ahli terapi mesti menyadari bahwa tidak semua
klien dapat ditolong. Jika kebanyakan pertanyaan dijawab dengan negatif,
pilihan yang realistik adalah memperkirakan bahwa klien tidak siap
melakukan konseling pada saat sekarang ini dengan konselor. Konselor
mungkin dapat memberikan layanan terbatas pada klien dalam
menolongnya berpikir melalui pilihan langsung yang klien dipaksa untuk
mengambilnya.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami
merumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana Tujuh Tahap Proses Konseling dan psikoterapi?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengehui dan memahami tujuh tahap proses koseling dan
psikoterapi.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Istilah Konseling dan Psikoterapi
Konseling dan psikoterapi akan digunakan menurut berbagai hal,
konseling merupakan suatu proses intensif berkenaan dengan tujuan-
tujuannya atau berfungsi lebih efektif. Sedangangkan psikoterapi adalah
suatu proses berjangka-panjang berkenaan dengan rekonstruksi pribadi dan
pengubahan besar dalam struktur kepribadian. Psikoterapi kerap terbatas
dalam konsep yang mengacu pada orang-orang yang bermasalah patologi
(Andi Mappiare AT, 1996).
B. Langkah Proses Konseling dan Psikoterapi
1. Tahap 1: (Stating Concerns And Establishing a Need For
Help) Membangkitkan Minat dan Membahas Perlunya
Bantuan pada Diri Klien.
Tujuan proses pada tahap pertama ini adalah klien
menyebutkan keputusan, masalah, kesukaran dan alasan mereka
datang. Tujuan selanjutnya adalah klien menyadari bahwa ia
membutuhkan bantuan dan sudah menyiapkan diri mengikuti
keseluruhan proses.
Menurut Brammer dan Shostrom (1982:99) tahap pertama
memiliki tujuan membuat klien menyatakan keseriusan bahwa ia
peduli terhadap masalahnya, ia ingin mengungkapkan masalah
penderitaan atau alasan kedatangannya. Tidak semua klien datang
dengan alasan yang jelas karena mereka tidak merasa sedang
bermasalah. Klien seperti itu jarang mempunyai komitmen yang
kuat untuk menyelesaikan masalahnya dengan tindakan yang
serius atau bertanggung jawab. Pada tahap ini konselor dapat
mengetahui sejauh mana klien menyadari perlunya bantuan dan
menyiapkan diri dalam proses konseling.
Menurut Brammer dan Shostrom (1982:99) strategi yang
dapat digunakan konselor pada tahap ini agar hasil yang

3
diharapkan dapat dicapai adalah:
a. Menyambut dan Menerima Klien secara Hangat. Konselor
hendaknya mendengarkan pernyataan klien dan memperhatikan
tingkah laku non verbal klien.
b. Membantu Klien Menjelaskan Inti Masalah yang Dialaminya.
Tahap pertama mempengaruhi klien untuk menjelaskan inti dari
permasalahannya. Pada tahap ini klien menjadi tidak ragu-ragu
dalam menyampaikan masalah kepada konselor dan ia benar-benar
terbuka tentang masalah yang sebenarnya.
2. Tahap 2 : (Establishing The Relationship) Membina Hubungan.
Tujuan utama dari tahap ini adalah membangun suatu
hubungan yang ditandai oleh adanya kepercayaan klien atas dasar
kejujuran dan keterbukaan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
bagaimana klien memandang konselor dari segi keahlian,
penampilan dan kepercayaan dapat menentukan efektif atau
tidaknya proses konseling.
3. Tahap 3: (Determining Goals And Exploring Alternatives)
Menetapkan Tujuan Konseling dan Menjelajahi Berbagai
Alternatif yang Ada.
Tujuan utama dari tahap ini adalah membahas tentang apa
yang di inginkannya dalam proses tersebut bersama klien. Klien
diajak mendiskusikan apa saja yang hendaknya ia lakukan dalam
konseling, sehingga dapat mewujudkan tujuan yang berkaitan
dengan permasalahannya. Hal itu dilakukan dengan membahas
alternatif-alternatif yang dapat ditempuh klien untuk mencapai
hasil dan bernegosiasi tentang beberapa kesepakatan kerja.
4. Tahap 4: ( Working On Problem And Goals) Bekerja dengan
Masalah dan Tujuan
Tujuan dan strategi konseling pada tahap ini ditentukan
oleh masalah klien, pendekatan dan teori yang digunakan konselor,
keinginan klien dan gaya komunikasi yang dibangun oleh

4
keduanya. Seringkali tahap ini memerlukan ekspresi perasaan yang
lebih apabila klien mengalami kebingungan atau penderitaan,
karena masalah yang ditimbulkan dapat berubah-ubah sejalan
dengan diskusi.
Brammer dan Shostrom (1982:101) mengemukakan
beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Klarifikasi Sifat Dasar Masalah dan Memilih Strategi.
Tujuan proses konseling pada tahap ini yang paling penting
adalah menentukan strategi terbaik yang akan digunakan.
Tujuan yang kedua adalah untuk mengetahui sumber-sumber
apakah yang dimiliki seseorang sebagai konselor untuk
mempermudah tercapainya tujuan.
b. Proses Problem-Solving

1) Mengembangkan pernyataan yang jelas dari masalah


klien dalam bentuk tujuan yang akan dicapai.
2) Menggambarkan penyelesaian masalah atau proses
pengambilan keputusan.
3) Menyusun atau mengumpulkan data yang relevan dari
interview materi khusus dan instrumen assessmen.
4) Mendikusikan data dan memformulasikan alternatif
tindakan.

5) Menerapkan tes yang relevan dan prosedur diagnosa


terhadap alternatif tindakan.
6) Mengembangkan suatu rencana dan menerapkan
langkah-langkah tindakan.
7) Mencoba rencana dalam simulasi atau setting yang nyata.

8) Mengevaluasi hasil dan merubah rencana sesuai data.


c. Penyelidikan Perasaan Klien Lebih Jauh
Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah pengambilan
keputusan tentang apa yang harus didalami lebih lanjut.

5
d. Kriteria untuk Memperluas Penelitian Mengenai Perasaan Klien

1) Sifat dasar dan seberapa kerasnya gejala-gejala yang


terdapat pada klien.
2) Lamanya gejala dan apakah gejala tersebut bersifat
menetap pada diri klien.
3) Sifat dasar kecenderungan dan pengalaman-pengalaman
yang telah tersimpan lama.
4) Stabilitas masa lalu dan fungsi pertahanan diri.

5) Penolakan terhadap psikoterapi.

6) Pengalaman latihan konselor atau terapis

7) Permasalahan yang dialami konselor atau terapis

8) Waktu yang tersedia.

9) Kebijaksanaan institusi dalam pelaksanaan terapi.


e. Nilai dan Batas Pengeksperesian Perasaan
“Ventilation of feelings” sebagaimana sering disebut
memiliki beberapa keuntungan dan batasan. Manfaat yang
pertama adalah perasaan lega yang diberikan dari ketegangan
psikologis yang kuat. Yang kedua adalah kesadaran akan
adanya kelegaan dari tekanan emosi. Perasaan puas dan
keberaniaan seringkali akan mengikuti setelahnya. Mereka
merasakan perasaan aman dan bebas dan kebiasaan
melindungi perasaannya yang secara erus menerus, hingga
akhirnya memiliki keberanian untuk menyelesaikan
masalahnya. Dengan demikian energy kreatif yang baru
terlepaskan.
Kartasis adalah situasi dimana klien merasa tidak perlu
untuk meneruskan ke masalah penyebab dari kesulitan-
kesulitan yang mereka alami dan mengambil langkah-langkah
yang penting bagi perubahan tingkah laku dan perbuatan

6
mereka. Mereka meninggalkan konseling dengan kondisi yang
disebut “flight into health”.
Membiarkan klien untuk terus berada pada perasaan lega
yang meringankan secara terus menerus tanpa membawa
mereka pada fase kesadaran dan pengambilan tindakan dari
konseling tersebut mungkin akan memperkuat pola gangguan
emosi atau jiwa yang berketerusan. Contohnya depresi.
Dengan membiarkan klien bercerita tentang kesedihan terlalu
lama hanya akan membuat dia terus berpikir bahwa dia adalah
orang yang malang.
f. Mengekspresikan Perasaan dalam Model Aktualisasi
Tahap keempat yang menyertai kegiatan penyelesaian
masalah dan tujuan dalam model aktualisasi melibatkan
penjajakan perasaan pada seluruh tingkatan. Contohnya,
Apabila klien dapat memahami perasaan yang berhubungan
dengan nilai kemanusiaan atau perasaan takut, klien akan
merasa kesepian atau marah yang sangat kuat pada awal
proses. Kemudian klien didorong untuk merasakan kemarahan
saat mereka merasa dirinya kesal dan marah atau untuk
mengalami rasa cinta saat memberikan respon terhadap
kenyataan yang didapat.

5. Tahap 5: (Facilitating Awareness) Membangkitkan


Kesadaran Klien untuk Berubah

Konseling memungkinkan tumbuhnya kesadaran


aktualisasi diri. Kesadaran ini berarti pengetahuan tentang diri
sendiri melalui apa yang dilihat, didengar dan apa yang dirasakan
seseorang atau mendapat pemahaman baru. Pada tahap kelima ini
hal yang penting adalah konselor mulai bekerja dengan membahas
perasaan sampai memiliki kesadaran, hal ini bertujuan untuk
menjadikan klien memperoleh kesadaran yang dibutuhkan dalam

7
mencapai tujuan mereka selama mengikuti proses konseling.

Menurut Brammer dan Shostrom (1982:104) ada tiga


kritikan yang terdapat dalam langkah kelima ini,yaitu:

a. Banyak klien meninggalkan konseling sewaktu mengalami


ketidak cocokkan dalam langkah ke-empat.

b. Sewaktu klien telah mengekspresikan perasaannya dengan


sungguh-sungguh dan menyadari ketidak berdayaan
sementara masalah ini menjadi kritis maka proses psikosis
bertambah berat, dan kebanyakan klien seperti mempunyai
pertahanan diri dan mempunyai berbagai tipe kemorosotan
mental yang disebut psikosis.

c. Apabila klien telah mencapai pada kepuasan perasaan dan


gembira, maka klien akan mengambil keputusan untuk
mengakhiri konseling dan berkesimpulan bahwa keadaan telah
baik saat itu, sehingga proses konseling tidak mempunyai
kesepakatan antara konselor dengan klien mengenai
tindakanapa yang mesti dilakukan klien.

6. Tahap 6: (Planing a Course Af Action) Perencanaan Kegiatan


atau Tindakan

Tujuannya adalah membantu klien untuk menempatkan


ide-ide dan kesadaran baru yang ditemukan kedalam tindakan
kehidupan sesungguhnya dalam rangka mengaktualisasikan
model. Hal ini berarti memungkinkan klien untuk bebas bergerak
diantara dua kutub dimensi perasaannya, dengan menggunakan
kemampuan kognitifnya tan paada campurt angan dari pihakl uar,
hidup secara harmonis dengan dirinya sendiri dan berfungsi
secara efektif dalam dunianya.

Pengalaman-pengalaman hidup yang teratur menjadi


medium terapeutik yang paling baik, sekalipun klien telah

8
terbebas dari tekanan perasaan, klien dapat memperoleh
kesadaran tentang arahan-arahan baru yang potensial dan
komitmen dengan tindakannya.

7. Tahap 7: (Evaluating Outcames And Mengakhiri) Evaluasi


Hasil dan Mengakhiri Konseling

Kriteria utama keberhasilan konseling dan indicator kunci


mengakhiri proses konseling dan terapia dalah sejauh mana klien
telah mencapai tujuan konseling. Hal yang harus dipikirkan oleh
konselor atau ahli terapis adalah menilai kemajuan yang dicapai
dalam proses konseling dan psikoterapi. Ada beberapa pertanyaan
tentang konseling, yaitu sampai sejauh mana konseling dapat
membantu klien? Jika tidak terbantu, mengapa? Jika tujuan tidak
tercapai, kemajuan apa yang telah diperbuat terhadap mereka?

Kesulitan dalam menjawab pertanyaan ini terletak pada


penentuan pengaruh konseling yang bertolak belakang dengan
pengalaman- pengalaman di luar konseling yang mempengaruhi
perubahan klien, apa criteria atau alat ukur yang standar tentang
keberhasilan konseling tersebut. Pendekatan mutakhir menekankan
bahwa perubahan-perubahan itu dipengaruhi oleh variabel-variabel
tertentu seperti reward dan pola dengan teknik analog
eksperimental dan telah ditinjau ulang oleh Zytowsky (1966), yang
diteliti adalah perilaku konselor dan perilaku klien.

Salah satu kesulitan dalam menilai konseling dan


psikoterapi adalah menentukan criteria eksternal yang tepat dan
spesifik untuk memperkirakan kemajuan-kemajuan yang dicapai
dalam proses konseling.

Masalah kedua adalah keterbatasan instrumen dan teknik


untuk mencakup perubahan hasil konseling. Hasil enelitian sering
di interprestaskan bahwa indikasi konseling tidak baik dan terapi

9
yang di lakkukan dalam waktu yang lama kurang efektif
dibandingkan dengan terapi yang dilakukan dalam waktu yang
singkat (Eysenk, 1952).

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
proses konseling terdiri dari tujuh tahap yaitu:
1. Membangkitkan Minat dan Membahas Perlunya Bantuan: Konselor
membantu klien mengidentifikasi masalah dan perlunya bantuan,
dengan menyambut klien secara hangat dan membantu mereka
menjelaskan inti masalah.
2. Membina Hubungan: Tahap ini bertujuan membangun hubungan yang
didasari oleh kepercayaan dan keterbukaan antara konselor dan klien.
3. Menetapkan Tujuan Konseling dan Menjelajahi Alternatif: Konselor
dan klien bersama-sama menetapkan tujuan konseling dan menjelajahi
berbagai alternatif untuk mencapainya.
4. Bekerja dengan Masalah dan Tujuan: Tahap ini melibatkan bekerja
aktif dengan masalah klien, termasuk klarifikasi masalah, proses
pemecahan masalah, dan penyelidikan perasaan klien lebih lanjut.
5. Membangkitkan Kesadaran Klien untuk Berubah: Konselor membantu
klien memperoleh kesadaran yang diperlukan untuk mencapai tujuan
mereka, dengan membahas perasaan hingga mencapai kesadaran.
6. Perencanaan Kegiatan atau Tindakan: Konselor membantu klien
merencanakan tindakan konkret untuk mengaktualisasikan perubahan
yang diinginkan.
7. Evaluasi Hasil dan Mengakhiri Konseling: Tahap terakhir melibatkan
evaluasi hasil konseling dan mengakhiri proses konseling, dengan
menilai sejauh mana tujuan telah tercapai dan apakah klien merasa
terbantu.
B. Saran
Demikianlah makalah ini penulis paparkan. Kepada pembaca agar
terus meningkatkan pemahaman nya terhadap materi proses konseling dan
psikoterapi dengan mempelajari dan membaca dari berbagai sumber
referensi yang lain, yang dipelajari dalam mata kuliah ini.

11
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan. Maka dari itu kritik dan saran serta masukan yang konstruktif
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya.
Besar harapan penulis semoga makalah ini bisa memberikan banyak
manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Brammer, L. M dan Shostrom, E. L. 1982. Therapeutic Psychology:


Fundamentals of Counseling and Psychotherapy. Fourt Edition.
New Jersey: Prentice-Hall
Gladding, S. T. 2012. Konseling: Profesi yang Menyeluruh (Alih bahasa:
P.M. Winarno dan Lilian Yuwono). Jakarta: PT Indeks
Mappiare, A. AT. 1996. Pengantar konseling dan psikoterapi. Jakarta :PT.
Raja Garafindo Persada.

13

Vous aimerez peut-être aussi