Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Salat merupakan ibadah umat islam yang sifatnya wajib dan tidak dapat dilakukan
dalam sembarang waktuPenentuan waktu salat bisa melalui pengamatan secara langsung
terhadap posisi matahari apabila cuaca cerah dan mendukung. Namun apabila pengamatan
tersebut tidak dapat dilakukan karena cuaca yang tidak mendukung seperti hujan maka cara
Di setiap daerah tentu waktu shalatnya juga beda, hal tersebut di karenakan Ketinggian
tempat di suatu wilayah mengakibatkan perbedaan masuknya waktu salat dengan tempat lain
serta deklinasi matahari pada bulan Juni mengakibatkan waktu siang lebih pendek dari
malamnya.1 Karena perbedaan setiap wilayah tentu harus ada yang menjadi patokan dalam
menentukan waktu shalat, Penentuan waktu salat berdasarkan pada pergerakan matahari dan
menggunakan rumus-rumus perhitungan berdasar dari ilmu astronomi bola. Untuk itulah kita
akan membahas dalam makalah ini tentang penentuan waktu shalat dengan perhitungan
astronomi bola.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang pengertian waktu shalat ?
Manfaat Penulisan
1. Agar dapat mengetahui pengertian waktu shalat
1
Hambali, S, Ilmu Falak I Penentuan Awal Waktu Salat & Arah Kiblat Seluruh Dunia. Semarang:
Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011.
Argumentasi para tokoh mengenai pengertian waktu shalat
Shalat menurut bahasa berarti do’a2 sebagaimana di Firmankan oleh Allah Swt. dalam
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Shalat juga mempunyai arti rahmat, dan juga mempunyai arti memohon ampunan. Slamet
Hambali menyatakn bahwa yang dimaksud waktu shalat dalam pengertian hisab ialah awal
Menurut Taqiyuddin Abi Bakar Muhammad Husain (sebagaimana dikutip oleh Izzuddin)
bahwa pengertian shalat menurut Istilah yaitu suatu ibadah yang mengandung ucapan dan
perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan syarat-
syarat tertentu.4
shalat di sini adalah sebagaimana yang biasa diketahui oleh masyarakat, yaitu waktu-waktu
shalat lima waktu, yakni dhuhur, ashar, maghrib, isya’, dan subuh ditambah waktu imsak, terbit
2
1Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya,
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012, h. 77
3
Slamet Hambali, , Ilmu Falak, Penentuan Awal Waktu Shalat dan Arah
Kiblat Seluruh Dunia, Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011, h. 107.
4
Izzuddin, 2012, Ilmu...., h. 77.
5
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Perhitungan Arah
Kiblat, Waktu Shalat, Awal Bulan dan Gerhana, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004, h. 57.t
PEMBAHASAN
waktu shalat, adalah waktu-waktu ibadah shalat lima waktu (Dhuhur, Ashar, Maghrib,
Isya, dan Subuh) ditambah dengan Imsak, terbit matahari, dan waktu Dhuha6. Secara teoritis
waktu salat telah ditentukan al-Quran dan Sunnah melalui fenomena pergerakan matahari. Pada
masa Nabi saw, penentuan waktu salat dikaitkan dengan fenomena astronomis saat itu
(khususnya posisi matahari), hal ini dipahami dari penjelasan hadis dari Abdullah bin Amar
sallam berkata, “Waktu shalat Zhuhur jika matahari sudah tergelincir ke barat ketika itu
panjang bayangan sama dengan tinggi seseorang, selama belum masuk shalat ‘Ashar. Waktu
shalat ‘Ashar adalah selama matahari belum menguning. Waktu shalat Maghrib adalah
selama belum hilang cahaya merah pada ufuk barat. Waktu shalat Isya adalah sampai
pertengahan malam. Waktu shalat Shubuh adalah dari terbit fajar selama belum terbit
matahari.” 7
Menurut Syari’at Waktu Shalat Dhuhur adalah apabila posisi matahri tergelincir,
sedang waktu shalat Ashar apabila bayang-bayang suatu benda sama panjang dengan
bendanya. Sementara Waktu shalat Magrib, adalah ketika matahari telah terbenam sampai
6
Mushlihin, Pengertian Waktu Shalat, referensimaklah.com, 2013
7
HR. Muslim, no. 612
megah merah belum hilang. Adapun waktu shalat Isya, yakni mulai ketika hilang megah merah
sampai terbit fajar, dan untuk waktu shalat Subuh, adalah apabila terbit fajar.
Secara astronomis Awal waktu Zuhur dirumuskan sejak seluruh bundaran matahari
meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2 derajat setelah lewat tengah hari. Awal
waktu Ashar dinyatakan sebagai keadaan tinggi matahari sama dengan jarak zenith titik pusat
matahari pada waktu berkulminasi ditambah bilangan satu. Awal waktu maghrib yaitu ketika
seluruh piringan matahari tidak kelihatan oleh pengamat. Tinggi matahari saat itu adalah 1 di
bawah ufuq. Awal waktu Isya yaitu ketika berakhirnya cahaya senja (twilight). Tinggi matahari
saat itu adalah 18 di bawah ufuq. Awal waktu subuh ketikafajar shadiq atau awal astronomical
twilight (fajar astronomi). Tinggi matahari saat itu adalah 20 di bawah ufuq. Dengan demikian
bahwa ilmu astronomi berusaha menjawab persoalan-persoalan yang teradapat dalam agama
dalam menentukan waktu salat. Penentuan awal waktu salat di, dapat dihitung secara
astronomis, tanpa melihat fenomena gerakan matahari lagi. Artinya, umat Islam tidak lagi
melaksanakan salat dengan bersusah payah melihat saat matahari tergelincir, melihat
panjang bayangan suatu benda, melihat matahari terbit dan terbenam, ataupun melihat
hilangnya mega merah, tetapi dapat langsung melihat waktu salat berdasarkan hasil hisab.
Waktu salat yang selama ini menjadi acuan umat Islam Indonesia, disamping didasarkan pada
petunjuk syar,i, dikaitkan juga dengan posisi matahari pada bola langit.8
8
Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 46.
Awal waktu shalat terkait dengan kedudukan matahari, dapat diukur dengan sudut
ketinggian (altitude angle) atau dengan sudut datang sinar matahari (angle of incidence).
Sudut datang sinar matahari pada suatu bidang ialah sudut antara sinar matahati dengan normal
bidang tersebut. Berawal dari sudut datang sinar matahari inilah penentuan awal waktu shalat
dikaji dalam perspektif sains. Objeknya adalah matahari,ketika sinar matahari datang, yang
membentuk sudut dengan bidang kolektor beserta keadaan fisis yang ditimbulkan.
Penentuan awal waktu shalatlima waktu telah ditegaskan di dalam Qs. Al-Baqarah (2):
43, Qs. An-Nisa (4): 103, Qs. Hud (11): 114, Qs. Al-Isra (17): 78, dan Qs. Thaha (20): 130,
serta hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah ibn Amr r.a.
Berdasarkan ayat al-Qur’an dan hadits di atas bahwa masuknya waktu shalat lima waktu
dibatasi oleh waktu yang didasarkan pada perjalanan matahari dalam sehari semalam.
Berdasarkan landasan normatif di atas dapat disimpulkan bahwa waktu pelaksanaan shalat
yang lima sangat berkaitan dengan fenomena alam, yakni perjalanan matahari harian dari timur
ke barat. Dalam hal ini Al-Juzairi sebagaimana dikutip oleh Maskufa menyebutkan bahwa
ada lima cara untuk mengetahui waktu-waktu shalat yang lima yaitu:
a. Berdasarkan informasi dari ahli Falak yang dipercaya dan ditetapkan berdasarkan
9
Maskufah, Ilmu falak, 2013, h. 8
Kedudukan Matahari Pada Awal Waktu Shalat
Matahari merupakan suatu bintang tipikal yang memancarkan cahaya sendiri. Para ahli
falak memperkirakan umur matahari sekitar 4 1 /2 miliar tahun.12 Matahari juga bintang yang
memiliki garis tengah 1,392 juta km dengan massa 1.990 triliun ton. Sebagai benda langit,
Mataharipun berotasi, periode rotasi Matahari tidak akan sama di setiap titiknya, di
khatulistiwa periodenya 25,4 hari, sedangkan di kutub 36 hari. Secara fisik, Matahari adalah
plasma yang tersusun dari 75% hidrogen, 24% helium, dan 1% unsur-unsur lainnya10
Peranan matahari sangat dihargai dalam Islam, disamping menjadi sumber energi, matahari
juga dijadikan patokan dalam penentuan waktu. Terlebih lagi waktu salat ditentukan
berdasarkan posisi matahari dan secara kasat mata bergantung pada bayang-bayang benda yang
tersinari matahari. Sebagaimana firman Allah S.W.T. dalam surat Al isra’ ayat 78:
Artinya: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari terhelincir sampai gelap malam
(dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”
Ayat ini menjelaskan bahwa salat yang lima itu dimulai saat tergelincirnya matahari untuk
waktu salat Zuhur dan Asar, sampai gelap malam untuk waktu salat magrib dan isya hingga
Terbit, tergelincir dan terbenamnya matahari adalah peristiwa yang sangat penting
untuk menentukan waktu salat. Kesalahan dalam menghitung kapan tergelincirnya matahari
membuat semua waktu shalat yang telah diperhitungkan juga menjadi keliru. Maka dari itu
dibutuhkan pengamatan yang cermat untuk menentukan waktu shalat yang baik.
10
Muh. Ma’rufin Sudibyo, Ensiklopedia Fenomena Alam Dalam Al-Qur’an (Solo: Tinta Medina,
2012). Hlm 219-228.
11
Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak, 1 ed. (Jakarta: kencana, 2015), Hlm 42
Al-Qur’an secara umum menegaskan bahwa shalat adalah kewajiban bagi orang
dengan ketentuan waktu-waktu shalat telah dirinci oleh hadits nabi Saw. Perincian tersebut
- Waktu shalat Subuh, adalah mulai terbit fajar sampai selama matahari belum terbit.12
Setelah posisi matahari diketahui baru diklaborasikan dengan waktu pertengahan yang
bisa dipedomani dengan mudah oleh manusia dengan disimpan di arloji yang biasa kita pakai
sekarang. Kedudukan matahari pada setiap awal waktu shalat dalam ilmu falak adalah sebagai
berikut:
3. Awal waktu Magrib : -01 derajat dibawah ufuk barat atau 91 derajat dari garis meridian.
4. Awal waktu Isya : -18 derajat di bawah ufuk barat atau 108 derajat dari garis meridian.
5. Awal waktu Subuh : -20 derajat di bawah ufuk timur atau 110 derajat dari garis
meridian.
12
Alimuddin, 2012, Perspektif Syar’i danSains Awal Waktu Shalat, Jurnal Al-Daulah Volume 1
Nomor 1, h. 125-126.
Semua rumus di atas berguna untuk menentukan kedudukan matahari pada awal waktu
Salat. Artinya, untuk mengetahui masuknya waktu Salat tidak hanya menyaksikan tanda-tanda
Menurut Syari’at Waktu Shalat Dhuhur adalah apabila posisi matahri tergelincir,
sedang waktu shalat Ashar apabila bayang-bayang suatu benda sama panjang dengan
bendanya. Sementara Waktu shalat Magrib, adalah ketika matahari telah terbenam sampai
megah merah belum hilang. Adapun waktu shalat Isya, yakni mulai ketika hilang megah merah
sampai terbit fajar, dan untuk waktu shalat Subuh, adalah apabila terbit fajar.
Secara astronomis Awal waktu Zuhur dirumuskan sejak seluruh bundaran matahari
meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2 setelah lewat tengah hari. Awal waktu
Ashar dinyatakan sebagai keadaan tinggi matahari sama dengan jarak zenith titik pusat
matahari pada waktu berkulminasi ditambah bilangan satu. Awal waktu maghrib yaitu ketika
seluruh piringan matahari tidak kelihatan oleh pengamat. Tinggi matahari saat itu adalah 1 di
bawah ufuq. Awal waktu Isya yaitu ketika berakhirnya cahaya senja (twilight). Tinggi matahari
saat itu adalah 18 di bawah ufuq. Awal waktu subuh ketikafajar shadiq atau awal astronomical
twilight (fajar astronomi). Tinggi matahari saat itu adalah 20 di bawah ufuq. Dengan demikian
bahwa ilmu astronomi berusaha menjawab persoalan-persoalan yang teradapat dalam agama
1. Salat Zuhur sejak tergelincirnya Matahari sampai bayang-bayang suatu benda sama
panjang dengan bnda tersebut. Atau dalam ilmu falak awal waktu Zuhur adalah 0 atau
2. Salat Asar dimulai sejak bayang-bayang suatu benda lebih panjang sedikit dari
bendanya sampai piringani atas Matahari terbenam sempurna. Dalam ilmu falak awal
merah sampai hilang mega merah. Dan dalam ilmu falak awal waktu Magrib adalah -
4. Salat Isya dimulai setelah hilang mega merah sampai terbit fajar kedua atau fajar Sadiq.
Menurut ilmu falak awal waktu Isya adalah -18 di bawah ufuk barat atau 108 dari
garis meridian.
5. Salat Subuh dimulai saat terbit fajar kedua sampai terbit piringan atas Matahari. Dalam
ilmu falak awal waktu Subuh adalah -20 derajat di bawah ufuk timur atau 110 dari
garis meridian.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya,
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012, h. 77
Alimuddin, 2012, Perspektif Syar’i danSains Awal Waktu Shalat, Jurnal Al-Daulah Volume 1 Nomor 1,
h. 125-126.
Hambali, S, Ilmu Falak I Penentuan Awal Waktu Salat & Arah Kiblat Seluruh Dunia. Semarang:
Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011.
Kiblat Seluruh Dunia, Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011, h. 107.
Kiblat, Waktu Shalat, Awal Bulan dan Gerhana, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004, h. 57.
Muh. Ma’rufin Sudibyo, Ensiklopedia Fenomena Alam Dalam Al-Qur’an (Solo: Tinta Medina, 2012).
Hlm 219-228.
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Perhitungan Arah
Slamet Hambali, , Ilmu Falak, Penentuan Awal Waktu Shalat dan Arah
Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 46.
Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak, 1 ed. (Jakarta: kencana, 2015), Hlm 42