Vous êtes sur la page 1sur 12

MAKALAH

Penentuan Waktu Shalat Berdasar Astronomi bola

Dosen Pengampuh: Muh Rasywan Syarif,S.HI.,MSI

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7


-NURULLAILIL GARRAI SY (10900122059)
-NURUL FADILLA (10900122058)
-MUHAMMAD HARIADI (10900122061)
- HASPIRAH (10900122062)

JURUSAN ILMU FALAK-B


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2023
PENDAHULUAN

Salat merupakan ibadah umat islam yang sifatnya wajib dan tidak dapat dilakukan

dalam sembarang waktuPenentuan waktu salat bisa melalui pengamatan secara langsung

terhadap posisi matahari apabila cuaca cerah dan mendukung. Namun apabila pengamatan

tersebut tidak dapat dilakukan karena cuaca yang tidak mendukung seperti hujan maka cara

yang digunakan adalah dengan menggunakan fungsi trigonometri segitiga bola.

Di setiap daerah tentu waktu shalatnya juga beda, hal tersebut di karenakan Ketinggian

tempat di suatu wilayah mengakibatkan perbedaan masuknya waktu salat dengan tempat lain

serta deklinasi matahari pada bulan Juni mengakibatkan waktu siang lebih pendek dari

malamnya.1 Karena perbedaan setiap wilayah tentu harus ada yang menjadi patokan dalam

menentukan waktu shalat, Penentuan waktu salat berdasarkan pada pergerakan matahari dan

menggunakan rumus-rumus perhitungan berdasar dari ilmu astronomi bola. Untuk itulah kita

akan membahas dalam makalah ini tentang penentuan waktu shalat dengan perhitungan

astronomi bola.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang pengertian waktu shalat ?

2. bagaimana cara mengetahui dan menentukan waktu shalat ?

Manfaat Penulisan
1. Agar dapat mengetahui pengertian waktu shalat

2. dapat memahami cara menentukan waktu shalat

1
Hambali, S, Ilmu Falak I Penentuan Awal Waktu Salat & Arah Kiblat Seluruh Dunia. Semarang:
Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011.
Argumentasi para tokoh mengenai pengertian waktu shalat
Shalat menurut bahasa berarti do’a2 sebagaimana di Firmankan oleh Allah Swt. dalam

Qs. At-Taubah [9]: 103 sebagai berikut:

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan

dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)

ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Shalat juga mempunyai arti rahmat, dan juga mempunyai arti memohon ampunan. Slamet

Hambali menyatakn bahwa yang dimaksud waktu shalat dalam pengertian hisab ialah awal

masuknya waktu shalat3

Menurut Taqiyuddin Abi Bakar Muhammad Husain (sebagaimana dikutip oleh Izzuddin)

bahwa pengertian shalat menurut Istilah yaitu suatu ibadah yang mengandung ucapan dan

perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan syarat-

syarat tertentu.4

Muyiddin Khazin berpendapat bahwa yang dimaksud dengan waktu-waktu

shalat di sini adalah sebagaimana yang biasa diketahui oleh masyarakat, yaitu waktu-waktu

shalat lima waktu, yakni dhuhur, ashar, maghrib, isya’, dan subuh ditambah waktu imsak, terbit

matahari, dan waktu dluha.5

2
1Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya,
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012, h. 77
3
Slamet Hambali, , Ilmu Falak, Penentuan Awal Waktu Shalat dan Arah
Kiblat Seluruh Dunia, Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011, h. 107.
4
Izzuddin, 2012, Ilmu...., h. 77.
5
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Perhitungan Arah
Kiblat, Waktu Shalat, Awal Bulan dan Gerhana, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004, h. 57.t
PEMBAHASAN

waktu shalat, adalah waktu-waktu ibadah shalat lima waktu (Dhuhur, Ashar, Maghrib,

Isya, dan Subuh) ditambah dengan Imsak, terbit matahari, dan waktu Dhuha6. Secara teoritis

waktu salat telah ditentukan al-Quran dan Sunnah melalui fenomena pergerakan matahari. Pada

masa Nabi saw, penentuan waktu salat dikaitkan dengan fenomena astronomis saat itu

(khususnya posisi matahari), hal ini dipahami dari penjelasan hadis dari Abdullah bin Amar

yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam berkata, “Waktu shalat Zhuhur jika matahari sudah tergelincir ke barat ketika itu

panjang bayangan sama dengan tinggi seseorang, selama belum masuk shalat ‘Ashar. Waktu

shalat ‘Ashar adalah selama matahari belum menguning. Waktu shalat Maghrib adalah

selama belum hilang cahaya merah pada ufuk barat. Waktu shalat Isya adalah sampai

pertengahan malam. Waktu shalat Shubuh adalah dari terbit fajar selama belum terbit

matahari.” 7

Waktu Shalat dalam prespektif syariat dan sains (Astronomi)

Menurut Syari’at Waktu Shalat Dhuhur adalah apabila posisi matahri tergelincir,

sedang waktu shalat Ashar apabila bayang-bayang suatu benda sama panjang dengan

bendanya. Sementara Waktu shalat Magrib, adalah ketika matahari telah terbenam sampai

6
Mushlihin, Pengertian Waktu Shalat, referensimaklah.com, 2013

7
HR. Muslim, no. 612
megah merah belum hilang. Adapun waktu shalat Isya, yakni mulai ketika hilang megah merah

sampai terbit fajar, dan untuk waktu shalat Subuh, adalah apabila terbit fajar.

Secara astronomis Awal waktu Zuhur dirumuskan sejak seluruh bundaran matahari

meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2 derajat setelah lewat tengah hari. Awal

waktu Ashar dinyatakan sebagai keadaan tinggi matahari sama dengan jarak zenith titik pusat

matahari pada waktu berkulminasi ditambah bilangan satu. Awal waktu maghrib yaitu ketika

seluruh piringan matahari tidak kelihatan oleh pengamat. Tinggi matahari saat itu adalah 1 di

bawah ufuq. Awal waktu Isya yaitu ketika berakhirnya cahaya senja (twilight). Tinggi matahari

saat itu adalah 18 di bawah ufuq. Awal waktu subuh ketikafajar shadiq atau awal astronomical

twilight (fajar astronomi). Tinggi matahari saat itu adalah 20 di bawah ufuq. Dengan demikian

bahwa ilmu astronomi berusaha menjawab persoalan-persoalan yang teradapat dalam agama

berkaitan dengan awal waktu shalat.

Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kontribusi

dalam menentukan waktu salat. Penentuan awal waktu salat di, dapat dihitung secara

astronomis, tanpa melihat fenomena gerakan matahari lagi. Artinya, umat Islam tidak lagi

melaksanakan salat dengan bersusah payah melihat saat matahari tergelincir, melihat

panjang bayangan suatu benda, melihat matahari terbit dan terbenam, ataupun melihat

hilangnya mega merah, tetapi dapat langsung melihat waktu salat berdasarkan hasil hisab.

Waktu salat yang selama ini menjadi acuan umat Islam Indonesia, disamping didasarkan pada

petunjuk syar,i, dikaitkan juga dengan posisi matahari pada bola langit.8

8
Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 46.
Awal waktu shalat terkait dengan kedudukan matahari, dapat diukur dengan sudut

ketinggian (altitude angle) atau dengan sudut datang sinar matahari (angle of incidence).

Sudut datang sinar matahari pada suatu bidang ialah sudut antara sinar matahati dengan normal

bidang tersebut. Berawal dari sudut datang sinar matahari inilah penentuan awal waktu shalat

dikaji dalam perspektif sains. Objeknya adalah matahari,ketika sinar matahari datang, yang

membentuk sudut dengan bidang kolektor beserta keadaan fisis yang ditimbulkan.

Penentuan awal waktu shalatlima waktu telah ditegaskan di dalam Qs. Al-Baqarah (2):

43, Qs. An-Nisa (4): 103, Qs. Hud (11): 114, Qs. Al-Isra (17): 78, dan Qs. Thaha (20): 130,

serta hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah ibn Amr r.a.

Berdasarkan ayat al-Qur’an dan hadits di atas bahwa masuknya waktu shalat lima waktu

dibatasi oleh waktu yang didasarkan pada perjalanan matahari dalam sehari semalam.

Berdasarkan landasan normatif di atas dapat disimpulkan bahwa waktu pelaksanaan shalat

yang lima sangat berkaitan dengan fenomena alam, yakni perjalanan matahari harian dari timur

ke barat. Dalam hal ini Al-Juzairi sebagaimana dikutip oleh Maskufa menyebutkan bahwa

ada lima cara untuk mengetahui waktu-waktu shalat yang lima yaitu:

a. Berdasarkan informasi dari ahli Falak yang dipercaya dan ditetapkan berdasarkan

perhitungan atau hisab yang shahih.

b. Tergelincirnya matahari, bayangan yang terjadi setelah

zawal sebagai tanda masuknya waktu dzuhur kemudian ashar.

c. Terbenamnya matahari sebagai tanda masuknya waktu maghrib.

d. Hilangnya syafaq merah sebagai tanda masuknya waktu Isya.

e. Putih-putih yang nampak di ufuk sebagai tanda masuknya waktu subuh.9

9
Maskufah, Ilmu falak, 2013, h. 8
Kedudukan Matahari Pada Awal Waktu Shalat

Matahari merupakan suatu bintang tipikal yang memancarkan cahaya sendiri. Para ahli

falak memperkirakan umur matahari sekitar 4 1 /2 miliar tahun.12 Matahari juga bintang yang

memiliki garis tengah 1,392 juta km dengan massa 1.990 triliun ton. Sebagai benda langit,

Mataharipun berotasi, periode rotasi Matahari tidak akan sama di setiap titiknya, di

khatulistiwa periodenya 25,4 hari, sedangkan di kutub 36 hari. Secara fisik, Matahari adalah

plasma yang tersusun dari 75% hidrogen, 24% helium, dan 1% unsur-unsur lainnya10

Peranan matahari sangat dihargai dalam Islam, disamping menjadi sumber energi, matahari

juga dijadikan patokan dalam penentuan waktu. Terlebih lagi waktu salat ditentukan

berdasarkan posisi matahari dan secara kasat mata bergantung pada bayang-bayang benda yang

tersinari matahari. Sebagaimana firman Allah S.W.T. dalam surat Al isra’ ayat 78:

Artinya: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari terhelincir sampai gelap malam

(dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”

Ayat ini menjelaskan bahwa salat yang lima itu dimulai saat tergelincirnya matahari untuk

waktu salat Zuhur dan Asar, sampai gelap malam untuk waktu salat magrib dan isya hingga

waktu subuh saat fajar.11

Terbit, tergelincir dan terbenamnya matahari adalah peristiwa yang sangat penting

untuk menentukan waktu salat. Kesalahan dalam menghitung kapan tergelincirnya matahari

membuat semua waktu shalat yang telah diperhitungkan juga menjadi keliru. Maka dari itu

dibutuhkan pengamatan yang cermat untuk menentukan waktu shalat yang baik.

10
Muh. Ma’rufin Sudibyo, Ensiklopedia Fenomena Alam Dalam Al-Qur’an (Solo: Tinta Medina,
2012). Hlm 219-228.
11
Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak, 1 ed. (Jakarta: kencana, 2015), Hlm 42
Al-Qur’an secara umum menegaskan bahwa shalat adalah kewajiban bagi orang

mukmin yang telah ditentukan waktunya. Keumuman ayat al-Qur-an berkaitan

dengan ketentuan waktu-waktu shalat telah dirinci oleh hadits nabi Saw. Perincian tersebut

dapat dipahami sebagai berikut:

- Waktu Shalat Dhuhur, adalah apabila tergelincir matahari sampai bayang-bayang

seseorang sama panjangnya.

- Waktu shalat Ashar, adalah selama matahari belum menguning.

- Waktu shalat Magrib, adalah selama mega merah belum hilang.

- Waktu shalat Isya, adalah sampai tengah malam yang pertengahan.

- Waktu shalat Subuh, adalah mulai terbit fajar sampai selama matahari belum terbit.12

Setelah posisi matahari diketahui baru diklaborasikan dengan waktu pertengahan yang

bisa dipedomani dengan mudah oleh manusia dengan disimpan di arloji yang biasa kita pakai

sekarang. Kedudukan matahari pada setiap awal waktu shalat dalam ilmu falak adalah sebagai

berikut:

1. Awal waktu Zuhur : 0 derajat atau tepat digaris meridian langit.

2. Awala waktu Ashar : 51 derajat dihitung dari garis meridian langit.

3. Awal waktu Magrib : -01 derajat dibawah ufuk barat atau 91 derajat dari garis meridian.

4. Awal waktu Isya : -18 derajat di bawah ufuk barat atau 108 derajat dari garis meridian.

5. Awal waktu Subuh : -20 derajat di bawah ufuk timur atau 110 derajat dari garis

meridian.

12
Alimuddin, 2012, Perspektif Syar’i danSains Awal Waktu Shalat, Jurnal Al-Daulah Volume 1
Nomor 1, h. 125-126.
Semua rumus di atas berguna untuk menentukan kedudukan matahari pada awal waktu

Salat. Artinya, untuk mengetahui masuknya waktu Salat tidak hanya menyaksikan tanda-tanda

alam yang dipengaruhi oleh matahari atau fenomena matahari.


PENUTUP
Kesimpulan

Menurut Syari’at Waktu Shalat Dhuhur adalah apabila posisi matahri tergelincir,

sedang waktu shalat Ashar apabila bayang-bayang suatu benda sama panjang dengan

bendanya. Sementara Waktu shalat Magrib, adalah ketika matahari telah terbenam sampai

megah merah belum hilang. Adapun waktu shalat Isya, yakni mulai ketika hilang megah merah

sampai terbit fajar, dan untuk waktu shalat Subuh, adalah apabila terbit fajar.

Secara astronomis Awal waktu Zuhur dirumuskan sejak seluruh bundaran matahari

meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2 setelah lewat tengah hari. Awal waktu

Ashar dinyatakan sebagai keadaan tinggi matahari sama dengan jarak zenith titik pusat

matahari pada waktu berkulminasi ditambah bilangan satu. Awal waktu maghrib yaitu ketika

seluruh piringan matahari tidak kelihatan oleh pengamat. Tinggi matahari saat itu adalah 1 di

bawah ufuq. Awal waktu Isya yaitu ketika berakhirnya cahaya senja (twilight). Tinggi matahari

saat itu adalah 18 di bawah ufuq. Awal waktu subuh ketikafajar shadiq atau awal astronomical

twilight (fajar astronomi). Tinggi matahari saat itu adalah 20 di bawah ufuq. Dengan demikian

bahwa ilmu astronomi berusaha menjawab persoalan-persoalan yang teradapat dalam agama

berkaitan dengan awal waktu shalat.

maka penulis berkesimpulan bahwa:

1. Salat Zuhur sejak tergelincirnya Matahari sampai bayang-bayang suatu benda sama

panjang dengan bnda tersebut. Atau dalam ilmu falak awal waktu Zuhur adalah 0 atau

tepat digaris meridian langit di suatu tempat.

2. Salat Asar dimulai sejak bayang-bayang suatu benda lebih panjang sedikit dari

bendanya sampai piringani atas Matahari terbenam sempurna. Dalam ilmu falak awal

waktu Ahar adalah 51 dihitung dari garis meridian langit.


3. Salat Magrib dimulai saat sempurna terbenamnya Matahari dan munculnya mega

merah sampai hilang mega merah. Dan dalam ilmu falak awal waktu Magrib adalah -

01 dibawah ufuk barat atau 91 dari garis meridian.

4. Salat Isya dimulai setelah hilang mega merah sampai terbit fajar kedua atau fajar Sadiq.

Menurut ilmu falak awal waktu Isya adalah -18 di bawah ufuk barat atau 108 dari

garis meridian.

5. Salat Subuh dimulai saat terbit fajar kedua sampai terbit piringan atas Matahari. Dalam

ilmu falak awal waktu Subuh adalah -20 derajat di bawah ufuk timur atau 110 dari

garis meridian.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya,
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012, h. 77

Alimuddin, 2012, Perspektif Syar’i danSains Awal Waktu Shalat, Jurnal Al-Daulah Volume 1 Nomor 1,
h. 125-126.

Hambali, S, Ilmu Falak I Penentuan Awal Waktu Salat & Arah Kiblat Seluruh Dunia. Semarang:
Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011.

HR. Muslim, no. 612

Izzuddin, 2012, Ilmu...., h. 77.

Kiblat Seluruh Dunia, Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011, h. 107.

Kiblat, Waktu Shalat, Awal Bulan dan Gerhana, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004, h. 57.

Maskufah, Ilmu falak, 2013, h. 8

Muh. Ma’rufin Sudibyo, Ensiklopedia Fenomena Alam Dalam Al-Qur’an (Solo: Tinta Medina, 2012).
Hlm 219-228.

Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Perhitungan Arah

Mushlihin, Pengertian Waktu Shalat, referensimaklah.com, 2013

Slamet Hambali, , Ilmu Falak, Penentuan Awal Waktu Shalat dan Arah

Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 46.

Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak, 1 ed. (Jakarta: kencana, 2015), Hlm 42

Vous aimerez peut-être aussi