Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TES CFIT
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
3. Asniar (202139035)
Puji serta syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta Inayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan makalah kelomook ini tepat
pada waktunya. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Asesmen Teknik Tes.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Culture-Fair
Intelligence Test bagi para pembaca dan juga penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen
oengamouh Mata kuliah Asesmen Teknik Tes yang telah memberikan arahan serta bimbingannya dalam
proses penulisan makalah ini, serta penugasan makalah ini yang tentunya dapat menambah wawasan bagi
penulis dan pembaca. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat
dalam proses penulisan makalah ini. Terima kasih kepada pihak yang bersedia membagi .
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat menerima apabila adanya kritik dan saran yang membangun untuk mendukung makalah ini
agar menjadi lebih baik .
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………………………………..I
DAFTAR ISI…………..........…………………………………………………………………………….II
Bab 1 ………......………………………………………………………………………………........III
1.1.Latar blakang…………………………….…………………………………………………IV
1.2.Tujuan
penulisan…………………………………………………………………………………………………..V
Bab 2……………………………………………………………………………………………………..VII
Pembahasan……………………………………………………………………………………………VIII
2.1.Teori………………………………………………………………………………………………..IX
2.2.Sejarah……………………………………………………………………………………………..X
2.3.Skoring……………………………………………………………………………………………XI
2.4.Tujuan tes……………………………………………………………………………..XII2
2.5.Skala IQ……………………………………………………………………………..XIII
2.6.Interpretasi……………………………………………………………………………………...XIV
2.10.Waktu tes…………………………………………………………………………..XVIII
Bab 3 ………………………………………………………………………………………………XIX
Penutup ………………………………………………………………………………………………..XX
3.1.Kesimpulan…………………………………………………………………………………….XXI
3.2.Daftar pustaka……………………………………………………………………………XXII
BAB I
1.1. Latar Belakang
Latar Belakang Seperti upaya intelektual lainnya, tes psikologis bertumpu pada sejumlah asumsi.
Jika asumsi terpenuhi, tes dapat menghasilkan informasi yang berharga. Namun, ketika asumsi tidak
terpenuhi dan penguji tidak mengenali masalahnya, maka pengujian dapat terbukti tidak hanya tidak
membantu tetapi sebenarnya berbahaya. Satu masalah muncul ketika asumsi yang mendasari tes bias
secara budaya. Yang paling jelas, isi butir tes mungkin tidak cukup menangkap beberapa pengalaman
budaya. Misalnya, seseorang yang tumbuh di pertanian akan memiliki pengalaman yang berbeda dari
seseorang yang tumbuh di pusat kota, sehingga pertanyaan pengetahuan umum tertentu atau
pertanyaan reaksi psikologis dapat sesuai untuk satu kelompok tetapi sama sekali tidak sesuai untuk
kelompok lain. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah pengembangan dari apa
yang disebut tes bebas budaya. analisis yang lebih canggih dari masalah ini memperjelas bahwa beberapa
asumsi budaya menyusup ke dalam setiap ujian semacam itu. Misalnya, anak-anak di beberapa budaya
memiliki lebih banyak pengalaman dalam mengikuti tes (dan jenis tes tertentu). Jadi para peneliti
beralih untuk mencoba mengembangkan tes yang adil budaya (Friedman dan Schustack, 2015).
1.3.Manfaat
Untuk untuk mengukur intelegensi individu dalam suatu cara yang direncanakan untuk
mengurangi pengaruh kecakapan verbal, iklim budaya, dan tingkat pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
Tes kecerdasan Culture Fair Intelligence test (CFIT) adalah tes yang dirancang dengan
meminimalisir pengaruh kelancaran verbal, kondisi budaya dan tingkat pendidikan (Cattel & Cattel,
2006). Test kecerdasan Culture Fair ini berusaha menghindari unsur bahasa, kecepatan, dan isi yang
terikat budaya.Culture Fair Intelligence Test dimaksudkan untuk mengukur kemampuan umum (General
Ability) atau di sebut dengan G-Factor. Menurut teori kemampuan yang dikemukakan oleh Raymond B.
Cattell, Culture Fair Intelligence Test adalah untuk mengukur Fluid Ability seseorang.
2.1.Teori
Raymond B. Cattel dan Karen S. Cattel Menyusun tes CFIT (Culture Fair Intelligence Test) pada
tahun 1940. Kemudian pada tahun 1949 tes ini diterbitkan oleh IPAT (Institute of Personality and Ability
Testing. Dalam perkembangannya, tes ini mengalami beberapa kali revisi dan penelitian guna mengetahui
validitasnya.
Test Culture Fair Intelligence (CFIT) terdiri dari 3 (tiga) skala yang disusun dalam Form A dan
Form B secara paralel. Tes ini dibuat oleh Raymond B. Cattel dan A. Karen S. Cattel serta sejumlah staff
penelitian dari Institute of Personality and Ability Testing (IPAT) di Universitas Illinois, Champaign,
Amerika Serikat tahun 1949. Tes ini adalah bentuk skala 3 Form A dan B yang biasanya digunakan untuk
tes klasikal bagi subjek-subjek berusia 13 tahun sampai dengan dewasa.Culture Fair Intelligence Test
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan umum (General Ability) atau di sebut dengan G-Factor.
Menurut teori kemampuan yang dikemukakan oleh Raymond B. Cattell, Culture Fair Intelligence Test
adalah untuk mengukur Fluid Ability seseorang. Fluid Ability adalah kemampuan kognitif seseorang
yang bersifat herediter. Kemampuan kognitif yang Fluid ini di dalam perkembangan individu selanjutnya
mempengaruhi kemampuan kognitif lainnya yang disebut sebagai Cristalized Ability.
Cristalized Ability seseorang merupakan kemampuan kognitif yang diperoleh dalam interaksi
individu dengan lingkungan disekitarnya. Kemampuan kognitif seseorang tergantung dari sampai berapa
jauh keadaan Fluid Abilitynya dan bagaiamana perkembangan Cristalized Abilitynya.Atas dasar
pengertian ini, maka penggunaan Culture Fair Intelligence Test akan lebih lengkap apabila disertai pula
dengan penggunaan tes-tes intelegensi umum lainnya yang mengukur Cristalized Ability, misalnya tes
intelegensi umum 69 (TINTUM 69) atau Tintum bentuk A atau bentuk B.
2.2. Sejarah
Sejarah Sejarah Culture-Fair Scale dimulai dalam pekerjaan yang dilakukan oleh Cattell pada
akhir 1920-an, dipicu oleh penelitian ilmiah dari Charles Spearman dan yang lainnya ke dalam sifat dan
pengukuran kecerdasan yang akurat. Pada tahun 1930, pekerjaan tersebut menghasilkan publikasi skala
inteligen kelompok Cattell (Cattell group Intelligence scale). Lima tahun kemudian, banyak skala,
terutama yang dimaksudkan untuk digunakan anak-anak direvisi dan disusun kembali ke dalam bentuk
non-verbal dengan tujuan untuk mengurangi efek kefasihan verbal yang tidak diinginkan dan tidak
perlu dalam pengukuran kecerdasan murni. Penelitian dan penyempurnaan berlanjut dan pada tahun
1940, revisi lain dari tes tersebut muncul. Pada saat ini, item telah menjadi sepenuhnya perseptual
dan diatur ke dalam 6 subtes. Sebelum penerbitan edisi ini, empat item analisis berturut-turut dilakukan
pada sampel siswa SMA, mahasiswa, siswa kelas 7 dan 8 dan jurusan psikologi. Dari 158 item yang
dianalisis, 72 validitas dan reliabilitas yang memuaskan dipertahankan untuk versi yang diterbitkan.
Pada tahun 1949, Skala Culture-Fair mengalami revisi lain dan mengadopsi format yang telah
dipertahankan sejak saat itu, terdiri dari empat subtes (Seri, Klasifikasi, Matriks dan Kondisi) di masing-
masing dari dua tingkat kesulitan. CFIT dikembangkan untuk mengukur intelegensi individu dalam
suatu cara yang direncanakan untuk mengurangi pengaruh kecakapan verbal, iklim budaya, dan
tingkat pendidikan (Cattel, dalam Kumara, 1989). Alasannya yaitu perbedaan kebudayaan dapat
mempengaruhi performance test (hasil) sehingga dikembangkan tes yang adil budaya (culture fair)
antara lain CFIT. Test Culture Fair Intelligence (CFIT) terdiri dari 3 (tiga) skala yang disusun
dalam Form A dan Form B secara paralel. Tes ini dibuat oleh Raymond B. Cattel dan A. Karen S.
Cattel serta sejumlah staff penelitian dari Institute of Personality and Ability Testing (IPAT) di
Universitas Illinois, Champaign, Amerika Serikat tahun 1949. Tes ini adalah bentuk skala 3 Form A dan
B yang biasanya digunakan untuk tes klasikal bagi subjek-subjek berusia 13 tahun sampai dengan
dewasa. Culture Fair Intelligence Test dimaksudkan untuk mengukur kemampuan umum (General
Ability) atau di sebut dengan G-Factor. Menurut teori kemampuan yang dikemukakan oleh
Raymond B. Cattell, Culture Fair Intelligence Test adalah untuk mengukur Fluid Ability
seseorang. Fluid Ability adalah kemampuan kognitif seseorang yang bersifat herediter. Kemampuan
kognitif yang Fluid ini di dalam perkembangan individu selanjutnya mempengaruhi kemampuan
kognitif lainnya yang disebut sebagai Cristalized Ability. Cristalized Ability seseorang merupakan
kemampuan kognitif yang diperoleh dalam interaksi individu dengan lingkungan disekitarnya.
Kemampuan kognitif seseorang tergantung dari sampai berapa jauh keadaan Fluid Abilitynya dan
bagaiamana perkembangan Cristalized Abilitynya.Atas dasar pengertian ini, maka penggunaan Culture
Fair Intelligence Test akan lebih lengkap apabila disertai pula dengan penggunaan tes-tes intelegensi
umum lainnya yang mengukur Cristalized Ability, misalnya tes intelegensi umum 69 (TINTUM 69)
atau Tintum bentuk A atau bentuk B.
2.3. Skoring
Kasus teste berusia 14 tahun 5 bulan . di tes menggunakan cfit skala 3 A dengan hasil berikut :
HASIL TES
Subtest 1 8
Subtest 2 5
Subtest 3 10
Subtest 4 9
IQ 134
20 >39 >42 20
19 38 40-41 19
18 36-37 38-39 18
17 34-35 37 17
16 32-33 35-36 16
15 31 33-34 15
14 29-30 31-32 14
13 27-28 29-30 13
12 26 28 12
11 24-25 26-27 11
10 22-23 24-25 10
2.5.Skala IQ
a. Tes Stanford-Binet
Tes IQ Stanford-Binet didesain untuk memahami kemampuan siswa dan menganalisis kenapa
sebagian dari mereka cenderung tertinggal dari sebayanya. Berdasarkan versi tes edisi ke-5, kategori
rentang IQ adalah di bawah ini:
Donald Wechsler merancang tes IQ untuk orang dewasa pada tahun 1939 dengan skala Wechsler-
Bellevue Intelligence. Sejak itu, tes ini sudah diperbarui tiga kali.Tes ini pertama kali dirilis tahun 1955,
lalu direvisi pada 1981, dan ketiga pada 1997. Ketiganya sama-sama digunakan untuk mengukur IQ
orang dewasa umur 16 tahun ke atas.Kemudian, tes tersebut kembali direvisi dan hasilnya diterbitkan
tahun 2008. Berikut ini kategori terbaru hasil tes IQ versi Wechsler Intelligence Scales:
2.6. Interpretasi
Interpretasi dari kecelakaan CFIT ini adalah bahwa meskipun pesawat berada dalam kondisi
terkendali, namun pesawat tersebut mengalami tabrakan dengan permukaan tanah atau benda lainnya
karena pilot tidak dapat mengenali kondisi lingkungan sekitarnya dengan benar atau kurang
memperhatikan instrumen pesawat. Hal ini sering terjadi dalam kondisi cuaca buruk, atau ketika pesawat
terbang di wilayah yang tidak diketahui dengan baik.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan CFIT, para pilot harus selalu memperhatikan instrumen
pesawat, melatih kemampuan navigasi mereka, dan selalu memperhatikan kondisi cuaca sekitar. Selain
itu, teknologi terbaru dalam sistem navigasi dan alat bantu penerbangan juga dapat membantu
mengurangi risiko CFIT.
Test Culture Fair Intelligence (CFIT) terdiri dari 3 (tiga) skala yang disusun dalam Form A dan
Form B secara paralel. Tes ini dibuat oleh Raymond B. Cattel dan A. Karen S. Cattel serta sejumlah staff
penelitian dari Institute of Personality and Ability Testing (IPAT) di Universitas Illinois, Champaign,
Amerika Serikat tahun 1949. Tes ini adalah bentuk skala 3 Form A dan B yang biasanya digunakan untuk
tes klasikal bagi subjek-subjek berusia 13 tahun sampai dengan dewasa.
Cattell dan Cattell (1973) menyebutkan bahwa CFIT terdiri dari tiga jenis tes atau skala,
yaitu skala 1, skala 2, dan skala 3.
Skala 2 dipergunakan untuk mengukur inteligensi anak-anak yang berusia delapan sampai
dengan empat belas tahun dan orang dewasa yang memiliki kecerdasan normal. Pada skala 2
terdiri dari 2 formulir isian dengan masing-masing 4 sub-tes.
Skala 3 dipergunakan untuk mengukur inteligensi orang berusia empat belas tahun ke atas dan
orang dewasa yang memiliki taraf kecerdasan superior. Pada skala 3 terdiri dari 2 formulir isian
dengan masing-masing 4 sub-tes.
Waktu yang di tentukan untuk seluruh penyajian bentuk tes membutuhkan waktu sekitar 20 – 40 menit,
tergantung pada daya faham kelompok atau subjek. Setiap subtes memiliki waktu yang berbeda-beda,
yang diperhatikan oleh seorang tester.Instruksi Tes
Setiap sub-tes memiliki instruksi yang berbeda-beda. Masing-masing instruksi untuk tiap-tiap sub-
tes adalah sebagai berikut.
Sub-tes 1 – Series di sebelah atas, Anda akan menemukan sederet kotak yang berisi urutan gambar.
Namun, kotak terakhir belum ada isinya. Tugas Anda adalah mengisi kotak tersebut dengan gambar yang
sesuai, yang bisa dipilih dari enam pilihan jawaban yang tersedia, yaitu A, B, C, D, E, dan F. Perlu diingat
bahwa gambar-gambar pada soal memiliki pola tertentu sehingga untuk mengisinya, Anda perlu
mengetahui pola dari urutan gambar tersebut.
Sub-tes 2 - Clasification ,Pada setiap soal, Anda akan menemukan 5 buah gambar yang disusun
secara berdampingan. Telitilah gambar-gambar tersebut. Tugas Anda adalah menemukan 2 gambar yang
tepat yang memiliki karakteristik yang sama. 3 gambar lainnya berfungsi sebagai pengecoh, sehingga
berhatihatilah dalam menentukan pilihan.
Sub-tes 3 - Matrices ,Di bagian sebelah kiri, Anda akan menemukan sebuah kotak besar, yang di
dalamnya terdapat kotak-kotak kecil bergambar. Di dalam kotak besar terdapat kotak kecil bergambar
garis tebal miring. Perhatikan bahwa bagian sebelah kanan bawah masih kosong. Tugas Anda adalah
melengkapi bagian kosong tersebut dengan salah satu dari 5 pilihan jawaban di sebelah kanan (A, B, C,
D, E, dan F).
Sub-tes 4 - Topology ,Perhatikan contoh soal. Pada contoh nomor 1, terdapat kotak yang berisikan
gambar dan mempunyai titik hitam tebal. Tugas Anda adalah mencari gambar yang mempunyai titik
hitam, dimana titik hitam tersebut berada pada 2 gambar sekaligus.
a) Kelebihan utama dari tes ini adalah sebisa mungkin terbebas dari faktor budaya, sehingga
membuat tes ini dapat digunakan di negara atau daerah manapun. Tes ini dirancang agar
tidak terpengaruh oleh iklim, kemampuan verbal, budaya, hingga tingkat pendidikan
sekalipun
Tujuannya adalah untuk menghilangkan keuntungan, atau kerugian sosial atau budaya, yang
mungkin dimiliki seseorang karena pengasuhan mereka. Sebagian besar tes kecerdasan, terutama yang
memiliki unsur bahasa, memiliki komponen budaya di dalamnya. Beberapa tes adalah tes bebas
bahasa. Administrator tes menggunakan gerakan, demonstrasi, atau tanda untuk mendapatkan
tanggapan subjek.
12 Culture-fair test dikembangkan untuk mengurangi bias budaya. Ada dua jenis tes budaya yang
adil. Jenis pertama berisi item-item yang dianggap diketahui oleh individu dari semua latar
belakang sosial ekonomi dan etnis. Jenis tes budaya yang kedua tidak memiliki item verbal. Culture-
fair test adalah tes yang menggunakan kertas dan pensil serta non-verbal yang dapat diberikan
kepada pasien yang berusia empat tahun. Tes dapat diberikan kepada siapa saja, dari negara mana pun,
yang berbicara dalam bahasa apa pun. Tes budaya yang adil dapat membantu mengidentifikasi
pembelajaran atau masalah emosional. Pasien hanya membutuhkan kemampuan untuk mengenali
bentuk dan figur dan memahami hubungan masing-masing. Beberapa contoh tugas dalam tes mungkin
termasuk:
• menyelesaikan seri
• mengklasifikasikan
• memecahkan matriks
• mengevaluasi kondisi
b) Kekurangan
Namun, ada keraguan apakah tes apa pun dapat benar-benar tidak bias secara budaya atau
dapat dibuat benar-benar adil untuk semua orang yang terlepas dari budaya. 1. Culture-fair test adalah
abstraksi ideal yang tidak pernah tercapai di dunia nyata. Semua pengetahuan didasarkan pada
budaya dan diperoleh dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, sebuah tes tidak bisa bebas dari pengaruh
budaya tetapi hanya dapat mengandaikan pengalaman yang umum untuk budaya yang berbeda. Jadi,
seperti yang dicatat Scarr (1994),tidak ada yang namanya tes bebas budaya. 2. Tidak mungkin suatu ujian
berlaku adil bagi semua kelompok budaya. Tes yang meniadakan membaca mungkin adil secara budaya
dalam satu situasi, tes tanpa bahasa di situasi lain, tes kinerja di situasi ketiga dan seterusnya. 3. Makna
sebuah tes mungkin berbeda di antara kelompok budaya, yang akan mempengaruhi validitas
perbandingan. Misalnya, orang-orang yang dibesarkan di Barat mungkin mencari prinsip-prinsip
logis dalam tes Matriks sedangkan mereka yang dibesarkan di suku-suku Afrika mungkin
mendekatinya sebagai ukuran kemajuan estetika. 4. Setiap tes cenderung mendukung orang-orang dari
budaya di mana tes itu dikembangkan. Penggunaan kertas dan pensil belaka atau penyajian tugas-tugas
abstrak yang tidak memiliki signifikansi praktis langsung akan menguntungkan beberapa kelompok
budaya dan menghambat yang lain. Faktanya, tingkat pengenalan tertentu dengan simbol non-verbal
diperlukan agar subjek dapat mengerjakan tes ini dengan baik. 5. Konten non-verbal alih-alih verbal
digunakan sebagai indikator ukuran fungsi intelektual yang sama yang diukur dengan tes
kecerdasan verbal. Tapi ini dipertanyakan dengan dua alasan. Pertama, tidak dapat diasumsikan
bahwa tes non-verbal, betapapun serupa tampaknya mengukur konstruksi yang sama seperti yang
diukur dengan tes verbal. Kedua, semakin banyak bukti menunjukkan bahwa tes non-bahasa
mungkin lebih sarat budaya daripada tes bahasa karena simbol non-verbal yang berbeda mungkin
memiliki konotasi yang berbeda untuk budaya yang berbeda. 6. Sebuah tes dibangun seluruhnya dari
unsur-unsur yang sama-sama akrab di banyak budaya mungkin mengukur fungsi sepele dan memiliki
sedikit validitas teoritis dan praktis dalam budaya tertentu. Jika kecerdasan adalah kombinasi
kemampuan dalam budaya tertentu, menghilangkan perbedaan budaya dari tes kemungkinan akan
menghilangkan kecerdasan dari itu.
2.10.Waktu Tes
Secara keseluruhan penyajian tes ini membutuhkan waktu 12 menit 30 detik. Adapun rincian waktu
disetiap sub tesnya adala sebagai berikut:
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
CFIT dikembangkan untuk mengukur intelegensi individu dalam suatu cara yang
direncanakan untuk mengurangi pengaruh kecakapan verbal, iklim budaya, dan tingkat pendidikan
(Cattel, dalam Kumara, 1989). Alasannya yaitu perbedaan kebudayaan dapat mempengaruhi performance
test (hasil)
CFIT terdiri dari tiga jenis tes atau skala, yaitu skala 1, skala 2, dan skala 3. Skala CFIT 2
dan skala CFIT 3 memiliki bentuk pararelnya, yaitu form A dan form B. skala CFIT 3A dan 3B terdiri
dari empat subtes. Subtes-subtes tersebut yaitu series, classification, matrices, dan conditions atau
topology. Masing-masing tes harus dikerjakan dalam waktu yang telah ditetapkan. Cara pemberian
skor apabila jawaban yang benar diberi skor 1. Skor keseluruhan adalah jumlah skor subtes-
subtes; atau apabila menggunakan bentuk A dan B, skor subyek adalah total skor bentuk A plus
bentuk B. Kelebihannya Culture-fair test dirancang untuk sedapat mungkin bebas dari bias budaya,
sehingga tidak ada budaya yang memiliki keunggulan di atas yang lain. Tes ini dirancang untuk tidak
dipengaruhi oleh kemampuan verbal, iklim budaya, atau tingkat pendidikan. Namun, ada keraguan
apakah tes apa pun dapat benar-benar tidak bias secara budaya atau dapat dibuat benar-benar adil untuk
semua orang yang terlepas dari budaya
Daftar Pustaka
Friedman, Howard S & Schustack, Miriam W. (2016). Personality: Classical Theories and Modern
Research (6th ed). Pearson Education. Cattell, RS. 1973. Measuring Intelligence with the Culture
Fair Intelligence Test. Champaign, III : Institute for Personality and Ability Testing.
Adisubroto, D. 1984. Culture Fair Test. Informasi Tes. Halaman 67-69. Yogyakarta: Fakultas
Psikologi UGM.