Vous êtes sur la page 1sur 9

ORGANISASI PAPUA MERDEKA (OPM) DALAM PERSPEKTIF SUBJEK

HUKUM INTERNASIONAL

OLEH:
WIRINUS TABUNI
202302049

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS EKONOMI DAN SOSIAL
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2021
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan OPM dalam perspektif subjek

hukum internasional. Penelitian ini dilakukan dengan metode pengumpulan data (literature

research), untuk memperoleh data sekunder melalui Konvensi-konvensi Internasional, buku-

buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, maupun publikasi resmi. Hasil yang diperoleh dari

penelitian menunjukkan bahwa instrumen hukum internasional yang mengatur tentang kaum

pemberontak dalam subjek hukum

internasional adalah Konvensi Den Haag IV 1907 terkhusus dalam Pasal 1, 2, 3 tentang syarat-

syarat kaum pemberontak yang mendapatkan pengakuan internasional dan Konvensi Jenewa

1949, serta Protokol Tambahan II Konvensi Jenewa 1949 tentang perang dan pemberontakan,

namun berdasarkan instrument hukum internasional tersebut menyatakan bahwa Organisasi

Papua Merdeka (OPM) tidak termasuk sebagai subjek hukum internasional maupun sebagai

kaum pemberontak yang mendapatkan pengakuan internasional, karena OPM tidak memenuhi

kriteria-kriteria sebagai kaum pemberontak yang tertulis dalam Konvensi Den Haag IV 1907 dan

Konvensi Jenewa 1949. Berdasarkan hasil penelitian, dirumuskan bahwa diperlukan adanya

rezim hukum internasional yang memperjelas kriteria-kriteria kaum pemberontak untuk

mendapatkan pengakuan sebagai subjek hukum internasional karena hingga saat ini kriteria-

kriteria kaum pemberontak hanya dilihat dari segi politis saja. Diperlukannya Memorandum of

Understanding (MoU) karena adanya keinginan yang kuat dari OPM untuk memisahkan diri dari

NKRI, sehingga melalui MoU tersebut diharapkan dapat memberikan kesepahaman dan

kesepakatan serta memberikan solusi bagi kedua pihak.


Bab I: Pendahuluan

Latar Belakang Berdirinya OPM

Pada zaman kolonial, Papua atau pada waktu itu bernama Nugini Belanda, merupakan

salah satu daerah jajahan Belanda. Selama Perang Dunia, Nugini Belanda dan Papua Nugini

bergabung menjadi sekutu pasukan Amerika Serikat menolak penjajahan Jepang di area Pasifik.

Setelah Perang Dunia berakhir, barulah belanda mulai mengadakan sistem pendidikan di Papua

yang menciptakan elit-elit lokal. Belanda bermaksud menjadikan Papua sebagai daerah untuk

menampung Indo-Belanda yang tidak ingin pindah ke Belanda.

Seperti di Indonesia, dari kaum terpelajar Papua inilah terbangun ide dan konsep nasionalisme

Papua, yang merupakan akar dari lahir nya gerakan/organisasi yang memperjuangkan

kemerdekaan bagi rakyat Papua.

Dari sisi sosial, rakyat papua sendiri tidak pernah terlibat langsung dalam arus nasionalisme

Indonesia, baik dalam peristiwa proklamasi ataupun terlibat dalam pembentukan BPUPKI.

Disisi lain, Soekarno dan Muhammad Yamin sangat berkeinginan menjadikan Papua sebagai

bagian dari Indonesia, hal ini pernah ditentang oleh Bung Hatta, ia menyatakan bahwa Papua

merupakan bangsa sendiri, menurutnya Indonesia untuk beberapa dekade kedepan belum

siap untuk mengajari rakyat Papua. Namun dalam sidang BPUPKI suara Hatta menjadi

minoritas. Diputuskan bahwa wilayah Indonesia adalah bekas wilayah negara Hindia Belanda,

termasuk didalam nya Papua.

Setelah proklamasi kemerdekaan,1 Papua masih belum menjadi bagian dari Indonesia. Belanda

tidak mengakui klaim tersebut.

1Ibid.
3 Syamsuddin Haris, 1999, Indonesia Diambang Perpecahan, Erlangga, Jakarta, Hlm
Selama 11 tahun itu Indonesia telah mengusahakan penyelesaian bilateral dengan Belanda.

Namun, karena Belanda tak mengindahkannya, Indonesia membawa persoalan Irian Barat ke

forum PBB pada 1954, 1955, 1957, dan 1960. Namun selalu berakhir dengan tidak adanya kata

sepakat.

Akhirnya pada tahun 1961, Soekarno membentuk Tri Komando Rakyat alias Trikora.

Intinya, gagalkan pembentukan “negara boneka Papua” dan kibarkan Sang Merah Putih di Irian

Barat. Itu sekaligus penanda dimulainya kampanye militer merebut Irian Barat dari penguasaan

Belanda.

Konflik militer dalam skala besar nyaris pecah setelah RI mengerahkan pasukannya secara besar-

besaran (Operasi Jaya Wijaya) untuk menggempur pasukan Belanda.

Belanda bahkan membentuk pasukan sukarelawan lokal bernama Papua Volunteer Corps ( PVC)

yang sudah terlatih baik dan sempat bertempur melawan pasukan RI ketika melancarkan Operasi

Trikora.

Karena takut Indonesia jatuh ke tangan komunis, Penasihat Keamanan Nasional McGeorge

Bundy melobi Presiden A.S. John F. Kennedy untuk menegosiasikan transfer pemerintahan

Nugini Barat ke Indonesia.2

Perjanjian New York dirancang oleh Robert Kennedy dan ditandatangani oleh Belanda,

Indonesia, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan Agustus 1962.

2
4 Taufik Tuhana, 2001, Mengapa Papua Bergolak, Gama Global Media, Yogjakarta, Hlm.
33 5 M. Fathoni Hakim, 2010, “Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka; Suatu Studi
Kasus Tentang Integrasi Politik di Irian Jaya dari tahun 1964-1984”, Tesis, Pascasarjana Ilmu
Politik, Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 145
Ditetapkan bahwa Indonesia akan mengurus Papua secara administratif, yang dilanjutkan dengan

referendum yang dinamakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) untuk menentukan apakah

Papua bergabung dengan Indonesia atau menjadi negara Merdeka.

Akan tetapi sejak menjadi bagian NKRI, sebagian penduduk Papua merasa

kurang puas karena secara fakta mereka masih marginal dan miskin. Papua yang

luasnya empat kali lipat pulau Jawa dan memiliki sumber daya alam yang sangat

besar seharusnya mampu membuat rakyatnya hidup sejahtera. Kondisi kemiskinan

tersebut tampak pada terisolirnya kehidupan se kitar 74% penduduk Papua.

Tempat tinggal mereka tidak memiliki ak ses sarana transportasi ke pusat

pelayanan ekonomi, pemerintahan dan pelayanan sosial.

Ketidakpuasan secara ekonomis itulah, yang memunculkan semangat

untuk memerdekakan diri. Pemerintah Pusat dinilai gagal dalam membangun

kesejahteraan di Papua, apalagi denga n diadakannya Operasi Militer oleh

Pemerintah Pusat untuk mengatasi pemberontakan separatisme di Papua yang

dalam faktanya justru banyak menimbulkan pelanggaran HAM. Hal ini

memperkuat rakyat Papua berkeinginan untuk melepaskan diri dari NKRI.

Selain aspek ekonomis, separatisme di Papua di picu juga oleh konflik

yang berakar dari kekecewaan historis, peminggiran sosial budaya, nasionalisme

Papua dan diskriminasi politik dan hukum. Dalam perspektif kekecewaan historis,

Ferry Kareth mempersoalkan kea3bsahan Pepera. Ia berpendapat bahwa Pepera itu

tidak sah, sebab dilaksanakan di bawah tekanan.

3
Yan Pieter Rumbiak, Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua, Menyelesaikan Pelanggaran Hak
Asasi Manusia dan Membangun Nasionalisme Di Daerah Krisis Integrasi, Jakarta, Papua
International Education, 2005, h.36
Deklarasi Republik Papua Barat

Bulan Juli 1998, OPM mengibarkan bendera mereka di menara air kota Biak di pulau Biak.

Mereka menetap di sana selama beberapa hari sebelum militer Indonesia membubarkan

mereka. Filep Karma termasuk di antara orang-orang yang ditangkap. TNI-Polri dikerahkan

membubarkan massa pada 6 Juli 1998. Perserta aksi ditangkap, ditembaki dan disiksa. Bahkan

warga yang diduga tidak terlibat dalam agenda itu juga menjadi korban. "Mayat korban sebagian

besar hilang dan belum diketahui oleh keluarganya. Dan diperigati sebagai peristiwa biak

berdarah

Tanggal 24 Oktober 2011, Dominggus Oktavianus Awes, kepala polisi Mulia, ditembak oleh

orang tak dikenal di Bandara Mulia, Puncak Jaya. Kepolisian Indonesia menduga sang penembak

adalah anggota OPM. Rangkaian serangan terhadap polisi Indonesia memaksa mereka

menerjunkan lebih banyak personel di Papua.

Tanggal 8 April 2012, OPM menyerang sebuah pesawat sipil Trigana Air setelah mendarat yang

akan parkir di Bandara Mulia, Puncak Jaya, Papua. Lima militan bersenjata OPM tiba-tiba

melepaskan tembakan ke pesawat, sehingga pesawat kehilangan kendali dan menabrak sebuah

bangunan. Satu orang tewas, yaitu Leiron Kogoya, seorang jurnalis Papua Pos yang mengalami

luka tembak di leher. Pilot Beby Astek dan Kopilot Willy Resubun terluka akibat pecahan

peluru. Yanti Korwa, seorang ibu rumah tangga, terluka di lengan kanannya dan anaknya yang
4
berusia 4 tahun, Pako Korwa, terluka di tangan kirinya. Pasca-serangan, para militan mundur ke

hutan sekitar bandara. Semua korban adalah warga sipil.

4
George Junus Aditjonro, 2000, Cahaya Bintang Kejora: Papua dalam Kajian Sejarah,
Budaya, Ekonomi dan HAM, Elsham, Jakarta, Hlm. 35
7 John RG Djopari, 2003, Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka, Grasindo, Jakarta,
Hlm.1-2
8 Ibid.
9 Ibid.
Tanggal 1 Juli 2012, patroli keamanan rutin yang diserang OPM mengakibatkan seorang warga

sipil tewas. Korban adalah presiden desa setempat yang ditembak di bagian kepala dan perut.

Seorang anggota TNI terluka oleh pecahan kaca.

Tanggal 9 Juli 2012, tiga orang diserang dan tewas di Paniai, Papua. Salah satu korban adalah

anggota TNI. Dua lainnya adalah warga sipil, termasuk bocah berusia 8 tahun. Bocah tersebut

ditemukan dengan luka tusuk di bagian dada.

Konflik Nduga, 263 Orang Tewas sejak 2018, Kebanyakan karena Kelaparan Mengungsi

ke Hutan. JAYAPURA, KOMPAS.com - Sebanyak 263 warga sipil tewas dalam konflik sosial

di Nduga, Papua, sejak 2 Desember 2018 hingga 18 Juli 2020.

1 Desember 2018, Sebanyak 31 pekerja jembatan di Jalan Trans Papua di Kabupaten Nduga

dibunuh kelompok kriminal bersenjata bagian dari faksi militer OPM. Pembunuhan itu dilakukan

pada hari Papua Merdeka.

Sejak awal 2021 setidaknya telah terjadi lima kali konflik antara KKB dan aparat keamanan yang

menewaskan dua prajurit TNI, serta menyebabkan seorang warga dan seorang anggota KKB

meninggal dunia5. Penembakan di Intan Jaya membuat sekitar 600 warga 'mengungsi

karena takut

5
Kejahatan terhadap keamanan negara diatur dalam Pasal 106 KUHP yang berbunyi:
“makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ketangan musuh
untuk memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana seumur hidup atau
pidana penjara sementara paling lama 20 tahun”. Lihat pula dalam Pasal 108 ayat (1): “Barang
siapa bersalah karena pemberontakan diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”.
Ayat (2): “Para pemimpi dan pengatur pemberontakan diancam dengan pidana penjara seumur
hidup atau penjara 20 tahun”.
11Sumaryo Suryokusumo, 2007, Studi Kasus Hukum Internasional, PT Tatanusa, Jakarta,
Hlm. 126
B.RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah instrumen hukum internasional yang mengatur tentang

pemberontak sebagai salah satu subjek hukum internasional?

2. Bagaimanakah kedudukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dalam

perspektif subjek hukum internasional?

Tujuan penelitian :

1. Untuk mengetahui instrumen hukum internasional pemberontak

sebagai salah satu subjek hukum internasional.

2. Untuk mengetahui kedudukan Organisasi Papua Merdeka (OPM)

dalam perspektif subjek hukum internasional.


II. PEMBAHASAN
Belligerent adalah kelompok atau kaum pemberontak yang sudah mencapai tingkatan

yang lebih kuat dan mapan , opm bisa disebut sebagai kelompok yang sudah kuat ,karena

OPM sudah tersebar di seluruh papua kota maupun pedalaman papua dan OPM juga kuat

baik secara politik, organisasi dan militer, sehingga tampak sebagai satu kesatuan politik yang

mandiri. Kemandirian kelompok semacam ini tidak hanya ke dalam tetapi juga keluar.

Maksudnya adalah bahwa dalam batas-batas tertentu dia sudah mampu menampakkan diri

pada tingkat internasional atas keberadaannya sendiri. Belligerent pada awalnya muncul

sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu,

penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun, apabila

pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan

akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara- negara lain, maka salah satu

sikap yang dapat diambil adalah mengakui eksistensi atau menerima belligerent sebagai

pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak

bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi

Vous aimerez peut-être aussi