Vous êtes sur la page 1sur 17

Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti me

mbutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan suatu gejala y
ang wajar dalam kehidupan. Dalam hubungan tersebut komunikasi merupakan salah satu kompo
nen yang penting. Corak komunikasi akan banyak ditentukan oleh latar belakang orang yang ber
komunikasi, seperti kebiasaan dan kepribadian. Agar komunikasi berlangsung secara efektif seseor
ang perlu memiliki kemampuan asertif. Kemampuan asertif adalah kemampuan untuk mengungka
pkan perasaan seseorang dan menegaskan hak-hak seseorang tetap menghargai perasaan dan h
ak orang lain. Kemampuan Asertif disintetiskan menjadi lima aspek yaitu aspek ketegasan, tangg
ung jawab, percaya diri, kejujuran,dan menghargai orang lain.

Dalam hubungan interpersonal, perilaku seseorang terhadap orang lain dapat dikelompokkan me
njadi perilaku submisif, perilaku agresif dan perilaku asertif (Depdiknas, 2008). Submisif berasal d
ari bahasa inggris yaitu submissive yang berarti bersikap tunduk, berhikmat, bersikap patuh. Jadi,
perilaku submisif adalah perilaku yang selalu tunduk, menerima apa adanya, kurang bisa menyat
akan kebutuhan, perasaan, nilai dan pemikiran sendiri, tidak bisa menolak dan membiarkan kebut
uhan, pendapat, pikiran,penilaian orang lain mendominasi pendapat, pikiran dan penilaian dirinya,
walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan apa yang dirasakan, yang penting tidak nasalah bagi
orang lain. Akibat dari perilaku submisif, individu tesebut kurang berani mengambil suatu keputu
san, menghindari konflik, takut disalahkan, sehingga orang lain memberikan respon negative terh
adap dirinya.

Agresif berasal dari bahasa inggris yaitu aggressive yang berarti agresip, giat, bersifat menyerang
, penuh dengan insiatip. Perilaku agresif cenderung akan merugikan pihak lain, karena secara um
um mereka hanya mengutamakan hak, kepentingan, pendapat, kebutuhan dan perasaannya sendi
ri, mereka beranggapan bahwa hanya dirinyalah yang benar, sehingga seringkali mempersalahkan
, mempermalukan, menyerang (secara verbal ataupun fisik), marah-marah, tidak mau mendengar,
menuntut, mengancam, sindiran, mengkritik, dan memberi komentar yang tidak enak didengar,
menyatakan perasaan, kemauan dengan suara keras, memaksakan kemauannya dituruti, ekspresi
yang dikemukakan justru terkesan melecehkan, menghina, merendahkan, sehingga tidak ada rasa
saling menghargai. Mereka beranggapan agresip adalah kemenangan walau dengan jalan apapun
, namun mereka tidak menyadari hal tersebut akan membuat orang lain jengkel serta akan beru
paya untuk menjauhinya.

Asertif berasal dari bahasa inggris yaitu ascertain yang berarti menentukan, menetapkan. Joseph
Wolpe (Festerhem and Bear, 1995:22) mendefenisikan perilaku asertif sebagai perilaku individu ya
ng penuh keyakinan diri. Berdasarkan pengertian diatas dapat diartikan bahwa perilaku asetif ada
lah perilaku yang merupakan pengungkapan perasaan, minat, pikiran, kebutuhan, pendapat yang
dilakukan secara bijaksana, adil, serta penuh keyakinan diri, tepat dan tegas, bertanggung jawab
serta tetap memperhatikan penghargaan atas kesetaraan dan hak orang lain. Sikap tegas artinya
menuntut hak pribadi dan menyatakan pikiran,perasaan dan keyakinan dengan cara langsung, juj
ur dan tepat dan bertanggung jawab. Perilaku asertif membuat seseorang menjadi lebih percaya
diri dan merasa berharga, memiliki konsep diri yang tepat dalam kehidupan sehari-hari, serta me
mperoleh hubungan yang adil dengan orang lain dan orang lain akan memberi respon yang po
sitif terhadapnya. Asertif adalah ketegasan, keberanian menyatakan pendapat sekaligus tetap men
ghormati dan peka terhadap kebutuhan orang lain, sehingga menemukan kompromi yang sama-
sama menguntungkan. Ketekunan, keyakinan diri, semangat, tanggungjawab, disiplin, dan kesadar
an diri yang dimiliki oleh individu yang asertif akan mempermudah untuk mencapai tujuannya.

Orang yang memiliki tingkah laku asertif adalah mereka yang menilai bahwa orang boleh berpe
ndapat dengan orientasi dari dalam, dengan tetap memperhatikan sungguh-sungguh hak-hak or
ang lain. Mereka umumnya memiliki kepercayaan diri yang kuat. Hal ini sesuai dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Steve (2000: 87): Kemampuan asertif(ketegasan, keberanian menyatakan
pendapat) meliputi tiga komponen dasar yakni:

Kemampuan mengungkapkan perasaan (misalnya untuk mengungkapkan perasaan marah, hangat,


dan seksual)

Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka (mampu menyuarakan pen
dapat, menyatakan ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit melakuka
n ini dan bahkan sekalipun tidak mungkin harus mengorbankan sesuatu).

Kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi (tidak membiarkan orang lain mengganggu
dan memanfaatkan kita).

Orang yang asertif yakni orang yang mampu mengekspresikan perasaan dengan sungguh -sungg
uh, menyatakan tentang kebenaran. Mereka tidak menghina, mengancam ataupun meremehkan
orang lain. Orang asertif mampu menyatakan perasaan dan pikirannya dengan tepat dan jujur ta
npa memaksakannya kepada orang lain. Sugiyo (2005: 112) menjelaskan bahwa ketegasan merup
akan suatu bentuk sikap dan perilaku seseorang yang menunjukkan beberapa sikap seperti :

Perilaku yang membuat individu mampu bertindak dengan caranya sendiri tetapi juga tidak men
utup diri dari saran orang lain yang menjadikan dirinya lebih baik

Mampu menyuarakan hak-haknya tanpa menyinggung orang lain.

Percaya diri, mengekspresikan diri secara spontan (pikiran dan perasaan), banyak dicari dan dika
gumi orang lain
Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan suatu gejala yang wajar dalam kehid
upan. Dalam hubungan tersebut komunikasi merupakan salah satu komponen yang penting. Cor
ak komunikasi akan banyak ditentukan oleh latar belakang orang yang berkomunikasi, seperti ke
biasaan dan kepribadian. Agar komunikasi berlangsung secara efektif seseorang perlu memiliki ke
mampuan asertif.

Latihan kemampuan asertif merupakan salah satu pendekatan behavioral, yang bisa diterapkan te
rutama pada situasi-situasi interpersonal pada individu yang mengalami kesulitan untuk menerima
kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar (Co
rey, 2007: 213). Latihan Asertif berasal dari kata asing to assert yang berarti menyatakan dengan
tegas. Dengan kata lain perilaku asertif mengandung suatu tingkah laku yang penuh ketegasan y
ang timbul karena adanya kebebasan emosi.

Pada hakekatnya, tindakan asersif yang merupakan tindakan untuk mempertahankan hak-hak per
sonal yang dimilikinya adalah upaya untuk mencapai kebebasan emosi, yaitu kemampuan untuk
menguasai diri, bersikap bebas dan menyenangkan, merespon hal–hal yang disukai atau tidak dis
ukai secara tulus dan wajar, dan mengekspresikan cinta dan kasih sayang pada orang yang sang
at berarti dalam hidupnya. Apakah seseorang menunjukkan perilaku asertif atau tidak, akan tamp
ak sekali dalam respon-respon yang diberikan senbagi bentuk pembelaan diri, ketika seseorang it
u diperlakukan tidak adil oleh orang lain atau lingkungannya.

Faktanya dalam kehidupan sosial sehari-hari, banyak orang enggan bersikap asertif dan memilih
bersikap non asertif, seperti memendam perasaannya, berpura-pura, menahan perbedaan pendap
at atau sebaliknya dengan bersikap agresif. Keengganan ini umumnya karena dil si oleh rasa tak
ut dan khawatir mengecewakan orang lain, takut tidak diterima oleh kelompok sosialnya, takut di
anggap tidak sopan, takut melukai perasaan atau menyakiti hati orang lain, takut dapat memutu
skan tali hubungan persaudaraan atau persahabatan, dsb. Padahal, dengan membiarkan diri untu
k bersikap non-asertif justru dapat mengancam hubungan yang ada karena salah satu pihak ke
mudian akan merasa dimanfaatkan oleh pihak lain, tidak menyelesaikan maslah-masalah emosion
al yang dihadapi, mnurunkan harga diri, atau bahkan dapat menjadi “bom waktu” yang sewaktu-
waktu dapat mengancam kelangsungan hubungan pribadi dan sosial dan kesehatan mental sese
orang, yaitu resiko terhadap timbulnya kecemasan dan stress.

Pengertian

Kemampuan asertif (Ketegasan) adalah kemampuan untuk mengungkapkan perasaan seseorang d


an menegaskan hak-hak seseorang tetap menghargai perasaan dan hak orang lain. Kemampuan
asertif merupakan suatu kemampuan seseorang agar tegas dalam mengambil keputusan dalam h
idupnya dan mempertahankan haknya. Asertif juga dapat diartikan suatu pernyataan tentang per
asaan, keinginan dan kebutuhan pribadi kemudian menunjukkan kepada orang lain dengan penu
h percaya diri. Pendapat serupa juga menjelaskan bahwa perilaku assertive adalah mengekspresik
an perasaan, pikiran, dan harapan, dan tetap mempertahankan hak sebagai insan manusia tanpa
melanggar hak asasi orang lain (French, 1998 : 50).

Kemampuan asertif merupakan suatu kemampuan seseorang agar tegas dalam mengambil keput
usan dalam hidupnya dan mempertahankan haknya. Menurut Sugiyo (2005: 110) akibat dari emo
si, sikap, dan perilaku yang tidak tegas dapat berakibat sosial yaitu tidak adanya persetujuan dar
i orang lain. Jadi individu yang tidak tegas atau tidak asertif akan dijauhi dari lingkungannya, de
ngan kondisi yang demikian akan mengurangi rasa percaya diri karena tidak bersosialisasi denga
n lingkungan yang baik. Ketegasan merupakan suatu bentuk sikap dan perilaku seseorang yang
menunjukkan beberapa sikap seperti :

Perilaku yang membuat individu mampu bertindak dengan caranya sendiri tetapi juga tidak men
utup diri dari saran orang lain yang menjadikan dirinya lebih baik.

Mampu menyuarakan hak-haknya tanpa menyinggung orang lain.

Percaya diri, mengekspresikan diri secara spontan (pikiran dan perasaan), banyak dicari dan dika
gumi orang lain (Sugiyo, 2005: 112)

Pada prinsipnya kemampuan asertif merupakan tingkah laku interpersonal yang mengungkap em
osi secara terbuka, jujur, tegas dan langsung pada tujuan sebagai usaha untuk mencapai kebeba
san emosi dan dilakukan dengan penuh keyakinan diri dan sopan. Hal ini menunjukkan bahwa s
eorang individu harus bersikap asertif agar tidak dipandang sebelah mata oleh lingkungan. Menu
rut Corey (2007: 213) dengan memilki kemampuan asertif akan membantu orang-orang yang me
ngalami masalah sebagai berikut :

Orang yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersingung.

Orang yang menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk m
endahuluinya.

Orang yang memiliki kesulitan untuk mengatakan ”tidak”.

Orang yang mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif

Orang yang merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.

Orang yang asertif bukan orang yang suka terlalu menahan diri dan juga bukan pemalu, tapi or
ang yang bisa mengungkapkan perasaannya tanpa bertindak agresif atau melecehkan orang lain.
Sekolah sebagai lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk menyelenggarakan pendidi
kan bagi warga masyarakat. Dalam kelembagaannya terdapat sejumlah bidang-bidang seperti bid
ang administrasi dan supervisi, bidang pengajaran dan bidang bimbingan dan konseling. Kendati
pun ketiga bidang tersebut tampaknya terpisah antara satu dan lainnya, namun semuanya memil
ki arah yang sama yaitu memberi kemudahan bagi pencapain tujuan nasional.

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dari keseluruhan program
pendidikan. Dalam bimbingan konseling terdapat Sembilan layanan antara lain yaitu layanan orie
ntasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan konten, layan
an bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, layanan konseling individual, layanan medi
asi dan layanan konsultasi. Setiap layanan bimbingan konseling terdiri dari empat bidang seperti
bidang pribadi, belajar, sosial serta karier. Selain layanan dan bidang bimbingan konseling, terda
pat suatu kegiatan pendukung yaitu meliputi instrumentasi, penyelenggaraan himpunan data, kon
ferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan memiliki kemampuan asetif, memungkinkan
seseorang untuk bertindak menurut kepentingan sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecem
asan yang semestinya, untuk mengekspresikan perasaan jujur dengan nyaman, untuk menerapkan
hak-hak pribadi tanpa menyangkal hak-hak orang lain. Hal ini bertolak belakang dengan individ
u yang tidak tegas atau tidak asertif, orang yang tidak asertif akan dijauhi dari lingkungannya d
engan kondisi yang demikian akan mengurangi rasa percaya diri karena tidak bersosialisasi deng
an lingkungan yang baik. Stain & Howard (2001:87) mengemukakan tiga komponen dasar perilak
u asertif yakni :

Kemampuan mengungkapkan perasaan

Kemampuan untuk menyatakan keyakinan dan pemikiran secara terbuka

Kemampuan mempertahankan hak- hak pribadi

Jadi perilaku asertif adalah perilaku diantara perilaku submisif dan perilaku agresif. Dari pendapat
-pendapat diatas bahwasanya perilaku asertif sangat dibutuhkan di dalam membina hubungan in
terpersonal. Pemahaman perilaku asertif dapat dengan mudah dipahami bila dibandingkan denga
n perilaku non asertif, baik yang sifatnya pasif atau agresif. Dalam perilaku pasif, seseorang tidak
tidak memberikan reaksi atau mengekspresikan perasaan negatif yang dialaminya secara jujur d
an terbuka, tetapi dilakukan dengan menyimpan perasaannya tersebut, menarik diri, menerima, a
tau menggerutu. Perilaku non asertif-pasif hakekatnya adalah bentuk ketidakjujuran emosi, kegag
alan diri atau kekalahan diri yang didasari oleh perasaan-perasaan takut, cemas, mengindari konf
lik, keininginan untuk mencari jalan keluar paling mudah, dan bahkan ketidakmampuan untuk me
mahami diri dan memenuhi kebutuhan untuk bersikap sabar.
Sedangkan pada perilaku nonasertif-agresif, reaksi yang diberikan diekspresikan keluar dan dilaku
kan secara terbuka melalui tindakan aktif berupa pengancaman atau penyerangan, dilakukan seca
ra langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk fisik atau verbal. Tindakan yang dilakukan s
ecara langsung, misalnya marah-marah, memukul, menuntut, dominan, egois, menyerang, dsb. Se
dangkan tindakan tidak langsung, misalnya dengan menyindir, menyebar gosip, dsb. Tindakan ag
resif ini biasanya sengaja dilakukan dengan maksud untuk melukai, melecehkan, menghina, mem
permalukan, menyakiti, merendahkan dan bahkan menguasai pihak lain. Dengan kata lain, seseor
ang dikatakan bersikap non-asertif, jika ia gagal mengekspresikan perasaan, pikiran dan p ngan/k
eyakinannya secara tulus, jujur, sopan, dan apa adanya tanpa maksud untuk merendahkan hak-h
ak atau mengancam integritas perasaan orang lain, sehingga justru menimbulkan respon dari ora
ng lain yang tidak dikehendaki atau negatif.

Berdasarkan penelitian Schimmel, (Depdiknas 2008:32) menyatakan bahwa beberapa jenis perilaku
asertif yang perlu dilatihkan terutama adalah:

Berani mengemukakan pendapat, permintaan, kesukaan, dsb, yang menjadikan seseorang diharga
i sebagai manusia yang sederajat dengan manusia lain.

Mengekspresikan emosi‐ emosi negatif (keluhan, kebencian, kritik, ketidaksetujuan, rasa tertekan, k
ebutuhan untuk dibiarkan sendirian) dan menolak permintaan.

Memperlihatkan emosi‐ emosi positif (senang, menghargai, menyukai seseorang, merasa tertarik),
memberikan pujian, dan menerima pujian dengan mengucapkan “terima kasih”.

Memulai, melaksanakan, mengubah, atau menghentikan percakapan secara menyenangkan, berba


gi perasaan, pendapat, dan pengalaman dengan orang lain.

Mengatasi ketersinggungan sebelum kemarahan makin meningkat dan meledak menjadi agresi.

Inti dari perilaku asertif adalah kejujuran, yaitu cara hidup atau bentuk komunikasi yang berlanda
skan kepada kejujuran dari hati yang paling dalam sebagai bentuk penghargaan pada orang lain
, dalam cara-cara yang positif dan menetap, yang dicirikan dengan kemampuan untuk mengeksp
resikan diri tanpa menghina, melukai, mencerca, menyingung, atau menyakiti perasaan orang lain
, mampu mengntrol perasaan diri sendiri tanpa rasa takut dan marah. Dalam kehidupan atau ko
munikasi sehari-hari, orang yang asertif akan lebih memilih pola interaksi Dengan demikian, oran
g yang asertif akan memiliki kebebasan untuk meluapkan perasaan apa pun yang dirasakan, dan
berani mengambil tanggung jawab terhadap perasaan yang dialaminya dan menerima orang lai
n secara terbuka. Memiliki keberanian untuk tidak membiarkan orang lain mengambil manfaat da
ri perasaan yang dialaminya, tetapi orang lain pun memiliki kebebasan untuk mengungkap apa y
ang dirasakannya.
Faktor Pembentuk Kemampuan Asertif

Kemampuan asertif merupakan suatu kemampuan yang diperoleh dari proses belajar. Ada beber
apa faktor pembentuk perilaku asertif, antara lain:

Jenis Kelamin. Rakos (1991: 71) mengatakan bahwa laki-laki lebih mampu bersikap assertive darip
ada wanita. Pada sebagian masyarakat wanita dipandang sebagai kaum yang lemah.

Kebudayaan. Rakos (1991: 13) menyatakan bahwa konsep perilaku asertif diwariskan oleh kebuday
aan barat untuk melindungi hak pribadi individu agar tidak dijajah oleh pihak lain. Pada nantinya
ada pihak yang dirugikan. Begitu juga konsep asertif berkaitan dengan kebudayaan telah diung
kapkan Furhan (1979) dalam Rakos (1991: 13) yang menyatakan bahwa kebudayaan merupakan b
atu loncatan dalam perilaku asertif.

Pola asuh orang tua. Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama yang ditemui individu. Dala
m sebuah keluarga akan mengajarkan anak untuk dapat berhubungan interpersonal dengan oran
g lain melalui komunikasi yang efektif. Dalam sebuah keluarga akan diajarkan untuk menahan e
mosi dengan mengekspresikan emosi secara positif melalui perasaan dan pujian, yang sejak dini
diajarkan dan pada akhirnya dapat dikembangkan kemudian hari.

Usia. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku asertif atau hubungan inter
personal antar individu. Pada anak kecil perilaku ini belum terbentuk. Struktur kognitif bel um me
mungkinkan mereka untuk dapat mengkomunikasikan keinginan mereka dengan baik dan jelas.
Namun pada masa remaja perilaku ini mulai berkembang seiring meningkatnya kemampuan kog
nitif individu.

Tingkat pendidikan. Firth dan Snyder (dalam Wardhani, 2004: 18) menyatakan bahwa tingkat pen
didikan juga menjadi faktor munculnya perilaku asertif. Individu yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi cenderung mampu bertindak asertif disbanding dengan individu yang mempunyai tingkat
pendidikan rendah.

Sosial ekonomi. Schwantz dan Goltman (1976) dalam Wardhani (2004: 17) menyebutkan bahwa s
emakin tinggi status sosial ekonomi seseorang semakin tinggi pula perilaku asertifnya.

Aspek-Aspek Perilaku Asertif

Di dalam perilaku asertif kita tidak hanya dapat mengungkapkan perasaan atau keinginan secara
lugas dan terbuka namun didasari oleh beberapa aspek yang tidak bisa terlepaskan dari pengert
ian dasar perilaku asertif. Menurut Galassi dalam Rakos (1991: 9) terdapat empat aspek dari peril
aku asertif, antara lain:

Ekspresi emosi, yaitu kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara terbuka, jujur tanpa rasa
cemas terhadap orang lain.

Hak-hak dasar manusia, yaitu pengetahuan akan hak asasi manusia sehingga mampu melaksanak
an haknya tanpa mengganggu orang lain.

Kebebasan berpendapat dan kebebasan dalam memberikan respon, yaitu kemampuan untuk me
ngkomunikasikan secara verbal segala keinginan dan permintaan, pendapat, persetujuan, dan puji
an secara jujur, tegas dan wajar.

Respon-respon khas manusia, yaitu dapat memberikan respon kepada orang lain secara sesuai d
engan situasi yang ada sehingga tidak akan mudah cemas, takut atau marah.

Dari penjelasan aspek-aspek tersebut, maka penulis mensintesiskan beberapa aspek yang termasu
k dalam kemampuan asertif, antara lain:

Aspek ketegasan, yaitu sikap atau perilaku untuk mempertahankan hak-hak pribadi (tidak membi
arkan orang lain mengganggu dan memanfaatkannya). Orang yang memiliki ketegasan adalah or
ang mampu bersikap atau berperilaku tegas dalam mengambil keputusan, dan tidak mudah untu
k terpengaruh oleh orang lain.

Aspek tanggung jawab, yaitu sikap atau perilaku menerima risiko akibat tindakannya. Orang yang
bertanggung jawab adalah orang yang dapat mengerjakan tugas-tugas dengan semestinya, men
erima risiko atau akibat dari tindakannya serta konsekuen untuk melaksanakan keputusan yang s
udah diambilnya

Aspek percaya diri, yaitu merupakan sikap atau perilaku seseorang yang berani menyampaikan g
agasannya tanpa ada perasaan malu atau ragu serta mampu mengkomunikasikan dengan baik.
Orang yang yang asertif adalah orang yang mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya s
erta mampu menyampaikan pendapatnya dengan baik dan sopan, penuh semangat dan tidak m
udah putus asa.

Aspek kejujuran, yaitu merupakan berkata sesuai apa yang terjadi sehingga tidak menambah dan
mengurangi. Orang yang asertif adalah orang yang mampu jujur dalam mengekspresikan peras
aan dan terbuka, orang yang mampu menyatakan ketidaksetujuan, serta orang yang tidak menut
up diri dari saran orang lain.

Aspek menghormati orang lain, yaitu merupakan sikap atau perilaku seseorang untuk berhubung
an baik dengan lingkungannya. Orang yang pandai menghargai orang lain yakni orang yang ber
toleransi, menghargai hak-hak orang lain, tolong-menolong, tidak menyinggung perasaan orang l
ain ketika sedang berpendapat serta mau mendengarkan pendapat orang lain.

Karakteristik Kemampuan Asertif

Latihan asertif merupakan salah satu teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pad
a kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Men
urut Sofyan (2009: 72) menjelaskan bahwa latihan asertif merupakan suatu teknik untuk memban
tu klien dalam hal-hal berikut: (1) Tidak dapat menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya, (2
) Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari padan
ya, (3) Mereka yang mengalami kesulitan dalam berkata ”tidak”. Adapun karakteristik kemampuan
asertif, antara lain adalah:

Mendorong seseorang untuk bersikap jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengek spresik
an perasaan. Mengajarkan untuk melakukan suatu penolakan dengan tetap memperhatikan dan
menghormati hak-hak orang lain.

Terbuka dan jujur terhadap pendapat diri dan orang lain.

Mendengarkan pendapat orang lain dan memahami.

Menyatakan pendapat pribadi tanpa mengorbankan perasaan orang lain.

Mencari solusi bersama dan keputusan.

Menghargai diri sendiri dan orang lain, mengatasi konflik.

Menyatakan perasaan pribadi, jujur tetapi hati-hati..

Mendiskripsikan fakta, bukan menilai serta tidak menggeneralisir.

Menggunakan permulaan kata : “Saya” dan bukan “Kamu”.

Karakteristik Orang yang Asertif

Secara umum, orang yang asertif dicirikan dengan sikapnya yang terbuka, jujur, sportif, adaptif, a
ktif, positif, dan penuh penghargaan terhadap diri sendirimaupun orang lain. Beberapa ciri lain,
diantaranya adalah:

Mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, dan kebutuhan dirinya, baik secara verbal maupun n
on verbal secara bebas, tanpa perasaan takut, cemas, dan khawatir.
Mampu menyatakan “tidak” pada hal-hal yang memang dianggap tidak sesuai dengan kata hati
atau nuraninya.

Mampu menolak permintaan yang dianggap tidak masuk akal, berbahaya, negatif, tidak diinginka
n, atau dapat merugikan orang lain.

Mampu untuk berkomunikasi secara terbuka, langsung, jujur, terus terang sebagaimana mestinya

Mampu menyatakan perasaannya secara jelas, tegas, jujur, apa adanya, dan sopan.

Mampu untuk meminta tolong pada orang lain pada saat kita memang membutuhkan pertolong
an.

Mampu mengekspresikan kemarahan, ketidak setujuan, perbedaan p ngan secara proporsional.

Tidak mudah tersingung, sensitif, dan emosional.

Terbuka untuk ruang kritik.

Mudah berkomunikasi, hangat, dan menjalin hubungan sosial dengan baik.

Mampu memberikan p ngan secara terbuka terhadap hal-hal yang tidak sepaham.

Mampu meminta bantuan, pendapat, atau p ngan orang lain ketika sedang menghadapi masala
h.

Manfaat Kemampuan Asertif

Kemampuan asertif ini sangat bermanfaat sekali dalam membentuk mental komunikasi yang baik
dan memberi penolakan dengan tetap menghargai dan menghormati orang lain, selain itu deng
an memiliki kemampuan asertif maka seorang individu juga dapat memperoleh manfaat, antara l
ain :

Kemampuan asertif membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaks
anakan keputusannya sendiri. Dalam hal ini, ia bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan,
pendapat, gagasan dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan perasaan orang lai
n. Citra dirinya akan terlihat sebagai sosok yang berpendirian dan tidak terjebak pada eksploitasi
yang merugikan dirinya sendiri. Dengan demikian, akan timbul rasa hormat dan penghargaan o
rang lain yang berpengaruh besar terhadap pemantapan eksistensi dirinya ditengah-tengah khala
yak luas.

Meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri.


Membantu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain

Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan.

Dapat berhubungan dengan orang lain dengan konflik, kekhawatiran dan penolakan yang lebih s
edikit.

Meningkatkan self esteem dan percaya diri dalam mengekspresikan diri sendiri.

Lebih lanjut juga dijelaskan Corey (1991) dalam Gunarsa (2004: 220), yang menjelaskan bahwa lat
ihan asertif bisa bermanfaat untuk dipergunakan dalam menghadapi mereka yang: 1) Tidak bisa
mengekspresikan kemarahan atau perasaaannya yang tersinggung, 2) Mengalami kesulitan untuk
mengatakan “tidak”, 3. Terlalu halus (sopan) yang mmbiarka orang lain mengambil keuntungan d
ari keberadaannya. 4) Mengalami kesulitan untuk mengeskpresikan afeksi (perasaan yyang kuat d
an respons-respons lain yang positif, 5) Merasa tidak memiliki hak untuk mengekspresikan pikira
n, kepercayaan dan perasaannya.

Langkah- Langkah Untuk Menjadi Asertif

Didalam latihan asertif onselor berusaha memberikan keberanian kepada klien dalam mengatasi k
esulitan terhadap orang lain. Beberapa langkah-langkah untuk menjadi asertif, antara lain:

Menjadi pendengar aktif. Pastikan kamu menunjukan kepada mereka kalau kamu mendengarkan
dan paham (misalnya dengan membuat kontak mata). Jangan memanfaatkan waktu mendengar
untuk mempersiapkan serangan balik.

Mengatakan apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan. Jangan terlalu memaksa ataupun terlalu
meminta maaf. Pada saat berbicara perhatikan body language (bahasa tubuh) kamu, pastikan po
stur tubuh sesuai (seperti berdiri tegak), membuat kontak mata, ekspresi wajah yang sesuai, dan
berbicara cukup keras untuk didengar. Nada suara jangan monoton agar orang lain mudah men
gikuti-mu dan tidak merasa terganggu atau bosan.

Mengatakan apa yang diharapkan serta mengupayakan untuk berani. mengatakan ”ya ”dan ”tidak
” saat kita inginkan, Berani membuat sebuah permintaan, dan mengkomunikasi perasaan kita de
ngan cara terbuka dan langsung. Kita harus belajar untuk mengadaptasikan sifat kita pada bera g
am situasi kerja, menjaga jaringan pertemanan, dan membangun hubungan yang dekat. Saat me
mbuat pernyataan (langkah 2 dan langkah 3).

Menggunakan pernyataan saya (statement) dan bukan Anda atau orang lain spesifik dan jangan
umum, mengekspresikan perasaan dan opini Anda (bertanggung jawab), tidak menilai orang lain
saat tidak diperlukan (menilai bukan untuk tujuan konstruktif), tidak memperluas / membesar-bes
arkan masalah.

Latihan asertif (assertive training) adalah salah satu teknik dalam tritmen ganguan tingkah laku di
mana klien diinstruksikan, diarahkan, dilatih, serta didukung untuk bersikap asertif dalam mengha
dapi situasi yang tidak nyaman atau kurang menguntungkan bagi dirinya. Menurut Goldstein (19
86) latihan asertif merupakan rangkuman yang sistematis dari ketrampilan, peraturan, konsep ata
u sikap yang dapat mengembangkan dan melatih kemampuan individu untuk menyampaikan de
ngan terus terang pikiran, perasaan, keinginan dan kebutuhannya dengan penuh percaya diri seh
ingga dapat berhubungan baik dengan lingkungan sosialnya. Sedangkan Rees & Graham (1991)
menyatakan bahwa inti dari latihan asertif adalah penanaman kepercayaan bahwa asertif dapat d
ilatihkan dan dikembangkan, memilih kata-kata yang tepat untuk tujuan yang mereka inginkan, s
aling mendukung, pengulangan perilaku asertif dalam berbagai situasi, dan umpan balik bagi seti
ap peserta dari trainer maupun peserta.

Tujuan utama latihan asertif adalah untuk mengatasi kecemasan yang dihadapi oleh seseorang a
kibat perlakuan yang dirasakan tidak adil oleh lingkungannya, smeningkatkan kemampuan untuk
bersikap jujur terhadap diri sendiri dan lingkungan, serta meningkatkan kehidupan pribadi dan so
sial agar lebih efektif. Sedangkan prosedur umum dalam latihan asertif adalah sebagai berikut:

Identifikasi masalah, yaitu dengan menganalisis permasalahan klien secara komprehensif yang mel
iputi situasi-situasi umum dan khusus di lingkungan yang menimbulkan kecemasan, pola respon
yang ditunjukkan, faktor-faktor yang mempengaruhi, tingkat kecemasan yang dihadapi, motivasi u
ntuk mengatasi masalahnya, serta sistem dukungan.

Pilih salah suatu situasi yang akan diatasi, dengan memilih terlebih dahulu situasi yang menimbul
kan kesulitan atau kecemasan paling kecil. Selanjutnya, secara bertahap menuju pada situasi yan
g lebih berat.

Analisis situasi, yaitu dengan menunjukkan kepada klien bahwa terdapat banyak alternatif yang d
apat dilakukan untuk mengatasi masalahnya tersebut. Identifikasi alternatif penyelesaian masalah.

Menetapkan alternatif penyelesaian masalah. Bersama-sama klien berusaha untuk memilih dan m
enentukan pilihan tindakan yang dianggap paling sesuai, mungkin, cocok, layak dengan keingina
n dan kemampuan klien serta memiliki kemungkinan pleuang berhasil paling besar.

Mencobakan alternatif yang dipilih. Dengan bimbingan, secara bertahap klien diajarkan untuk me
ngimplementasikan pilihan tindakan yang telah dipilih.
Dalam proses latihan, hendaknya diperhatikan hal-hal yang terkait dengan kontak mata, postur t
ubuh, gerak isyarat, ekspresi wajah, suara, pilihan kalimat, tingkat kecemasan yang terjadi, serta k
esungguhan dan motivasinya.

Diskusikan hasil, hambatan dan kemajuan-kemajuan yang terjadi, serta tindak lanjutnya.

Klien diberi tugas untuk mencoba melakukan hal-hal yang sudah dibicarakan secara langsung dal
am situasi yang nyata.

Evaluasi hasil dan tindak lanjut.

Dalam kaitan dengan latihan asertif, terutama self asertive training, Jacinta Rini (2001) mengajuka
n beberapa tips untuk mampu mengatakan “tidak” terhadap permintaan yang tidak diinginkan, y
aitu:

Tentukan sikap yang pasti, apakah ingin menyetujui atau tidak. Jika belum yakin dengan pilihan,
maka bisa minta kesempatan berpikir sampai mendapatkan kepastian. Jika sudah merasa yakin d
an pasti akan pilihan sendiri, maka akan lebih mudah menyatakannya dan juga merasa lebih per
caya diri.

Jika belum jelas dengan apa yang dimintakan, bertanyalah untuk mendapatkan kejelasan atau kla
rifikasi.

Berikan penjelasan atas penolakan secara singkat, jelas, dan logis. Penjelasan yang panjang lebar
hanya akan mengundang argumentasi pihak lain.

Gunakan kata-kata yang tegas, seperti secara langsung mengatakan “tidak” untuk penolakan, dari
pada “sepertinya saya kurang setuju.. sepertinya saya kurang sependapat…saya kurang bisa…..”

Pastikan bahwa sikap tubuh juga mengekspresikan atau mencerminkan “bahasa” yang sama deng
an pikiran dan verbalisasi. Seringkali orang tanpa sadar menolak permintaan orang lain namun d
engan sikap yang bertolak belakang, seperti tertawa-tawa dan tersenyum.

Gunakan kata-kata “Saya tidak akan….” atau “Saya sudah memutuskan untuk…..” dari pada “Saya
sulit….”. Karena kata-kata “saya sudah memutuskan untuk….” lebih menunjukkan sikap tegas atas
sikap yang tunjukkan.

Jika berhadapan dengan seseorang yang terus menerus mendesak padahal juga sudah berulang
kali menolak, maka alternatif sikap atau tindakan yang dapat dilakukan : mendiamkan, mengalihk
an pembicaraan, atau bahkan menghentikan percakapan.

Tidak perlu meminta maaf atas penolakan yang disampaikan (karena berpikir hal itu akan menya
kiti atau tidak mengenakkan buat orang lain). Sebenarnya, akan lebih baik katakan dengan penu
h empati seperti : “saya mengerti bahwa berita ini tidak menyenangkan bagimu…..tapi secara ter
us terang saya sudah memutuskan untuk …”

Janganlah mudah merasa bersalah, karena seseorang tidak bertanggung jawab atas kehidupan or
ang lain…atau atas kebahagiaan orang lain.

Bila perlu lakukan negoisasi dengan pihak lain agar kedua belah pihak mendapatkan jalan tenga
hnya, tanpa harus mengorbankan perasaan, keinginan dan kepentingan masing-masing.

Adapaun menurut Duckworth dan Mercer (Fisher,2006) terdapat beberapa komponen kunci dala
m latihan asertif (Key Components of an Assertiveness Training Protocol), meliputi:

Assertiveness training usually begins with a didactic presentation of (a) the rationale for the use
of assertive behavior; (b) definitions of assertiveness, passiveness and aggressiveness; and (c) the
basic content and procedural guidelines that govern assertive behavior

Self-monitoring assignments are given and in-session role plays are undertaken to identify probl
ematic interactions

For the particular skill set being targeted, the verbal content of a sufficiently assertive response i
s delineated and the appropriately assertive delivery of that verbal communication is modele d b
y the therapist or confederate

The client practices assertive behaviors in the context of in-session role-plays that are similar to
the identified problematic interactions

The evaluation of the role-play performance should always begin with the solicitation of comme
nts from the client. This strategy allows the therapist to (a) evaluate the client’s understanding o
f the verbal and nonverbal behaviors that comprise the assertive response and (b) evaluate the
accuracy and objectivity with which the client evaluates his or her performance. Evaluating one’s
performance subsequent to role-plays may be made difficult by recall burden. Videotaping role-
plays is recommended to reduce recall burden and to provide specific, visual evidence for perfor
mance problems and performance gains over time

Feedback is provided by the therapist and/or confederate and instructions for further refinement
of the assertive performance are provided. When there is a considerable discrepancy between th
e therapist-modeled assertive behavior and the client’s performance, it is often useful to provide
feedback in the form of a review of a videotape of the role-play

Real-world practice of assertive behavior is next. Again, the client provides a technical and affect
ive evaluation of the assertive performance in the real-world situation.
Reinforcement and reiteration of reasonable performance goals is essential throughout the asserti
veness skills training process multicomponent intervention package aimed at the treatment of se
vere aggression, there is little research that empirically establishes the contribution of combined
therapies above and beyond the independent effectiveness of either monotherapy (Ziegler, 1996).

Metode dan Model Asertif

Dengan memahami pengertian dari kemampuan asertif, faktor pembentuk, aspek-aspek dalam ke
mampuan asertif, karakteristik kemampuan asertif, langkah-langkah untuk menjadi asertif seperti y
ang telah dikupas diatas maka secara singkat dapat kita ambil beberapa upaya yang dapat digu
nakan dalam meningkatkan kemampuaan asertif, antara lain sebagai berikut:

Diskusi- kelompok. Metode ini terutama berguna diantaranya untuk membantu individu yang tida
k mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan af
eksi dan respon posistif lainnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan berdiskusi, para siswa dap
at berlatih menggunakan pengetahuan dan gagasannya untuk menyampaikan pendapat, memper
tahankan pandangannya, menyatakan setuju atau menolak pendapat orang lain dengan cara-cara
yang baik (Syafi’ie, 1993: 38-39).

Bermain peran. Dengan bimbingan dari konselor, teknik ini digunakan untuk melatih klien yang
mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Lebih la
njut dijelaskan oleh Corey (2007: 213) bahwa latihan asertif dapat menggunkan prosedur-prosedu
r permainan peran. Konselor misalnya berperan sebagai atasan yang galak, dan klien sebagai ba
wahannya. Kemudian dibalik, klien menjadi atasan yang galak dan konselor menjadi bawahan ya
ng mampu dan berani mengatakan sesuatu kebenaran. Hal ini memang bertentangan dengan p
erilaku klien selama ini, dimana jika ia dimarahi atasan diam saja, walaupun dalam hatinya ingin
mengatakan bahwa ia benar. Proses pembentukan terjadi ketika tingkah laku baru dicapai denga
n penghampiran-penghampiran. Juga terjadi penghapusan kecemasan dalam menghadapi atasan
dan sikap klien yang lebih tegas terhadap atasan menjadi sempurna. Tingkah laku menegaskan
diri dipraktekkan dalam situasi permainan peran, dan dari sana diusahakan agar tingkah laku me
negaskan diri itu dipraktekkan dalam situasi-situasi kehidupan nyata. Konselor memberikan denga
n memperlihatkan bagaimana dan bilamana klien bisa kembali kepada tingkah laku semula, tidak
tegas, serta memberikan pedoman untuk memperkuat tingkah laku menegaskan diri yang baru
diperolehnya.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa metode dalam meningkatka
n kemampuan asertif. Beberapa metode tersebut dapat digunakan sebagai alternatif oleh guru p
embimbing dalam melatih siswa. Metode ini ada yang berformat klasikal, kelompok, maupun lap
angan. Pada tulisan ini penulis menggunakan kedua metode tersebut, yakni metode diskusi kelo
mpok dan bermain peran, sehingga formatnya kelompok dan bentuk pelatihannya langsung meli
batkan siswa. Layanan penguasaan konten dipandang tepat untuk membantu siswa karena layan
an ini juga dapat berformat kelompok selain itu dalam layanan ini, siswa diberikan suatu ketera
mpilan dan diajak langsung untuk belajar, dalam hal ini adalah belajar untuk bersikap asertif dal
am kehidupan sehari-hari.

Penutup

Simpulan dari penelitian ini adalah kemampuan asertif siswa dapat dikembangkan melalui layana
n penguasaan konten dengan metode diskusi kelompok dan bermain peran. Saran yang diberika
n yaitu, guru pembimbing hendaknya dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampu
an asertif siswa melalui layanan penguasaan konten dengan metode diskusi kelompok dan berm
ain peran.

Berperilaku submisif tidak banyak manfaatnya dan orang lain akan memberikan respon negative
dimana individu akan dikira tidak punya konstribusi yang nyata bila tidak menunjukkannya. Oran
g submisif seringkali menjadi sasaran pemberian tugas yang berkelebihan karena dia tidak sangg
up menolaknya. Orang agresip biasanya mengambil keuntungan dari orang submisif. Berperilaku
agresip akan membuat orang lain jengkel. Siapapun merasa tidak aman bila berdekatan dengan
orang yang dikenal sering memaksakan pendapatnya dan tidak memperdulikan perasaan orang l
ain. Orang lain umumnya tidak akan mau bekerja bersama dengan orang agresif kecuali dalam
keadaan terpaksa.

Perilaku asertif memiliki banyak manfaat karena orang menyadari peran dan keberadaan kita, me
mperoleh banyak teman dan lebih mudah bekerja sama, memudahkan diplomasi dalam mempen
garuhi orang lain serta membuat orang lain merasa dihargai karena kepentingan dan kebutuhan
nya terakomodasi.

Daftar Pustaka

Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Rineka Cipta.

Florsheim, P., Tolan, P. H., & Gorman-Smith, D. (1996). Family processes and risk for externalized
behavior problems among African American and Hispanic boys. Journal of Counseling and Clinic
al Psychology, 64(6), 1222–1230.

French, Astrid. 1998. Ketrampilan Berkomunikasi antar Pribadi. Indonesia: Kentindo Soho.
Gunarsa, Singgih D. 2004. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Mulyana, Dedi. 2001. Kontek-Kontek Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Rakos, Richard F.1991. Assertive Behaviour: Theory, Research, And Training. New York: Routledge
London.

Stein, J. Steven dan Howard E.Book. 2002. Ledakan EQ. Bandung: CV Alfabeta.

Stein, M. B., Liebowitz, M. R., Lydiard, R. B., Pitts, C. D., Bushnell, W., & Gergel, I. (1998). Paroxet
ine treatment of generalized social phobia (social anxiety disorder). A randomized clinical trial. Jo
urnal of the American Medical Association.

Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar Pribadi. Semarang: UNNES Press.

Syafi’ie, Imam. 1993. Terampil Berbahasa Indonesia I. Petunjuk Guru Bahasa Indonesia SMU Kelas
1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tarigan, Djago, dkk. 2003. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Universit
as Terbuka.

Tarigan, Henry Guntur. 1990. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Cet. Ke-10. Bandu
ng: Angkasa.

Sofyan, Willis.. 2007. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung:Alfabeta.

Zane, N. W. S., Sue, S., Hu, L., & Kwon, J. (1991). Asian-American assertion: A social learning ana
lysis of cultural differences. Journal of Counseling Psychology, 38, 63–70.

Ziegler, R. G. (1996). Anxiety disorders in children: Applying a cognitive-behavioral technique that


can be integrated with pharmacotherapy or other psychosocial interventions. In J. M.

Zimmerman, M., & Coryell, W. (1990). Diagnosing personality disorders in the community: A com
parison of self-report and interview measures. Archives of General Psychiatry, 47, 527–531.

Vous aimerez peut-être aussi