Vous êtes sur la page 1sur 20

TUGAS IKARES

TROMBOSIS VENA
DALAM DAN EMBOLI
PARU
CONI SENOPADANG
• Trombosis  terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah.
• Trombus atau bekuan darah  vena, arteri, jantung atau mikro sirkulasi  komplikasi
akibat obstruksi atau emboli.
• Berkaitan dengan berbagai kondisi medis atau prosedur bedah tertentu
• Risiko tromboemboli pada pasien dengan defisiensi antitrombin Ill  80%, 70% pada
gagal jantung kongestif dan 40% pada infark miokard akut. 
PATOGENESIS

• Triad Virchow 1). gangguan pada aliran darah yang mengakibatkan stasis, 2). angquan pada
keseimbangan antara prokoagulan dan antikoagulan yang menyebabkan aktivasi faktor pembekuan,
dan 3). gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan
• Trombosis  keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme protektif terganggu
• Trombus  fibrin dan sel-sel darah
• Trombus arteri (karena aliran yang cepat) trombosit yang dikat olen fibrin yang tipis,
• Trombus vena terutama terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam
jumlah yang besar dan sedikit trombosit.
FAKTOR TROMBOGENIK MEKANISME PROTEKTIF

• gangguan sel endotel • faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh
• netralisasi taktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel
• terpaparnya subendotel akibat hilanqnya sel endotel
endotel
• aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen • hambatan taktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor
subendotel atau taktor von Willebrand. • pemecahan faktor pembekuan oleh protease
• aktivasi koaqulasi • pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trombosit yang
beragregasi olen aliran darah
• Terganggun terganggunya fibrinolisis
• lisisnya trombus olen sistem fibrinolisis
• stasis
DIAGNOSIS TROMBOSIS VENA DALAM

• Keluhan utama pasien DVT adalah kaki yang bengkak dan nyeri.
• Riwayat penyakit sebelumnya  faktor risiko dan riwayat trombosis sebelumnva. Adanya
riwayat trombosis dalam keluarga
• Gambaran klasik DVT : edema tungkal unilateral, eritema, hangat, nyeri, dapat diraba
pembuluh darah superfisial, dan tanda Homan yang positif.
• Pemeriksaan laboratorium hemostasis  peningkatan D-dimer dan penurunan antitrombin
• Peningkatan D-dimer  indikator adanya trombosis yang aktif. Sensitif tetapi tidak spesifik
dan lebih berperan untuk menyingkirkan adanya trombosis jika hasilnya negatif.
• Pemeriksaan radiologis: venografi, flebografi, ultrasonografi (USG) doppler (duplex scanning), USG
kompresi, Venous Impedance Plethysmo-graphy (IPG) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Ketepatan pemeriksaan USG doppler pada pasien DVT proksimal simptomatik 94%
• Duplex scanning  sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk mendiagnosis DVT proksimal.
Venografi atau flebografi  standar untuk mendiagnosis DVT, baik pada betis, paha, maupun sistem
Ileofemoral. Kerugiannya: pemasangan kateter vena dan risiko alergi terhadap bahan radiokontras atau
yodium.
• MRI umumnya digunakan untuk mendiagnosis DVT pada perempuan hamil atau pada DVT di daerah
pelvis, iliaka dan vena kava di mana duplex scanning pada ekstremitas bawah menunjukkan hasil negatif.
DIAGNOSIS EMBOLI PARU

• Pasien umumnya mengeluh nyeri dada mendadak (seperti nyeri pleuritik), sesak napas, hemoptisis, banyak
berkeringat dan gelisah (menyerupai nyeri dada pada sindrom koroner akut)
• Gejala klasik emboli paru berupa sesak (dengan atau tanpa disertai nyeri dada pleuritik atau hemoptisis),
takipnea, takikardia dan banyak berkeringat.
• Femeriksaan foto dada (toraks) tidak spesifik, gambaran normal hingga 40% kasus
• Elektrokardiogram dapat menunjukkan gambaran normal atau sinus takikardia. Gambaran yang klasik seperti
gelombang S1-T3, gelombang T yang terbalik di sandapan prekordial kanan, deviasi aksis ke kanan dan right
bundle branch block (BBB) komplit/inkomplit
• Analisis gas darah  penurunan tekanan PO2, dan pCO2, yang disertai alkalosis, meskipun nilai analisis gas
darah yang normal tidak menyingkirkan adanya emboli paru.
DIAGNOSIS EMBOLI PARU

• Pemeriksaan Ventilation-Perfusion (V/Q) Lung Scanning  prosedur baku untuk


mendiagnosis emboli paru.
• Interpretasi hasil pemeriksaan ini berdasarkarkan daerah V/Q yang mismatch: tidak
terdapatnya gambaran perfusi gambaran ventilasi tampak normal atau tersebar merata.
Hasil  high probabllity, intermediate probability, low probability, very low probability
atau normal.
• Angiografi pulmonal  prosedur standar mendiagnosis emboli paru
TATALAKSANA DVT

• fase akut: Menghentikan bertambahnya trombus, Membatasi bengkak yang progresif


pada tungkai, Melisiskan atau membuang bekuan darah dan mencegah disfungsi vena
atau sindrom pasca trombosis (post thrombotic syndrome), mencegah emboli
• Antikoagulan
• Trombolitik
• Trombektomi
ANTIKOAGULAN

• UFH (Unfractionated heparin)


• Mekanisme kerja utama heparin adalah: 1). meningkatkan kerja antitrombin Ill sebagal inhibitor
faktor pembekuan, dan 2). melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari dinding
pembuluh darah.
• Bolus 80 IU/Kgbb intravena dilanjutkan dengan infus 18 IU/kqBB/jam dengan pemantauan nilai
APTT 6 jam setelah bolus, target APTT 1.5-2.5 kali nilai kontrol, kemudian dipantau sedikitnya/
hari
• Sebelum memulai terapi heparin, APTT, PT dan jumlah trombosit harus diperiksa, terutama pada
pasien dengan risiko perdarahan yang tinggi atau dengan gangquan hati atau ginjal.
• Heparin berat molekul rendah (low molecular weight heparin/LMWH), 1-2x sc  risiko
perdarahan mayor yang lebih kecil, tidak memerlukan pemantauan laboratorium yang sering
dibandingkan dengan UH, kecuali pada pasien seperti gagal ginjal atau sangat gemuk.
• Antikoagulan oral (warfarin)  menghambat faktor pembekuan yang memerlukan Vitamin K.
Obat diberikan bersama-sama awal terapi heparin dengan pemantauan INR.
• Heparin diberikan selama minimal 5 hari dan dihentikan bila mencapai target INR yaitu 2,0-3,0
selama dua hari berturut-turut.
• Diberikan 6 mingqu hingga 3 bulan jika mempunyai faktor risiko yang reversibel, atau sedikitnva
6 bulan jika idiopatik. Seumur hidup  pasien yang mengalami lebih dari dua kali episode
trombosis vena atau satu kali pada kanker yang aktif
TROMBOLITIK

• Melisiskan trombus secara cepat  mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin.


• Umumnya hanya efektif pada fase awal
• Risiko perdarahan tiga kali lipat dibandingkan dengan terapi antikoagulan saja. Pada
umumnya terapi ini hanya dilakukan pada DVT dengan OklusI total, terutama pada
iliofemoral
TROMBEKTOMI

• Terutama dengan fistuléarteriovena sementara, harus dipertimbangkan pada trombosis


vena iliootemoral akut yang kurang dari 7 hari dengan harapan hidup lebih dari 10 tahun
TERAPI EMBOLI PARU

• Analgetik , hati-hati jika akan memberikan opiat pada pasien Hipotensi


• Intubasi dan ventilasi mekanik 
• Pemasangan Kateter vena sentral
• Antikoagulan
ANTIKOAGULAN

• UFH merupakan terapi standar dan dapat diberikan secara intravena atau subkutan.
• LMWH efikasi yang sama, belum direkomendasikan pada emboll paru masif yang
disertai gangquan hemodinamik
• Antikoaqulan oral dimulai bersamaan dengan terapi heparin. Kedua obat ini diberikan
selama minimal 5 hari dan heparn dihentikan jika sudan mencapai INR di atas 2.0 selama
dua hari berturut-turut.
TROMBOLITIK

• Pasien dengan gangquan sirkulasi berat seperti Hipotensi, oliguria dan hipoksemia berat.
• Risiko perdarahan mayor berkisar 10%. Risiko perdarahan serebral berkisar 0.5- 1.5%,
terutama pada pasien usia lanjut dengan HT tidak terkontrol, pasien yang baru menjalani
operasi kraniotomi atau stroke.
PENCEGAHAN

• Asimtomatik atau tidak disertai gejala klinis yang khas


• tromboprofilaksis harus dipertimbanakan dada kasus-kasus yang mempunyai risiko
terjadinya tromboemboli vena.
• Low Dose Unfractionated Heparin (LDUH), yaitu UFH 5.000 IU subkutan setiap 8-12
jam yang dimulai 1-2 iam sebelum operasi, ADH yaitu UFH subkutan setiap 8 jam,
mulai sekitar 3.500 IU sk dan disesuaikan 500 lU dengan target nilai aPTT normal tinggi,
atau LMWH/heparinoid yang dapat diberi sesuai dengan jenis operasi dan risiko
tromboemboli prosedur tersebut.

Vous aimerez peut-être aussi