Vous êtes sur la page 1sur 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lautan, pegunungan, sungai dan gurun telah menjadi isolasi alam yang berfungsi sebagai
penghalang pergerakan alami makhluk hidup dalam sistem ekologi. Isolasi tersebut membentuk
keragaman dan keunikan kawasan-kawasan ekosistem alami. Pada banyak kasus atau fenomena,
isolasi alam yang mampu membatasi pergerakan spesies tersebut kini tidak efektif lagi.
Globalisasi dalam bentuk peningkatan arus perdagangan dan transportasi lintas negara dan
kawasan telah membuat berbagai spesies bisa berpindah dan melintasi jarak yang jauh dan
masuk ke habitat baru sebagai spesies asing. Spesies asing yang masuk dalam sebuah ekosistem
baru kemudian beradaptasi dan bersaing dengan spesies asli. Beberapa jenis/spesies asing dalam
bentuk galur dan varietas baru memang secara nyata dapat memberikan keuntungan ekonomi dan
kontribusi positif bagi kesejahteraan masyarakat. Namun terdapat spesies asing yang memiliki
kemampuan tumbuh dan menyebar secara cepat, mengalahkan spesies asli yang kemudian
disebut sebagai spesies asing invasif atau invasive alien species (IAS). Tindakan pemasukan,
penyebaran dan penggunaan berbagai spesies asing baik sengaja maupun tidak sengaja, untuk
kepentingan perdagangan maupun non perdagangan merupakan sumber dari perkembangan
spesies asing invasif di suatu negara (Ardhian, 2011).
Spesies invasif adalah oeganisme yang memperoleh keuntungan kompetitif setelah
hilangnya kendala alamiah terhadap perbanyakannya yang memungkinkan jenis itu menyebar
cepat untuk mendominasi daerah baru dalam ekosistem dimana jenis itu dominan (Vale’ry,
Herve, Jean-Claude dan Daniel, 2008). Organisme invasif dapat berupa jenis lokal maupun jenis
asing. Jenis organisme asing invasif umumnya memiliki karakter tambahan yaitu cenderung
mengubah struktur dan komposisi habitat organisme asli serta tidak memiliki musuh alami
(Gordon, 1998). Selain itu, organisme asing invasif memiliki kemampuan dalam mempengaruhi
ekosistem asli dengan mengubah siklus hidrologi dan siklus nutrisi (Ardhian, 2011).
Pengaruh adanya jenis-jenis asing invasif terhadap suatu ekosistem sangat besar,
membahayakan dan biasanya berjalan terus menerus. Jenis-jenis tersebut dapat merusak jenis-
jenis asli dan ekosistem dalam skala global, sehingga menyebabkan terjadinya degradasi dan
hilangnya suatu habitat (Anonim 2000). Waterhouse (2003) mengemukakan bahwa pentingnya
pengenalan terhadap bahaya organisme asing yang berpotensi menjadi organisme invasif di
berbagai daerah. Sehingga, perlu diketahui jenis-jenis organisme yang berpotensi menjadi
organisme infasive agar dapat dilakukan upaya penanggulangan terhadap organisme invasive
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari paper mengenai organisme invasive ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah karakteristik organisme invasif?
2. Apa sajakah dampak yang ditimbulkan dari keberadaan organisme invasive pada suatu
ekosistem?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari paper mengenai organisme invasive ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui karakteristik organisme invasif
2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari keberadaan organisme invasive pada
suatu ekosistem?
BAB II
ISI

2.1 IAS (Invasive Alien Species)


Spesies invasif adalah definisi yang menjelaskan tentang spesies yang bukan spesies asli
tempat tersebut (hewan ataupun tumbuhan), yang secara luas memengaruhi habitatyang mereka
invasi. Spesies asing yang masuk dalam sebuah ekosistem baru kemudian beradaptasi dan
bersaing dengan spesies asli. Beberapa jenis/spesies asing dalam bentuk galur dan varietas baru
memang secara nyata dapat memberikan keuntungan ekonomi dan kontribusi positif bagi
kesejahteraan masyarakat. Namun terdapat spesies asing yang memiliki kemampuan tumbuh dan
menyebar secara cepat, mengalahkan spesies asli yang kemudian disebut sebagai spesies asing
invasif atau invasive alien species (IAS). Tindakan pemasukan, penyebaran dan penggunaan
berbagai spesies asing baik sengaja maupun tidak sengaja, untuk kepentingan perdagangan
maupun non perdagangan merupakan sumber dari perkembangan spesies asing invasif di suatu
negara (Ardhian, 2011).
Tahapan munculnya IAS pada suatu ekosistem dimulai dari munculnya IAS pada suatu
kawasan melalui kegiatan perdagangan, ornament, turisme, kegiatan tukar menukar spesimen
(penelitian), kegiatan perhubungan, dll. Kemudian, IAS tersebut dapat beradaptasi dengan
lingkungan baru yang ia tinggali sehingga mampu berkembang biak dengan spontan. Lalu IAS
tersebut hidup permanen pada kawasan baru yang ditinggalinya, sehingga dapat menyebar pada
areal baru tersebut. Organisme baru yang tumbuh pada suatu ekosistem belum tentu invasif,
tergantung dari karakteristik organisme tersebut. Organisme local yang telah hidup pada suatu
kawasan juga berpotensi menjadi organisme invasif jika karakteristik dari organisme tersebut
menginvasi ekosistemnya (Kolar, 2001).
Invasi terjadi karena suatu kompetisi. Spesies selalu berkompetisi dengan spesies lain
untuk mendapatkan sumber daya sebanyak-banyaknya sehingga salah satu caranya adalah
dengan tumbuh dan berkembang biak secepat mungkin. Hal ini cukup mengeliminasi spesies asli
dari kompetisi memperebutkan sumber daya. Selain dengan tumbuh dan berkembang dengan
cepat, mereka juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies asli. Hal yang
memengaruhi kecepatan invasi suatu spesies diantaranya adalah kemampuan
bereproduksi secara aseksual maupun seksual, tumbuh dengan cepat, bereproduksi dengan cepat,
kemampuan menyebar yang tinggi, fenotip yang elastis, mampu mengubah bentuk tergantung
kondisi terbaru di sekitarnya, toleransi terhadap berbagai keadaan lingkungan, hubungan dengan
manusia, invasi lainnya yang telah sukses dilakukan (Kolar, 2001).
Umumnya, spesies introduksi harus bertahan pada populasi yang sedikit sebelum menjadi
invasif. Pada kepadatan populasi yang rendah, akan sulit bagi spesies tersebut untuk berkembang
biak dan mempertahankan jumlah. Spesies introduksi dapat menjadi invasif jika mampu
menyingkirkan spesies asli dari persaingan memperebutkan sumber daya
seperti nutrisi, cahaya, ruang, air, dan sebagainya. Jika spesies tersebut berevolusi di bawah
kompetisi yang sengit dengan tingkat predasi yang tinggi, maka lingkungan baru mungkin
membuat spesies tersebut berkembang biak dengan sangat cepat. Namun, kompetisi unilateral
dan kepunahan spesies asli serta peningkatan populasi spesies invasif bukan termasuk kompetisi.
Spesies invasif mungkin mampu mengandalkan sumber daya yang sebelumnya tidak mampu
dijangkau spesies asli, misalnya air tanah yang dalam yang mampu dijangkau akar spesies
invasif yang panjang, atau kemampuan untuk hidup di tanah yang sebelumnya tidak dapat
dijadikan habitat. Contohnya adalah Aegilops triuncialis di tanah serpentin California (Brooks,
2004).
Fasilitasi ekologi adalah mekanisme yang dilakukan oleh beberapa spesies dengan
menggunakan kemampuan mereka memanipulasi faktor abiotik lingkungan sekitar mereka
menggunakan bahan kimia yang mereka produksi. Hal ini menyebabkan lingkungan menjadi
kondisi yang sesuai dengan mereka namun tidak cocok bagi spesies asli. Tumbuhan
seperti Bromus tectorum memiliki kemampuan beradaptasi dengan api. Setelah kebakaran
lahan usai, spesies ini menyebar dengan cepat. Namun sesungguhnya keberadaan tanaman ini
sendiri mempercepat terjadinya kebakaran dengan memproduksi banyak serasah kering
selama musim kering sehingga mempercepat terjadinya kebakaran yang menguntungkan
penyebaran mereka (Brooks, 2004).
Spesies invasif biologis mengubah ekosistem dengan banyak cara. Di seluruh dunia,
perkiraan 80% dari spesies terancam dapat menderita karena kompetisi atau predasi yang
diakibatkan spesies invasif. Pembukaan lahan dan habitasi oleh manusia memberikan tekanan
secara signifikan terhadap spesies lokal. Habitat yang terganggu dapat menjadi suatu ekosistem
yang baru yang memengaruhi secara luas terhadap ekosistem lokal. Hal ini dapat menyebabkan
spesies unggul, yang mungkin bukan spesies asli, dapat tumbuh pada habitat yang baru tersebut
dan menjadi spesies invasif menyingkirkan spesies asli. Contoh lainnya adalah spesies Bacopa
monnieri yang dinyatakan sebagai hama ekosistem karena memengaruhi populasi burung
akuatik. Spesies ini dengan cepat menutupi tanah basah yang luas dan mengganggu
kehidupan burung seperti Himantopus mexicanus knudseni yang tidak dapat mencari makan di
tempat yang ditumbuhi spesies invasif tersebut. Introduksi spesies yang dilakukan oleh manusia
ke ekosistem dapat memiliki efek yang berbeda. Gemma gemma yang diintroduksi dari pantai
timur Amerika ke Bodega Harbor di California seabad yang lalu tidak mengurangi populasi
spesies asli (Nutricola spp). Sedangkan spesies Carcinus maenas yang diintroduksi
dari Eropa memangsa spesies asli sehingga populasi spesies asli terganggu. Spesies invasif dapat
mengubah fungsi ekosistem. Misalnya ekosistem pasca kebakaran hutan (Bromus tectorum),
siklus nutrisi (Spartina alterniflora), dan daur hidrologi (Tamarix) di ekosistem asli (Mack,
2000).

2.2 Contoh IAS


Beberapa contoh organisme yang berpotensi menjadi organisme invasif untuk kategori
fauna adalah ikan banded puffer atau dengan nama latinnya adalah Colomesus psittacus. Daerah
penyebaran asli adalah Pantai Paria (Atlantik) hingga Sungai Amazon di Brazil, sementara
daerah penyebaran asingnya adalah Brazil, French Guiana, Guyana, Trinidad, Venezuela dan
Suriname. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh ikan jenis ini adalah memiliki racun yang
membahayakan hewan air lainnya yaitu jenis tetrodotoxin yang merupakan racun dengan daya
yang lebih kuat daripada sianida dan bisa menyebabkan kesulitan bernafas pada manusia yang
terkena zat tersebut. Kemudian organisme lain yang juga berpotensi menjadi IAS adalah
ocellated puffer atau dengan nama latin Tetraodon duboisi. Daerah penyebaran asli ikan jenis ini
adalah Republik Demokratik Kongo, sementara daerah penyebaran asingnya adalah Benua
Afrika (Leopoldville, Stanley Pool). Dampak yang dapat ditimbulkan oleh ikan jenis ini adalah
memiliki racun yang dapat membahayakan hewan air lain dan juga berbahaya pada manusia
yang terkena zat racun tersebut (Cordon, 2004).
Untuk kategori flora, beberapa tumbuhan invasif dapat menginvasi suatu ekosistem seperti
yang terjadi di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat. Beberapa contoh tumbuhan
invasif tersebut adalah Piper aduncum (Matico) merupakan jenis tumbuhan tropis yang selalu
hijau. Perawakan berupa perdu atau pohon kecil yang tumbuh mencapai tinggi 6 sampai 7 meter.
Jenis ini tumbuh alami di daerah Meksiko Selatan sampai kepulauan Karibia, dan banyak
ditemukan tumbuh di daerah Amerika Selatan. Matico juga tumbuh di daerah Asia tropis,
Polinesia dan Melanesia, bahkan dapat ditemukan di Florida, Hawaii, dan Puerto Rico. Di
beberapa negara Matico dianggap sebagai gulma invasif (Taylor, 2006). Di beberapa bagian
Papua Nugini, walaupun Matico bersifat invasif, kayu tanaman ini digunakan oleh penduduk
lokal untuk berbagai penggunaan seperti untuk bahan bakar dan pagar (Siges et al., 2005).
Kemudian Austroeupatorium inulaefolium merupakan jenis tumbuhan invasif yang berasal dari
Amerika Tropis. Saat ini A. inulaefolium menjadi gulma dan menyebar di berbagai negara,
termasuk Taiwan (Tsai et al., 2006). Penyebaran jenis ini cukup cepat karena mempunyai
kemampuan memperbanyak diri baik secara generatif dari biji maupun secara vegetatif dari
batang-batang bawahnya.
Jika telah terjadi invasi pada suatu kawasan oleh IAS maka perlu diambil tindakan guna
mengendalikan kondisi tersebut. Perlu adanya usaha pengendalian pada organisme invasif yang
telah mengancam kelestarian ekosistem dan keberadaan flora dan fauna asli di suatu kawasan.
Pengendalian dapat dilakukan dengan penanaman jenis-jenis tumbuhan asli di kawasan-kawasan
terbuka dan mempercepat penutupan kanopi hutan serta pengembangbiakan fauna asli dengan
dukungan area konservasi. Apabila organisme invasif sudah menguasai suatu kawasan, maka
perlu diambil tindakan pemberantasan dengan cara pencabutan dan pembakaran di luar kawasan
hutan untuk kategori flora dan pemusnahan untuk kategori fauna. Untuk langkah lain yang dapat
diambil oleh pemerintah adalah melakukan berbagai studi dan penelitian mengenai potensi
invasif spesies dan mengeluarkan peraturan mengenai masuknya spesimen-spesimen dari luar
negeri ke dalam negeri.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan paper mengenai organisme invasif ini sesuai dengan pembahasan
adalah sebagai berikut:
1. Organisme invasif dapat berasal dari luar kawasan maupun dari kawasan itu sendiri, dapat
beradaptasi, berkembang biak dan menyebar dengan cepat pada kawasan baru yang
diinvasinya, memiliki kemampuan untuk memanipulasi faktor abiotik lingkungan sehingga
lingkungan menjadi tidak menguntungkan untuk organisme natif (organisme asli), serta
dapat mengalahkan hingga mematikan organisme asli melalui kompetisi ruang maupun
nutrisi.
2. Dampak yang ditimbulkan dari organisme invasif adalah berubahnya ekosistem asli dan
matinya organisme natif (organisme asli) serta berkembangnya bibit unggul yang bukan
merupakan organisme asli.
DAFTAR PUSTAKA

Ardhian D, 2011. Bahaya Invasive Alien Species (http://www.google.co.id.deardhian4u.


wordpress.com/2011/bahaya-invasive-alienspecies/-), disitasi 11 November 2011.

Brooks, M.L.; C. M. D’Antonio, D. M. Richardson, J. B. Grace, J. E. Keeley, J. M. DiTomaso,


R. J. Hobbs, M. Pellant, and D. Pyke (2004). "Effects of invasive alien plants on
fire". BioScience

Cordon A and W Arianto, 2004. Invasive alien plant species in Mount Gede-Pangrango Nature
Reserve. J. Gulma Tropika 2(2), 75-85.

Kolar, C.S.; D.M. Lodge (2001). "Progress in invasion biology: predicting invaders". Trends in
Ecology & Evolution

Mack, R.; D. Simberloff, W.M. Lonsdale, H. Evans, M. Clout, and F.A. Bazzazf (2000). "Biotic
invasions: Causes, epidemiology, global consequences, and control". Ecological
Applications 10: 689–710.

Siges T, AE Hartemink, P Hebinck and BJ Allen, 2005. The invasive shrub Piper aduncum and
rural livelihoods in the Finschhafen area of Papua New Guinea. Human Ecology 33(6),
875-893.

Taylor L, 2006. Technical Data Report for Matico (Piper aduncum, angustifolium)" (PDF).
Raintree Nutrition, Inc. (http://www.rain-tree.com/reports/matico-techreport.pdf. Retrieved
2011-04-11).

Tsai WH, IP Ching and MW Chiu, 2006. Austroeupatorium inulifolium (Kunth) King &
Robinson (Asteraceae), a newly naturalized plant in Taiwan. Taiwania 51(1), 41- 45.

Waterhouse BM. 2003. Know your enemy: Recent records of potentially serious weeds in
Northern Australia, Papua New Guinea and Papua (Indonesia). Telopea 10 (10): 477-486.

Vous aimerez peut-être aussi