Vous êtes sur la page 1sur 26

FISIOTERAPI PADA KASUS

TUBERKULOSIS PARU

Oleh:

Annisa Mahanani (P27226015094)

Kiki Shinta Dewi (P27226015112)

Zidni Ilma Tiana (P27226015141)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI3

A. Pengertian Tuberkulosis Paru........................................................................3

B. Etiologi Tuberkulosis Paru............................................................................3

C. Patofisiologi Tuberkulosis Paru....................................................................4

D. Pathway Tuberkulosis Paru...........................................................................5

E. Jenis – Jenis Tuberkulosis.............................................................................6

F. Tanda dan Gejala Tuberkulosis.....................................................................8

G. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru...........................................................8

H. Komplikasi....................................................................................................9

I. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................11

J. Pencegahan..................................................................................................12

K. Penatalaksanaan..........................................................................................12

BAB III PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI 13

STATUS KLINIS.............................................................................................13

BAB IV PENUTUP 31

A. Simpulan............................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA 32
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) Paru merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia


dengan angka mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat. Penyakit ini sangat
erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan dibawah
standar, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat. Mikobakterium tuberculosis
telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
Sejak tahun 1993 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
terjadi kedaruratan global yang disebabkan oleh infeksi TB. Penyakit TB
mengakibatkan kematian hampir 2 juta penduduk setiap tahunnya, sebagian besar
terjadi di negara berkembang. Dalam perkiraan antara tahun 2000-2020 kematian
karena TB meningkat sampai 35 juta orang. Dalam laporan WHO tahun 2013
sekitar 9 juta orang menderita tuberkulosis dan 1,5 juta diantaranya meninggal
dunia. Tahun 2013 diestimasikan 9 juta orang di dunia menderita TB dan lebih
dari 56% tersebar di Asia Tenggara dan Pasifik Barat.
Penyakit TB di Indonesia merupakan masalah yang utama karena masih
tingginya jumlah kasus TB tahun 2013 yaitu sebesar 316.562 kasus dengan
prevalensisebesar 289 per 100.000 penduduk dan jumlah kasus baru TB sebesar
194.780 kasus dengan angka insiden 189 per 100.000 penduduk. Selain itu, angka
kematian karena TB juga masih tinggi yaitu 27 per 100.000 penduduk dengan
jumlah kematian sebesar 169 orang per hari atau 61.000 orang per tahun.Selain
Indonesia berada di peringkat kedua sebagai negara penyumbang kasus baru TB
terbanyak di dunia setelah India, Indonesia juga merupakan salah satu negara
dengan persentase keberhasilan pengobatan TB dibawah target dunia. Menurut
Laporan Kesehatan Indonesia tahun 2014 menyatakan bahwa angka keberhasilan
pengobatan TB belum mencapai target yaitu 81,3 % dari target 88%. Sedangkan
tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 84% namun belum mencapai target
nasional 88% sedangkan tahun 2016 angka keberhasilan pengobatan TB menurun
menjadi 75, 4% (Depkes, 2016).

1
2

Tuberkulosis paru menyebabkan beberapa masalah yaitu diantaranya malaise,


batuk, demam, sesak nafas, dan nyeri dada. Fisioterapi dapat memberikan
intervensi berupa breathing exercise, Active Cycle Breathing Technique (ACBT),
dan postural drainage untuk mengatasi problem-problem yang muncul akibat
tuberkulosis paru. Maka dari itu makalah ini disusun untuk mengetahui peran
fisioterapi pada kasus Tuberkulosis Paru.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada TB Paru?

C. Tujuan

1. Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus TB Paru.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis (TB) merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah.


Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang
biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke
individu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkioulus atau alveolus. Kuman
juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, atau kadang-kadang melalui lesi
kulit. Apabila bakteri tuberkulin dalam jumlah yang banyak berhasil menembus
mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati saluran napas
bawah, pejamu akan melakukan respons imun dan inflamasi yang kuat. Karena
respons yang hebat ini, terutama yang diperantarai sel-T hanya sekitar 5% orang
yang terpajan basil tersebut akan menderita tuberkulosis aktif. Hanya individu
yang mengidap infeksi tuberkulosis aktif yang menularkan penyakit ke individu
lain dan hanya selama masa infeksi aktif ( Elizabeth Corwin, 2009).
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh basil mikrobakterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernapasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke
dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses
yang dikenal sebagai focus primer dari ghon (Hood Alsagaff, 1995: 73).
B. Etiologi Tuberkulosis Paru

Agen infeksius utama, mikrobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik


tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar
ultraviolet. Mikrobakterium bovis dan mikrobakterium avium pernah menjadi
agen infeksius, pada kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi
tuberkulosis (Wijaya, dkk., 2013).

3
4

C. Patofisiologi Tuberkulosis Paru

Tempat masuknya kuman tuberkulosis adalah saluran pernapasan,


pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Namun kebanyakan infeksi terjadi
melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel dari orang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan
alveolus biasanya berada di bagian bawah lobus atas paru-paru atau di bagian atas
lobus bawah dan membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
(PMN) memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Selanjutnya leukosit
diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul
gejala pneumonia akut. Gejala ini dapat sembuh dengan sendirinya.
Proses dapat terus berlanjut dan bakteri terus difagosit dan berkembang biak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Lesi
berkembang dan terbentuk jaringan parut yang mengelilingi tuberkel yang disebut
fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dengan fokus ghon
disebut kompleks ghon. Fokus ghon dapat menjadi nekrotik dan membentuk masa
seperti keju, dapat mengalami kalsifiksi membentuk lapisan protektif sehingga
kuman menjadi dorman.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau respons in adekuat dari sistem imun. Penyakit aktif dapat
juga terjadi akibat infeksi ulang atau aktivasi bakteri dorman. Hanya sekitar 10%
yang awalnya terinfeksi yang mengalami penyakit aktif. Basil TB dapat bertahan
lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman. Penyakit dapat juga menyebar melalui
kelenjar limfe dan pembuluh darah yang dikenal dengan penyebaran limfo
hematogen ke berbagai organ lain seperti usus, ginjal, selaput otak, kulit dan lain-
lain (Corwin, 2009).
5

D. Pathway Tuberkulosis Paru

Mycobacterium TB
TBTuberculosis

Melalui inhalasi ludah

Membentuk kolonisasi di bronkioulus/ alveolus

Menembus mekanisme pertahanan

Menempati saluran napas


bawah

Poliferasi sel epitel disekelilingi basil dan


membentuk dinding basil dan organ yang
terinfeksi (tuberkel)

Basil menyebar melalui kelenjar getah bening


menuju kelenjar regional

Inflamasi / infeksi menyebabkan kerusakan jaringan paru-


paru

Demam, Anoreksia, Berat badan Nyeri dada


turun

Perubahan nutrisi

Pembentukan jaringan parut dan tuberkel di permukaan


paru-paru
Gangguan Erosi
pertukaran gas pembuluh
darah
Pucat, anemia, lemah
6

E.

F. Jenis – Jenis Tuberkulosis

Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari
udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal
saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh
makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini, bakteri ditangkap oleh
makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh
makrofag yang lemah itu dan menghancurkan makrofag itu. Dari proses ini,
dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit atau makrofag dari aliran
darah membentuk tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri, makrofag harus
diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T.
Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama.
Ada makrofag yang berfungsi sebagai pembunuh, pencerna bakteri, dan
perangsang limfosit. Beberapa makrofag menghasilkan protease, elastase,
koleganase, setra coloni stimulating factor untuk merangsang produksi
monosit dan granulosit pada sumsum tulang. Bakteri TB menyebar melalui
saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional (hilus) membentuk
epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat
timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivity) terhadap bakteri
TB. Hal ini terjadi sekitar 2 sampai 4 minggu dan akan terlihat pada tes
tuberkulin. Hipersensitivitas seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari
limfosit dan makrofag.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk lokus lokal (fokus
ghon), sedangkan fokus inisial bersama – sama dengan limfadenopati
bertempat di hilus dan disebut juga dengan TB primer. Fokus primer paru
biasanya bersifat unilateral dengan subpleura terletak diatas atau di bawah
fisura interlobaris, atau dibagian basal dari lobus inferior. Bakteri menyebar
lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada
berbagai organ. Jadi, TB primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis.
7

Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak


berkembang lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak
lebih lanjut dan menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang
melemah akibat terkena penyakit kronis atau memakai obat yang
melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang
dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktivasi infeksi primer atau
infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi
primer terjadi (Muttaqin, Arif,. 2008).
Tuberkulosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB
masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90%
diantaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi
apabila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, silikosis,
diabetes melitus, AIDS.
Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional
dan organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi
imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan
yang terjadi pada TB primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih mencolok dan
menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma.
Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan
bahan kaseosa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa terbentuknya kavitas
dan manifestasi lainnya dari TB sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik
yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler.
TB paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari
seumber eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda
pernah terinfeksi bakteri TB. Biasanya hal ini terjadi pada daerah apikal atau
segmen posterior lobus superior (fokus simon), 10-20 mm dari pleura dan
segmen apikal lobus inferior. Hal ini mungkin disebabkan oleh kadar oksigen
yang tinggi di daerah ini sehingga menguntungkan untuk pertumbuhan
bakteri TB.
Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru,. Kerusakan paru
diakibatkan oleh produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas yang terjadi
8

diliputi oleh produksi yang tebal berisi pembuluh darah pulmonal. Kavitas
yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal. Masalah lainnya pada
kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang
menumbuhkan mycetoma.

G. Tanda dan Gejala Tuberkulosis Paru

1. Tanda: a) Penurunan berat badan, b) Anoreksia, c) Dispneu, d) Sputum


purulen/hijau, mukoid/kuning.

2. Gejala:
a. Demam yang menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi
kuman TBC yang masuk.
b. Batuk karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif
(menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus
dinding bronkus.
c. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
d. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
(menimbulkan pleuritis)
e. Malaise dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan
turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
H. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru

Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimptomatis. Pada


individu lainya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala tersebut tidak
dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut. Bagaimanapun, gejala dapat
timbul pada individu yang mengalami imunosupresif dalam beberapa minggu
setelah terpajan oleh basil. Manifestasi klinis yang umum termasuk keletihan,
penurunan berat badan, letargi, anoreksia (kehilangan napsu makan), dan demam
ringan yang biasanya terjadi pada siang hari. “berkeringat malam” dan ansietas
9

umum sering tampak. Dipsnea, nyeri dada, dan hemoptisis adalah juga temuan
yang umum (Asih, dkk., 2004).

I. Komplikasi

Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal napas, dan
kematian. TB yang resisten terhadap obat dapat terjadi. Kemungkinan galur lain
yang resisten obat dapat terjadi. Penyakit TBC bisa menimbulkan komplikasi,
yaitu menyerang beberapa organ vital tubuh, di antaranya:

1. Tulang
TBC tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri TBC yang mengendap di
paru-paru, lalu terjadi komplikasi dan masuk ke tulang. Atau bisa juga bakteri
TBC langsung masuk ke tulang lewat aliran darah dari paru-paru. Waktu yang
dibutuhkan bakteri untuk masuk dan merusak tulang bervariasi. Ada yang
singkat, tapi ada pula yang lama hingga bertahun-tahun. Bakteri TBC
biasanya akan berkembang biak dengan pesat saat kondisi tubuh sedang
lemah, misalnya selagi anak terkena penyakit berat. Saat itu kekebalan
tubuhnya menurun, sehingga bakteri pun leluasa menjalankan aksinya.
Bagian tulang yang biasa diserang bakteri TBC adalah sendi panggul,
panggul dan tulang belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari
bentuk tulang belakang penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring ke
kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi panggul yang rusak pun membuat
penderita tidak bisa berjalan dengan normal. Sedangkan pada ibu hamil,
kelainan panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal. Jika
kelainannya masih ringan, upaya pemberian obat-obatan dan operasi bisa
dilakukan. Lain halnya jika berat, tindakan operasi tidak bisa menolong
karena sendi atau tulang sudah hancur. Penderita bisa cacat seumur hidup.

2. Usus
Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita
mengonsumsi makanan/minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa
menyebabkan gangguan seperti penyumbatan, penyempitan, bahkan
membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus antara lain anak sering muntah
10

akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran cerna. Mendiagnosis


TBC usus tidaklah mudah karena gejalanya hampir sama dengan penyakit
lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa luas bakteri itu
merusak usus. Demikian juga dengan pengobatannya. Jika ada bagian usus
yang membusuk, dokter akan membuang bagian usus itu lalu
menyambungnya dengan bagian usus lain.

3. Otak
Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama dengan
orang yang terkena radang selaput otak, seperti panas tinggi, gangguan
kesadaran, kejang-kejang, juga penyempitan sel-sel saraf di otak. Kalau
sampai menyerang selaput otak, penderita harus menjalani perawatan yang
lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak, penderita tidak bisa
kembali ke kondisi normal.

.4. Ginjal
Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya, proses
pembuangan racun tubuh akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak mungkin
bakal mengalami gagal ginjal. Gejala yang biasa terjadi antara lain mual-
muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemah, dan sejenisnya. Gagal
ginjal akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan dan pengobatan yang
tepat. Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak dapat disembuhkan.
Beberapa di antaranya harus menjalani cangkok ginjal.

J. Pemeriksaan Penunjang

1. Ziehl Neelsen: (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) positif untuk basil asam cepat.
2. Kultur sputum: Positif untuk mycobakterium pada tahap aktif penyakit.
3. Tes Kulit Mantoux (PPD, OT): Reaksi yang signifikan pada individu yang
sehat biasanya menunjukan TB Dorman atau infeksi yang disebabkan oleh
mikrobakterium yang berbeda.
4. Rontgen Dada: Menunjukan infiltrasi kecil lesi dini pada bidang atas paru,
deposit kalsium dari lesi primer yang telah menyembuh, atau cairan dari suatu
11

efusi. Perubahan yang menandakan TB lebih lanjut mencakup kavitasi, area


fibrosa.

5. Biopsi Jarum Jaringan Paru: Positif untuk granuloma TB. Adanya sel – sel
raksasa menunjukan nekrosis.
6. AGD: Mungkin abnormal bergantung pada letak, keparahan, dan kerusakan
paru residual.
7. Pemeriksaan Fungsi Pulmonal
Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang rugi, peningkatan rasio udara
residual terhadap kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder
akibat infiltrasi atau fibrosis parenkim.

K. Pencegahan

1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin


2. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan
(air sabun)
3. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
4. Menghindari udara dingin
5. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke
dalam tempat tidur
6. Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari
7. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dantidak boleh digunakan oleh orang lain
8. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein

L. Penatalaksanaan

Pengobatan untuk individu dengan tuberkulosis aktif memerlukan waktu lama


karena basil resisten terhadap sebagian besar antibiotik dan cepat bermutasi
apabila terpajan antibiotik yang masih sensitif. Saat ini, terapi untuk individu
pengidap infeksi aktif adalah kombinasi empat obat dan setidaknya selama
sembilan bulan atau lebih lama. Apabila pasien tidak berespon terhadap obat –
obatan tersebut, obat dan protokol pengobatan lain akan diupayakan.
Individu yang memperlihatkan uji kulit tuberkulin positif setelah sebelumnya
negatif, bahkan jika individu tidak memperlihatkan adanya gejala aktif, biasanya
12

mendapat antibiotik selama 6-9 bulan untuk membantu respons imunnya dan
meningkatkan kemungkinan eradikasi basis total.
Jika tuberkulosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksik akan
diprogramkan. Pasien mungkin tetap menginap di rumah sakit atau di bawah
pengawasan sejenis karantina jika tingkat kepatuhan terhadap terapi medis
cenderung rendah (Elizabeth Corwin, 2009).
13

BAB III

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

LAPORAN STATUS KLINIK

Tanggal Pembuatan Laporan : 22 November 2018

Kondisi/kasus : FT Respirasi

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA

Nama : Tn W
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Brontowiryan RT 6/1, Ngabeyan Kartasura
No. CM : 116401
II. DATA MEDIS RUMAH SAKIT

(Diagnosis medis, catatan klinis, medika mentosa, hasil lab, radiologi, dll)

 Diagnosis medis : Tuberculosis Paru


 Hasil Lab (21 November 2018)
Hasil
Ureum 32,3%
Kreatinin 1,06%
Glukosa 119,06%
 Medika Mentosa (21 November 2018)
- INH
- Rifampisin
- Pirazinamid
- Etambutol
- Kurkumex
 Hasil Rontgen : (24 Oktober 2018)
14

- Corakan vaskuler kasar


- Infiltrat di basal kanan
- Diafragma dan sinus normal
Kesan : bronchopenumonia
 Hasil tes cepat Rif Test (31 Oktober 2018)
- MTB defected
- Rif resistance not detected
- BTA +
SEGI FISIOTERAPI

A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

1. Keluhan Utama Dan Riwayat Penyakit Sekarang

(Termasuk didalamnya lokasi keluhan, onset, penyebab, faktor-faktor yang


memperberat atau memperingan, irritabilitas dan derajad berat keluhan, sifat
keluhan dalam 24 jam, stadium dari kondisi)

- Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan sesak dan batuk berdahak


- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasa sesak napas dan batuk mengeluarkan dahak sekitar 2
minggu yang lalu. Batuk dirasakan terus menerus terutama saat malam hari.
Pasien merasa sesak timbul saat terpapar debu/ asap yang banyak
15

2. Riwayat Keluarga Dan Status Sosial

(Lingkungan kerja, lingkurang tempat tinggal, aktivitas rekreasi dan diwaktu


senggang, aktivitas sosial)
- riwayat keluarga dengan penyakit serupa disangkal
- lingkungan kerja : pasien saat ini adalah pensiunan PNS, sehingga
lebih banyak menghabiskan waktu dirumah
- aktivitas rekresi : pasien sering bersepeda di minggu pagi
- lingkungan tempat tinggal : pasien tinggal di perkotaan, lumayan
padat penduduk, banyak asap kendaraan dan asap rokok.
- Aktivitas sosial : pasien aktif ikut perkumpulan RT dan gotong
royong
3. Riwayat Penyakit Dahulu dan Penyerta

- Riwayat Penyakit Dahulu

Sejak bulan Desember 2018, pasien sepulang ibadah haji merasakan


batuk-batuk terus menerus. Lalu memeriksakan diri ke dokter keluarga.
Pasien sempat batuk berdarah 1 kali pada awal Oktober. Setelah itu pasien
minta dirujuk ke BBKPM Surakarta pada 31 Oktober 2018 karena batuk dan
sesak napas terus menerus. Dulu pasien adalah perokok aktif dan sudah
berhenti kurang lebih 3 tahun ini, sekarang pasien adalah perokok pasif.

- Riwayat Penyakit Penyerta

Hipertensi : -
Diabetes Mellitus : +
B. PEMERIKSAAN OBYEKTIF

1. Pemeriksaan Tanda Vital

(Tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, temperatur, tinggi badan, berat


badan)
 Tekanan darah : 130/70mmHg
 Pernapasan : 24x/mnt
 Nadi : 83x/mnt
16

 Suhu : 37oC
 Berat badan : 65,5kg
 Tinggi badan : 165cm
2. Inspeksi / Observasi

a) Inspeksi statis:
- Kondisi pasien tampak baik
- Postur tubuh tampak kifosis
- Bahu kanan tampak lebih tinggi
- Sangkar thoraks tampak tidak mengembang maksimal
b) Inspeksi dinamis :
- pasien mampu berjalan sendiri dan tidak tampak terengah-engah
- pasien cenderung menggunakan pernapasan dada
3. Palpasi

- teraba spasme otot sternocleidomastoideus dan upper trapezius bilateral


- suhu tubuh teraba normal
- tidak terdapat nyeri tekan
4. Joint Test

a. Pemeriksaan Gerak Dasar Aktif


Pasien mampu menggerakkan secara aktif AGA dan leher full ROM
tanpa nyeri. Pasien mampu bernapas seperti biasa.
b. Pemeriksaan Gerak Dasar Pasif
Tidak dilakukan
c. Pemeriksaan Gerak Dasar Isometrik
Tidak dilakukan
5. Muscle Test

(kekuatan otot, kontrol otot, panjang otot, isometric melawan


tahanan/provokasi nyeri, lingkar otot)

Tidak dilakukan

6. Neurological Test

Tidak dilakukan
17

7. Kemampuan Fungsional dan Lingkungan Aktivitas

- Kemampuan fungsional (berdasarkan London Chest Activity Daily Living)


Activity Score
Drying 1
Dressing upper body 1
Putting shoes/ socks on 1
Washing hair 1
Make beds 1
Change sheet 1
Wash windows/ curtain 0
Clean / dusting 2
Washup 1
Vacuuming / sweeping 3
Walking up stairs 2
Bending 1
Walking in home 1
Going out socially 1
Talking 1

- Lingkungan aktivitas :
Pasien tinggal dirumah dengan 2 anggota keluarganya sebagai perokok
aktif dan lingkungan sekitar yang banyak asap kendaraan bermotor.
8. Pemeriksaan Spesifik

1) Pemeriksaan derajat sesak napas dengan Borg Scale :


Nilai : 2 (ringan)
2) Pemeriksaan derajat berat aktivitas dengan Borg Scale (RPE) :
Nilai : 11 (ringan)
3) Pemeriksaan ekspansi sangkar thoraks dengan midline
Titik acuan Inspirasi Ekspirasi Selisih
Axilla 102 100 2cm
ICS 4 96 94 2cm
Proc Xyphoid 99 98 1cm

4) Auskultasi
- Ronkhi basah dan kasar pada lobus atas dan basal medial paru kanan dan
kiri
- Crackles pada lobus atas paru kanan
5) Perkusi
18

- Sonor : (+/+)
C. UNDERLYING PROCCESS

(terlampir)

D. DIAGNOSIS FISIOTERAPI

1. Impairment
- Adanya sesak napas
- Adanya batuk berdahak
- Adanya penurunan ekspansi thoraks
- Adanya spasme otot trapezius dan sternocleidomastoideus
- Bahu tampak asimetris
- Postur tampak kifosis
2. Functional Limitation
- Pasien tidak mengalami kesulitan dalam pekerjaan sehari-harinya. Tetapi saat
terpapar asap dan debu yang banyak akan terasasesak dan batuk seperti saat
menyapu atau bersih-bersih rumah
3. Disability/Participation restriction
- Pasien tidak mengalami kesulitan pada interaksi dilingkungan sosial
E. PROGRAM FISIOTERAPI

1. Tujuan Jangka Panjang

- Meningkatkan kemampuan fungsional


- Meningkatkan ekspansi thoraks
- Memperbaiki postur
2. Tujuan Jangka Pendek

- Mengurangi sesak napas


- Mengeluarkan dahak
- Mengurangi spasme
3. Teknologi Intervensi Fisioterapi

- Diafragmatic breathing exercise


- Pursed lip breathing
- Infra Red
19

- Latihan batuk efektif


- Active Cycle Breathing Technique
F. RENCANA EVALUASI

- Monitoring vital sign


- Evaluasi sesak napas dengan borg scale
- Evaluasi derajat berat aktivitas dengan RPE
- Evaluasi ekspansi thoraks dengan midline
G. PROGNOSIS

 Quo ad vitam : bonam


 Quo ad sanam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad cosmeticam : bonam
H. PELAKSANAAN TERAPI

1. Diafragmatic breathing exercise

Pasien rileks tidur di bed dan lutut di tekuk. Kemudian terapis memberikan
instruksi kepada pasien untuk menarik nafas panjang melalui hidung (dengan
mengembangkan perut) dan mengeluarkannya pelan-pelan melalui mulut
(mengempiskan perut). Lakukan pengulangan 2-5 kali.

2. Pursed lip breathing

Pasien terlentang dengan posisi kepala agak tinggi, atau posisi lain yang sesuai
dengan kenyamanan pasien. Kemudian mengajarkan pasien menghirup napas
perlahan dan dalam melalui mulut dan hidung, sampai perut terdorong maksimal
atau mengembang. Tahan selama 8 hitungan (semampu pasien), selanjutnya
menghembuskan udara secara hemat melalui mulut dengan bibir terkatup secara
perlahan.

3. Infra Red

Posisikan pasien senyaman mungkin, pada area yang diterapi harus bebas dari
kain. Posisi lampu IR tegak lurus dengan area yang diterapi (dada dan punggung)
dengan jarak ± 30-45 cm, kemudian atur waktu 10-15 menit. Setelah terapi selesai
IR dimatikan dan rapikan kembali seperti mula
20

4. Latihan batuk efektif

Teknik ini dilaksanakan dengan cara : meletakkan kedua tangan di atas


abdomen bagian atas (dibawah mamae) dan mempertemukan kedua ujung jari
tengah kanan dan kiri di atas processus xyphoideus, menarik nafas dalam melalui
hidung sebanyak 3-4 kali, lalu hembuskan melalui bibir yang terbuka sedikit (purs
lip breathing), pada tarikan nafas dalam terkahir, nafas ditahan selama kurang
lebih 2-3 detik, angkat bahu,dada dilonggarkan dan batukkan dengan kuat,
lakukanlah 4 kali setiap batuk efektif, frekuensi disesuaikan dengan kebutuhan
pasien.

5. Active Cycle Breathing Technique

(1) Breathing control: Responden diposisikan duduk rileks diatas tempat tidur
atau di kursi, kemudian dibimbing untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi secara
teratur dan tenang, yang diulang sebanyak 3 –5 kali olehresponden. Tangan
peneliti diletakkan pada bagian belakang toraks responden untuk merasakan
pergerakan yang naik turun selama responden bernapas.

(2) Thoracic Expansion Exercises: masih dalam posisi duduk yang sama,
responden kemudian dibimbing untuk menarik napas dalam secara perlahan lalu
menghembuskannya secara perlahan hingga udara dalam paru-paru terasa kosong.
Langkah ini diulangi sebanyak 3 –5 kali oleh responden, jika responden merasa
napasnya lebih ringan, responden dibimbing untuk mengulangi kembali dari
kontrol pernapasan awal.

(3) Forced Expiration Technique: setelah melakukan dua langkah diatas,


selanjutnya responden diminta untuk mengambil napas dalam secukupnya lalu
mengkontraksikan otot perutnya untuk menekan napas saat ekspirasi dan menjaga
agar mulut serta tenggorokan tetap terbuka. Huffing dilakukan sebayak 2 –3 kali
dengan cara yang sama, lalu ditutup dengan batuk efektif untuk mengeluarkan
sputum.
21

I. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT

1. Evaluasi derajat sesak napas

Pre Post
2 1
(sangat ringan) (sangat ringan)

2. Evaluasi derajat berat aktivitas

Pre Post
11 9
(sangat ringan) (sangat ringan)

3. Evaluasi vital sign

Pre Post
Tekanan darah 130/70mmHg 120/70mmHg
Denyut nadi 83x/menit 81x/menit
Pernapasan 22x/menit 24x/menit

4. Evaluasi ekspansi sangkar thoraks

Titik Acuan Selisih Pre Selisih Post


Axilla 2 2
ICS 4 1 1
Proc Xyphoid 2 2

J. HASIL TERAPI AKHIR

Setelah dilakukan terapi sebanyak 1 kali terjadi perubahan berupa:


- Vital sign stabil dalam batas normal
- Terdapat penurnan derajat sesak napas
- Terdapat penurunan derajat berat aktivitas
- Tidak terdapat perubahan pada ekspansi sangkar thoraks
22

-
Edukasi :
- Deep Breathing exercise
- Thoracic Expansion Exercise
23

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak


kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain
mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis biasanya
menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya.
Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi
Tuberkulosis aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka
melalui udara.
24

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Doenges, Marilynn E.Mary Frances Moorhouse,Alice C. Geissler.2000.Rencana


Asuhan Keperawatan.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Asih, Niluh Gede Yasmin, S.Kep dan Christantie Effendy,


S.Kep.2004.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

Wijaya, Andra Saferi, Skep dan Yessie Mariza Putri, Skep.2013.Keperawatan


Medikal Bedah Jilid I.Yogyakarta:Nuha Medika

http://nerssaputra.blogspot.com/2011/01/konsep-dasar-asuhan-keperawatan-
pada.html

Mardino.Sasono. 2013. “Pengaruh Latihan Batuk Efektif Terhadap Frekuensi


Pernafasan Pasien TB Paru di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam

Rumah Sakit Pelabuhan Palembang Tahun 2013”. Jurnal HArapan BAngsa Vol.1
No.2 Desember 2013

Mckoy NA, Saldanha IJ, Odelola OA, Robinson KA (2012) A comparison of


active cycle of breathing technique (ACBT) to other methods of airway
clearance therapies in patients with cystic fibrosis.

Meidania, Monalisa. 2015. “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Tuberculosis Paru


di Rumah Sakit Paru Ario Wirawan Salatiga”. Karya Tulis Ilmiah.
Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Vous aimerez peut-être aussi