Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Uzairie bin Anwar
11.2016.383
Pembimbing:
dr. Rossada, SpM
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN MATA
PRESENTASI KASUS: CASE SULIT
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT MATA DR. YAP YOGYAKARTA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
Umur : 44 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kebon Jeruk no. 18 – Bandar Lampung
Tanggal Pemeriksaan : 2 Mei 2018
Moderator : dr. Rossada, SpM
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal : 2 Mei 2018
Keluhan Utama : Kedua mata pandangan buram sejak 1 tahun SMRS
Keluhan Tambahan : Pasien juga sering merasa cekot-cekot dan pusing
2
3
Riwayat Penyakit Dahulu
- Hipertensi : Ada (tidak konsumsi obat hipertensi)
- Kencing Manis : Ada (tidak konsumsi obat diabet)
- Asma : Tidak Ada
- Alergi Obat : Tidak Ada
- Riwayat penggunaan kacamata : Ada
- Riwayat operasi mata : Tidak Ada
- Riwayat trauma mata : Tidak Ada
- Riwayat penyakit kronis : Penyakit Ginjal (Riwayat HD dua kali
seminggu)
4
Status Ophthalmologis
Keterangan OD OS
1. VISUS
Distansia Pupil 60 mm 60 mm
3. SUPERSILIA
5
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
6. KONJUNGTIVA BULBI
7. SKLERA
8. KORNEA
Ukuran 12 mm 12 mm
6
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
11. PUPIL
12. LENSA
7
Shadow Test Negatif Negatif
15. PALPASI
Tonometri Schiots 18 18
8
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
V.RESUME
Seorang laki-laki berusia 68 tahun datang ke RS Mata Dr. Yap dengan keluhan pandangan
kedua matanya buram sejak 1 tahun SMRS. Pada awalnya buramnya tidak terlalu berat tapi
memburuk dari hari ke hari. Pasien juga sering merasakan cekot-cekot di bagian mata dan
pusing di kedua belah kepala. 6 bulan SMRS, pasien mulai merasakan buram nya terlalu
berat sehingga pasien tidak bisa melihat. Os mengeluh pandangannya seperti terhalang
rambut atau garis-garis. Menurut pasien, mata kirinya masih bisa menangkap pergerakan
orang namun mata kanannya hanya mampu mendeteksi sumber cahaya. Os juga
menyangkal adanya mata merah, gatal, berair, nyeri pada bola mata maupun kepala, atau
belekan. Os memiliki riwayat hipertens dan diabetes mellitus namun sekarang sudah tidak
mengkonsumsi obatan. Pasien juga punya penyakit ginjal dan riwayat cuci darah dua hari
seminggu. 12 tahun yang lalu, pasien pernah dioperasi kerna ulkus diabetikum. Os
menyangkal adanya riwayat trauma maupun alergi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran pasien compos mentis, keadaan umum tampak sakit ringan, tekanan darah 160/80
mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36C. Pemeriksaan generalis dalam
batas normal. Pada pemeriksaan ophtalmologi didapatkan:
OD KETERANGAN OS
1/∞ Visus 1/300
Positif Shadow tes Negatif
Keruh, tampak garisan Keruh, tampak garisan
Badan Kaca
merah merah
Sulit dinilai Funduskopi Sulit dinilai
9
VIII. PENATALAKSANAAN
- Rujuk spesialis mata untuk tatalaksana lanjut dan perencanaan operasi
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Bonam Bonam
10
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Vitreus
Vitreus mempunyai sifat gelatin, jernih, avaskuler dan terdiri atas 99 % air dan
selebihnya campuran kolagen dan asam hialuronik yang memberi sifat fisika normal lainnya.
Sesungguhnya fungsi vitreus sama dengan fungsi cairan mata, yaitu mempertahankan bola
mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke
retina.1,2
Vitreus memenuhi ruangan antara lensa mata, retina dan papil saraf optik. Bagian
luar (korteks) vitreus bersentuhan dengan kapsul posterior lensa mata, epitel pars plana,
retina dan papil saraf optik. Vitreus melekat sangat erat dengan epitel pars plana dan retina
dekat ora serata. Kebeningan vitreus disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.
Vitreus melekat tidak begitu erat dengan kapsul lensa mata dan papil saraf optik pada orang
dewasa. 3,4
Vitreus yang normal sangat jernih sehingga tidak nampak apabila diperiksa dengan
oftalmoskopi direk maupun oftalmoskopi indirek. Apabila terjadi perubahan struktur vitreus
seperti misalnya pencairan sel, kondensasi, pengerutan, barulah keadaan ini dapat dilihat
dan inipun hanya dengan slit-lamp dan bantuan lensa kontak.5,6,7
Gambar 1
Anatomi Vitreus8
11
Definisi
Korpus vitreus didefinisikan sebagai membran yang membatasi internal retina di
bagian posterolateral, bagian anterolateral membatasi epitel tak berpigmentasi dari korpus
siliare, dan kapsul lensa posterior dan anterior serat zonular lensa. Ruang ini merupakan 80
persen dari mata dan memiliki volume sekitar 4 ml. Vitreus melekat erat di retina pada tiga
tempat, lapisan terkuat adalah anterior di dasar vitreus, diikuti oleh papil saraf optik dan
pembuluh darah retina.2
Perdarahan vitreus adalah ekstravasasi darah ke salah satu dari beberapa ruang
potensial yang terbentuk di dalam dan di sekitar korpus vitreus. Kondisi ini dapat
diakibatkan langsung oleh robekan retina atau neovaskularisasi retina, atau dapat
berhubungan dengan perdarahan dari pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya.2,8
Perdarahan vitreus dapat terjadi akibat dari retinitis proliferans, oklusi vena sentral,
oklusi vena cabang, ablasio retina, kolaps posterior vitreus akut tanpa harus ada robekan.
Perdarahan tersebut terletak pada belakang gel vitreus atau dengan sineretic kavitas.7
Epidemiologi
Prevalensi perdarahan vitreus adalah 7 per 100.000 kasus. Prevalensi penyebab
perdarahan vitreus tergantung pada populasi penelitian, rata-rata usia pasien, dan wilayah
geografis di mana penelitian dilakukan. Pada orang dewasa, retinopati diabetik proliferatif
merupakan penyebab paling sering pada perdarahan vitreus, 31,5-54% di Amerika Serikat,
6% di London, dan 19,1% di Swedia.
Penyebab lain dari perdarahan vitreus meliputi:2,10
• Robekan retina (11,4-44%)
• Posterior Vitreous Detachment (PVD) dengan robekan pembuluh darah retina (3,7-11,7%)
• Ablasio retina Regmatogen (7-10%)
Proliferatif sickle cell retinopati (0.2-5.9%)
• Makroaneurisma (0,6-7,4%)
• Age Related Macular Degeneration (0,6-4,3%)
Terson syndrome (0.5-1%)
• Trauma (12-18,8%)
• Neovaskularisasi retina sebagai akibat dari cabang atau pusat oklusi vena retina (3,5-16%)
12
Penyebab langka perdarahan vitreus sekitar 6,4-18%. Dalam beberapa penelitian,
2-7,6% dari perdarahan tidak bisa dikaitkan dengan penyebab spesifik. Retinoskisis bawaan
dan pars planitis juga dapat menyebabkan perdarahan vitreus pada anak-anak dan orang
dewasa. Penyebab utama perdarahan vitreus pada orang muda adalah trauma.2
Pada kulit hitam, diabetes merupakan penyebab yang paling umum pada perdarahan
vitreus. Pada orang tua berkulit putih dengan perdarahan vitreus, robekan vaskular retina
dan neovaskularisasi yang disebabkan oleh retinopati diabetik proliferatif dan cabang oklusi
vena retina yang lebih umum terjadi. Pada populasi yang sama, degenerasi makula dan
perdarahan vitreus jarang terjadi.2
Etiologi
Etiologi terjadinya perdarahan vitreus menjadi tiga kategori utama yaitu:1,5,6,8
1. Pembuluh darah retina abnormal
Pembuluh darah retina abnormal biasanya akibat iskemia pada penyakit
seperti diabetik retinopati, sickle cell retinopati, oklusi vena retina, retinopati
prematuritas atau sindrom iskemik okular. Retina mengalami pasokan oksigen
yang tidak memadai, Vascular Endotel Growth Factor (VEGF) dan faktor
kemotaktik lainnya menginduksi neovaskularisasi. Pembuluh darah baru ini
terbentuk karena kurangnya endotel tight junction yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya perdarahan spontan. Selain itu, komponen berserat yang
sering menempatkan tekanan tambahan pada pembuluh darah yang sudah rapuh
serta traksi vitreus normal dengan gerakan mata dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh tersebut.1
2. Pecahnya pembuluh darah normal
Pecahnya pembuluh darah normal dapat diakibatkan kekuatan mekanik yang
tinggi. Selama PVD, traksi vitreus pada pembuluh darah retina dapat
membahayakan pembuluh darah. Hal ini bisa terjadi dengan robekan retina atau
ablasio. Namun, perdarahan vitreus dalam bentuk sebuah PVD akut harus
diwaspadai dokter karena risiko robeknya retina bercukup tinggi (70-
95 persen). Trauma tumpul atau perforasi bisa melukai pembuluh darah utuh
secara langsung dan merupakan penyebab utama perdarahan vitreus pada orang
muda terutama umur kurang dari 40 tahun. Penyebab yang jarang dari
perdarahan vitreus adalah sindrom Terson, yang berasal dari ekstravasasi darah
13
ke dalam vitreus karena perdarahan subaraknoid. Sebaliknya peningkatan
tekanan intrakranial dapat menyebabkan venula retina pecah.
14
Gambar 2
Mekanisme perdarahan vitreus8
Gejala klinis
Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan keluhan mata kabur atau
berasap, ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia, seperti ada bayangan dan jaring
laba-laba. Gejala subyektif yang paling sering ialah fotopsia, floaters. Fotopsia ialah keluhan
berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita seperti kedipan lampu neon di lapangan.
Kilatan cahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam waktu
beberapa menit. Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redup atau dalam suasana
gelap. Fotopsia diduga oleh karena rangsangan abnormal vitreus terhadap retina.1,2,5,6
Floaters adalah kekeruhan vitreus yang sangat halus, dilihat penderita sebagai
bayangan kecil yang berwarna gelap dan turut bergerak bila mata digerakkan. Bayangan
kecil tersebut dapat berupa titik hitam, benang halus, cincin, lalat kecil dan sebagainya.
Floaters tidak memberikan arti klinik yang luar biasa, kecuali bila floaters ini datangnya
tiba-tiba dan hebat, maka keluhan tersebut patut mendapat perhatian yang serius, karena
keluhan floaters ini dapat menggambarkan latar belakang penyakit yang serius pula,
misalnya ablasio retina atau perdarahan di vitreus. 2,4,5
Perdarahan vitreus ringan sering dianggap sebagai beberapa floaters baru,
perdarahan vitreus moderat dianggap sebagai garis-garis gelap, dan berat pada perdarahan
15
vitreus cenderung untuk secara signifikan mengurangi penglihatan bahkan persepsi cahaya.
Biasanya, tidak ada rasa sakit yang terkait dengan perdarahan vitreus. Pengecualian
mungkin terjadi apabila termasuk kasus glaukoma neovaskular, hipertensi okular akut
sekunder yang parah atau trauma.1,2,7,8
Pasien harus ditanyakan mengenai riwayat trauma, operasi mata, diabetes, anemia
sickle sel, leukemia dan miopia tinggi.1
Pemeriksaan lengkap terdiri dari oftalmoskopi langsung dengan depresi skleral,
gonioskopi untuk mengevaluasi neovaskularisasi sudut, TIO dan B-scan ultrasonografi jika
tampilan lengkap segmen posterior tertutup oleh darah. Pemeriksaan dari mata kontralateral
dapat membantu memberikan petunjuk etiologi dari perdarahan vitreus, seperti retinopati
diabetik proliferatif.1,7
Gambaran perdarahan pada vitreus melalui ultrasonografi berbentuk kecil dan
semakin banyak terlihat dan semakin tebal diartikan banyak perdarahan di dalamnya. Dapat
pula dibedakan perdarahan yang masih baru “fresh hemorrhage” atau sudah lama “clotted
hemorrhage”. Bila perdarahan disebabkan oleh PVD, akan terlihat gambaran membran
yang sejajar di B-scan ultrasonografi.1,5,6
Kehadiran perdarahan vitreus tidak sulit untuk dideteksi. Pada slit lamp, sel darah
merah dapat dilihat di posterior lensa dengan cahaya set "off-axis" dan mikroskop pada
kekuatan tertinggi. Dalam perdarahan vitreus ringan, pandangan ke retina dimungkinkan
dan lokasi dan sumber perdarahan vitreus dapat ditentukan. 1,5,6
Perdarahan vitreus hadir dalam ruang subhialoid juga dikenal sebagai perdarahan
preretinal. Perdarahan berbentuk seperti perahu dimana darah terperangkap dalam ruang
potensial antara hialoid posterior dan basal membran, dan mengendap keluar seperti hifema.
Perdarahan vitreus yang tersebar ke dalam korpus vitreus tidak memiliki batas dapat berkisar
dari beberapa bintik sel darah merah sampai memenuhi keseluruhan dari segmen posterior.1,5
16
Gambar 3
Perdarahan vitreus dilihat dari segmen anterior dan segmen posterior3
Penatalaksanaan
Adanya ablasio retina dapat ditentukan dengan menggunakan ultrasonografi jika
tidak dapat diperiksa secara oftalmoskopi . Vitrektomi dilakukan segera apabila
teridentifikasi. Jika pemeriksaan segmen posterior tidak dapat dilakukan, maka dapat
dilakukan pembatasan kegiatan dan saat tidur kepala dapat ditinggikan 30-45 ° sehingga
memungkinkan darah untuk turun ke inferior agar dapat terlihat periferal fundus superior.
Robekan retina dapat dilihat dengan kriotherapi atau laser fotokoagulasi. Jika ablasio retina
telah dikesampingkan, pasien dapat kembali ke aktifitas normal serta hindari penggunaan
obat anticlotting seperti aspirin dan sebagainya.1,2,8,9
Setelah retina dapat divisualisasikan, pengobatan ditujukan untuk etiologi yang
mendasari sesegera mungkin. Jika neovaskularisasi dari retinopati proliferatif adalah
penyebabnya, dilakukan laser fotokoagulasi panretinal untuk meregresi neovaskularisasi,
akan lebih baik hasilnya apabila melalui perdarahan residual .1,2
Sebuah laser kripton dapat membantu fotokoagulasi saat melewati perdarahan lebih
baik daripada argon laser. Sebuah sistem laser yang tidak langsung juga memungkinkan
pengiriman energi pada retina sekitar perdarahan vitreus. Atau intravitreal anti-VEGF dapat
menyebabkan regresi neovaskularisasi sampai laser fotokoagulasi.1
Timing of Vitrektomi
17
Other causes three months or more
Gambar 4
Perencanaan vitrektomi berdasar etiologi1
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada perdarahan vitreus diantaranya adalah
hemosiderosis bulbi, vitreoretinopati proliferatif dan glaukoma hemolitik. Hemosiderosis
bulbi merupakan komplikasi serius yang diduga disebabkan oleh keracunan zat besi ketika
hemoglobin dipecah. Ketika hemolisis terjadi secara perlahan, kapasitas besi mengikat
protein dalam vitreus biasanya membuat hemolisis lambat sehingga menghindari
hemosiderosis bulbi. 1
Vitreoretinopati proliferatif dapat terjadi setelah perdarahan vitreus. Diperkirakan
bahwa makrofag dan faktor kemotaktik menginduksi proliferasi fibrovaskular, yang dapat
menyebabkan jaringan parut dan ablasi retina berikutnya. Sedangkan pada glaukoma
hemolitik, hemoglobin yang bebas, hemoglobin dengan makrofag dan debris sel darah
merah dapat menghalangi trabecular meshwork.1
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Berdahl JP, Mruthyunjaya P, Scott IU et al. Vitreous hemorrage: diagnosis and
treatment. Diunduh dari www.americanacademyofophtalmology.com, 1 Mei 2018.
2. Phillpotts BA, Blair NP, Gieser JP et al. Vitreous hemorrage. Diunduh dari
www.emedicine.com, 1 Mei 2018.
3. Kanski JJ, Nischal KK. Vitreous. Dalam: Ophtalmology : clinical sign and
differential diagnosis 2015; 237.
19
4. Kincaid MC, Green WR. Anatomy of the vitreous retina, and choroid. Dalam:
Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, ed. Vitreoretinal disease the essentials. New
York; Thieme 1998;11-24.
5. Dibernardo C. Ultrasonography. Dalam: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, ed.
Vitreoretinal disease the essentials. New York; Thieme 1998; 65-86.
6. Green RL, Byrne SF. Diagnostic ophtalmic ultrasound. Dalam: Ryan SJ, ed.
Retina. Edisi-4. Missouri; Mosby 2012; 224-306.
7. Charles S, Edward WO. Vitreus. Dalam: Susanto D, ed.Oftalmologi umum. Edisi-
18. Jakarta; EGC 2010; 178-184.
8. Lang GK.Vitreous body. Dalam: Ophtalmology a short textbook; 2009; 287-290.
9. Crick RP, Khaw PT. Painless impairment of vision. Dalam: A textbook of clinical
ophtalmology. Edisi-3. London; World Scientific 2003; 111-112.
10. Retina Eye Specialist. Vitreous hemorrage. Diunduh dari www.retinaeye.com, 1
Mei 2018.
20