Vous êtes sur la page 1sur 17

LAPORAN KASUS IV

PUSKESMAS SUKAMULYA / CE 3-8A


DIABETES MELLITUS TIPE II TIDAK TERKONTROL

Dibuat Oleh:
Anderson Cenweikiawan / 01071170145
Pembimbing:
dr. Dian

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
KARAWACI, TANGERANG
2019
BAB 1
ILUSTRASI KASUS
1.1 Identitas Pasien

Nama pasien : Tn.K

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur pasien : 56 Tahun

Agama : Muslim

Alamat :-

Status : Sudah menikah

Pekerjaan : Pekerja Pabrik

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien di Puskesmas
Sukamulya, Tangerang pada tanggal 26 Maret 2019 pada pukul 09.30 WIB.

Keluhan Utama : Pasien datang ke puskesmas dengan keluhan badan terasa lemas
dan mudah mengantuk sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat Pasien Sekarang :
Pasien datang ke puskesmas dengan keluhan utama badan terasa lemas dan
mudah mengantuk sejak 2 hari yang lalu. Pasien merasa berat badan yang berlebih
membuat pasien kesulitan dalam berjalan namun tidak ada rasa sakit dalam bergerak.
Pasien mengeluhkan sering buang air kecil kurang lebih setiap jam, merasa cepat
haus, dan sering lapar yang membuat pasien ingin selalu mengkonsumsi makanan
manis. Pasien tidak ada memiliki keluhan pengelihatan kabur. Pasien terdiagnosa
diabetes sejak 8 bulan yang lalu dan diberikan obat diabetes yaitu metformin yang
diminum tidak teratur oleh pasien. 6 bulan yang lalu kadar gula pasien di dapat adalah
700 mg/dL dan di beri suntikan insulin . Pasien juga mengeluhkan adanya luka lecet
pada bagian kaki dan mengatakan luka tersebut sangat lama untuk sembuh, kurang
lebih 1 bulan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengakui pernah di diagnosa menderita diabetes melitus tipe 2 sejak 6
bulan yang lalu dan konsumsi obat tidak rutin. Selain itu tidak ada riwayat penyakit
hipertensi, asam urat tinggi, penyakit jantung dan penyakit lainnya.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluarga pasien tidak ada riwayat penyakit diabetes melitus, penyakit jantung
ataupun hipertensi.
Riwayat Alergi:
Pasien tidak memiliki alergi makanan maupun obat.
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan :
Pasien gemar mengkonsumsi makanan ringan dan mengatakan bahwa pasien
tidak merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Tingkat kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 93 Kg
Tinggi badan : 162 cm
BMI : 34.93 (Obesitas)
Tanda-tanda vital
Pernafasan : 18x/menit
Nadi : 75x/menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36.5˚C
Kulit keseluruhan  Tidak ada sianosis, ikteris, kemerahan
 Tidak ada edema

Kepala dan Wajah  Simetris


 Tidak ada lesi, ruam, bekas luka, massa, deformitas,
sianosis/kebiruan, kemerahan

Mata  Tidak ada konjungtiva anemis, ataupun bekas luka


 Sklera tidak ikteris
 Mata tidak cekung
 Lensa mata tidak keruh
 Pupil isokor
 Reflex cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)

Hidung  Septum nasal normal, berada di tengah, tidak ada deviasi


 Tidak ada pernapasan cuping hidung

Telinga  Tidak ada bekas luka, deformitas, serumen


 Membran timpani intak

Mulut dan  Bibir normal, simetris, merah, lembab (tidak kering), tidak ada
Tenggorokan sianosis/kebiruan
 Faring tidak hiperemis
 Uvula intak di tengah
Tonsil tidak hiperemis, T1/T1

Leher  Tidak ada bekas luka


 Trakea intak di tengah, tidak ada deviasi
 Tidak ada pembesaran tiroid
 Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Jantung Inspeksi  Dada simetris, ictus cordis tidak terlihat

Palpasi  Iktus kordis tidak teraba, tidak ditemukan thrill,


heave, maupun lift

Perkusi  Batas kanan jantung berada pada intercostal space


(ICS) 4 linea parasternal dextra
 Batas kiri jantung berada pada intercostal space
(ICS) 5 linea midclavicular sinistra
 Batas punggung jantung berada pada intercostal
space (ICS) 3 midclavicular sinistra
 Batas atas jantung berada pada intercostal space
(ICS)2 linea parasternal sinistra

Auskultasi  Bunyi jantung S1, S2 reguler pada katup aorta,


pulmonal, tricuspid, dan mitral
 Murmur (-)
 Gallop (-)

Paru-paru Inspeksi  Pengembangan dada simetris, tidak terdapat


deformitas pada dada maupun bekas luka

Palpasi  Tactile fremitus teraba sama di seluruh lapang dada

Perkusi  Perkusi lapang paru terdengar sonor di seluruh


lapang paru
Auskultasi  Suara nafas terdengar vesikuler pada seluruh lapang
paru
 Tidak ditemukan rales, ronchi, stridor, wheezing,
maupun pleural friction rub

Abdomen Inspeksi  Bentuk abdomen terlihat cembung


 Tidak ada lesi, ruam, bekas luka, striae, caput
medusa, spider navy, masa

Auskultasi  Tidak ada clicking sound maupun metallic sound


 Suara bising usus sebanyak 12 kali dalam 1 menit

Perkusi  Perkusi timpani di seluruh bagian abdomen


 Shifting dullness (-)

Palpasi  Tidak ditemukan nyeri tekan pada semua regio


 Hepar tidak teraba
 Limpa tidak teraba
 Ballotement (-)
 Nyeri ketok CVA (-)
 Tidak ada ascites

Ekstremitas Inspeksi  Ekstremitas simetris


 Terlihat bekas luka abrasi coklat gelap di kaki
kanan

Palpasi  Ekstremitas hangat

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Dilakukan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dan didapatkan hasil 252 mg/dL

1.5 Resume
Pasien laki-laki, usia 56 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan utama badan
terasa lemas dan mudah mengantuk. Pasien memiliki berat badan yang termasuk
dalam kategori obesitas. Pasien mempunyai keluhan seperti poliuria, polidipsia,
polifagia. Pasien punya riwayat DM sejak 6 bulan yang lalu tetapi tidak meminum
obat secara teratur. Pada saat terdiagnosa diabetes, pasien mulai mengkonsumsi obat
metformin untuk diabetes. Kadar gula darah tertinggi yang pernah di dapat adalah 700
mg/dL 6 bulan yang lalu. Pasien mengaku pernah memiliki luka lecet pada bagian
kaki dan mengatakan luka tersebut sangat lama untuk sembuh, kurang lebih 1 bulan..
Pada pemeriksaan fisik habitus terlihat pasien obesitas, terdapat bekas luka abrasi
coklat gelap di kaki kanan. Pemeriksaan gula darah sewaktu 252 mg/dL.

1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diangnosis : Diabetes Mellitus Tipe II tidak terkontrol
Diagnosis Banding : Diabetes Insipidus

1.7 Tatalaksana
Non-medikamentosa : Diet, Olahraga
Medikamentosa : Metformin 500mg 3X1 (setelah makan)
1.8 Prognosis
Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Ad Sanactionam : Dubia Ad Bonam
1.9 Saran
Dilakukan pemeriksaan penunjang seperti GDS rutin, Lipid profile, HbA1C
dan urinalisis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronik yang terjadi pada saat pankreas
tidak dapat memproduksi cukup insulin atau pada saat tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang terproduksi dengan efektif yang menyebabkan kenaikan
kadar gula darah dalam darah.
2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2013 perkiraan di seluruh dunia ada 382 juta individu mengidap
diabetes. Umumnya pada usia 20-79 tahun. Berdasarkan tren yang ada, projek
Federasi Diabetes Internasional memperkirakan 592 juta individu akan mengidap
diabetes pada tahun 2035.
2.3 Etiologi
Diabetes mellitus dibagi menjadi dua tipe yaitu Diabetes mellitus tipe 1
penyebabnya adalah kurangnya produksi insulin pada tubuh. Diabetes mellitus tipe 2
atau yang dikenal sebagai non-insulin-dependent/ adult onset diabetes adalah hasil
dari tubuh yang tidak dapat menggunakan insulin dengan efektif. Impaired glucose
tolerance (IGT) dan impaired fasting glycaemia (IFG) adalah kondisi intermedia pada
transisi diantara kadar gula darah normal dan diabetes (khususnya tipe 2) walaupun
transisi tersebut tidak dapat terhindarkan.
2.4 Patofisiologi
Diabetes Mellitus tipe 1 disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh menghasilkan cukup
insulin. Adanya abnormalitas genetic contohnya saat tubuh kehilangan self-tolerance,
sel beta pancreas akan salah dikenal dan terserang hal ini yang mengakibatkan tidak
dapat terproduksinya insulin.
Diabetes Mellitus tipe 2 memiliki karakter gangguan sekresi insulin, resistensi
insulin, produksi glukosa berlebih oleh hati dan kelainan metabolisme lemak. Pada
tahap awal toleransi glukosa mendekati normal meskipun adanya resistensi insulin
karena sel beta pancreas kompensasi dengan produksi insulin. Diabetes Mellitus tipe 2
yang berkelanjutan membuat kerja keras beta sel pancreas untuk menghasilkan lebih
banyak insulin, sehingga beta sel pancreas juga dapat mengalami kerusakkan.
Diabetes Mellitus tipe 2 dapat disebabkan genetic susceptibility, obesitas, dan pola
hidup tidak sehat.
2.5 Faktor resiko
A. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi
 Ras dan etnik
 Riwayat keluarga dengan DM
 Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat
seiring dengan meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus di
lakukan pemeriksaan DM.
 Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >40kg atau r
iwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
 Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5
kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yan
g lebih tinggi dibanding dengan bayi yang lahir dengan BB
normal.
B. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi

 Berat badan lebih (IMT ≥23 kg/m2).

 Kurangnya aktivitas fisik


 Hipertensi (>140/90 mmHg)
 Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >250 m
g/dl)
 Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gluko
sa dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita pr
ediabetes/intoleransi glukosa dan DMT2.
C. Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus
 Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan k
linis lain yang terkait dengan resistensi insulin
 Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleran
si glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terga
nggu (GDPT) sebelumnya.
 Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular,
seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseas
es)

2.6 Gejala dan Tanda


Gejala yang dialami penderita Diabetes mellitus tipe 2 dapat berupa
Gejala klasik DM:
 polyuria (sering buang air kecil terutama di malam hari), karena gula darah
dalam tubuh tinggi sedangkan darah di filtrasi di ginjal untuk menghasilkan
urin, sebagian glukosa keluar Bersama urin. Karena urin mengandung glukosa
(yang bersifat osmotic aktif) air mengikuti yang menyebabkan volume urin
meningkat.
 polidipsia (rasa haus berlebih), akibat volume urine yang sangat besar dan
keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti
dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti
penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat).
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antideuretik hormon) dan
menimbulkan rasa haus.
 polifagia (mudah lapar), akibat dari banyaknya glukosa didalam darah tetapi
tidak dapat masuk ke dalam sel yang menyebabkan sel kekurangan energi.
Respon tubuh dengan memecah lemak di jaringan adiposa (lipolysis) serta
memecah protein di jaringan otot. Sehingga terjadi penurunan berat badan /
tubuh merasa lapar.
 penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Gejala lain:
 lemah badan, terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang
dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung optimal
 kesemutan, akibat terjadinya neuropati. Pada penderita diabetes mellitus
regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar
utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel persarafan
terutama perifer mengalami kerusakan.
 Luka yang sukar sembuh. Proses penyembuhan luka membutuhakan bahan
dasar utama dari protein dan unsur makanan lain. Bahan protein banyak
diformulasikan untuk kebutuhan energi sehingga bahan yang dipergunakan
untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu, luka
yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme
yang cepat pada penderita diabetes mellitus.
 mata kabur, disebabkan katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada
lensa oleh hiperglikemia dan dapat pula disebabkan oleh kelainan pada corpus
vitreum
 disfungsi ereksi pada pria, penderita diabetes mellitus mengalami penurunan
produksi hormon seksual akibat kerusakan sistem testosteron dan sistem yang
berperan
 kelainan kulit, Beberapa kelainan kulit berhubungan dengan keadaan
hiperglikemia dan hiperlipidemia. Kerusakan progresif dari vaskular,
neurologik atau sistem imun juga turut andil dalam terjadinya manifestasi
kulit. Hiperglikemi menyebabkan non- enzymatic glycosylation (NEG) dari
beberapa struktur protein termasuk kolagen. Walaupun NEG terjadi normal
pada proses penuaan, hal ini terjadi lebih cepat pada pasien diabetes. NEG
menyebabkan terjadinya pembentukan advanced glycation end products
(AGEs) yang bertanggung jawab terhadap penurunan tingkat kelarutan asam
dan pencernaan enzimatik dari kolagen kulit. Kelainan seperti diabetic thick
skin dan limitted joint mobility (LJM) disebabkan karena penumpukan secara
langsung dari AGEs.

Beberapa tanda yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik:


 Kaki diabetik
 Lensa mata keruh
 Kelainan kulit (pruritus, necrobiosis lipoidica diabeticorum (nld),dll)

2.7 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan
bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria
Pemeriksaan Penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus
Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan
gejala klasik DM (B) yaitu:
2
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m )
yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:

 Aktivitas fisik yang kurang.


 First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam
keluarga).
 Kelompok ras/etnis tertentu.
 Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg
atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
 Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi).
 HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
 Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
 Riwayat prediabetes.
 Obesitas berat, akantosis nigrikans.
 Riwayat penyakit kardiovaskular.

2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.


Catatan: Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma
normal sebaiknya diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok prediabetes
pemeriksaan diulang tiap 1 tahun.

3. Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas


pemeriksaan, maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler

2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan DM dapat dibagi jadi 2 yaitu penatalaksanaan umum dan
khusus. Penatalaksanaan umum, dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada
pertemuan pertama, yang meliputi:
 Riwayat Penyakit: Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
 Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan berat
badan.
 Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
 Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan
DM secara mandiri.
 Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani.
 Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia, hipoglikemia).
 Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenital.
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata,
jantung dan pembuluh darah, kaki,saluran pencernaan, dll.
 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain).
 Riwayat penyakit dan pengobatan diluar DM.
 Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
Selanjutnya dilakukan Pemeriksaan Fisik:
 Pengukuran tinggi dan berat badan.
 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.
 Pemeriksaan funduskopi.
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjartiroid.
 Pemeriksaan jantung.
 Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
 Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,
neuropati, dan adanya deformitas).
 Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi,
necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan
insulin).
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.
Evaluasi Laboratorium dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis dengan cara
Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah TTGO dan pemeriksaan
kadar HbA1c.
Penatalaksanaan umum, dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi
nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan
obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Pasien perlu diedukasi untuk
memperbaiki pola hidup, pemantauan glukosa darah mandiri, gejala hipoglikemia,
cara mengatasi gejala yang timbul dan memberikan motivasi kuat agar pasien tidak
merasa putus asa. Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting
dari pengelolaan DM.
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti- hiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan:
1.1 Pemacu Sekresi Insulin (InsulinSecretagogue)
1.1.1 Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah
hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati penggunaan
pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua,
gangguan faal hati, dan ginjal).
1.1.2 Glinid
Obat yang cara kerjanya dengan penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam
obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
2. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
2.1 Metformin
Efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan
memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan
pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin
diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30- 60
ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa
keadaan sperti: GFR<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat,
serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebro- vaskular, sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC III-
IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran pencernaan
seperti halnya gejala dispepsia.
2.2 Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara
lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan
perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV)
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan
faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.
Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
3. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
3.1 Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada
keadaan: GFR≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable
bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating
(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna
mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil.
Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
3.2 Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase- IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi
insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah
(glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan
Linagliptin.
3.3 Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co- transporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral
jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal
ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat
yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin,
Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat approvable
letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015.
2.9 Komplikasi
DM merupakan penyakit yang rentan terhadap komplikasi. Komplikasi DM terdiri
atas komplikasi akut dan kronik. Komplikasi yang bersifat akut terdiri atas :

 Koma hipoglikemia
 Ketoasidosis
 Koma hiperosmolar nonketotik
Terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrase
l karena banyak diekresi lewat urin.
Sedangkan komplikasi yang bersifat kronik terdiri atas :

 Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh dar


ah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. Perubahan
pada pembuluh darah besar dapat mengalami atherosclerosis.
 Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati d
iabetika, nefropati diabetik. Perubahan-perubahan mikrovaskuler
yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran diantara j
aringan dan pembuluh darah sekitar.Nefropati terjadi karena per
ubahan mikrovaskuler pada struktur dan fungsi ginjal yang menye
babkan komplikasi pada pelvis ginjal . Sedangkan retinopati ter
jadi karena adanya penurunan protein dalam retina. Perubahan in
i dapat berakibat gangguan dalam penglihatan.
 Neuropati diabetik.
 Kaki diabetik. Perubahan mikroangiopati, makroangiopati dan neu
ropati menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah. Terjadi ga
ngguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren, penurunan sensasi d
an hilangnya fungsi saraf sensorik dapat menunjang terjadinya t
rauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang mengakibatkan gangr
en

BAB III
ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil Anamnesis, pasien dicurigai mengalami diabetes melitus tipe 2
yang tidak terkontrol hal ini didasari oleh gejala yang dialami. Pasien datang ke
puskesmas dengan keluhan badan terasa lemas dan mudah mengantuk sejak 2 hari
yang lalu. Pasien merasa berat badan yang berlebih membuat pasien kesulitan dalam
berjalan namun tidak ada rasa sakit dalam bergerak. Pasien mengeluhkan sering
buang air kecil kurang lebih setiap jam, merasa cepat haus, dan sering lapar yang
membuat pasien ingin selalu mengkonsumsi makanan manis.
Pasien tidak ada memiliki keluhan pengelihatan kabur. Pada saat terdiagnosa
diabetes sejak 8 bulan,, pasien mengkonsumsi obat diabetes yaitu metformin. Kadar
gula darah tertinggi yang pernah di dapat adalah 700 mg/dL 6 bulan yang lalu dan di
beri suntikan insulin . Pasien mengaku pernah memiliki luka lecet pada bagian kaki
dan mengatakan luka tersebut sangat lama untuk sembuh, kurang lebih 1 bulan.
Pada pemeriksaan fisik habitus terlihat pasien termasuk dalam golongan
obesitas, terdapat bekas luka abrasi coklat gelap di kaki kanan. Untuk pemeriksaan
penunjang dilakukan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dan didapatkan hasil 252
mg/dL
Dalam penegakan diagnosis pasien mengalami Diabetes Mellitus Tipe 2 yang
dapat dilihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Maka dapat kita
hilangkan diagnosa banding diabetes insipidus yaitu berdasarkan anamnesis pasien
tidak hanya ada keluhan polyuria tetapi juga memiliki keluhan yaitu polydipsia dan
polifagia yang tidak menunjukan gejala diabetes insipidus. Selain itu dari
pemeriksaan penunjang kadar gula darah pasien diketahui cukup tinggi yang
membuktikan keluhan polyuria dan polidipsi bukan karena kelainan ginjal atau
hormon ADH.
Tatalaksana yang perlu di berikan dari Non-medikamentosa adalah diet
melalui edukasi serta terapi Nutrisi, menyarankan untuk melakukan olahraga. Pasien
juga diedukasi untuk mengkonsumsi obat secara rutin untuk menghindari adanya
keluhan yang kembali timbul. Untuk farmakoterapi pada pasien ini diberikan obat
Metformin 500mg 3X1. Untuk lebih kedepannya dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti GDS rutin, Lipid profile, HbA1C dan urinalisis.

REFERENSI
1. Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. Kapita Selekta Kedokteran.
4th ed. Jakarta Pusat: Media Aesculapius. 2014
2. WHO Library Cataloguing in Publication Data. Global Report on Diabetes.
France: World Health Organization. 2016.
3. American Diabetes Association. Diabetes Care-The Journal of Clinical
Applied Research and Education. USA: American Diabetes Association.2018
4. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI).
KONSENSUS PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS
TIPE 2 DI INDONESIA 2015. Indonesia: PB PERKENI. 2015.

Vous aimerez peut-être aussi