Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
dr. Yosaphat Aditya Mahardika
Pendamping Dokter Internship :
dr.Adriyani Ottu
Pembimbing:
dr. Winda Yanuari Meye , Sp.A
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. J.S
Tanggal Lahir : 11 Desember 2017
Usia : 3 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kualin
Pekerjaan : Tidak bekerja
Masuk RS : Sabtu 16 Mei 2020
Ruang Perawatan : IGD
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Demam 5 hari.
d. Life Style
Anak aktif berkegiatan di rumah.
Makan teratur.
Jenis makanan yang dimakan sudah sama dengan makanan yang dimakan anggota
keluarga di rumah.
Anak dapat minum susu formula. Frekuensi minum susu satu hari 2 kali.
e. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar:
Hepatitis B diberikan 3 kali, umur 0, 2, 4 bulan
BCG diberikan 1 kali, umur 1 bulan
Polio diberikan 3 kali, umur 2, 4, 6 bulan
DPT diberikan 3 kali, umur 2,4,6 bulan
Hib diberikan 3 kali, umur 2,4,6 bulan
MR diberikan 1 kali, umur 9 bulan
Kesan: imunisasi dasar lengkap sesuai usia.
Riwayat Persalinan
g. Riwayat Pengobatan
Pengobatan dari RS. Muder Ignacia berupa injeksi intravena Ceftriaxone 400
mg/12 jam, injeksi paracetamol 150mg/8 jam, dan IVFD RL 500 ml 45 ml/jam.
Tatalaksana di IGD RSUD Soe meliputi IVFD RL 500 ml 20ml/kg/jam sebanyak
2 kolft dan HES 45 ml/jam serta injeksi intravena pantoprazole 20 mg.
h. Riwayat Alergi
Disangkal
Resume Anamnesis: An. J.S demam tinggi 5 hari dapat turun dengan penurun panas. Keluhan
disertai dengan nyeri perut terus menerus sepanjang hari dan sulit BAB. Pasien malas makan dan
minum sejak mulai demam. Pada pasien tidak didapati gusi berdarah, muntah hitam, BAB hitam,
dan mimisan. Pasien telah mendapat terapi berupa IVFD RL 500 ml sebanyak 20 ml/kg/jam,
injeksi ceftriaxone 400 mg, dan injeksi paracetamol 150 mg dari RS. Muder Ignacia dan IVFD
RL 20 mg/kg/jam, IVFD HES 20 ml/kg/jam, dan injeksi pantoprazole 20 mg dari IGD RSUD
Soe.
B. Status Lokalis
Kepala
Normochepali tanpa ada kelainan.
Mata
Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
Hidung
Deformitas (-), Rhinorea (-)
Mulut
Sianosis (-), Bibir kering (-), Lidah kotor (-)
Telinga
Bentuk normal, Simetris, Otorhea (-)
Leher
Inspeksi : Peradangan (-), Benjolan (-), Skar (-)
Palpasi : Limfonodi tidak teraba, nyeri tekan (-), pembesaran tiroid (-).
Auskultasi : Bruits (-)
Cervikal : Deformitas (-)
Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat kelainan bentuk dada, tidak ada retraksi
dinding dada dan penggunaan otot bantu pernafasan.
Perkusi : redup pada 1/3 inferior lapang paru dextra dan sonor pada lapang
paru lainnya.
Palpasi : Nyeri (-), Krepitasi (-)
Auskultasi : Vesikuler(menurun pada 1/3 inferior lapang paru dextra/+),
Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Kontur jantung normal
Auskultasi : S1/S2 normal, Bising (-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Massa (-), distensi abdomen, lingkar perut 51 cm
Auskultasi : Peristaltik usus menurun
Perkusi : redup a/r RLQ-LLQ
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Edema (-), CRT < 2 detik, akral dingin
Resume Pemeriksaan Fisik: keadaan umum pasien tampak sakit sedang, rewel, malas makan
dan minum. Pasien sering menangis dan sulit ditenangkan. Tanda vital pasien cukup, meliputi
tekanan darah 90/60, nadi 121x/menit, frekuensi napas 22x/menit, dan SpO2 98% udara ruangan.
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang didapatkan pada pemeriksaan thorak dan abdomen. Pada
pemeriksaan thorak didapatkan suara paru vesikuler menurun pada 1/3 inferior lapang paru
dextra sedangkan pada lapang paru sinistra didapatkan vesikuler. Pada pemeriksaan perkusi
didapatkan redup pada 1/3 inferior lapang paru dextra. Pada pemeriksaan abdomen abdomen
tampak tidak distensi, peristaltik usus menurun, dan perkusi redup pada regio RLQ hingga LLQ.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah Lengkap
Hemoglobin
Leukosit
Hct
MCV
MCH
MCHC
Hitung jenis
Eosinofil
Basofil
Neutrofil segmen
Limfosit
Monosit
Eritrosit
trombosit
V. DIAGNOSIS
1. Diagnosis Banding
Dengue Fever
Malaria
2. Diagnosis kerja
DHF grade 3 (DSS)
Thypoid Fever
Efusi Pleura
Suspek acites
VI. TATA LAKSANA
VII. EDUKASI
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad Bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB I
PENDAHULUAN
Demam dengue atau dengue fever (DF) dengan demam berdarah dengue atau
dengue haemorrhagic fever (DHF) dan sindrom syok dengue atau dengue shock syndrome
(DSS) sebagai bentuk dengue fever yang lebih buruk merupakan penyakit yang masih
menjadi permasalahan di wilayah tropis di dunia, salah satunya di Indonesia. Virus
penyebab dengue fever adalah dengue virus yang termasuk ke dalam family Flavivirus
(flaviviradae). Virus ini memiliki host alami yaitu manusia. Virus ini disebarkan oleh
vector nyamuk dan yang paling sering adalah nyamuk aedes aegypti.
A. DEFINISI
Demam berdarah dengue atau dengue fever merupakan infeksi virus yang disebarkan
melalui nyamuk aedes aegypti. Virus dengue merupakan keluarga dari flavivirus.
Keluarga Flavivirus terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, dan Den 4.
B. EPIDEMIOLOGI
Virus dengue ditemukan di daerah tropis dan sub tropis yang kebanyakan terjadi di
daerah urban atau pinggiran kota. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah
kejadian DHF yang tinggi. Tahun 2017 jumlah kejadian DHF di Indonesia mencapai
68.407 kasus. Jumlah kasus tertinggi terjadi di 3 provinsi di Pulau Jawa, dengan masing-
masing Jawa Barat dengan total kasus sebanyak 10.016 kasus, Jawa Timur sebesar 7.838
kasus, dan Jawa Tengah dengan 7400 kasus.
Angka kejadian di Provinsi NTT pada tahun 2018 sebesar 1.599 kasus dengan
kejadian tertinggi terjadi di Kabupaten Manggarai Barat dengan 539 kasus. Kabupaten
Timor Tengah Selatan memiliki jumlah kasus sebesar 21 kasus.
Jumlah kematian karena DHF di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 493 kematian.
Jumlah kematian tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur dengan 105 kematian diikuti
dengan Provinsi Jawa Tengah dengan 92 kematian. Angka kematian di Provinsi NTT
pada tahun 2017 adalah 1 kasus kematian.
C. ETIOLOGI
D. PATOFISIOLOGI
E. MANIFESTASI KLINIS
F. DIAGNOSIS
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Epididymitis
Merupakan infeksi asendens saluran kemih. Infeksi dimulai dari kauda
epididimis dan biasanya meluas ke korpus dan hulu epididimis. Kemudian dapat
menjadi orchitis melalui peradangan kontralateral.
Gambaran klinis berupa gejala tanda lokal serta gejala sistemik infeksi akut.
Epididimis membengkak , sangat nyeri yang mungkin beralih kedaerah perut atau
daerah ginjal , disertai demam tinggi. Tanda infeksi saluran kemih atau prostatitis
merupakan pegangan kuat untuk menegakkan diagnosis epididymitis.
2. Torsio testis
Torsio testis terjadi pada orang dengan dengan inersi tunika vaginalis tinggi di
funikulus spermatikus sehingga funikulus dengan tests terpuntir di dalam tunika
vaginalis , akibat puntiran tangkai , terjadi gangguan perdarahan testis mulai dari
bendungan vena sampai iskemi yang menyebabkan gangrene. Keadaan inersi tinggi
tunika vaginalis di funikulus biasanya gambarkan sebagai lonceng dengan bandul
yang memutar yang mengalami nekrosis dan gangrene.
Biasanya nyeri testis hebat timbul dengan tiba-tiba yang sering disertai nyeri
perut dalam serta mual atau muntah.nyeri perut selalu ada karena berdasarkan
perdarahan dan persyarafannya,testis tetap merupakan organ perut. Pada permulaan
testis teraba agak bengkak dengan nyeri tekan dan terletak agak tinggi di skrotum
dengan funikulus yang juga bengkak. Akhirnya kulit skrotum tampak udem dan
menjadi merah sehingga menyulitkan palpasi ,dan kelainan ini sukar dibedakan
dengan epididimis akut.
3. Hidrokel
Hidrokel merupakan keadaan dimana cairan mengisi ruangan skrotum penis.
Cairan tersebut mengisi lapisan tunika vaginalis atau spermatic cord. Tampakan
skrotum bengkak yang biasanya tidak disertai nyeri.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai pembengkakan pada skrotum, tidak
didapatkan nyeri tekan, dan uji transluminasi positif. Uji transluminasi positif
merupakan karakteristik dari hidrokel.
Etiologi dari hidrokel terdiri dari kongenital maupun didapat. Hidrokel
kongenital terdiri dari communicatin hydrocele dan spermatic cord hydrocele. Pada
communicating hydrocele cairan berkumpul di sekitar paten prosesus vaginalis yang
gagal berkembang. Jenis spermatic cord hydrocele terbagi menjadi tipe kista pada
korda spermatik dan tipe funicular. Kejadian hidrokel yang didapat dikarenakan
adanya trauma, epididymitis, torsio testis, neoplasma testis, dan infark testis.
H. PENATALAKSANAAN
a. Pencegahan
Immunisasi gondongan bisa mencegah terjadinya orkitis akibat gondongan. Saat
ini sudah tersedia vaksin untuk mumps yaitu MMR (measles, mumps, rubella) dan
MMRV (MMR plus varisela, untuk usia 1-12 tahun).
Perilaku seksual yang aman dan terlindung (misalnya tidak berganti-ganti
pasangan dan menggunakan kondom) bisa mengurangi resiko terjadinya orkitis
akibat penyakit menular seksual.
b. Penatalaksanaan
Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum.Pada pasien dengan
kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat diberikan antibiotik
untuk menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone,
doksisiklin, atau azitromisin. Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi
direkomendasikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk
pengobatan gonorrhea karena sudah resisten.
Contoh antibiotik:
1.Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif;
efikasi lebih rendah terhadap organisme gram-positif. Menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat satu atau lebih penicillin-
binding proteins. Dewasa IM 125-250 mg sekali, anak : 25-50 mg / kg /
hari IV; tidak melebihi 125 mg / d
2. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara
mengikat 30S dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri. Digunakan
dalam kombinasi dengan ceftriaxone untuk pengobatan gonore. Dewasa
cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO dalam 1-2 dosis
terbagi, tidak melebihi 200 mg / hari
3.Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain
rentan mikroorganisme. Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi
gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa 1 g sekali untuk infeksi
klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10 mg /
kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari
4.Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam
dihydrofolic. Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan
orchitis. Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari,
berdasarkan TMP, PO tid / qid selama 14 hari
5.Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci,
MRSA, S epidermidis, dan gram negatif sebagian besar organisme, namun
tidak ada aktivitas terhadap anaerob. Menghambat sintesis DNA bakteri
dan akibatnya pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa tab 500 mg PO
selama 14 hari.
I. PROOGNOSIS
Sebagian besar kasus orkitis karena mumps menghilang secara spontan dalam 3 –
10 hari. Dengan pemberian antibiotic yang sesuai , sebagian besar kasus orkitis bakteri
dapat sembuh tanpa komplikasi.
J. Komplikasi
• Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa derajat atrofi testis.
• Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
• Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral, tetapi kasus orchitis Mumps
bilateral infertilitas dilaporkan sampai 87% .
• Abscess scrotalis
• Rekurensi
• Epididymitis kronis
• Gangguan dalam kualitas sperma. Azoospermia pada penderita yang disertai dengan
epididymitis yang tidak diobati dan pengobatan yang tidak adekuat.
BAB III
KESIMPULAN
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian
besar kasus berhubungan dengan infeksi virus dan bakteri yang dapat menyebabkan
orchitis. Etiologi orchitis virus adalah orchitis gondong (mumps) yang paling umum.
Gejala klinis dapat berupa nyeri, pembengkakan pada testis dan demam. Pada
pemeriksaan fisik tampak pembesaran testis dan skrotum, lebih hangat, kadang
pembesaran KGB inguinal. Penatalaksanaan meliputi terapi supportif dan antibiotika
yang sesuai jika penyebabnya bakteri. Komplikasi yang terjadi dapat bervariasi sampai
dengan terjadinya infertilitas. Prognosis sebagian besar baik, jika penyebabnya bakteri
dengan pemberian antibiotik dapat sembuh tanpa komplikasi, tetapi pada kasus orchitis
Mumps hasil dapat bervariasi sampai timbulnya infertilitas.
Daftar Pustaka