Vous êtes sur la page 1sur 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP LANSIA

Nama : Septianti Eka Putri


NIM : 18210100064
PROGAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA MAJU (UIMA)
2022
A. Pengertian Lansia
Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk
kesehatanya, oleh karena itu kesehatan lansia perlu mendapat perhatian
khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin
dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuanya sehingga dapat
ikut serta berperan aktif dalam pembangunan (Mubarak, 2006).
Aging process atau proses menua merupakan suatu proses biologis
yang tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menua
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil)
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap
injuri termasuk adanya infeksi (Paris Contantinides, 1994).
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai
dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot,
susunan saraf dan jaringan lain sehingga tubuh “mati” sedikit demi sedikit.
Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan
seorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya
sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun aat
menurunya. Namun umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya
pada umur 20-30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan
berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit
demi sedikit sesuai bertambahnya umur.
B. Batasan-batasan lansia
Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagiai berikut:
1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas
2. Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
3. Kelompok usia lanjut (65 th >) sebagai senium
Menurut organisasi kesehatan Dunia lanjut usia dikelompokkan menjadi
1. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
2. Lanjut usia (elderly) : antara 60 sampai 74 tahun.
3. Lanjut usia tua (old) : antara 75 sampai 90 tahun.
4. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun.
C. Tugas Perkembangan Lansia
a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
Pengaturan hidup bagi lansia merupakan suatu faktor yang sangat
penting dalam mendukung kesejahteraan lansia misalnya Perpindahan
tempat tinggal lansia.
b. Penyesuaian terhadap pendapatan menurun
Ketika lansia memasuki pensiun, pendapatan menurun secara tajam dan
semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus meningkat, sementara
tabungan/pendapatan berkurang.
c. Mempertahankan hubungan perkawinan
Hal ini menjadi penting dalam mewujudkan kebahagiaan keluarga.
Perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan aktivitas
yang berlangsung dari pasangan. Contoh: mitos tentang aseksualitas
d. Penyesuaian terhadap kehilangan pasangan
Tugas perkembangan ini secara umum:tugas yang pali traumatis. Lansia
menyadari bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan normal, tetapi
kesadaran akan kematian tidak ada. Hal ini akan berdampak pada
reorganisasi fungsi keluarga secara total.
e. Pemeliharaan ikatan keluarga antar generasi
Ada kecenderungan lansia untuk menjauhkan diri dari hub.sosial,
namun keluarga menjadi fokus interaksi lansia dan sumber utama
dukungan sosial.
D. Masalah kesehatan yang muncul pada tahap lansia
Perubahan system tubuh lansia menurut Nugroho (2000) adalah :
1. Sel
a. Pada lansia jumlah sel akan lebih sedikit dan ukuranya lebih besar.
b. Cairan tubuh dan cairan intraselular akan berkurang.
c. Proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati juga ikut berkurang.
d. Jumlah sel otak akan menurun.
e. Mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan otak menjadi atropi.
2. System persyarafan
a. Rata – rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 detik
( pakkenberg dkk.2003)
b. Hubungan persyarafan cepat menurun.
c. Lambat dalam merespon, baik dari gerakan maupun jarak waktu,
khususnya stress.
d. Mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang sensitive
terhadap sentuhan.
3. System pendengaran
a. Gangguan pada pendengaran ( presbiakusis)
b. Membrane timpani antropi.
c. Terjadi pengumpalan dan pengerasan serumen Karena peningkatan
keratin.
d. Pendengaran menurun pada usia lanjut yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
4. System penglihatan
a. Timbul sklerisis pada sfinter pupil dan hilangnya respon terhadap
sinar.
b. Kornea lebih berbentuk seperti bola ( sferis)
c. Lensa lebih suram ( keruh) dapat menyebabkan katarak.
d. Meningkatnya ambang.
e. Pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi
lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap.
f. Hilangnya daya akomodasi.
g. Menurunya lapang pandang dan menurunya daya untuk
membedakan antara warna biru dengan warna hijau pada skala
pemeriksaan.
5. System kardiovaskuler.
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap jantung
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini memyebabkan menurunya
kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural
hipotensi.
e. Tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya
resistensi dari pembuluh darah perifer.
6. System pengaturan suhu tubuh
a. Suhu tubuh menurun ( hipotermia) secara fisiologis. Hal ini
diakibatkan oleh metabolisme yang menurun.
b. Keterbatasan reflek mengigil, dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas ototo.
7. Sistem pernapasan
a. Otot – otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunya aktivitas dari silia.
c. Paru – paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu
meningkat.
d. Menarik napas lebih berat, kapasitas maksimum menurun, dan
kedalaman bernapas menurun.
e. Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang,
oksigen pada arteri menurun menjadi 75mmhg. Kemampuan untuk
batuk berkurang dan penurunan kekuatan otot pernapasan.
8. System gastrointestinal
a. Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami penurunan.
b. Esophagus melebar.
c. Sensitivitas akan rasa lapar menurun.
d. Produksi asam lambung dan waktu pengosongan lambung
menurun.
e. Peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Fungsi absorsi menurun.
g. Hati semakin mengecil dan menurunya tempat menyimpan.
h. Berkurangnya suplai aliran darah.
9. System genetalia
a. Ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah keginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang ( berakibat pada
penurunan kemmapuan ginjal untuk mengonsentrasi urine, berat
jenis urine menurun, protein urine menurun, BUN meningkat, nilai
ambang ginjalterhadap glukosa meningkat.
b. Otot- otot kandung kemih (vesika urinaria) melemah kapasitasnya
menurun hingga hingga 200ml dan menyebabkan frekuansi BAK
meningkat, kandung kemih dikosongkan sehingga meningkatkan
retensi urine.
c. Pria dengan usia 65th keatas sebagian besar mengalami pembesaran
prostat hingga 75% dari besar normalnya.
10. System endokrin.
Menurunya produksi ACTH,TSH,FSH,dan LH, aktivitas tiroid, basal
metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosterone,
serta sekresi hormone kelamin seperti progesterone, estrogen dan
tetstoteron.
11. Sitem integument.
a. Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
b. Permukaan kulit kasar dan bersisik.
c. Menurunya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit
menurun.
d. Kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu.
e. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
f. Berkurangnya elastisitas akibat menurunya cairan dan
vaskularisasi.
g. Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi mengeras dan
rapuh, kuku jari tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
h. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
i. Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
12. System muskuloskeletal
a. Tulang kehilangan kepadatan (density) dan semkain rapuh.
b. Kifosis.
c. Persendian membesar dan menjadi kaku.
d. Tendon mengkerut dan mengalami sklerosis.
e. Atropi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-
otot kram dan mejadi tremor.
Beberapa masalah psokologis yang sering terjadi pada lansia
a. Demensia
Demensia adalah gangguan intelektual/ daya ingat yang
umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya terjadi pada usia > 65
tahun. Faktor  resiko yang sering menyebabkan lanjut usia terkena
demensia adalah : usia, riwayat keluarga, jenis kelamin perempuan.
Demensia merupakan suatu penyakit degeneratif primer pada
susunan sistem saraf pusat dan merupakan penyakit vaskuler.
Kriteria derajat demensia :
1) Ringan : walaupun terdapat gangguan berat daya
kerja dan aktivitas sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap
dengan higiene personal cukup dan penilaian umum yang baik.
2) Sedang : hidup mandiri berbahaya diperlukan
berbagai tingkat suportivitas.
3) Berat : aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu
sehingga tidak berkesinambungan, inkoherensi.
b. Depresi
Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam
problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi
depresi tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-
masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi.
Gejala depresi pada lansia, yaitu :
Gejala utama :
a. Afek depresi
b. Kehilangan minat
c. Berkurangnya energi (mudah lelah)
Gejala lain :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Kurang percaya diri
c. Sering merasa bersalah
d. Pesimis
e. Ide bunuh diri
f. Gangguan pada tidur
g. Gangguan nafsu makan
Berdasarkan gejala di atas, depresi pada lansia dapat dibedakan
beberapa bentuk berdasarkan berat ringannya :
1) Depresi ringan : 2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas tidak
terganggu.
2) Depresi sedang : 2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas agak
terganggu.
3) Depresi berat : 3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat
terganggu.
Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-
faktor psikologik, sosial dan biologik.
1) Biologik  : sel saraf yang rusak, faktor genetik, penyakit kronis
seperti hipertensi, DM, stroke, keterbatasan gerak, gangguan
pendengaran / penglihatan.
2) Sosial      : kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan,
kesepian, isolasi sosial.
3) Psikologis : kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak
terselesai.
c. Skizofrenia
Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir atau
dewasa muda dan menetap seumur hidup. Perempuan lebih sering
menderita skizofrenia lambat
dibanding laki-laki.
Sekurang-kurangnya satu gejala berikut :
1) Thought echo, insertion, broadcasting.
2) Delution of control, influence, passivity, perseption
3) Halusinasi auditorik
4) Waham yang menetap
Paling sedikit 2 gejala berikut :
1) Halusinasi panca indera yang menetap
2) Arus pikir yang terputus
3) Perilaku katatonik
4) Gejala negatif
Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih. Terapi dapat diberikan obat anti
psikotik seperti haloperidol, chlorpromazine, dengan pemberian
dosis yang lebih kecil.
d. Gangguan kecemasan
Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia,
gangguan obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan
stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan
panik pada lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan
gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda, tetapi
efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan debilitasi pada pasien
lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak
terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik bagi
perasaan yang cemas secara kronis.
Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang
kematiannya. Orang mungkin menghadapi pikiran kematian
dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan dengan ketenangan
hati dan rasa integritas (“Erik Erikson”). Kerapuhan sistem saraf
anotomik yang berperan dalam perkembangan kecemasan setelah
suatu stressor yang berat.
Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres
pasca traumatik karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu
cacat fisik. Terapi dapat disesuaikan secara individu tergantung
beratnya dan dapat diberikan obat anti anxietas seperti :
hydroxyzine, Buspirone.
e. Gangguan penggunaan alcohol dan zat lain.
Riwayat minum / ketergantungan alkohol biasanya
memberikan riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa
remaja / dewasa. Mereka biasanya memiliki penyakit hati.
Sejumlah besar lansia dengan riwayat penggunaan alkohol terdapat
penyakit demensia yang kronis seperti ensefalopati wernicke dan
sindroma korsakof.
Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi,
higienis pribadi yang buruk, malnutrisi dan efek pemaparan. Zat
yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering disalah gunakan.
Di sini harus diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis
pada lansia pengguna alkohol maupun tidak obat-obat sehingga
tidak terjadi suatu penyakit medik.
f. Gangguan Tidur
Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering
berhubungan dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur.
Fenomena yang sering dikeluhkan lansia daripada usia dewasa
muda adalah :
1) Gangguan tidur,
2) Ngantuk siang hari,
3) Tidur sejenak di siang hari,
4) Pemakaian obat hipnotik.
Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang
berhubungan dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat
medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping
perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur
primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental
lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan. Ganguan
tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye movement
(REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga termasuk
adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut.
Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak
terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam
tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan
konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada
lansia.
Terapi dapat diberikan obat hipnotik sedatif dengan dosis
yang sesuai dengan kondisi masing-masing lansia dengan tidak
lupa untuk memantau adanya gejala fungsi kognitif, perilaku,
psikomotor, gangguan daya ingat, insomnia rebound dan gaya
jalan.
E. Pendekatan Keperawatan Lanjut Usia
1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya,
perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau
ditekan progresivitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien
lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yakni :
a. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk
kebutuhan sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.
b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. perawat harus
mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini terutama tentang
hal-hal yang berhubunga dengan keberhasilan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya. kebersihan perorangan (personal
hygiene) sanga penting dalam usaha mencegah timbulnya
peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberihan
kurang mendapat perhatian.
2. Pendekatan psikis
Di sini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan adukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan
sebagai supporter, interpreter terhaadap segala sesuatu yang asing,
sebagai penamung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang
akrab. Perawat hendaknnya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam
memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar,
simpatik, dan service.
Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan
mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara
perlahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental
mereka kea rah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang
dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar dimasa
lanjut usia ini mereka dapat merasa pua dan bahagia.
3. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercarita merupakan
salah satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesame klien lanjut usia
berarti menciptakan sosialisasi mereka. Pendekatan social ini
merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang
dihadapinya adalh mahluk social yang membutuhkan orang lain.
Dalam pelaksanaannya perawat dapat menciptakan hubungan social
antara lanjut usia dan lanjut usia maupun lanjut usia dan perawat
sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
para lajut usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan
rekreasi, misalnya jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan
lain.
Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar,
seperti menonton tv, mendengar radio, atau membaca majalah dan
surat kabar. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam
perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis
dalam proses penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut usia. 
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin
dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang di anutnya,
terutamabila klien lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati
kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia
yang menghadapi kematian, DR. Tony Setyabudhi mengemukakan
bahwa maut seringkali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini
didasari oleh berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian akan
pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit / penderitaan yang sering
menyertainya, kegelisahan untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga /
lingkungan sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi


ke-6. Jakarta: EGC
Leeckenotte, Annete Glesler. 1997. Pengkajian Gerontologi, Edisi ke-2. Jakarta :
EGC
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2. Jakarta : EGC
Muhith, Abdul , 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik, Edisi 1, Yogyakarta :
ANDI OFFFSET

Vous aimerez peut-être aussi