Vous êtes sur la page 1sur 12

MAKALAH

“Financial Distress n Organisasi”


Dosen Pengampuh : very andrianingsih SE, MM.

Disusun Oleh :
1. Moh. Labib Anis (721213391)

2. Ali Zainal Abidin (721213388)

3. Moh. Hamdani Indra Saputra (721213407)

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS


UNIVERSITAS WIRARAJA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul
dari makalah ini adalah “Financial Distress n Organisasi ”. Penyusunan makalah ini untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Lanjutan. Kami berharap
dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang ekonomi.

Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Karena itu,


kami sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi
segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.

Sumenep, 04 April 2023


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Financial distress merupakan kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan


atau likuidasi yang harus dihadap sebelum terjadinya kebangkrutan. Menurut Shilpa & Amulya
(2017) financial distress didefinisikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangannya saat ini. berbagai cara penelitian untuk mengetahui suatu perusahan
mengalami kondisi financial distress antara lain menggunakan Interest Coverage Ratios (Asquith
et al., 1994), dan (Makeeva & Khugaeva, 2018), ekuitas negatif (Waqas & Md-Rus, 2018), debt
service coverage ratio (Indriyanti, 2019), earning per share negatif (Mittal & Lavina, 2018) dan
(Witiastuti & Suryandari, 2016). Perusahaan yang mengalami financial distress dapat dilihat dari
beberapa kondisi yaitu EBITDA lebih kecil dari biaya keuangan dalam dua tahun berturut-turut,
penurunan market value (nilai pasar) dalam dua tahun berturut-turut, dan Operating Cash Flow
kurang dari biaya keuangan dalam dua tahun berturut-turut (Gupta et al., 2019), (Manzaneque et
al., 2016), (Pindado et al., 2008), dan (Rezende et al., 2017). Suatu perusahaan maupun Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) diklasifikasikan sebagai tertekan secara finansial jika kondisi antara
lain EBITDA 2 tahun berturut-turut < biaya keuangan, (kekayaan bersih/ total utang) < 1 dan
kekayaan bersih turun diantara dua periode (Keasey et al., 2015).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengaruh kegagalan perusahaan?


2. Apa saja penyelesaian kegagalan perusahaan?
3. Apa yang di maksud dengan reorganisasi perusahaan?
4. Apa saja pengaruh rasio keuangan pada financial distress?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh kegagalan perusahaan


2. Untuk mengetahui penyelesaian kegagalan perusahaan
3. Untuk memahami reorganisasi perusahaan
4. Untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan pada financial distress
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KEGAGALAN PERUSAHAAN
Suatu perusahaan tidak selalu berkembang dengan baik sebagaimana yang
diharapkan. Dalam praktik, banyak perusahaan dapat mengalami kegagalan. Kegagalan
bisnis tidak terbatas pada satu industri atau perusahaan tertentu, tapi dapat dialami oleh
semua industri atau perusahaan. Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan
perusahaan mengalami kegagalan, di antaranya adalah: faktor ekonomi, kesalahan
manajemen, bencana alam. Perusahaan yang mengalami kegagalan dalam operasinya,
akan berdampak pada kesulitan keuangan perusahaan. Kesulitan keuangan yang dihadapi
oleh perusahaan sangat bervariasi antara kesulitan likuiditas hingga kesulitan solvabilitas.
Apabila prospek perusahaan kurang baik, maka perusahaan dapat dilikuidasi. Jika
prospek perusahaan masih cukup baik, maka untuk kepentingan para kreditur, pemegang
saham dan masyarakat, maka perusahaan dapat direorganisasi. Sebagaimana telah
dikemukakan, ada banyak faktor yang mengakibatkan perusanaan mengalami kesulitan
keuangan, tapi kebanyakan penyebabnya baik langsung atau tidak langsung adalah
karena kesalahan manajemen yang terjadi berulang-ulang. Akumulasi ketidakmampuan
manajemen dalam mengelola perusanaan inllah yang pada akhirnya berakibat pada
kegagalan perusahaan. Oleh Karena itu, pihak manajemen perusahaan harus mampu
untuk mengidentifikasi berbaga1 faktor yang menyebabkan perusahaan mengalami
kegagalan sebelum peristiwa tersebut terjadi. Banyak penelitian yang dilakukan untuk
mengidentifikasi dan memprediksi kegagalan atau kesultan keuangan suatu perusahaan,
d1 antaranya: William H Beaver, menggunakan rasio-rasio keuangan untuk meramal
kegagalan perusahaan Edward I. Alman, mempergunakan "Multiple Discriminant
Analysis Untuk memprediksikebangkrutan.

2.2. PENYELESAIAN KEGAGALAN PERUSAHAAN


Jika suatu perusahaan menghadapi kegagalan atau kesulitan keuangan, maka
harus dikenali apakah kesulitan keuangan tersebut bersitat jangka pendek atau jangka
panjang. Kesultan keuangan yang bersifat jangka pendek apabila tidak segera
ditanggulangi dapat berakibat pada timbulnya kesulitan keuangan jangka panjang.
Kesulitan keuangan jangka pendek yang dimaksud adalah kesulitan dalam likuiditas
perusahaan, sedangkan kesulitan keuangan jangka panjang adalah berkaitan dengan
solvabilitas perusahaan. Terdapat beberapa cara untuk mengatasi kesultan keuangan yang
dihadapi oleh suatu perusahaan, di antaranya sebagai berikut.
Penyelesaian Sukarela (Voluntary Settlements)
Penyelesaian secara sukarela dapat dilakukan dengan melalui kesepakatan antara
pihak kreditur dan debitur. Ada beberapa alternatif penyelesaian secara sukarela, yaitu
sebagai berikut.

Extensions (perpanjangan)
Pihak kreditur sepakat dengan pihak debitur untuk memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo kredit yang telah diberikan. Dengan demikian, pihak debitur mempunyai
kesempatan untuk memanfaatkan dana yang mestinya dipakai untuk melunasi utang guna
membiayai kegiatan operasi perusanaan.

Composition
Para kreditur bersedia menerima pembayaran sebagian tagihannya, dan merelakan
sebagian yang lainnya tidak terbayar, atau jika para kreditur bersedia untuk merubah
utang menjadi penyertaan modal. Hal in akan meringankan perusahaan dari kewajiban
membayar bunga dan pokok pinjaman.

Liquidation by voluntary agreement


Para kreditur secara bersama memutuskan meminta likuidasi perusahaan secara
informal. Jika hal ini dilakukan, maka ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh,
yaitu waktu penyelesaian likuidasi lebih cepat, biaya yang dikeluarkan lebih murah, nilai
aset perusahaan yang dilikuidasi masih tinggi

Penyelesaian Lewat Pengadilan (Settlements Involving Letigation)


Apabila pihak kreditur dan debitur tidak mencapai kesepakatan untuk
penyelesaian secara sukarela, maka langkah selanjutnya yang dapat ditempuh adalah
penyelesaian secara hukum.

Likuidasi (Liquidation)
Apabila kondisi keuangan perusahaan sudah tidak bisa diperbaiki lagi, maka
likuidasi merupakan satu-satunya alternatif penyelesaian. Pihak yang bisa mengajukan
atau memintakan dilikuidasi atau kepailitan adalah: debitur, seorang atau lebih debitur,
Jaksa. Keputusan pailit atau bangkrut ditetapkan oleh pengadilan (pengadilan niaga).
Penjualan aset perusahaan yang sudah bangkrut biasanya dilakukan dengan cara lelang
dan hasilnya dibagikan kepada para kreditur setelah dikurangi dengan biaya-biaya
kepailitan. Pembagian hasil likuidasi kepada kreditur dilakukan berdasarkan persentase
tertentu secara pro-rata.
Berikut in adalah laporan keuangan perusahaan ABC yang dinyatakan bangkrut.
Contoh:
Struktur modal perusahaan "ALFA" sebelum reorganisasi sebagai berikut.
- Obligasi Rp12 juta
- subordinate debenture 5 juta
- saham istimewa 10 jutà
- saham biasa 13 juta
Rp40 juta

Apabila ditentukan nilai perusahaan setelah reorganisasi adalah Rp30 juta, maka struktur modal
baru yang mungkin dibentuk:

- Obligasi Rp4 juta


- income bond 8 juta
- saham istimewa 5 juta
- saham biasa 13 juta
Rp30 juta

Penyusunan struktur modal tersebut dengan pertimbangan untuk mengurang beban tetap dengan
jalan:

a. Sebagian obligasi diubah menjadi income bond (sebesar Rp8 juta dan sisanya Rp4 juta
tetap sebagat obligasi)
b. Subordinate debenture diubah menjadi saham istimewa (sebesar Rp) juta)
c. Saham istimewa dirubah menjadi saham biasa (Rp10 juta)
d. Saham biasa dinilai Rp3 juta

Penyusunan struktur modal yang baru dipengaruhi oleh "judgement" , dengan kata lain tidak ada
pedoman yang past bahwa struktur modal harus mengikuti rumus-rumus tertentu. Penyusunan
struktur modal hanya berpedoman bahwa suatu perusahaan seharusnya bekerja dengan beban
keuangan tetap yang tidak terlalu besar.

2.3. REORGANISASI PERUSAHAAN


Reorganisasi yang dimaksud di sini adalah reorganisasi keuangan, yaitu
merupakan penyusunan kembali struktur modal perusahaan, sehingga struktur modal
yang baru dianggap cukup layak bagi operasi perusahaan di masa yang akan datang.
Prosedur dalam reorganisasi meliputi 3 langkah:
a. Menentukan nila1 perusahaan setelah direorganisasi
b. Menentukan struktur modal yang baru
c. Menentukan nilai surat berharga lama untuk diganti dengan surat berharga baru
Menentukan Nilai Perusahaan
Salah satu cara untuk menentukan nilai perusanaan adalah dengan jalan
mengkapitalisasikan keuntungan di masa yang akan datang dengan tingkat kapitalisasi
tertentu.
Contoh:
Misalkan diperkirakan keuntungan perusahaan tap tahun Rp3 juta, juka tingkat
keuntungan yang layak untuk perusahaan seperti itu adalah 10%, maka nilai perusahaan
adalah Rp3 juta/0, 10 = Rp30 juta.

Menyusun Kembali Struktur Modal


Penyusunan kembali struktur modal dilakukan dengan mengurangi beban tetap
perusahaannya dengan jalan:
- Mengubah utang menjadi income bond, saham 1stimewa dan saham biasa
- Memperpanjang jangka waktu pinjaman

2.4. Pengaruh Rasio Keuangan pada Financial Distress


Menurut Kasmir (2012:122) rasio keuangan ialah membandingkan angka yang
ada dalam laporan keuangan. Rasio keuangan merupakan angka yang diperoleh dari hasil
perbandingan dari suatu pos dengan pos lainnya dalam laporan keuangan yang relevan
dan signifikan (Harahap, 2011:297). Menurut Maulidina (2014) rasio keuangan dapat
melakukan prediksi dengan mencari informasi berupa analisis laporan keuangan dengan
rasio keuangan, analisis tersebut memberikan kemungkinan terjadi financial distress pada
suatu perusahaan. Tujuan analisis rasio keuangan yaitu memperoleh rasio keuangan
dalam memberikan informasi tentang peristiwa kedepan dan dapat digunakan dalam
model financial distress atau memprediksi kebangkrutan (Sayari & Mugan, 2017). Rasio
yang digunakan adalah rasio likuiditas, leverage, profitabilitas, aktivitas dan
pertumbuhan.
Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban atau utang pada jatuh tempo (Kasmir, 2012:145). Rasio likuiditas
diproksikan menggunakan rasio lancar atau current ratio. Current ratio merupakan
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban atau utang jangka pendek
keseluruhannya pada jatuh tempo (Kasmir, 2012:134). Perusahaan dapat dikatakan likuid
bila perusahaan dapat menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya saat jatuh tempo
dengan tepat waktu. Nilai rasio likuiditas tinggi maka perusahaan memiliki kemampuan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Rohmadini et al., 2018). Berdasarkan
signaling theory mengungkapkan bahwa semakin tinggi rasio likuiditas, maka
kemungkinan perusahaan tidak mengalami financial distress. Ini memberikan sinyal baik
bagi investor bahwa perusahaan dalam keadaan sehat dan cocok.
Sebagai tempat berinvestasi. Sebaliknya, semakin rendah rasio likuiditas, maka
kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress. Ini memberikan sinyal
buruk bagi investor bahwa keadaan perusahaan tidak sehat dan kemungkinan terjadi
financial distress. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mesak & Sukartha (2019)
menunjukkan bahwa rasio likuiditas berpengaruh negatif pada kondisi financial distress.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Widhiari & Merkusiwati
(2015), Damayanti et al., (2017), Curry & Banjarnahor (2018) serta Antikasari &
Djuminah (2017). H1 : Rasio likuiditas berpengaruh negatif pada financial distress.
Rasio leverage merupakan rasio yang mengukur perusahaan dalam pengunaan
utang pada aset maupun modal (Kasmir, 2012:165). Rasio leverage diproksikan
menggunakan debt to equity ratio. Debt to equity ratio merupakan kemampuan
perusahaan dalam menutup seluruh hutangnya dengan modal yang mereka miliki
(Kasmir, 2012:157). Rasio leverage yang terlalu tinggi menyebabkan perusahaan
mempunyai tingkat utang tinggi yang dapat membebani perusahaan pada saat jatuh
tempo, sehingga penting bagi perusahaan untuk memerhatikan tingkat leverage
(Rohmadini et al., 2018). Berdasarkan signaling theory mengungkapkan bahwa semakin
rendah rasio leverage, maka kemungkinan perusahaan tidak mengalami financial distress.
Ini memberikan sinyal baik bagi investor bahwa perusahaan dalam keadaan sehat dan
cocok sebagai tempat berinvestasi. Sebaliknya, semakin tinggi rasio leverage, maka
kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress. Ini memberikan sinyal
buruk bagi investor bahwa keadaan perusahaan tidak sehat dan kemungkinan terjadi
financial distress. Berdasarkan trade-off theory mengungkapkan bahwa semakin tinggi
rasio leverage, maka perusahaan tidak perlu meningkatkan utang secara optimal dan
meningkatkan utang dapat menurunkan nilai perusahaan. Bila perusahaan tetap
meningkatkan utang maka perusahaan dapat mengalami financial distress, oleh karenanya
meningkatkan utang sama saja dengan meningkatkan financial distress. Terdapat hasil
penelitian mengenai pengaruh rasio leverage yang menggunakan debt to equity ratio pada
financial distress. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustini & Wirawati (2019)
menunjukkan bahwa rasio leverage berpengaruh positif pada kondisi financial distress.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya oleh (Dewi & Dana 2017),
(Mesak & Sukartha, 2019), (Maulida et al. 2018), (Hendra etal. 2018), (Harianti &
Paramita, 2019), serta (Wulansari & Diana, 2017). H2 : Rasio leverage berpengaruh
positif pada financial distress.
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
dalam meningkatkan keuntungan (Kasmir, 2012:210). Rasio profitabilitas diproksikan
menggunakan tingkat pengembalian aset atau return on asset. Return on asset merupakan
kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan berupa laba yang didapatkan dari
aktiva (Harahap, 2011:305). Perusahaan dengan rasio profitabilitas yang tinggi maka
perusahaan memiliki kemampuan keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
operasionalnya. Jumlah laba yang besar menunjukkan bahwa perusahaan tidak akan
mengalami financial distress (Sudaryanti & Dinar, 2019). Berdasarkan signaling theory
mengungkapkan bahwa semakin tinggi rasio profitabilitas, maka kemungkinan
perusahaan tidak mengalami financial distress. Ini memberikan sinyal baik bagi investor
bahwa perusahaan dalam keadaan sehat dan cocok sebagai tempat berinvestasi.
Sebaliknya, semakin rendah rasio profitabilitas, maka kemungkinan perusahaan akan
mengalami financial distress. Ini memberikan sinyal buruk bagi investor bahwa keadaan
perusahaan tidak sehat dan kemungkinan terjadi financial distress. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Agustini & Wirawati (2019) menunjukkan bahwa rasio profitabilitas
berpengaruh negatif pada kondisi financial distress. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya oleh (Dewi & Dana, 2017), (Mesak & Sukartha, 2019),
(Damayanti et al., 2017), (Curry & Banjarnahor, 2018), (Hendra et al, 2018), serta
(Harianti & Paramita, 2019). H3 : Rasio profitabilitas berpengaruh negatif pada financial
distress.
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam pemanfaatan sumber daya yang dimiliki dengan efisien (Kasmir,
2012:188). Rasio aktivitas diproksikan menggunakan total asset turn over. Total asset
turn over merupakan kemampuan perusahaan dalam menggunakan semua asset yang
dimiliki untuk bisa menghasilkan penjualan dengan maksimal (Harahap, 2011:309).
Semakin efektif suatu perusahaan menggunakan asetnya untuk menghasilkan penjualan
dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. perusahaan tidak efektif dalam
penggunaan aset maka mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan
potensial, hal ini menggambarkan kinerja perusahaan tidak baik karena tidak dapat
menghasilkan volume penjualan yang cukup dibandingkan dengan investasi pada asetnya
(Restianti & Agustina, 2018). Berdasarkan signaling theory mengungkapkan bahwa
semakin tinggi rasio aktivitas, maka kemungkinan perusahaan tidak mengalami financial
distress. Ini memberikan sinyal baik bagi investor bahwa perusahaan dalam keadaan
sehat dan cocok sebagai tempat berinvestasi. Sebaliknya, semakin rendah rasio aktivitas,
maka kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress. Ini memberikan sinyal
buruk bagi investor bahwa keadaan perusahaan tidak sehat dan kemungkinan terjadi
financial distress. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustini dan Wirawati (2019)
menunjukkan bahwa rasio aktivitas berpengaruh negatif pada kondisi financial distress.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh (Dewi & Dana, 2017),
(Antikasari & Djuminah, 2017), (Kartika & Hasanudin, 2019), serta (Widhiari &
Merkusiwati, 2015). Berdasarkan atas teori dan penelitian terdahulu, maka dapatlah
dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H4 : Rasio aktivitas berpengaruh negatif pada
financial distress.
Rasio pertumbuhan merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
dalam peningkatan pertumbuhannya dari tahun ke tahun (Kasmir, 2012:107). Rasio
pertumbuhan diproksikan menggunakan rasio pertumbuhan penjualan atau sales growth.
Sales growth merupakan kemampuan perusahaan dalam peningkatan penjualan dengan
membandingkan tahun ini dengan tahun lalu (Harahap, 2011:309). Semakin tinggi
pertumbuhan penjualan maka perusahaan berhasil menjalankan aktivitas serta laba yang
dihasilkan, dan akan berpengaruh pada bertambahnya arus kas perusahaan, sehingga pada
kondisi keuangan perusahaan akan membaik. Perusahaan dengan kondisi keuangan yang
baik berarti tidak akan mengalami kesulitan keuangan (Muflihah, 2017). Berdasarkan
signaling theory mengungkapkan bahwa semakin tinggi rasio pertumbuhan, maka
kemungkinan perusahaan tidak mengalami financial distress. Ini memberikan sinyal baik
bagi investor bahwa perusahaan dalam keadaan sehat dan cocok sebagai tempat
berinvestasi. Sebaliknya, semakin rendah rasio pertumbuhan, maka kemungkinan
perusahaan akan mengalami financial distress. Ini memberikan sinyal buruk bagi investor
bahwa keadaan perusahaan tidak sehat dan kemungkinan terjadi financial distress. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Lubis & Patrisia (2019) menunjukkan bahwa rasio
pertumbuhan berpengaruh negatif pada kondisi financial distress. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh (Widhiari & Merkusiwati, 2015), (Yudiawati
& Indriani, 2016), serta (Setyowati & Sari, 2019).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Financial distress atau kesulitan keuangan merupakan kondisi dimana perusahaan
mengalami kemunduran kinerja sehingga dapat berpotensi ke arah kebangkrutan. Prediksi
financial distress diperlukan untuk menekan kemungkinan perusahaan mengalami
kebangkrutan sehingga kelangsungan hidup dari perusahaan dapat terus terjaga. Salah
satu cara yang dapat digunakan dalam memprediksi kondisi finanial distress adalah
dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan.
Hal-hal yang dapat terjadi ketika perusahaan mengalami financial
distress/kesulitan keuangan, perusahaan tersebut akan mengalami penurunansecara
keseluruhan, baik dari segi internal perusahaan yang dalam hal inidikatakan nilai
perusahaan itu sendiri maupun dari segi eksternal perusahaanyang dalam hal ini adalah
pandangan dari pihak investor terhadap perusahaanketika menginvestasikan saham dalam
perusahaan tersebut

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang diberikan adalah sebagai berikut:

1. Apabila perusahaan sudah terlanjur gagal atau bangkrut maka perusahaan dapat
menempuh likuidasi, merger, atau dilakukan rehabilitasi (reorganisasi).
2. Dalam hal perusahaan pada dasarnya dalam keadaan sehat maka debitur dapat
merundingkan untuk melakukan rencana pemulihannya.
3. Prosedur hukum akan membutuhkan biaya mahal, apalagi bagi perushaan yang
bangkrut. Maka jika masih memungkinkan, posisi debitur dan kreditur akan lebih
baik jika penanganannya dilakukan secara informal dan tidak melalui pengadilan.
4. Jika penanganan secara informal tidak dapat diselesaikan, maka sebaiknya masalah
dilemparkan ke pengadilan. Dalam hal ini pengadilan dapat memutuskan untuk
melakukan likuidasi atau reorganisasi.
5. Dalam hal melakukan reorganisasi maka rencana reorganisasi ini harusmemenuhi
persyaratan keadilan dan kelayakan
DAFTAR PUSTAKA

Vous aimerez peut-être aussi