Vous êtes sur la page 1sur 11

MAKALAH

PEMBELAJARAN BERBASIS BIMBINGAN DAN KONSELING PADA SISWA

Oleh :

1. Ma'ruf Hendrawan Prasetyo (1220021)

JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
TAHUN AJARAN 2022/2023
Daftar Isi

Daftar Isi 2
BAB I 3
PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
Latar Belakang...............................................................................................................................3
Rumusan Masalah.........................................................................................................................4
Tujuan............................................................................................................................................4
BAB II 5
PEMBAHASAN....................................................................................................................................5
BAB III 10
PENUTUP.........................................................................................................................................10
Kesimpulan..................................................................................................................................10
saran............................................................................................................................................10
REFERENSI 11
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini, banyak terjadi sebuah kesenjangan antara sistem pembelajaran serta metode
dengan pribadi seorang siswa secara psikologi. Kondisi Psikologi siswa merupakan faktor
penting yang mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran sedangkan pada kenyataanya hal
itu seringkali diabaikan karena terikat pada suatu kurikulim dan sistem yang berlaku.
Ketidakmampuan seseorang untuk mengendalikan diri dan tahan (sustain) atas segala bentuk
godaan untuk melakukan korupsi, plagiasi, perjokian, jual-beli ijazah, dan perilaku-perilaku
antagonis terhadap hakikat dan tujuan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari pengaruh kultur
pendidikan yang pernah dilaluinya. Alasan tersebut logis dan dapat diterima akal sehat, tetapi
kasus “nyontek massal” dalam Ujian Nasional (UN) yang berulang kali terjadi dan secara
massive melibatkan guru, kepala sekolah serta pejabat Dinas Pendidikan merupakan fakta
bahwa kultur antagonisme terhadap hakikat pendidikan memang benar-benar telah dan
sedang terjadi. (Tamin, 2013)

Pendidikan karakter saat ini merupakan bagian terpenting dari Pendidikan di


Indonesia Ketika setiap hari disuguhi rekaman tingkah laku masyarakat Indonesia yang jauh
dari nilai-nilai karakter Indonesia yang lemah lembut, sopan, ramah, dan menjunjung tinggi
budaya timur. Sehingga sarana yang paling mudah digunakan untuk mengembalikan nilai-
nilai karakter yang telah terkikis dengan cara mengajarkan dan menerapkan Pendidikan
karakter di sekolah. Karakter identic dengan akhlak yang merupakan nilai-nilai perilaku
manusia yang universal, meliputi seluruh aktivitas manusia baik yang berhubungan dengan
tuhan, dirinya sendiri, sesama mmanusia dan lingkungan sekitar . (Rahmawati, 2014)
Pendidikan merupakan sebuah sistem dengan beberapa bagian yang saling terintegrasi.
Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral proses pendidikan memiliki kontribusi
dalam penyiapan SDM yang bermutu. Dalam perspektif bimbingan dan konseling, peserta
didik merupakan individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi
(becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai
kematangan, individu memerlukan bimbingan, karena masih kurang memahami
kemampuan dirinya, lingkungannya dan pengalaman untuk mencapai kehidupan yang baik
(menjadi SDM bermutu). (Caraka, 2015)
Bimbingan dan konseling sendiri seharusnya juga tidak hanya berfokus pada perkembangan
siswa tetapi juga memperhatikan keadaan lingkungan sekitar siswa. Dengan demikian, bimbingan
dan konseling perkembangan nampaknya menjadi strategi alternatif dalam menyelesaikan masalah
ini. Fajar Santoadi (2010) mengungkapkan bahwa secara implisit bimbingan dan konseling saat ini
sudah berorientasi perkembangan. Semenjak tahun 1970-an, terutama di negara-negara maju
(misalnya negara-negara bagian Amerika) mulai berkembang model program bimbingan dan
konseling komprehensif. (Santoadi, 2010)

Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pembelajaran berbasis bimbingan dan konseling?
2. Apa saja karakteristik pembelajaran berbasis bimbingan dan konseling?
3. Bagaimana penerapan pembelajaran berbasis bimgingan dan konseling?

Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep pembelajaran berbasis bimbingan dan konseling.
2. Untuk mengetahui karakterstik pembelajaran bimbingan dan konseling.
3. Untuk mengetahui penerapan pembelajaran bimbingan dan konseling.

1.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep pembelajaran berbasis bimbingan dan konseling
Secara filosofis, manusia memiliki potensi untuk dikembangkan seoptimal mungkin.
Potensi itu sendiri adalah laten power, yakni kekuatan, kemampuan, keunggulan, keunikan
yang belum tampak, belum menjadi prestasi, belum mewujud dalam bentuk perilaku.
Sedangkan perkembangan optimal adalah perkembangan yang sesuai dengan potensi yang
dimiliki. (Suryono, 2016)
Pembelajaran berbasis bimbingan itu sangatlah penting untuk diterapkan karena
pembelajaran yang baik, tidak hanya berorientasi pada pencapaian kognitif saja akan tetapi
dapat menghasilkan sebuah output berupa lahirnya perubahan perilaku siswa atau peserta
didik yang positif dan normatif. Mengajar dapat berarti:
a. Mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran
b. Mengajar sebagai proses mengatur lingkungan
c. Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan.
Bimbingan tidak hanya dilakukan kepada anak yang bermasalah saja. Pandangan
bimbingan dewasa ini yaitu menyediakan suasana atau situasi perkembangan yang baik
sehingga setiap anak disekolah dapat terdorong semangat belajarnya dan dapat
mengembangkan pribadinya sebaik mungkin dan terhindar dari praktik-praktik yang merusak
perkembangan anak itu sendiri.
Guru tidak hanya memberikan mata pelajaran tertentu saja, tetapi juga mengajarkan
sikap di kelas. Seorang guru juga perlu mengamati setiap muridnya. Guru perlu menyadari
bahwa setiap anak mempunyai kepribadian, kelebihan dan kelemahannya sendiri. Apabila
guru mengharapkan muridnya dapat menyelesaikan pekerjaannya sebaik-baiknya, maka dia
juga memberikan bantuan apapun kepada murid apabila diperlukan. Demikian juga, guru
harus bertanggung jawab untuk membimbing murid-murid dalam perkembangannya
semaksimal mungkin. (Baharuddin, 2010)

2. Karakteristik pembelajaran berbasis bimbingan dan konseling


Setiap anak pasti memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai umur dan latar
belakang mereka. Setiap jenjang sekolah, anak memiliki karakteristik yang berbeda dan
seharusnya guru perlu memperhatikan hal tersebut. jenjang itu adalah sebagai berikut:

1) Bentuk-bentuk Karakteristik Siswa SD


a. Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan
dunia sekitar yang mengelilingi mereka sendiri.
b. Mereka senang bermain dan lebih suka bergembira / riang.
c. Mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal yang
dihadapinya, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha
baru dan tidak akan pernah mau diatur oleh orang lain.
d. Mereka belajar dengan cara mengikuti atau berinisiatif dari apa yang
temannya/orang lain dapat.
e. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit.
f. Amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar.
g. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata
pelajaran khusus.
h. Pada umumnya anak menghadap tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha
menyelesaikan sendiri.
i. Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang
tepat mengenai prestasi sekolah.
j. Anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk
bermain bersama-sama.

2) Bentuk-bentuk Karakteristik Siswa SMP


a. Sering gelisah.
b. Pertentangan pendapat dengan lingkungan khususnya orang tua.
c. Aktivitas kelompok.
d. Keinginan mencoba segala sesuatu.
e. Emosi yang meluap-luap.
f. Mulai tertarik dengan lawan jenis.

3) Bentuk-bentuk Karakteristik Siswa SMA


a. Adanya kekurangseimbangan proporsi tinggi dan berat badan.
b. Mulai timbulnya ciri-ciri sekunder.
c. Timbulnya keinginan untuk mempelajari dan menggunakan bahasa asing.
d. Kecenderungan ambivalensi antara keinginan menyendiri dengan keinginan
bergaul dengan orang banyak serta antara keinginan untuk bebas dari
dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua.
e. Senang membandingkan kaidah-kaidah, nilai-nilai etika, atau norma dengan
kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.Mulai
mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi (keberadaan) dan sifat
kemurahan dan keadilan Tuhan.
f. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.
g. Kepribadiannya sudah menunjukkan pola tetapi belum terpadu.
h. Kecenderungan minat dan pilihan karier sudah relatif lebih jelas.

Dengan adanya perbedaan karakter pada setiap peserta didik maka pembelajaran
berbasis bimbingan dan konseling perlu dilakukan dalam membantu peserta didik
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya dan mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menurut Kartadinata dan Dantes, pembelajaran
berbasis bimbingan memiliki ciri-ciri berikut:
a. Diperuntukkan bagi semua siswa.
b. Memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang.
c. Mengakui siswa sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan.
d. Terarah ke pengembangan segenap aspek perkembangan anak secara menyeluruh
dan optimal.
e. Disertai dengan berbagai sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi
berbagai minat, potensi, dan kapabilitas siswa sesuai dengan norma-norma
kehidupan yang dianut. (Suwarjo, 2014)

3. Penerapan pembelajaran berbasis bimgingan dan konseling


Dalam melaksanakan pembelajaran, seorang guru tentunya perlu memilih model
pembelajaran yang akan diterapkan agar tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai
dengan optimal. Dalam memilih model pembelajaran, seorang guru perlu memperhatikan
kondisi siswa, sifat bahan ajar, media, dan kondisi guru itu sendiri. Adapun model
pembelajaran yang dapat dipilih dan menjadi alternatif untuk diterapkan sesuai situasi dan
kondisi yang dihadapi, yaitu:
1) Model pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem


pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar
belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda
(heterogen). Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok
mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota
kelompok akan mempunyai ketergantungan positif yang selanjutnya akan memunculkan
tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap
anggota kelompok.
2) Model Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL)

Pembelajaran kontekstual adlah sebuah model pembelajaran yang menekankn kepada


proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan. CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan
tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan
sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagi tempat untuk menguji data
hasil temuan mereka di lapangan.
3) Model pembelajaran berbasis masalah

Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas


pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara
ilmiah. John Dewey, seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah
pembelajaran berbasis masalah yang kemudian disebut metode pemecahan masalah (problem
solving), yaitu:
a. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan
dipecahkan.
b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari
berbagai sudut pandang.
c. Merumuskn hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan
pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi
yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan
sesuai dengan penerimaan atau penolakan hipotesis yang diajukan.
f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan
rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan
rumusan kesimpulan. (Amti, 2005)
Ada beberapa macam teknik bimbingan yang dapat digunakan untuk membantu
perkembangan individu, yaitu konseling, nasihat, bimbingan kelompok, konseling kelompok,
dan mengajar bernuansa bimbingan.
1. Konseling

Konseling merupakan bantuan yang bersifat terapeutik yang diarahkan untuk mengubah
sikap dan perilaku individu. Konseling dilaksanakan melalui wawancara (konseling)
langsung dengan individu. Konseling ditujukan kepada individu yang normal, bukan yang
mengalami kesulitan jiwa, melainkan hanya mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial.
2. Nasihat

Nasihat merupakan salah satu teknik bimbingan yang dapat diberikan oleh konselor
ataupun pembimbing. Pemberian nasihat hendaknya memerhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Berdasarkan masalah atau kesulitan yang dihadapi oleh klien (individu)
b. Diawali dengan menghimpun data yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi
c. Nasihat yang diberikan bersifat alternatif yang dapat dipilih oleh individu, disertai
kemungkinan keberhasilan dan kegagalan
d. Penentuan keputusan diserahkan kepada individu, alternatif mana yang akan diambil, serta
e. Hendaknya, individu mau dan mampu mempertanggungjawabkan keputusan yang
diambilnya
3. Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam
situasi kelompok. Bimbingan kelompok dapat beruapa penyampaian informasi ataupun
aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial.
4. Konseling Kelompok
Koseling kelompok merupakan bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang
bersifat penvegahan dan penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian kemudahan dalam
perkembangan dan pertumbuhannya. Konseling kelompok merupakan bersifat pencegahan
dalam arti, bahwa individu yang bersangkutan mempunyai kemampuan normal atau
berfungsi secara wajar dalam masyarakat, tetapi, memiliki beberapa kelemahan dalam
kehidupannya sehingga mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain.
Konseling kelompok bersifat memberi kemudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan
individu, dalam arti memberikan kesempatan, dorongan, juga pengarahan kepada individu-
individu yang bersangkutan untuk mengubah sikap dan perilakunya selaras dengan
lingkungannya.
5. Belajar Bernuansa Bimbingan

Individu akan lebih berhasil dalam belajar apabila guru/dosen menerapkan prinsip-
prinsip dan memberikan bimbingan waktu belajar. Secara umum bimbingan yang dapat
diberikan guru/dosen sambil mengajar adalah:
1) mengenal dan memahami individu secara mendalam,
2) memberikan perlakuan dengan memerhatikan perbedaan individual,
3) memperlakukan individu secara manusiawi,
4) member kemudahan untuk mengembangkan diri secara optimal, dan
5) menciptakan suasana kelasyang menyenangkan. (Nurwangid, 2010)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

saran
REFERENSI

Amti, E. (2005). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka cipta.

Baharuddin. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Arruz Media.

Caraka, P. B. (2015). Implementasi Permendikbud RI Nomor 111 Tahun 2014 Dalam Pengembangan
Layanan BK di Sekolah Menengah. Prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling,
(pp. 55-61).

Nurwangid, P. F. (2010). Penerapan Bimbingan Kelompok (Grub Activity) dalam Mengatasi Burnout
Bersekolah Pada Siswa Sekolah Dasar. Universitas Negeri Yogyakarta.

Rahmawati, f. P. (2014). Implementasi Model Pembelajaran "Berkah Anang" di Kalangan Siswa


Pendidikan Dasar Berbudaya Jawa. Jurnal Pendidikan, 27-49.

Santoadi, F. (2010). Manajeman Bimbingan dan Konseling Komprehensif. Yogyakartaa: Universitas


Sanata Dharma.

Suryono, B. (2016). Public Trust Dan Profesi Bk Bermartabat Menuju Karakter Konselor Bermartabat
Menuju Karakter Konselor. E-Journal Unipma, 1-16.

Suwarjo, D. S. (2014). Model Bimbingan Pengembangan Kompetensi Pribadi Sosial Bagi Siswa SMA
yang Mengalami Kejenuhan Belajar (Burnout). tidak diterbitkan.

Tamin, D. (2013). GURU DAN BUDAYA PENDIDIKAN BERBASIS BIMBINGAN DAN KONSELING. JURNAL
ETIKA DAN PEKERTI, 1(2), 27-50.

Vous aimerez peut-être aussi