Vous êtes sur la page 1sur 30

PORTOFOLIO

EFUSI PLEURA

Disusun dalam Rangka Praktek Klinis Sekaligus Sebagai Bagian dari Persyaratan
menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia

Wahana : RSUD Wonosari


Kabupaten Gunung Kidul
Daerah Istimewa Yogyakarta

Dokter Pendamping :
dr. Ari

Disusun Oleh
dr. Suci Nurannisa Yusuf

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


PERIODE JUNI 2014 – MEI 2015
RSUD WONOSARI GUNUNG KIDUL
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
2015

1
HALAMAN PENGESAHAN

PORTOFOLIO

EFUSI PLEURA

Disusun dalam Rangka Praktek Klinis Sekaligus Sebagai Bagian dari Persyaratan
menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh:
dr. Suci Nurannisa Yusuf

Telah diperiksa dan disetujui oleh


Pendamping Dokter Internsip

dr. Ari

2
BAB I
KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Bpk. MH
Umur : 75 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Playen, Gunung Kidul
Tanggal Masuk : 23 Agustus 2014
II. ANAMNESA
1. Keluhan utama : Sesak nafas
2. Keluhan tambahan : Batuk berdahak, lemas
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dari poli dengan sadar mengeluh sesak nafas sejak 2
hari SMRS dan batuk berdahak, batuk berdahak dirasakan sudah lama dan
kumat-kumatan. Pasien merasa lemas, nafsu makan berkurang. Nyeri dada
(-), Demam (-) pusing (+) cekot-cekot, mual (-), muntah (-). BAK dan
BAB tidak ada masalah. Riwayat pengobatan TBC (-), keringat malam
hari (-), riwayat jantung (-).
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sesak nafas sebelumnya (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat kencing manis (-)
- Riwayat merokok (+)
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- riwayat asma (-)
- riwayat hipertensi (-)
- riwayat kencing manis (-)

3
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 102 x/menit
Respirasi : 30 x/menit
Suhu : 37 0C
B. KEPALA
Mata : Mata cekung (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), palpebra udem (-/-), reflek pupil (+)
normal, isokor
Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-/-), deviasi septum (-/-),
nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran thyroid (-), teraba
limfonodi diameter 1-2 cm, kenyal, mobile.

Pemeriksaan dada
Pulmo
Kanan Kiri
Depan Belakang Depan Belakang
Inspeksi : Inspeksi : Inspeksi : Inspeksi :
- Sikatrik (-) - Sikatrik (-) - Sikatrik (-) - Sikatrik (-)
- Simetris (-) - Simetris(-) - Simetris - Simetris
- Ketinggalan - Ketinggalan - Ketinggalan - Ketinggalan
gerak (-) gerak (-) gerak (+) gerak (+)
- Retraksi - Retraksi - Retraksi - Retraksi
interkostal (-) interkostal (-) interkostal (-) interkostal (-)
Palpasi Palpasi Palpasi Palpasi

4
Apex: VF ka = ki Apex:VF ka = ki Apex: V F ki =ka Apex:VF ki = ka
Perkusi Perkusi Perkusi Perkusi
- Apeks :Son - Apek : Son - Apek : Son - Apek : Son
or s or s or s or
- Medi :Sonor - Medi : Son - Medi : Son - Medi : Son
al al or al or al or
- Basal :Sono - Basal : Son - Basal : redu - Basal : Red
r or p up
Batas paru-hepar SIC IV LMC dextra
Auskultasi Auskultasi Auskultasi Auskultasi
- Vesikuler - vesikuler - vesikuler - vesikuler
- Suara - Suara - Suara - Suara
Tambahan Tambahan Tambahan Tambahan
RBK (+) RBK (+) Ronki (-) Ronki (-)
wheezing (-) wheezing (-) wheezing (-) wheezing (-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak teraba pada SIC V-VI LMC sinistra.
Perkusi : Batas Cor
Atas SIC III
Bawah SIC V
Kiri SIC V LMC Sinistra
Auskultasi : S1 - S2, ireguler, Gallop (-)

Pemeriksaan abdomen
Inspeks : Cembung, lebih tinggi dari pada dada, tidak ada jejas, venektasi(-)
Palpasi : NT (+) epigastrium, Defans Muskular (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba
Nyeri ketok ginjal (-)
Tes undulasi (-)

5
Perkusi : Tymphani, asites (-), shifting dullness (-)
Auskultasi : BU (+) N
Pemeriksaan Genitalia :-
Pemeriksaan ekstremitas:
Superior : Udem (-/-), eritema palmaris (-/-), ikterik (-/-)
Inferior : Udem (+/+), eritema palmaris (-/-), ikterik (-/-)
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Nilai normal Satuan
Pemeriksaan
(male)

Darah rutin
Hb 11,2 13-17 gr%
AL 8,93 4-10 Ribu/ul
AE 4,06 4,5-5,5 Juta/ul
AT 452 150-450 Ribu/ul
HMT 35,4 42-52 %
Eosinofil 2 2-4 %
Basofil 0 0-1 %
Batang 1 2-5 %
Segmen 84 51-67 %
Limfosit 7 20-35 %
Monosit 6 4-8 %
GDS 81 <200 gr/dl
Ureum 35 17-43 mg/dl
Kreatinin 0,53 0,9-1,3 mg/dl
Protein total 6,65 6,2-8,4
Albumin 3,14 3,5-5,5
Globulin 3,51
Asam urat 5,63 2,3-6,1 mg/dl

 Analisa cairan : cairan pleura


Pemeriksaan
Makroskopis
- Warna : merah (kuning muda)

6
- Kekeruhan : keruh (jernih)
Mikroskopis
Leukosit : 1000 (<1000 transudat)
Hitung jenis
- Polimorponuklear : 30% (60-70)
- Mononukleus : 70% (30-40)
Eritrosit : 70 (<10.000/mmk)
Kimia
- Tes rivalta : positif (negatif=transudat)
- Protein : 3,80 (<3=transudat)
- Glukosa : 71 (plasma=transudat)
- LDH : 1563 (<200 transudat)
Tes bekuan musim : -
Sputum BTA
BTA I :-
BTA II :-
BTA III :-
Hasil pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus
Organ : limfonodi supraklavikula kiri
Makroskopis : masa di supraklavikula sinistra multiple, diameter 1-2 cm, kenyal,
mobile
Mikroskopis : kelompok-kelompok sel padat domonan oval, sitoplasma sedikit
sampai cukup, inti bulat dan oval, hiperkromatis, makrofag
tersebar cukup, latar belakang eritrosit banyak tersebar merata,
selular debris.
Kesan : ditemukan sel ganas. Pendapat: metastasis karsinoma, masih
mungkin dari paru-paru.

Hasil pemeriksaan sitologi efusi pleura


Bahan : cairan pleura 12cc merah keruh

7
Kesimpulan : cairan efusi pleura kanan/kiri : tidak ditemukan sel ganas.
Pendapat : radang kronis.

V.PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Rontgen toraks:

- efusi pleura sinistra

- cor tak valid dinilai

VII. KESIMPULAN
A. Anamnesis
- Sesak nafas
- Batuk berdahak
B. Pemeriksaan Fisik
Kesimpulan temuan pemeriksaan fisik: - ketinggalan gerak dada kiri
(+), vokal fremitus pulmo sinistra menurun, auskultasi vesikuler menurun.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Kesimpulan temuan pemeriksaan lab: cairan pleura : eksudat
Kesimpulan temuan radiologi: pulmo  efusi pleura sinistra

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Efusi pleura sinistra
IX. TERAPI
a. Non farmakologi
- Bed Rest
- O2 bila sesak
b. Farmakologis
- Infus NaCl asal tetes
- inj cefotaxim 1 gr/12 jam
- Furosemid 2 ampul/24 jam
- FDC 1x3 tab
- celcomce 1x1 tab

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru.
Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak
kapiler limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh
sel-sel (terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh
selapis mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang
membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma.
Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan jaringan elastis (Sylvia Anderson
Price dan Lorraine M, 2005: 739).
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi
paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal
terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian
permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak
lebih dari 30 µm). Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit.
Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan
kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan
intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler
dari a. pulmonalis dan a. brankialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan
jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim
paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari
sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat
elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A. Interkostalis
dan A. Mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf-
saraf sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem
persarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada. Keseluruhan
jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah

9
dilepaskan dari dinding dada di atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang
disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang
melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara bebas
pada saat ventilasi. Cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak
antara paru dan thoraks. Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan
pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai
rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan
dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga
mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc.
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat
bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan
pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura
parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis.
Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah
yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein
plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan
absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih
perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura
viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal
hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura (Sylvia Anderson
Price dan Lorraine M, 2005: 739).

10
Gambar 1.1 Gambaran Anatomi Pleura

B. Definisi Efusi Pleura


Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Rongga
pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru
dan rongga dada, diantara permukaan viseral dan parietal. Dalam keadaan
normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml
yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan
fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada
waktu pernafasan. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga
pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung
kolesterol tinggi. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi
merupakan tanda suatu penyakit.
Pada gangguan tertentu, cairan dapat berkumpul dalam ruang pleural pada
titik dimana penumpukan ini akan menjadi bukti klinis, dan hampir selalu
merupakan signifikasi patologi. Efusi dapat terdiri dari cairan yang relatif
jernih, yang mungkin merupakan cairan transudat atau eksudat, atau dapat
mengandung darah dan purulen. Transudat (filtrasi plasma yang mengalir
menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi jika faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural terganggu.
Biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik. Transudat

11
menandakan bahwa kondisi seperti asites atau gagal ginjal mendasari
penumpukan cairan. Eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau
kavitas). Biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau tumor
yang mengenai permukaan pleural (Sylvia Anderson Price dan Lorraine,
2005: 739).
Efusi yang mengandung darah disebut dengan efusi hemoragis. Pada
keadaan ini kadar eritrosit di dalam cairan pleural meningkat antara 5.000-
10.000 mm3. Keadaan ini sering dijumpai pada keganasan pneumonia.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi
unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang
spesifik dengan penyakit penyebabnya, akan tetapi efusi yang bilateral
seringkali ditemukan pada penyakit : kegagalan jantug kongestif, sindroma
nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosis sistemik, tumor dan
tuberkulosis.
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :
a. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan
pleura, cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan
sering hemoragik.
b. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairannya
bisa transudat atau eksudat dan ada limfosit.
c. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan
berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak)
d. Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma
maligna karena menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi akan
berbentuk empiema akut atau kronik (www.medicastore.com).

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :


1. Transudat
Transudat Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu
adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara
tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu,

12
sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi
reabsorbsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terdapat pada:
a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d) Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:


a) Gagal jantung kiri (terbanyak)
b) Sindrom nefrotik
c) Obstruksi vena cava superior
d) Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma
atau masuk melalui saluran getah bening)

2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler
yang permeable abnormal dan berisi protein transudat. Terjadinya
perubahan permeabilitas membrane adalah karena adanya peradangan
pada pleura misalnya: infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang
terdapat dalam caira pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening.
Kegagalan aliran protein getah bening ini akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain: infeksi (tuberkulosis,
pneumonia) tumor pada pleura, infark paru, karsinoma bronkogenik
radiasi, penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus
Eritematosis).

C. Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor yaitu:

13
1. Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain:
tuberculosis, pnemonitis, abses paru, abses subfrenik.
Macam-macam penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura
antara lain:
a.Pleuritis karena Virus dan mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi
jumlahnya pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja.
Jenis-jenis virusnya adalah : Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia,
Rickettsia, dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi
leukosit antara 100-6000 per cc.
b. Pleuritis karena bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari
jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang
yang melalui penetrasi diafragma, dinding dada atau esophagus.
Aerob : Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri,
Saphylococcus aureus, Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella,
Pseudomonas spp.
Anaerob : Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.
c.Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat.
Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru
melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga
hemoragis. Jumlah leukosit antara 500-2000 per cc. mula-mula yang
dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfost.
Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberculosis.
d. Pleura karena Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran
infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah :
aktinomikosis, koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus,

14
histoplasmosis, blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura
adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme
fungi.
e.Pleuritis karena parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah
amoeba. Bentuk tropozoit datang dari parenkim hati menembus
diafragma terus ke parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura
karena parasit ini terjadi karena peradangan yang ditimbulkannya. Di
samping ini dapat terjadi empiema karena karena ameba yang
cairannya berwarna khas merah coklat.di sini parasit masuk ke rongga
pleura secara migrasi dari perenkim hati. Dapat juga karena adanya
robekan dinding abses amuba pada hati ke arah rongga pleura.
2. Non infeksi
Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura
antara lain: Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum,
tumor ovarium, bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis
konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.
Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura
antara lain:
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
1) Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak
timbulnya efusi pleura. Penyebab lainnya dalah perikarditis
konstriktiva dan sindrom vena kava superior. Patogenesisnya dalah
akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan
kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh
darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun
(terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru
meningkat.
2) Emboli Pulmonal

15
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli
pulmonal. Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa
infark. Emboli menyebabkan turunnya aliran darah arteri
pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim
paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah
(warna merah). Di samping itu permeabilitas antara satu atau kedua
bagian pleura akan meningkat, sehingga cairan efusi mudah
terbentuk.
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak,
dan biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli
pulmonal lainnya. Pada efusi pleura denga infark paru jumlah
cairan efusinya lebih banyak dan waktu penyembuha juga lebih
lama.
3) Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti
sindrom nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta
anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya tekana osmotic protein
cairan pleura dibandingkan dengan tekana osmotic darah. Efusi
yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.
b. Efusi pleura karena neoplasma
Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura
dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak
ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah adanya
cairan yang selalu berakumulasi kembali dengan cepat walaupun
dilakukan torakosentesis berkali-kali.
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma,
yakni :
- Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas
pleura terhadap air dan protein

16
- Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran
pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal
memindahkan cairan dan protein
- Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan
selanjutnya timbul hipoproteinemia.
c. Efusi pleura karena sebab lain
1. Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul,
laserasi, luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat
atau karena pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi.
2. Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang
terdiri dari efusi pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites).
Mekanisme penumpukan cairan ini belum diketahui betul, tetapi
diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat peningkatan
permeabilitas jaringan pleura, perikard atau peritoneum. Sebagian
besar efusi pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang jelas
seperti sesak nafas, sakit dada, atau batuk.
3. Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian
miksedema. Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-
sama. Cairan bersifat eksudat dan mengandung protein dengan
konsentrasi tinggi.
4. Limfedema
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan
efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Pada beberapa
pasien terdapat juga kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan.
5. Reaksi hipersensitif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-
kadang memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura
berupa radang dan dan kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura.
6. Efusi pleura idiopatik

17
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur
diagnostic secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis
cairan, biopsy pleura), kadang-kadang masih belum bisa didapatkan
diagnostic yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan daloam efusi
pleura idiopatik.
d. Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal
Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan
peradangan yang terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis,
pseudokista pancreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses
ginjal, abses hati, abses limpa, dll. Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri
tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah karena berpindahnya
cairan yang kaya dengan enzim pancreas ke rongga pleura melalui saluran
getah bening. Efusi disini bersifat eksudat serosa, tetapi kadang-kadang
juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga sering terjadi setelah 48-72 jam
pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap obstruksi
intestinal atau pascaoperasi atelektasis.
1) Sirosis Hati
Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati. Kebanyakan
efusi pleura timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat
kesamaan antara cairan asites dengan cairan pleura, karena terdapat
hubungnan fungsional antara rongga pleura dan rongga abdomen
melalui saluran getah bening atau celah jaringan otot diafragma.
2) Sindrom Meig
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada
ovarium (jinak atau ganas) disertai asites dan efusi pleura.
Patogenesis terjadinya efusi pleura masih belum diketahui betul.
Bila tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya
pun segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai asites
dan eksudat cairan pleura sering dikira sebagai neoplasma dan
metastasisnya.
3) Dialisis Peritoneal

18
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya
dialysis peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun
bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke
rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti
dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan
dialisat.

D. Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit
dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk.
Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi yang luas akan
menyebabkan sesak napas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan
bunyi napas minimal atau tidak sama sekali mengandung bunyi datar, pekak
saat perkusi. Suara egophoni akan terdengar diatas area efusi. Deviasi trakea
menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural
yang signifikan. Bila terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea
mungkin saja tidak ditemukan.

E. Patogenesis Efusi Pleura


Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di
rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh
pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura viceralis.
Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi
di rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan
cairan pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang
yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat
menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapiler darah
( Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2002).

19
Menurut Hood Alsagaff dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam,
keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh:
1. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O
2. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O
3. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari

Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler
(keradangan, neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke
jantung / v. pulmonalis ( kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif
intrapleura (atelektasis ).

Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif paru yang normal
ini. Pertama, jaringan elastis paru memberikan kontinu yang cenderung
menarik paru-paru menjauh dari rangka thoraks. Tetapi, permukaan pleura
viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel itu tidak dapat
dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan kontinyu yang cenderung
memisahkannya. Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan negatif dari ruang
pleura.
Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intra pleura
menurut Sylvia Anderson Price dalam bukunya Patofisiologi adalah
kekuatan osmotic yang terdapat di seluruh membran pleura. Cairan dalam
keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke
ruang pleura dan kemudian di serap kembali melalui pleura viseralis.
Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum Starling tentang
pertukaran trans kapiler yaitu, pergerakan cairan bergantung pada selisih
perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong
cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung
menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorbsi cairan

20
pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan
pembentukan cairan parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar
daripada plura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan
normal hanya terdapat beberapa milliliter cairan.
Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah
kekuatan pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki
ruang pleura tetapi akan dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura
parietalis. Ketiga faktor ini kemudian, mengatur dan mempertahankan
tekanan negatif intra pleura normal.
2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik
Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata,
gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening,
peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe dan
tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada
hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai
dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk.
Pada orang sehat pleura terletak pada posisi yang sangat dekat satu
sama lain dan hanya dipisahkan oleh cairan serous yang sangat
sedikit, yang berfungsi untuk melicinkan dan membuat keduanya
bergesekan dengan mudah selama bernafas. Sedikitnya cairan serous
menyebabkan keseimbangan diantara transudat dari kapiler pleura dan
reabsorbsi oleh vena dan jaringan limfatik di selaput visceral dan
parietal. Jumlah cairan yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan
vena meningkat karena dekompensasi cordis atau tekanan vena cava
oleh tumor intrathorax. Selain itu, hypoprotonemia dapat menyebabkan
efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapailer darah.
Eksudat pleura lebih pekat, tidak terlalu jernih, dan agak menggumpal.
Cairan pleura jenis ini biasanya terjadi karena rusaknya dinding kapiler
melalui proses suatu penyakit, seperti pneumonia atau TBC, atau karena
adanya percampuran dengan drainase limfatik, atau dengan neoplasma.
Bila efusi cepat permulaanya, banyak leukosit terbentuk, dimana pada

21
umumnya limfatik akan mendominasi. Efusi yang disebabkan oleh
inflamasi pleura selalu sekunder terhadap proses inflamasi yang
melibatkan paru, mediastinum, esophagus atau ruang subdiafragmatik.
Pada tahap awal, ada serabut pleura yang kering tapi ada sedikit
peningkatan cairan pleura.selama lesi berkembang, selalu ada peningkatan
cairan pleura. Cairan eksudat ini sesuai dengan yang sudah di jelaskan
sebelumnya. Pada tahap awal, cairan pleura yang berupa eksudat ini
bening, memiliki banyak fibrinogen, dan sering disebut serous atau
serofibrinous. Pada tahap selanjutnya akan menjadi kurang jernih, lebih
gelap dan konsistensinya kental karena meningkatkanya kandungan sel
PMN.
Efusi pleura tanpa peradangan menghasilkan cairan serous yang jernih,
pucat, berwarna jerami, dan tidak menggumpal, cairan ini merupakan
transudat., biasanya terjadi pada penyakit yang dapat mengurangi tekanan
osmotic darah atau retensi Na, kebanyakan ditemukan pada pasien yang
menderita oedemumum sekunder terhadap penyakit yang melibatkan
jantung, ginjal, atau hati. Bila cairan di ruang pleura terdiri dari darah,
kondisi ini merujuk pada hemothorax. Biasanya hal ini disebabkan oleh
kecelakaan penetrasi traumatik dari dinding dada dan menyobek arteri
intercostalis, tapi bisa juga terjadi secara spontan saat subpleural rupture
atau sobeknya adhesi pleural (Sylvia Anderson Price dan Lorraine, 2005:
739).

22
Infeksi (TB) Non Infeksi mis.Ca paru, Ca pleura (primer
tuberculosis, dan sekunder), Ca mediastinum, tumor
pnemonitis, abses paru ovarium, bendungan jantung (gagal
jantung), perikarditis konstruktifa, gagal
Reaksi Ag -Ab Penumpukan
hati, gagal ginjal sel-sel tumor Massa tumor

Tersumbatnya
Merangsang pembuluh darah vena
mediator inflamasi dan getah bening

Bradikinin, Rongga pleura gagal


prostaglandin, memindahkan cairan
histamine, serotonin

Akumulasi cairan di
Vaso aktif rongga pleura

Gangguan keseimbangan
tekanan Hidrostatik dan
Onkotik

Meningkatkan permeabilitas
membran
EFUSI PLEURA
Perpindahan cairan

Peningkatan Menekan
cairan Pleura pleura PK: Atelektasis

Rangsangan Ekspansi paru


serabut saraf inadekuat
sensoris Indikasi Tindakan
parietalis
Sesak nafas Nafas pendek
MK: Nyeri (Dispnea) dengan usaha Torakosintesis Pemasangan WSD
kuat

Terputusnya
Nafsu makan ↓ Kelelahan ↑ Perlu -
Kontinuitas jaringan
kaan
MK: MK: Perubahan Kesulitan tidur
Ketidakefektif nutrisi kurang MK: Nyeri
Port de entre kuman
an Pola Napas dari kebutuhan MK: Gangguan
tubuh Pola Tidur
MK: Rsiko Tinggi terhadap
Infeksi

23
D. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan efusi pleura akan ditemukan:
a. Inspeksi: pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar,
pergerakan pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum terdorong ke
arah kontralateral.
b. Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun.
c. Perkusi: perkusi yang pekak, garis Elolis damoisseaux
d. Auskultasi: suara nafas yang menurun bahkan menghilang.
2. Diagnostik
Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan pemeriksaan
fisik saja. Tapi kadang-kadang sulit juga, sehingga perlu pemeriksaan
tambahan sinar tembus dada. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan
tindakan torakosentesis dan pada beberapa kasus dilakukan juga biopsy
pleura.
1. Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi
daripada bagian medial.

Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk menggelilingi lobus paru


(biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan
konsolidasi parenkim lobus. Dapat juga menggumpul di daerah para-
mediastinal dan terlihat dalam foto sebagai figura interlobaris. Bisa juga
terdapat secara parallel dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai
kardiomegali.
Hal lain yang dapat juga terlihat dalam foto dada pada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastenum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Tapi
bila terdapat atelektasis pada sisi yang berlawanan dengan cairan,
mediastenum akan tetap pada tempatnya.

24
Di samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula
terjadinya efusi pleura yaitu bila terdapat jantung yang membesar, adanya
masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, adanya
densitas parenkimynag lebih kerang dpada pneumonia atau abses paru.

Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya


cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai
penentuan waktu melakukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada efusi
yang terlokalisasi. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.
Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat
memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Hanya saja
pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.
Gambar 1.2 Gambaran Toraks dengan Efusi Pleura
(http://www.efusi pleura/080308/thorax/weblog.htm)

2. Torakosentesis

25
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostic maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada
penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah
paru di sela iga IX garis aksilaris posterioar dengan memakai jarum
Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak
melebihi 1.000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik
mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus
yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru menggembang terlalu cepat.
Komplikasi lain torakosentesis adalah pneumotoraks, ini yang paling
sering, udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma pada
pembuluh darah interkostalis), emboli udara (ini agak jarang terjadi).
Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh
sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan
udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis sehingga terjadi emboli
udara. Untuk mencegah emboli udara ini menjadi emboli pulmoner atau
emboli sistemik, penderita dibaringkan pada sisi kiri di bagian bawah,
posisi kepala lebih rendah daripada leher, sehingga udara tersebut dapat
terperangkap di atrium kanan.
Untuk diagnostic caiaran pleura dilakukan pemeriksaan:
1) Warna cairan
Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan (serous-
xantho-chrome). Bila agak kemerah-merahan,ini dapat terjadi pada
trauma, infark paru, keganasan, adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila kuning kehijauan dan agak perulen, ini menunjukan adanya
empiema. Bila merahtengguli, ini menunjukan adanya abses karena
amoeba.
2) Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

26
Di transudat Eksudat
samping
Kadar protein dalam <3 >3
efusi efusi (g/dl)
Kadar protein dalam < 0,5 > 0,5
serum per kadar
protein dalam serum
Kadar LDH dalam < 200 > 200
efusi (I.U.)
Kadar LDH dalam < 0,6 > 0,6
efusi pe Kadar LDH
dalam serum
Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1, 016
Rivalta negatif Positif
cairan pleura:
a. Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-
penyakit infeksi, arthritis rheumatoid dan neoplasma
b. Kadar amylase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan
metastasis adenokarsinoma.
3) Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostic
penyakit pleura, terutama bila ditemukan patologis atau dominasi sel –sel
tertentu.
a) Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut
b) Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum.
c) Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark
paru.biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
d) Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
e) Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
f) Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik.

27
4) Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairanya purulen. Efusi yang purulen dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob ataupaun anaerob. Jenis kuman yang
sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneumokokus, E, coli,
Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
3. Biopsi pleura
Pemeriksaan histology stu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukan 50-75 persen diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkolosa dan
tumor pleura. Komplikasi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebarab
infeksi atau tumor pada dinding dada.
4. Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis
Analisis terhadap cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang tidak
dapat menegakkan diagnosis.Dalam hal ini dianjurkan asppirasi dan
anakisisnya diulang kembali sampai diagnosis menjadi jelas.
Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti:
a) Bronkoskopi, pada kasus–kasus neoplasma, korpus alienum dalam paru,
abses paru.
b) Scanning isotop, pada kasus-kasus dengan emboli paru.
c) Torakoskop(fiber-optic-pleuroscopy) pada kasus-kasus dengan
neoplasma atau tuberculosis pleura.

28
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien mengalami sesak nafas sejak 2 hari SMRS dan batuk
berdahak, batuk berdahak dirasakan sudah lama dan kumat-kumatan. Pasien
merasa lemas, nafsu makan berkurang. Nyeri dada, demam dan keringat di malam
hari disangkal, penurunan berat badan tidak ada keterangan. Pasien mengalami
pusing cekot-cekot, mual dan muntah disangkal. BAK dan BAB tidak ada
masalah. Riwayat pengobatan TBC, riwayat penyakit jantung, keringat malam
hari disangkal.
Efusi pleura yang sedikit biasanya asimptomatik, sementara efusi pleura

yang banyak dapat menimbulkan dispnea, khususnya bila ada penyakit

kardiopulmoner yang banyak mendasari. Nyeri dada pleuritik dan batuk kering

dapat terjadi, cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya

eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200-300 ml. Tanda-

tanda yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar adalah penurunan

fremitus, redup pada perkusi dan berkurangnya suara nafas. Pada efusi luas yang

menekan paru, aksentuasi suara napas dan egofoni ditemukan tepat diatas batas

efusi. Adanya friction rub pleural menandai pleuritis. Efusi pleura masif dengan

tekanan intrapleural yang meninggi dapat menyebabkan pergeseran trakhea

kearah kontralateral dan pendataran spatium interkostal.

29
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya: Airlangga University Press

Anonim. Paru-paru dan Saluran Pernapasan. www.medicastore.com. Diakses

Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI

Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Jakarta:
EGC

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

Rofiqahmad. 2008. Thorax. http://www.efusi pleura/080308/thorax/weblog.htm.

30

Vous aimerez peut-être aussi